Anda di halaman 1dari 9

III.

BAHASA ILMIAH

3.1. Ciri Bahasa Tulis Ilmiah


Tesis ditulis menggunakan Bahasa Indonesia dan tata bahasa formal yang sesuai
dengan kaidah bahasa ilmiah. Bahasa tulis ilmiah merupakan perpaduan ragam bahasa tulis
dan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa tulis memiliki ciri 1) kosa kata yang digunakan
dipilih secara cermat, 2) pembentukan kata dilakukan secara sempurna, 3) kalimat dibentuk
dengan struktur yang lengkap, dan 4) paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu
(kohesif dan koheren) serta hubungan antara gagasan terlihat jelas, rapi dan sistematis.
Ragam bahasa ilmiah memiliki ciri logis, lugas, jelas, formal, objektif, ringkas dan padat,
konsisten dan bertolak dari gagasan. Cara pengungkapan dalam bahasa tulis dan cara
pengetikannya harus berpedoman pada kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sebagai
sumber acuan untuk perhurufan, pengejaan, pemenggalan kata, dan tanda baca. Pemakaian
kata yang benar harus selalu mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru.
Pemakaian istilah harus mengacu pada kamus-kamus istilah bidang ilmu yang
bersangkutan.
Di samping keilmiahannya, Bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa yang
baik dan benar. Bahasa yang baik belum tentu benar, demikian pula sebaliknya bahasa yang
benar belum tentu baik. Sebagai contoh: (1) “Masalah yang saya ingin pecahkan berkaitan
dengan pertumbuhan vegetatif tanaman”. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang baik,
tetapi tidak benar. Seharusnya kalimatnya berbunyi: “Masalah yang ingin saya pecahkan
berkaitan dengan pertumbuhan vegetatif tanaman”. (2) Peneliti enggak dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya”. Kalimat tersebut benar tetapi tidak baik, karena
penggunaan kata “enggak” tidak sesuai untuk bahasa ilmiah. Sebaiknya kata enggak
diganti dengan kata tidak.
Berikut ini diuraikan ciri bahasa tulis ilmiah: yaitu logis, lugas, jelas, bertolak dari
gagasan, formal, objektif, ringkas dan padat, konsisten, dan menggunakan ejaan yang benar.
1. Logis
Bahasa tulis ilmiah bersifat logis, artinya bahasa ilmiah mampu digunakan secara
tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir. Bahasa yang logis mampu membentuk
pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan penulis dapat dimengerti pembaca
secara tepat oleh pembaca. Kalimat-kalimat yang digunakan mencerminkan ketelitian yang
objektif sehingga suku-suku kalimatnya mirip dengan proposisi logika. Sehingga jika
sebuah kalimat digunakan untuk mengungkapkan dua gagasan yang memiliki hubungan
kausalitas, maka dua gagasan beserta hubungannya tampak dengan jelas dalam kalimat.
Bentuk kata yang dipilih harus disesuaikan dengan muatan isi pesan yang akan
disampaikan. Pemilihan kata harus cermat artinya tidak mubazir, tidak rancu, dan perlu
pemilihan kata yang bersifat idiomatis.
2. Lugas
Bahasa tulis ilmiah digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan
tepat. Untuk itu setiap gagasan diungkapkan secara langsung sehingga makna yang
ditimbulkan oleh pengungkapan itu adalah makna lugas. Dengan paparan yang lugas,
kesalahan menafsirkan isi kalimat akan terhindarkan.
3. Jelas
Gagasan akan mudah difahami jika hubungan gagasan yang satu dan lainnya
dituangkan dalam bahasa yang jelas. Ketidakjelasan umumnya akan muncul pada kalimat
yang sangat panjang. Oleh sebab itu disarankan tidak menggunakan kalimat yang terlalu
panjang dan gagasan yang akan dituangkan disusun secara sistematis. Dengan susunan itu
dapat ditentukan apakah sebuah gagasan dituangkan dalam sebuah kalimat atau dalam
sejumlah kalimat.
4. Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Itu berarti paparan difokuskan pada
gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis. Untuk itu pilihan kalimat yang
tepat adalah kalimat pasif. Hindari kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku. Hindari
juga paparan yang melibatkan pembaca dalam konteks seperti penggunaan subyek kita.
5. Formal
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat keformalan
bahasa dilihat pada tingkat kosa kata, bentukan kata, dan kalimat. Sebagai contoh kata yang
