Anda di halaman 1dari 4

2.

2 Simplisia

Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia nabati merupakan simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia hewani merupakan simplisia yang berupa hewan
utuh, bagian hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni (Materi Medika Indonesia Jilid III, 1979).

2.2.1 Proses Pembuatan Simplisia

Tahapan pembuatan simplisia yaitu :

a. Pengumpulan Bahan Baku


Kadar senyawa aktif pada tanaman berbeda-beda, tergantung pada bagian
tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman saat panen,
waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh (Suharmiati & Maryani, 2003
(dalam Qonita, 2021)).
b. Sortasi Basah
Pada proses sortasi basah dilakukan untuk membuang bahan lain yang
tidak berguna atau berbahaya pada tanaman. Misalnya rumput, kotoran,
binatang, tanaman yang busuk, dan benda lain yang dapat mempengaruhi
kualitas simplisia (Suharmiati & Maryani, 2003 (dalam Qonita, 2021)).
c. Pencucian
Proses pencucian dilakukan agar tanaman bebas dari tanah atau kotoran
yang melekat sehingga harus dilakukan pencucian. Pencucian ini
menggunakan air PDAM, air sumur, atau sumber air yang bersih dengan cara
dialirkan pada bahan simplisia (Suharmiati & Maryani, 2003 (dalam Qonita,
2021)).
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan misalnya
Cortex (Kulit kayu), Semen (Biji), Fructus (Buah), Rhizoma (Akar).
Perajangan dilakukan untuk mempermudah pengeringan, pengepakan, dan
penggilingan. Perajangan dapat dilakukan menggunakan pisau atau mesin
perajang khusus, sehinga diperoleh irisan yang tipis atau potongan dengan
ukuran yang dikehendaki (Suharmiati & Maryani, 2003 (dalam Qonita,
2021)).
e. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga simplisia dapat disimpan dalam waktu yang lama. Proses
pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan di
bawah sinar matahari langsung atau dengan menggunaka alat modern seperti
oven. Hal-hal yang diperhatikan dalam proses pengeringan adalah suhu,
kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan
bahan (Suharmiati & Maryani, 2003 (dalam Qonita, 2021)).
f. Sortasi Kering
Proses sortasi kering merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian tanaman yang tidak diinginkan atau kotoran yang ada pada simplisia.
Sortasi kering dilakukan sebelum simplisia dikemas dan disimpan (Suharmiati
& Maryani, 2003 (dalam Qonita, 2021)).
g. Pengepakan dan Penyimpanan
Pengepakan dan penyimpanan bertujuan sebagai pelindung agar simplisia
tidak rusak dan berubah mutunya karena beberapa faktor seperti cahaya,
oksigen, reaksi kimia, dehidrasi, penyerapan air, kotoran dan serangga. Jika
memerlukan penyimpanan, sebaiknya simplisia disimpan pada tempat yang
kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung (Suharmiati
& Maryani, 2003 (dalam Qonita, 2021)).

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi

2.3.1 Definisi Ekstrak

Menurut Farmakope Indonesia IV, Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstrasi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian sehingga
memenuhi memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai
pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing
monografi tiap mL ekstrak mengandung senyawa aktif 1 g simplisia yang
memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat
didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dituangkan (Ditjen POM, 2000)

2.3.2 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi merupakan zat aktif yang dapat ditarik oleh cairan penyari. Penyari yang
digunakan dalam ekstraksi harus sesuai berdasarkan kemampuanya dalam
melarutkan jumlah yang maksimum. Tujuan dilakukannya ekstraksi yaitu untuk
mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat yang memiliki khasiat
pengobatan. Pelarut organik yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi
senyawa aktif dari sel tanaman adalah metanot, etanol, kloroform, hexan, benzene,
aseton dan etil asetat (Ditjen POM, 1995).
2.3.3 Metode Ekstraksi

Menutut Ditjen POM (2000) ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu :

1. Cara Dingin
a. Maserasi
Proses ekstrasi maserasi adalah pengekstraksi simplisia dengan
menggunakan pelarut organik dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Maserasi yang dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus) disebut maserasi kinetik. Cara
maserasi yaitu serbuk halus atau kasar dan pelarut disimpan dalam wadah
tertutup dan pada periode tertentu dilakukan pengadukan sampai zat tertentu
dapat terlarut. Proses maserasi paling cocok untuk senyawa yang termolabil
(Tiwari, et al., 2011).

b. Pekolasi
Ekstraksi perkolasi adalah penyarian menggunakan pelarut yang selalu
baru sampai sempurna (exhaustive extraction). Cara perkolasi adalah
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Proses perkolasi terdiri dari pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), proses
ini dilakukan terus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan
(Ditjen POM, 2000).

2. Cara Panas
a. Refluks
Ekstraksi refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlahpelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Proses ini umumnya
dilakukan pengulangan pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).
b. Sokletasi
Ekstraksi sokletasi adalah penyarian menggunakan pelarut yang selalu
baru, proses ini umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
c. Digesti
Ekstraksi digesti adalah maserasi konetik (pengadukan terus-menerus atau
kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C (Ditjen POM, 2000).
d. Infus
Ekstraksi infus adalah penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit)
(Ditjen POM, 2000).
e. Dekoktasi
Ekstraksi dekoktasi adalah penyarian yang sama dengan infus tetapi
waktunya lebih lama (≥30°C) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen
POM, 2000).

Anda mungkin juga menyukai