Anda di halaman 1dari 5

Memaknai Idul Fitri Yang Penuh Kasih Sayang

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah


Segala puji hanya milik Allah, Penguasa langit dan bumi, Pengatur segala apa yang ada. Maha Suci
Allah selamanya, pagi ataupun petang. Allah Yang Maha Pengasih tak pilih kasih lagi Maha
Penyayang tak pandang sayang. Dengan rahmat-Nya kita sambut hari ini penuh keceriaan. Tatkala dini
hari cahaya fajar satu Syawal menyingsing di ufuk timur, alam pikiran dan perasaan kita bertukar rasa.
Seluruh umat Islam bangkit menggemakan takbir dan tahmid, gemuruh membahana suara
mengagungkan dan mengesakan Allah. Tua ataupun muda, pria atau wanita, bahkan anak-anak kecil
pun tidak ketinggalan mengucapkan:
‫هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬

Nada bersahutan membawa suasana haru menumbuhkan rasa yang mendalam, menembus lipatan kalbu
dan nurani serta ruhani umat Islam. Hari ini kita dipanggil berjamaah membina umat. Kita sambut
panggilan itu untuk mempertemukan hati dengan hati menghilangkan segala ketegangan dan
kerenggangan. Kita lupakan sejenak putaran roda yang menggiring manusia pada kehidupan semata.
Saatnya kita menghadap Allah SWT, berjamaah dalam suasana yang cukup mengharukan.

‫هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita memandang ke depan, ke belakang, serta melihat ke samping
kanan & kiri kita. Mungkin ada di antara saudara atau keluarga kita di mana tahun lalu ia masih sempat
hadir bersama dengan kita untuk melaksanakan salat Idul Fitri sama dengan hari ini.  Namun ternyata
sekarang ia tidak ada lagi disebabkan karena tidak diberikan umur panjang oleh Allah SWT.  Ada lagi
umur yang panjang namun ia tak punya kesempatan, ada lagi kesempatannya, namun ternyata
kesehatannya terganggu sehingga kembali ia tidak dapat menghadiri tempat ini.  Itulah sebabnya,
kemungkinan ada orang pada hari ini tinggal menyendiri di rumahnya sambil meneteskan air mata
karena keinginannya untuk salat Id bersama tidak dapat terwujud disebabkan kesempatan & kesehatan
yang baik tidak ia miliki.  Oleh karena itu, hadirin yang berbahagia.  Mari kita tingkatkan rasa syukur
& terima kasih kepada Allah atas segala nikmat-Nya kepada kita semua.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah


Ramadan telah pergi meninggalkan kita membawa berbagai macam kenangan yang telah kita lakukan
di dalamnya. Ia pergi menghadap Allah melaporkan dirinya terkait amal ibadah yang telah kita perbuat.
Sebulan penuh telah kita lewati, suka dan duka dalam mengisi Ramadan yang penuh berkah. Tapi
yakinilah, keberkahan Ramadan tidak diukur dan tidak terbatas pada bulan Ramadan saja. Namun
keberkahan dan kemuliaannya dilihat dari sejauh mana kita memelihara nilai-nilai Ramadan setelah
kepergiannya, yang berarti bahwa berakhirnya Ramadan sebenarnya menjadi tanda peningkatan
ketakwaan. Rasulullah SAW mengungkapkan:
‫من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح‬

Barang siapa yang keadaannya hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang
beruntung”

‫ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون‬

“Barang siapa yang keadaannya hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang
tertipu”
‫ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون‬

“Barang siapa yang keadaannya hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang
terkutuk”.

Allahukabar3x

Oleh karena itu hadirin, mari kita merenungi kembali sikap dan perbuatan kita terhadap bulan suci
Ramadan. Apakah kesempatan yang diberikan Allah telah kita pergunakan sebaik-baiknya dengan
memperbanyak amal ibadah, ataukah sebaliknya kesempatan tersebut kita sia-siakan tanpa ada makna
di dalamnya. Sungguh bahagia orang yang mengisinya dengan kebaikan, dan sungguh merugi orang
yang menyia-nyiakannya. Akan tetapi kita pun tidak boleh berputus asa dan berpangku tangan tanpa
melakukan perbaikan sebab rahmat dan kasih sayang Allah tetap terbuka selama-lamanya.