formal: berkata, membuat, hanya, memberi, bagi, daripada dan contoh kata yang
nonformalnya: bilang, bikin, cuma, kasih, buat, ketimbang. Selain itu kosa kata yang dipilih
yang digunakan cenderung mengarah pada kosa kata ilmiah teknis, bukan pada kosa kata
ilmiah populer. Kosa kata ilmiah teknik hanya digunakan pada kalangan khusus, tetapi
jarang difahami masyarakat umum. Sebagai contoh kata ilmiah teknik: anarki, antipati,
antisipasi, argumen dan contoh kata ilmiah populernya: kekacauan, rasa benci, perhitungan
ke depan, bukti.
Keformalan dalam bahasa tulis ilmiah dicirikan dengan: 1) kelengkapan unsur wajib
(subyek dan predikat), 2) ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, 3) kebernalaran
isi (gagasan dan hubungan gagasan dapat diterima akal sehat) dan 4) format esei formal
(rincian gagasan dalam kalimat diintegrasikan secara langsung dalam kalimat).
6. Objektif
Ciri objektif bahasa ilmiah adalah penempatan gagasan sebagai dasar pengembangan
dan penggunaan kata dan kalimat yang mampu menyampaikan gagasan secara ojektif.
Hindari kata-kata yang menunjukkan sikap ekstrem seperti: betapa, kiranya, harus, wajib,
tidak mungkin tidak, pasti, selalu karena dapat memberikan kesan subjektif dan emosional
7. Ringkas dan padat
Ciri ringkas dalam bahasa tulis ilmiah dicirikan dengan tidak adanya unsur-unsur
bahasa yang tidak diperlukan. Sementara ciri padat: merujuk pada kandungan gagasan yang
diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa itu. Ciri ringkas dan padat juga ditunjukkan
dengan tidak adanya kalimat atau paragraf yang berlebihan.
8. Konsisten
Unsur bahasa dan ejaan dalam bahasa tulis ilmiah digunakan secara konsisten sesuai
dengan kaidah. Sekali digunakan unsur bahasa, tanda baca, istilah, kata tugas, dan tanda-
tanda lain sesuai dengan kaidah maka selanjutnya digunakan secara konsisten. Sebagai
contoh kata tugas untuk digunakan untuk mengantarkan tujuan, kata tugas bagi digunakan
mengantarkan objek. Jika pada awal uraian telah terdapat singkatan, maka pada uraian
selanjutnya cukup digunakan singkatannya. Misalnya Jamur Akar Putih (JAP)
9. Menggunakan Ejaan yang Benar
Kaidah penggunaan ejaan tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (EYD). Prinsip umum penggunaan EYD dalam bahasa tulis ilmiah
sebagai berikut:
1. Setiap kata, baik kata dasar maupun kata jadian, ditulis terpisah dengan kata lainnya
kecuali kata yang tidak dapat berdiri sendiri (diberi garis bawah).
Contoh: kursi, belajar, pascapanen
2. Jarak antar kata dalam paparan hanya satu ketukan, tidak perlu menambah jarak
antar kata. Margin kanan sebuah artikel tidak harus lurus
3. Setiap kata ditulis rapat, tidak ada jarak antar huruf dalam sebuah kata. Berikut
contoh yang salah: P E M B A H A S A N
4. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan salah penafsiran, dapat diberi tanda
hubung untuk menegaskan pertalian antar unsurnya.
Contoh: proses belajar-mengajar
5. Kata jadian berimbuhan gabung depan dan belakang ditulis serangkai. Contoh:
Dinonaktifkan, menomorduakan
6. Tanda tanya (?). Titik (.), titik koma (;), titik dua (:), tanda seru (!) ditulis rapat
dengan huruf akhir dari kata yang mendahului.
7. Setelah tanda tanya (?). Titik (.), titik koma (;), titik dua (:), tanda seru (!) harus ada
jarak satu ketukan.
8. Tanda petik ganda (“…”), petik tunggal(‘…”), kurung ( ..) diketik rapat dengan kata,
frasa, kalimat yang diapit
9. Tanda hubung (-), tanda pisah (-), garis miring (/) diketik rapat dengan huruf yang
mendahului dan yang mengikutinya.
10. Tanda perhitungan: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi (:), lebih
kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu ketukan dengan huruf yang
mendahului dan mengikutinya.
11. Tepi kanan teks artikel tidak harus rata. Oleh karena itu, kata pada akhir baris tidak
harus dipotong. Jika harus dipotong, tanda hubungnya ditulis setelah huruf akhir,
tanpa disisipi spasi, bukan diletakkan di bawahnya
12. Huruf kapital hanya dipakai pada hal-hal berikut ini.
a. Huruf pertama pada awal kalimat
b. Setiap nama diri yang dengan nama tersebut sesuatu itu menjadi khas dan dapat
dijadikan alamat atau sebutan. Nama diri terdiri atas: nama bangsa, suku,
agama, orang, bahasa, tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah,
takson makhluk di atas genus, lembaga, jabatan, serta gelar dan pangkat.
Contohnya: bangsa Indonesia, bangsa Inggris, Fakultas Pertanian USU, Ketua
Program Studi.
c. Kata untuk jenis uraian dalam tulisan yang diikuti dengan nomor,seperti tabel,
lampiran, grafik dan ilustrasi. Contohnya: ’...pada Tabel 1 terlihat bahwa...’
d. Setiap huruf dalam judul Disertasi dan Bab, setiap kata dalam judul sub bab,
judul buku dan berkala di dalam tubuh tulisan atau dalam daftar pustaka. Kata-
kata yang tetap dengan huruf kecil dalam judul – judul tersebut adalah kata
depan (seperti: di, ke, dari, yang, daripada), kata yang berfungsi sebagai kata
depan (seperti: terhadap, sebagai, dalam, secara, atas), kata tugas (seperti: untuk,
bagi, agar, supaya, dengan) dan kata hubung (seperti: dan, antara, sedangkan,
tetapi, meskipun).
e. Setiap unsur bentuk ulang yang sempurna yang terdapat pada judul buku dan
nama bangsa seperti: Undang-Undang Dasar 1945, Perserikatan Bangsa-Bangsa.
f.. Huruf kapital dipakai pada huruf pertama nama khas dalam geografi seperti
nama sungai, danau, selat, laut, kepulauan, kota, provinsi, negara, perhimpunan
negara. Contoh: Danau Toba, Afrika Selatan, Kotamadya Medan. Tetapi huruf
kapital tidak digunakan pada nama geografi yang digunakan sebagai jenis
seperti: kacang bogor, badak sumatera, gula jawa.
g. Penulisan nama orang pada hukum, dalil, uji, teori, dan metode, seperti: hukum
Dalton, uji Duncan. Untuk penamaan rancangan, proses, uji, metode yang tidak
diikuti nama orang ditulis dengan huruf kecil, misalnya: uji molaritas, rancangan
acak lengkap, dan apabila penamaan tersebut akan disingkat, maka singkatannya
menggunakan huruf kapital, misalnya rancangan acak lengkap (RAL), proses
hierarki analitik (PHA).
h. Satuan dari nama orang yang disingkat,seperti: 100 0C, 2 A, tetapi jika dituliskan
lengkap harus dipakai huruf kecil seperti: 2 ampere, 100 derajat celsius
13. Huruf miring digunakan pada hal berikut:
a. untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, kata, frasa yang ejaannya bertahan
dalam bahasa tertentu seperti: ad hoc,et al., in vitro
b. nama ilmiah seperti genus, species, varitas, dan forma makhluk sepert: Elaesis
guineensis Jack, Salacca zalacca var. Amboinense, tetapi nama ilmiah takson di
atas tingkat genus tidak ditulis dengan huruf miring seperti: Mucorales, Moraceae.
c. Setiap kata dari bahasa asing yang diambil utuh, baik sebagai kata inti maupun
keterangan, karena belum ditemukan padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia.
Sebagai contoh: stress, sampling, analysis of variance, total soluble solid.
Huruf miring tidak boleh dipakai pada hal berikut ini:
a. Singkatan dari bahasa Indonesia, misalnya ’dkk. ’ (dan kawan-kawan)
b. Kata bahasa Indonesia yang dicampur dengan nama asing, misalnya ”Gardner dan White,
1988. Demikian pula tidak boleh kata hubung ’and’ dimiringkan karena
menghubungkan kata atau nama Indonesia maupun Inggeris, misalnya ”Sukarto and
Salim’.
14. Tanda Koma dipakai pada hal-hal berikut:
a. Kata hubung antar kalimat diikuti koma. Contoh: Oleh sebab itu,…. , Dengan
demikian,…
b. Untuk memisahkan kalimat setara yang didahului tetapi, melainkan, namun,
padahal, sedangkan, yaitu. Contoh: Penelitian ini sederhana, tetapi sangat rumit
pengambilan datanya.
c. Untuk memisahkan anak kalimat dan induk kalimat, jika anak kalimat mendahului
induk kalimat. Contoh: Karena gagal mengambil data, penelitian ini dibatalkan.
d. untuk menyatakan pecahan persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka, seperti: 0,30 ; Rp 300,25.
e. untuk memisahkan unsur-unsur dalam satu deret, seperti: nitrogen, fosfor,kalium
f. untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
g. di antara nama, alamat serta bagian-bagiannya; tempat dan tanggal; nama tempat
dan wilayah atau nama negeri yang ditulis berurutan seperti: Dekan Fakultas
Pertanian USU, Jalan Prof. A. Sofyan No. 3 Kampus USU, Medan, 20155).