‫ال تقنطوا من رحمة هللا‬

“Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah”

Mari kita amalkan sikap dan sifat kasih sayang. Karena pada hari ini telah datang para malaikat
menyebar di muka bumi, berdiri di tengah jalan, menyaksikan orang-orang yang beriman, lewat
keberuntungan yang ia raih dari ibadah-ibadah yang telah mereka amalkan di bulan suci Ramadan.
Mari kita perbaiki diri dengan senantiasa berbuat kebaikan dan amal saleh:
“Barang siapa yang melakukan kebaikan sekecil apapun, pasti akan diperlihatkan nantinya”.
“Tiap-tiap sesuatu itu bergantung dari amalan yang telah diperbuat”
“Sesungguhnya tidak ada yang didapat seseorang kecuali dari hasil usahanya”.
“Karena sesuungguhnya hasil usaha itulah yang akan diperlihatkan kepadanya”.
“Yang kemudian dibalas dengan balasan yang sempurna”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah 


Bulan Ramadan betul-betul telah meninggalkan kita, ia pergi tanpa pamit, berangkat tanpa permisi.
Deraian air mata berlinang membasahi pipi, mengingat kembali Ramadan telah pergi dan akan
berkunjung setahun lagi. Sungguh benar sebuah ungkapan:
“Seukuran kebahagiaan di kala kita bertemu seberat itu pulalah kesedihan di kala kita berpisah”.
Dulu kedatangan Ramadan kita sambut dengan kebahagiaan, kini kepergiannya kita antar dengan
tangisan kesedihan.
‫هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬
Karena hari ini kita bersedih dan termenung ditinggalkan Ramadhan, maka Allah SWT menjadikan
hari ini sebagai hari raya Idul Fitri yang berfungsi sebagai penyejuk hati yang gersang, pelunak hati
yang membatu, dan pembuka mata hati yang terkunci. Mari kita maknai hari ini sesuai dengan makna
yang sebenarnya:
‫ لمن كان طاعته يزيد‬Y‫*** ولكن العيد‬ Y‫ليس العيد لمن لبس الجديد‬
“Hari Raya Idul Fitri tidak diukur dengan adanya pakaian baru, namun Idul Fitri diukur dengan
adanya keta’atan yang semakin bertambah”.

Tersirat dalam peringatannya itu bahwa berIdul Fitri tidak menitikberatkan pada penampilan lahir saja,
melainkan tampak pada lubuk hati yang terdalam. Peringatannya itu mengingatkan kita kepada sabda
Nabi Muhammad SAW: “Allah tidak melihat postur dan bentuk tubuh kalian, tetapi Allah memandang
isi hati kalian”
Oleh karena itu hadirin yang berbahagia, hari ini adalah hari Idul Fitri, jadikanlah sebagai hari
kemenangan yang ditandai dengan sikap dan kerelaan untuk saling memaafkan satu sama lain.
Hilangkan segala perasaan benci dan dendam di antara sesama. Saatnya membuka diri untuk meminta
dan memberi maaf kepada yang lain. Tiada gunanya pertengkaran dipelihara, tiada gunanya benci dan
dendam dipertahankan. Tidak ada kehinaan bagi orang yang pertama kali mengulurkan tangannya
untuk.menjabat tangan saudaranya seraya meminta maaf  kepadanya.  Hilangkan segala keegoisan kita,
jangan biarkan ada kalimat yang muncul dalam hati dan lisan kita bahwa sebenarnya aku telah
memaafkannya sekiranya ia datang meminta maaf padaku. Namun yang harus dilakukan adalah
membuktikan pemberian maaf kita dengan memulai meminta maaf. Memang mulia memberi maaf,
memang mulia meminta maaf di kala kita bersalah. Akan tetapi jauh lebih mulia di kala kita mampu
meminta maaf sekalipun bukan kita yang bersalah. Rasulullah SAW bersabda: “Tiga macam budi
pekerti yang mendapat nilai paling tinggi di sisi Allah, yaitu : memberi maaf kepada orang yang telah
menganiaya dirimu, memberi kepada orang yang telah memutuskan pemberian kepadamu, dan
bersilaturrahim kepada orang telah memutuskan hubungan denganmu”.