2.2. Pemilihan Kata (Diksi)


Pemilihan kata yang tepat dalam kalimat akan memberikan pengertian yang jelas
dan nalar bahasa yang benar. Pemakaian kosa kata dan peristilahan terpilih juga
menentukan corak dan mutu teknik penulisannya, karena makin tinggi jumlah kosa kata
yang dipakai umumnya makin ilmiah sifat tulisannya. Pemekaran jumlah kosa kata yang
dikuasai seseorang akan memungkinkannya mengatasi salah satu kendala utama dalam
menulis, yaitu menemukan kata yang tepat. Kalau dijumpai kesulitan (masalah, persoalan,
problema, keraguan, dilema...) cantumkan pilihan seperti dilakukan di sisi. Dalam
memperbaiki naskah akan dipilih (dicari, diambil, diseleksi, diganti, dipertimbangkan...)
kata yang paling sesuai. Oleh karena itu, kemampuan mengukur kekuatan (ketelitian
memilih dan kepiawaian menyusun) kata akan menghasilkan tulisan ilmiah yang
berkualitas. Untuk memperkaya pilihan kata yang tepat disarankan menggunakan Tesaurus
Bahasa Indonesia.
Umumnya penulis kurang memperhatikan penggunaan frase atau kataan baku dalam
kalimat bahasa Indonesia. Frase tidak tepat yang sering dipakai dan yang seharusnya
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Kata atau frase yang tidak tepat dan yang seharusnya
Tidak tepat Seharusnya
Terdiri dari Terdiri atas
Tergantung kepada Tergantung atau bergantung pada...
Bertujuan untuk Bertujuan...
Berdasarkan kepada Berdasarkan pada
Membicarakan tentang Berbicara tentang atau membicarakan
Antara x dengan y Antara x dan y
Semakin, mangkin, semangkin Makin
Dibanding Dibandingkan dengan
pH diukur dengan....(awal kalimat) Nilai pH diukur dengan..
sejumlah sampel-sampel Sejumlah sampel
(se)kumpulan tanaman-tanaman Sekumpulan tanaman
Disebabkan karena Disebabkan oleh
Agar supaya Agar atau supaya
Setelah....kemudian... Setelah...,
Contoh jenis batuan misalnya... Contoh batuan ialah.... atau misalnya
Baik ...ataupun... Baik...maupun
Dirubah, dirobah; merubah, merobah Diubah, mengubah

2.3. Bentuk Kalimat


Penggunaan kalimat disesuaikan dengan konteksnya. Untuk metodologi digunakan kalimat
pasif bukan kalimat perintah. Kalimat tidak boleh menampilkan orang pertama dan atau
kedua (saya, aku, kami, atau engkau). Pada penyajian ucapan terima kasih pada prakata,
saya diganti dengan penulis.