‫هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬


Idul Fitri adalah hari bersilaturahim yang ditandai dengan duduknya kita di sini. Ingat pada masa lalu,
cemas dengan masa yang akan ating. Menetes air mata kita mengingat itu semua. Rindu pada keluarga,
baik keluarga yang sedang berada diperantauan maupun bagi keluarga yang sudah dipanggil
menghadap kehadirat Ilahi. Seorang anak ingat pada orang tuanya yang telah tiada, ingat pada nenek
moyang dan sanak keluarga yang telah mendahului kita. Bahkan ada yang ingat pada isteri atau suami
yang telah menghadap Allah. Ingat pula kepada handai-tolan, teman sekerja atau sesama jama’ah
mesjid yang telah wafat. Haru dan sedih mengenang segala kebaikan dan budi luhur mereka. Untuk
mereka kita doakan: “Ya Allah, semoga Engkau menerima amal baik mereka, mengampuni segala
dosanya serta menempatkan mereka pada tempat yang dekat dengan-Mu”.
‫هللا أكبر وهلل الحمد‬
Hari ini adalah hari yang paling tepat kita mengingat sekaligus menyesali segala dosa yang telah
dilakukan, baik dosa kepada Allah maupun dosa kepada sesama, terlebih lagi dosa kita seorang anak
kepada kedua orang tua. Jangan sampai berkahnya Ramadhan dan mulianya hari ini tidak didapatkan
karena kedurhakaan dan dosa kita kepada mereka.
Orang tua adalah tumpuan anak-anaknya, orang tua adalah harapan anak-anaknya, orang tua adalah
tempat curahan hati dan keluh kesah anak-anaknya. Tiada kata dan bahasa yang dapat mengungkapkan
kebaikan mereka kecuali perasaan dan tetesan air mata yang berbicara. Maka dari itu, pesan kami
kepada saudara-saudaraku yang masih ada orang tuanya, suatu ketika mungkin kita masih ingin bersua
dengan mereka, berbicara dengan mereka, bercanda dengan mereka, namun tidak ada lagi waktu yang
disebabkan oleh dua kemungkinan. Kalau bukan kita meninggalkan maka kita yang akan ditinggalkan.
Karenanya Allah mengingatkan kita:
‫وْ اًل‬Yَ‫ا ق‬YY‫لْ لَهُ َم‬YYُ‫ا َوق‬Y‫ا ُأفٍّ َواَل تَ ْنهَرْ هُ َم‬Y‫لْ لَهُ َم‬YYُ‫ك ْال ِكبَ َر َأ َح ُدهُ َما َأوْ ِكاَل هُ َما فَاَل تَق‬
َ ‫ضى َربُّكَ َأاَّل تَ ْعبُدُوا ِإاَّل ِإيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن ِإحْ َسانًا ِإ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن َد‬
َ َ‫َوق‬
‫َك ِري ًما‬
“Dan Tuhanmu telah menetapkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya telah telah mencapai usia tua maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan “ah” dan
jangan pula menbentak mereka, serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
Maka sungguh sangatlah menyakitkan bila mana ada orang yang tidak mau meneteskan air mata walau
hanya setetes saja, mengingat dosa-dosa yang telah diperbuatnya kepada kedua orang tua. Marilah kita
berhati-hati, menjaga, berbuat baik, memelihara kedua orang tua kita dan menyadari betapa sakitnya
perasaan kita bila kita hidup sendiri tanpa belaian kasih sayang orang tua tanpa seorang ayah dan tanpa
ibu.
‫هللا أكبر وهلل الحمد‬
Karenanya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghilangkan dan memutuskan hubungan antara anak
dan orang tuanya. Seburuk apapun orang tua, dia tetap orang tua kita. Dan sejelek apapun anak kita, dia
tetap anak kita. Memang berat dan sakit bila ada anak ditinggalkan oleh orang tuanya, namun jauh
lebih berat bila ada orang tua ditinggalkan oleh anaknya. Mari kita renungi sebuah riwayat yang
menyebutkan bahwa ketika Rasulullah mengalami sakit yang mengantarkan kematiannya. Datanglah
seorang tamu ke rumah Nabi, lalu nabi bertanya kepada putrinya yang Fatimah: 
“Wahai anakkku, Fatimah… apakah engkau mengetahui siapa gerangan yang datang ke mari?” 
Fatimah menjawab: “Aku tidak tahu wahai Rasulullah, aku tidak tahu wahai ayahku”. Nabi lalu
mengatakan bahwa yang datang itu adalah malakul maut yang bertugas mencabut nyawa yang
menyebabkan seorang suami menjadi duda, seorang istri menjadi janda, dan seorang anak menjadi
yatim. 
Rasul pun mempersilakan malaikat tersebut masuk ke dalam rumah, lalu malaikat memberi salam
seraya mengatakan: “Aku datang ke mari untuk menyampaikan salam rindu dari Tuhanmu, dan bila
engkau telah rela dan menyetujuinya aku pun ingin mencabut nyawamu. 
Betapa sedih hati Fatimah, menetes air matanya mendengarkan kata-kata malakul maut. Rasulullah
SAW menjawab pertanyaan malakul maut dengan mengatakan bahwa aku pun sudah sangat rindu ingin
bertemu dengan Tuhanku. Fatimah dengan suara lirih berkata kepada Ayahnya: 
“Wahai Rasulullah… Sungguh berat dan sedihnya perpisahan seorang anak dengan ayahnya”. Nabi
pun menjawab bahwa jauh lebih berat, jauh lebih sedih seorang ayah meninggalkan anaknya.
Fatimah pun kembali bertanya: “Wahai ayahku… Sekiranya nanti di akhirat aku sangat rindu padamu,
ke mana aku hendak mencarimu? Nabi menjawab: “Wahai anakku… Carilah aku di Padang Mahsyar,
karena seluruh manusia pasti akan dikumpulkan di tempat tersebut”. 
Lalu Fatimah berkata: “Sungguh sulitnya orang dicari di tempat itu wahai ayahku, dan bila aku sudah
sangat rindu padamu sementara aku belum menemukanmu ke mana lagi aku mencarimu”, menetes air
mata Nabi mendengarkan keluh-kesah anaknya, bahkan disebutkan dalam riwayat bahwa seluruh
malaikat ikut menangis mendengarkan pembicaraan antara Nabi dan putrinya. 
Maka Rasulullah SAW menjawab: “Carilah aku nanti di jembatan shirathal mustaqim, karena tidak ada
seorang pun yang tidak melewati jalan tersebut”. Fatimah kembali mengeluh “Alangkah sulitnya aku
menemukanmu wahai ayahku” semakin sedihlah putri Nabi mendengarkan jawaban ayahnya yaitu
Rasulullah SAW. 
Lalu Nabi mengatakan; “Wahai anakku… Carilah aku nanti di depan pintu surga, karena aku tidak
akan masuk ke dalam surga sebelum seluruh umatku masuk ke dalamnya. Wahai anakku…
Perbanyaklah kebaikanmu kepada sesama, mudah-mudahan Allah memberi balasan yang berlipat
ganda”.

َ ‫صدِّيقِينَ َوال ُّشهَدَا ِء َوالصَّالِ ِحينَ َو َحسُنَ ُأولَِئ‬


‫ك َرفِيقًا‬ َ ‫ُول فَُأولَِئ‬
ِّ ‫ك َم َع الَّ ِذينَ َأ ْن َع َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم ِمنَ النَّبِيِّينَ َوال‬ َ ‫َو َم ْن ي ُِط ِع هَّللا َ َوال َّرس‬

“Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka mereka akan bersama orang-orang yang
mendapatkan nikmat dari Tuhannya, yaitu para Nabi, orang-orang yang membenarkan ajaran agama,
para syuhada dan orang saleh. Mereka itulah teman yang paling baik”.

Maka sungguh sangatlah menyakitkan bila mana ada orang yang tidak mau meneteskan air mata walau
hanya setetes saja, mengingat dosa-dosa yang telah diperbuatnya kepada kedua orang tua. Marilah kita
berhati-hati, menjaga, berbuat baik, memelihara kedua orang tua kita dan menyadari betapa sakitnya
perasaan kita bila kita hidup sendiri tanpa belaian kasih sayang orang tua tanpa seorang ayah dan tanpa
ibu.
‫هللا أكبر وهلل الحمد‬
Karenanya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghilangkan dan memutuskan hubungan antara anak
dan orang tuanya. Seburuk apapun orang tua, dia tetap orang tua kita. Dan sejelek apapun anak kita, dia
tetap anak kita. Memang berat dan sakit bila ada anak ditinggalkan oleh orang tuanya, namun jauh
lebih berat bila ada orang tua ditinggalkan oleh anaknya. Mari kita renungi sebuah riwayat yang
menyebutkan bahwa ketika Rasulullah mengalami sakit yang mengantarkan kematiannya. Datanglah
seorang tamu ke rumah Nabi, lalu nabi bertanya kepada putrinya yang Fatimah: 
“Wahai anakkku, Fatimah… apakah engkau mengetahui siapa gerangan yang datang ke mari?” 
Fatimah menjawab: “Aku tidak tahu wahai Rasulullah, aku tidak tahu wahai ayahku”. Nabi lalu
mengatakan bahwa yang datang itu adalah malakul maut yang bertugas mencabut nyawa yang
menyebabkan seorang suami menjadi duda, seorang istri menjadi janda, dan seorang anak menjadi
yatim. 
Rasul pun mempersilakan malaikat tersebut masuk ke dalam rumah, lalu malaikat memberi salam
seraya mengatakan: “Aku datang ke mari untuk menyampaikan salam rindu dari Tuhanmu, dan bila
engkau telah rela dan menyetujuinya aku pun ingin mencabut nyawamu. 
Betapa sedih hati Fatimah, menetes air matanya mendengarkan kata-kata malakul maut. Rasulullah
SAW menjawab pertanyaan malakul maut dengan mengatakan bahwa aku pun sudah sangat rindu ingin
bertemu dengan Tuhanku. Fatimah dengan suara lirih berkata kepada Ayahnya: 
“Wahai Rasulullah… Sungguh berat dan sedihnya perpisahan seorang anak dengan ayahnya”. Nabi
pun menjawab bahwa jauh lebih berat, jauh lebih sedih seorang ayah meninggalkan anaknya.
Fatimah pun kembali bertanya: “Wahai ayahku… Sekiranya nanti di akhirat aku sangat rindu padamu,
ke mana aku hendak mencarimu? Nabi menjawab: “Wahai anakku… Carilah aku di Padang Mahsyar,
karena seluruh manusia pasti akan dikumpulkan di tempat tersebut”. 
Lalu Fatimah berkata: “Sungguh sulitnya orang dicari di tempat itu wahai ayahku, dan bila aku sudah
sangat rindu padamu sementara aku belum menemukanmu ke mana lagi aku mencarimu”, menetes air
mata Nabi mendengarkan keluh-kesah anaknya, bahkan disebutkan dalam riwayat bahwa seluruh
malaikat ikut menangis mendengarkan pembicaraan antara Nabi dan putrinya. 
Maka Rasulullah SAW menjawab: “Carilah aku nanti di jembatan shirathal mustaqim, karena tidak ada
seorang pun yang tidak melewati jalan tersebut”. Fatimah kembali mengeluh “Alangkah sulitnya aku
menemukanmu wahai ayahku” semakin sedihlah putri Nabi mendengarkan jawaban ayahnya yaitu
Rasulullah SAW. 
Lalu Nabi mengatakan; “Wahai anakku… Carilah aku nanti di depan pintu surga, karena aku tidak
akan masuk ke dalam surga sebelum seluruh umatku masuk ke dalamnya. Wahai anakku…
Perbanyaklah kebaikanmu kepada sesama, mudah-mudahan Allah memberi balasan yang berlipat
ganda”.
‫ هللا اكبر وهلل الحمد‬.‫هللا اكبرال اله اال هللا وهللا اكبر‬

‫بارك هللا لي ولكم في القرآن الكريم ونفعني وإياكم بما فيه من األيات والذكر‬

‫الحكيم وتقبل هللا مني ومنكم تالوته انه هو السميع العليم‬.

‫ فاستغفروه انه هو‬.‫أقول قولي هذا واستغفر هللا العظيم لي ولكم وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات األحياء منهم واألموات‬
‫الغفور الرحيم‬

Anda mungkin juga menyukai