2.3. Penyusunan Kalimat

Kalimat Indonesia umumnya mempunyai ciri pendek, pasif, dan sederhana. Berikut
ini hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kalimat.
a. Susunan kalimat dapat diputarbalikkan dengan memutasikan tempat kata-katanya
tanpa mengubah artinya, kecuali untuk memberikan penekanan maknanya.
Misalnya, Pengamatan terhadap X dilakukan oleh Sigit pada tahun 2009 atau Sigit
pada tahun 2009 mengamati X.
b. Unsur kalimat yang harus ada ialah subjek dan predikat. Kalimat yang berbunyi
"Terhadap jalan yang lebih lebar ukurannya dan atau jumlah pohon peneduhnya
berbeda caranya" bukanlah merupakan contoh untuk ditiru.
c. Jangan mulai kalimat dengan kata hubung kalimat (seperti sehingga, sedangkan,
dan, maka), dan kata depan (misalnya pada) atau kata tugas.
d. Dalam penulisan ilmiah, gaya penulisan yang beremosi perlu dihindari. Oleh karena
itu, ungkapan seperti kesimpulan amat berarti, temuan mahapenting, atau hasil
sangat menarik harus dihindari.
e. Keefektifan kalimat akan meningkat jika kita mampu memilih kata, meragamkan
konstruksinya, dan menggunakan tanda baca dengan tepat.
f. Kalimat adakalanya dapat lebih diefektifkan bila beberapa kalimat pendek digabung
dan bagian-bagian yang setara disejajarkan atau dipertentangkan, atau disusun
dengan menekankan hubungan sebab-akibat. Akan tetapi, penggabungannya harus
dilakukan secara berhati-hati agar tidak berlebihan sehingga kalimat menjadi
berkepanjangan, rancu, dan maksudnya tidak langsung dapat dimengerti.
g. Rincian bernomor (disebut juga senarai) yang diawali dengan titik dua adalah bagian
dari satu kalimat yang dibuat berbaris-baris (mungkin untuk lebih jelas) sehingga
kalimat itu bisa menjadi sangat panjang melebihi satu halaman. Karena itu tiap
nomor tidak diakhiri dengan titik dan tidak dimulai dengan huruf kapital.

2.5. Penyusunan Paragraf


Paragraf yang digunakan dalam tulisan ilmiah memiliki tiga persyaratan: (1) kesatuan,
(2) kesistematisan dan kelengkapan dan (3) kepaduan. Paragraf itu sendiri didefinisikan
sebagai satu unit informasi yang memiliki kalimat topik atau pikiran utama. Kalimat topik
dilanjutkan dengan beberapa kalimat pendukung dan diakhiri dengan kalimat penutup. Jadi,
tidak mungkin ada paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat.
Satu paragraf dinyatakan memenuhi syarat keutuhan apabila paragraf itu hanya
mengandung satu gagasan pokok. Gagasan itu dinyatakan dalam kalimat topik yang
umumnya terletak pada awal paragraf. Paragraf yang lengkap adalah paragraf didukung
oleh semua ide penjelas yang diisyaratkan dalam kalimat topik. Jumlah ide penjelas setiap
paragraf tidak harus sama. Ide pokok dan ide penjelas ditata secara sistematis. Urutan ide
dalam satu paragraf dapat disusun secara alamiah dan secara logis. Urutan alamiah berupa
urutan waktu (kronologis) dan urutan ruang (sudut pandang), sedangkan urutan logis berupa
urutan sebab-akibat, umum-khusus, khusus-umum, pokok-rincian, mudah-sulit. Ide penjelas
dalam paragraf dapat berupa: contoh, ilustrasi, rincian kongkrit, bandingan, uraian, fakta
atau data, alasan, penyebab atau akibat. Kalimat topik yang mengandung ide pokok harus
dikembangkan dan dijelaskan agar dapat terbentuk sebuah paragraf. Pengembangan itu
seharusnya lengkap agar pembaca tidak bertanya-tanya lagi setelah membaca paragraf yang
telah dikembangkan tersebut.
Kepaduan paragraf ditunjukkan dengan adanya rangkaian (jalinan yang erat) antar
kalimat yang memudahkan pembaca untuk memahami isinya. Kalimat-kalimat yang
menyusun paragraf saling terkait antara yang satu dan yang lain. Kepaduan berbeda dengan
kesatuan. Kesatuan lebih berhubungan dengan ide penjelas yang mendukung ide pokok
paragraf. Kepaduan lebih berhubungan dengan penataan dan penyusunan ide penjelas yang
mendukung ide pokok paragraf. Jika susunan dan tatanan ide pokok dalam paragraf bersifat
runtut dan tertib, maka paragraf dapat dikatakan memiliki kepaduan.
Paragraf yang baik juga memiliki jalinan antar ide dan antar kalimat pendukungnya.
Keterjalinan antar ide dan antar kalimat dalam paragraf akan memudahkan pembaca
memahami ide yang dituangkan penulis. Jalinan antar ide dan antar kalimat dapat dilakukan
dengan menggunakan penanda hubung, baik eksplisit dan implisit (menggunakan kata-kata
penanda hubungan atau tanpa kata-kata penanda hubungan). Penulis harus dapat
mengendalikan sendiri panjang paragaf berdasarkan beberapa pertimbangan yang
ditentukan oleh masalah yang ditulis. Paragaf yang terlalu panjang dan memenuhi seluruh
halaman tidak efektif. Untuk menghindarinya, kalimat topik jangan terlalu umum dan
hendaknya terfokus pada segi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai