Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA TENTANG KASUS CERAI

GUGAT DAN PERWALIAN ANAK

(STUDI KASUS NOMOR 2568/Pdt.G/2015/PAJT DAN NOMOR


1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn)

Mata Kuliah Hukum Keluarga Islam

Kelas D

Disusun Oleh :

1. Muhammad Rangga Dwiantra (3021210133)


2. Adela Raniah Calista (3021210159)
3. Elsa Farah (3021210198)
4. Choirunisa Nur Fitriani (3021210211)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCASILA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok UTS mata kuliah
Hukum Keluarga Islam, dengan judul “ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN
AGAMA TENTANG KASUS CERAI GUGAT DAN PERWALIAN ANAK (STUDI KASUS
NOMOR 2568/Pdt.G/2015/PAJT DAN NOMOR 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn)” sehingga dapat
selesai pada waktunya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester. Kami ucapkan terima
kasih kepada Dr. Zaitun Abdullah, S.H., M.H. selaku dosen Mata Kuliah Hukum Keluarga
Islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami, sehingga kami mendapatkan tambahan
pengetahuan dan wawasan sesuai mata kuliah yang kami tempuh.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan menuju
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 29 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii

BAB I………………………………………………………………………………………….1

PUTUSAN 1……………………………………..……………………………………………1

A. Informasi Perkara……………………………………………………………………...1
B. Identitas Penggugat/Pemohon…………………………………………………………1
C. Kasus Posisi…………………………………………………………………….……...1
D. Pihak yang Terlibat…………………………………………….………………………4

PUTUSAN 2…………………………………………………………………………………..4

A. Informasi Perkara……………………………………...………………………………4
B. Identitas Penggugat/Pemohon……………………………………...………………….5
C. Kasus Posisi……………………………………...……………………………………5
D. Pihak yang Terlibat……………………………………...…………………………….7

BAB II…………………………………………………………………………………………8
ANALISIS KASUS…………………………………………………………………………...8
A. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim……………………………………...………….8
B. Amar Putusan……………………………………...…………………………………10
C. Konsep Dasar dan Asas Hukum Perkawinan Islam……………….………………….10
D. Keabsahan Perkawinan (Rukun dan Syarat Nikah) ………………………………….12
E. Hak dan Kewajiban Suami Istri……………………………………..………………..12
F. Putusnya Perkawinan dan Akibat Hukumnya……………………………………...…16
BAB III………………………………………………………………………………………22
PENUTUP…………………………………………………………………………………...22
Kesimpulan……………………………………………………………………………...22

ii
BAB I

PUTUSAN 1

A. Informasi Perkara

a. Nomor Perkara : 2568/Pdt.G/2015/PAJT


b. Tingkat Proses : Tingkat Pertama
c. Kasus : Perkara Gugat Cerai
d. Jenis Lembaga Peradilan : Pengadilan Agama

B. Identitas Penggugat/Pemohon

Wanita, umur 30 tahun, beragama islam, pekerjaan wiraswasta, pendidikan akhir S2,
bertempat tinggal di Kota Jakarta Timur.

C. Kasus Posisi

Adapun urutan peristiwa berdasarkan keterangan penggugat terhadap tergugat dan


saksi-saksi yang menjelaskan bahwa perkara tersebut yaitu bermula pada bulan Oktober
tahun 2014, saat Penggugat menemukan email di handphone Tergugat yang berisi
percakapan antara seorang laki-laki dengan seorang bernama wanita. Penggugat bertanya
kepada Tergugat tentang isi percakapan itu, tetapi jawaban dari Tergugat tidak ada apa apa
dan itu adalah percakapan untuk membuat novel. Namun Penggugat merasa perlu
mendesak Tergugat dengan pertanyaan-pertanyaan, pada akhirnya Tergugat mengaku
bahwa dia memiliki hubungan dengan wanita tersebut, dan Tergugat berjanji tidak akan
mengulanginya lagi. Mulai saat itu Penggugat mengetahui bahwa Tergugat berselingkuh.
Keesokan harinya Penggugat dengan niat baik menemui orang tua Tergugat, bertujuan
agar Tergugat dapat memperbaiki perilakunya dengan mendapat nasehat orang tuanya dan
tidak mengulangi nya lagi. Dari kejadian tersebut, timbul hal lain yang tidak sesuai fakta,
karena apa yg disampaikan oleh Tergugat kepada orangtuanya berbeda dengan kondisi
sebenarnya mengenai perselingkuhan. Semenjak itu Penggugat memahami bahwa
Tergugat menyimpan kebohongan. Tetapi pada saat itu Penggugat merasa ikhlas masih
mau menerima Tergugat kembali demi untuk mempertahankan rumah tangga.
Setelah enam bulan dari kejadian tersebut, pada tanggal 19 Juni tahun 2015 Penggugat
menemukan masker berwarna merah muda di mobil Tergugat, yang Penggugat sendiri
tidak tahu siapa pemiliknya. Hal tersebut terjadi lagi dikala Tergugat pulang sekitar pukul
00.00 WIB. Dengan maksud mencari informasi lebih detail dan tidak hanya atas dasar

1
prasangka, Penggugat memasang GPS di mobil Tergugat. Seminggu setelah GPS
dipasang, pada hari Jumat tanggal 14 Agustus 2015, dari pantauan GPS Tergugat telah
meninggalkan kantor pada pukul 17:21 WIB. Tetapi berdasarkan informasi yang diberikan
oleh Tergugat melalui Komunikasi Elektronik (“WhatsApp”) bahwa Tergugat masih
mengikuti rapat di Kantor. Saat itu mobil Tergugat terpantau dari GPS berhenti di sekitar
Jalan Haji Muhayar, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur sekitar pukul 20:00
WIB.Berdasarkan pantauan GPS juga, kejadian tersebut berulang pada hari Kamis tanggal
20 Agustus 2015,kendaraan Tergugat mendatangi tempat yang sama yaitu Jalan Haji
Muhayar, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur pada pukul 20:59 WIB. Pada tanggal 21
Agustus 2015 Penggugat mendatangi daerah di atas, dan mendapati pada alamat adalah
tempat tinggal wanita yang sama dengan kejadian awal. Informasi tersebut didapat dari
penjaga tempat Kost.
Pada tanggal 21 Agustus 2015 Penggugat mengambil inisiatif untuk melakukan
penyelidikan lebih lanjut dengan cara, Penggugat menginformasikan kepada Tergugat
bahwa Penggugat akan pergi ke Bandung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan,
Penggugat bertanya kepada Tergugat mengenai rencana kepulangannya dari kantor, dan
mendapatkan jawaban bahwa akan pulang tengah malam karena akan mengikuti rapat,
Penggugat memantau dengan seksama pergerakan mobil dari GPS, dan mendapati bahwa
pada pukul 17:16 WIB Tergugat sudah mulai keluar dari kantor dan posisi terakhir GPS
menunjukan bahwa mobil pada pukul 18:09 WIB ada di Hotel,sedangkan disaat yang sama
Tergugat menyampaikan informasi melalui WhatsApp bahwa posisinya masih rapat di
kantor. Penggugat dengan keberanian untuk mencari kebenaran mendatangi Hotel
menggunakan kendaraan taksi ditemani kakak kandung Penggugat dengan tujuan
menemui Tergugat, selain ditemani kakak kandung, Penggugat juga ditemani anak,
pembantu rumah tangga, dan disaksikan supir taksi. Berdasarkan informasi yang didapat
dari penjaga Hotel, tempat tersebut adalah hotel transit. Dengan mempertimbangkan
keselamatan orang-orang yang bersama Penggugat karena tidak mengetahui kondisi
lingkungan pada hotel tersebut, Penggugat menunggu hingga mobil Tergugat Terlihat
keluar dari hotel. Pada Sekitar pukul 23.30 WIB, mobil Tergugat keluar dari hotel.
Penggugat mengikuti mobil Tergugat dan berhasil memberhentikan mobil Tergugat
dengan alat GPS Army-Track. Dengan disaksikan kakak kandung Penggugat bahwa fakta
menunjukan Tergugat terbukti di dalam mobil bersama dengan wanita selingkuhannya.
Pada tanggal 23 Agustus 2015 sekitar pukul 20:00 WIB, Orang Tua Tergugat
membawa Tergugat menemui orang tua Penggugat di kediaman orang tua Penggugat, di

2
Bandung dengan maksud mengemukakan penyesalan atas perilaku perselingkuhan dengan
bukti cukup dan tidak dapat terbantahkan yang dilakukan anaknya (Tergugat) sekaligus
meminta maaf. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Penggugat. Berdasarkan kejadian-
kejadian perselingkuhan berulang kali dengan bukti cukup yang dilakukan oleh Tergugat
yaitu, Benar-benar ditunjukkan bahwa tidak adanya lagi kasih sayang Tergugat kepada
Penggugat, Sama sekali telah menghilangkan kepercayaan Penggugat terhadap Tergugat,
yang awalnya Penggugat masih mempunyai niat baik untuk mempertahankan
rumahtangga, serta Penggugat berpendapat dengan didukung dasar yang kuat
bahwa keberlangsungan rumah tangga sudah tidak mungkin dipertahankan.
Berdasarkan alasan-alasan dengan bukti cukup, maka Penggugat dengan ini
mengajukan gugatan cerai kepada Tergugat. Hal-hal tersebut diatas juga menjadi alasan
untuk diadakannya perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo
memutuskan hal yaitu, Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya, Menyatakan
Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian, Menyatakan
pengasuhan anak menjadi hak Penggugat, Mewajibkan Tergugat untuk menafkahi dan
membiayai pemeliharaan anak sampai dengan anak tersebut mampu membiayai hidupnya
sendiri, Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sesuai dengan hukum
yang berlaku, serta Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur
Menyampaikan salinan putusan perkara a quo kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan
Ciracas, Jakarta Timur.
Pada hari sidang yang telah ditetapkan, penggugat dan tergugat datang menghadap di
persidangan. Majelis hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang
berperkara, namun tidak berhasil. Kedua belah pihak juga telah menempuh proses mediasi
dan berdasarkan laporan dari mediator bahwa proses mediasi tersebut gagal. Lalu
selanjutnya di bacakanlah surat gugatan penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh
penggugat. Atas gugatan penggugat tersebut, tergugat mengajukan jawaban pada
pokoknya yaitu, semua dalil gugatan penggugat adalah benar, tergugat mengaku salah dan
bertobat serta tetap ingin mempertahankan rumah tangga tergugat dengan penggugat, dan
mengenai pemeliharaan anak, tergugat tidak keberatan apabila anak tetap berada dibawah
pemeliharaan penggugat.

3
Kemudian penggugat menyampaikan replik secara lisan dengan menyatakan bahwa
penggugat tetap pada gugatan semula yaitu ingin bercerai dengan tergugat meskipun
tergugat masih ingin mempertahankan rumah tangganya dengan penggugat, selanjutnya
tergugat menyampaikan duplik secara lisan dengan menyatakan tergugat masih ingin
mempertahankan rumah tangganya dengan penggugat.
Selanjutnya kedua belah pihak berperkara mengajukan kesimpulan masing-masing,
penggugat menyatakan tetap pada gugatannya sedangkan tergugat menyatakan keberatan
bercerai dengan penggugat dan keduanya menyatakan tidak akan mengajukan keterangan
apapun lagi dan mohon agar pengadilan menjatuhkan putusan.
D. Pihak yang terlibat
• Para Pihak
a. SAKSI 1, bahwa saksi mengenal penggugat dan tergugat karena saksi adalah ayah
kandung penggugat.
b. SAKSI 2, bahwa saksi mengenal penggugat dan tergugat karena saksi adalah
kakak ipar penggugat.
c. Mediator : Drs. H. Sudirman M, SH.,MH
• Penasihat Hukum
Tidak ada
• Majelis Hakim
a. Drs. H. Chalid L, M.H. sebagai Ketua Majelis.
b. Drs. Jajat Sudrajat, S.H., M.H. dan Hj. Shafwah, SH.,MH masing-masing sebagai
Hakim Anggota.
• Panitera Pengganti
a. Drs. Mohammad Taufik, MH sebagai Panitera Pengganti.

PUTUSAN 2

A. Informasi Perkara
a. Nomor Perkara : 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn
b. Tingkat Proses : Tingkat Pertama
c. Kasus : Perkara Gugat Cerai
d. Jenis Lembaga Peradilan : Pengadilan Agama

4
B. Identitas Penggugat/Pemohon

Wanita, umur 31 tahun, beragama islam, pendidikan Strata I, pekerjaan PNS,


bertempat tinggal di Kota Medan.

C. Kasus Posisi

Adapun urutan peristiwa berdasarkan keterangan penggugat terhadap tergugat dan


saksi-saksi yang menjelaskan bahwa perkara tersebut yaitu pada awalnya perkawinan
antara Penggugat dengan Tergugat berjalan harmonis, akan tetapi sejak tahun hingga saat
diajukannya Gugatan aquo, perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak
harmonis lagi dan mulai goyah, hal tersebut ditandai dengan seringnya terjadi perselisihan
dan pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat, sehingga mengakibatkan
perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tidak dapat dipertahankan kembali.
Alasan-alasan mana juga ditunjukan dari hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa Tergugat memiliki sifat temperamental, sehingga setiap terjadi perbedaan
pendapat tentang sesuatu hal, Tergugat selalu meluapkan emosi dan berujung
pada pertengkaran yang hebat;
2. Di Antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi rasa sayang, rasa asah,
rasa asih dan rasa asuh satu dengan yang lain, sehingga tidak ada lagi
keharmonisan dalam rumah tangga;
3. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal, sehingga
Penggugat dan Tergugat tidak pernah lagi berkumpul sebagaimana layaknya
suami isteri. Pisahnya tempat tinggal, terjadi sejak Penggugat dan Tergugat
mengalami pertengkaran yang hebat pada bulan tahun 2019, hingga gugatan aquo
didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Medan
4. Bahwa setelah terjadinya perselisihan dan pertengkaran, Penggugat dan Tergugat
selalu berusaha untuk menyamakan persepsi atas permasalahan yang terjadi,
namun tetap saja tidak pernah menemukan titik temu dan akhirnya terulang
kembali pertengkaran atas masalah yang sama.
Oleh karena perkawinan Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat dibina dan
dipertahankan kembali, maka sudah barang tentu tujuan perkawinan untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dapat
terwujud kembali. Untuk itu agar Penggugat dan Tergugat dapat menjalankan kehidupan

5
pribadinya masing-masing dengan tenang dan tanpa gangguan satu dengan yang lain,
maka perkawinan aquo lebih baik diputus karena perceraian.
Agar dalam Perkawinan aquo tidak memberikan kemudharatan bagi Penggugat dan
Tergugat, maka perceraian menjadi jalan penyelesaian terakhir untuk mengakhiri
hubungan Perkawinan aquo dan memberikan kemaslahatan bagi masing-masing pihak.
Maka Gugatan aquo dengan alasan antara Penggugat dan Tergugat terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam
rumah tangga (Onhellbaar Tweesspalt), telah memenuhi unsur dalam ketentuan Pasal 19
huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam, sehingga mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia dapat mengabulkan
Gugatan aquo.
Secara faktual hingga saat ini, Penggugat-lah yang senantiasa dengan penuh kasih
sayang mencukupi seluruh kebutuhan kedua anak Penggugat dan Tergugat baik pangan,
sandang dan papan. Bahkan ketika anak Penggugat dan Tergugat dalam keadaan sakit pun,
Penggugat sendiri-lah yang terus menemani dan merawat kedua anak Penggugat dan
Tergugat hingga sembuh. Penggugat selaku ibu kandungnya juga senantiasa hadir dalam
setiap perkembangan kedua anak Penggugat dan Tergugat di usianya yang masih balita
saat ini. Sehingga mohon sekali lagi kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa
gugatan aquo agar berkenan memberikan Hak Pengasuhan (hadlanah) kedua anak
Penggugat dan Tergugat kepada Penggugat.
Untuk pemeriksaan perkara ini Majelis Hakim telah memanggil Penggugat dan
Tergugat secara resmi dan patut untuk hadir di persidangan, terhadap panggilan-panggilan
tersebut Penggugat dan Tergugat hadir di persidangan secara in person. Sehingga masing-
masing dapat mengemukakan kepentingannya.
Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Penggugat dan Tergugat agar rukun
kembali demi mempertahankan keutuhan rumah tangganya tetapi upaya perdamaian
tersebut tidak berhasil. Oleh karena upaya perdamaian tidak berhasil, maka surat gugatan
Penggugat dibacakan yang atas pertanyaan Majelis Hakim Penggugat tetap dengan dalil-
dalil gugatannya. Atas jawaban Tergugat tersebut, Penggugat menyampaikan replik yang
pada pokoknya tetap dengan gugatannya semula, Penggugat bersedia menerima
kemampuan Tergugat untuk membayar nafkah anak Penggugat dan Tergugat setiap bulan
sejumlah Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah).

6
D. Pihak yang terlibat
• Para Pihak
a. Saksi 1, bahwa saksi merupakan pembantu rumah tangga penggugat.
b. Saksi II, bahwa saksi merupakan adik kandung penggugat.
c. Mediator : Drs. H. Hasan Basri Hrp S.H.,M.H.
• Penasihat Hukum
Tidak ada
• Majelis Hakim
a. Drs. H. Hudri, S.H., M.H. sebagai Ketua Majelis.
b. Drs. M. Adnan Yus, S.H. dan Dra. Hj. Syamsidar, S.H. masing-masing sebagai
Hakim Anggota.
• Panitera Pengganti
a. Agung Burhanuddin, S.H.

7
BAB II

ANALISIS KASUS

A. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim


1. Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT
Majelis hakim menilai bahwa dalam rumah tangga penggugat dan tergugat sering
terjadi pertengkaran dan perselisihan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim
berpendapat bahwa keterangan saksi-saksi saling bersesuaian dan telah mendukung dalil
gugatan penggugat oleh keterangan saksi-saksi tersebut dapat dipertimbangkan.
Majelis menemukan fakta-fakta bahwa antara penggugat dan tergugat sudah tidak
rukun lagi, mereka sering terjadi pertengkaran dan perselisihan, bahwa penggugat telah
berpisah tempat tinggal dengan tergugat selama tiga bulan,dan selama persidangan
penggugat telah menunjukkan sikap dan tekadnya untuk bercerai.
Majelis hakim dalam perkara a quo tidak mempersoalkan siapa yang salah dan siapa
yang benar atau mencari siapa penyebab utama timbulnya ketidakrukunan dalam rumah
tangga penggugat dan tergugat, akan tetapi majelis hakim mencari apakah rumah tangga
penggugat dan tergugat sudah pecah atau masih dapat dipertahankan.
Majelis hakim telah berupaya mendamaikan kedua belah pihak dan kedua belah pihak
telah menempuh proses mediasi, namun upaya tersebut tidak berhasil disebabkan
penggugat tetap berkeras untuk bercerai dengan tergugat. Majelis hakim berpendapat
bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat telah pecah dan tidak ada harapan lagi untuk
kembali membina rumah tangga bahagia sebagai suami istri.
Bahwa meskipun tergugat masih ingin mempertahankan keutuhan rumah tangganya,
namun penggugat sudah bertekad untuk bercerai demikian pula dengan melihat kondisi
rumah tangga penggugat dan tergugat sebagaimana telah diuraikan di muka, apabila rumah
tangga demikian dipertahankan, malah akan mendatangkan mudharat bagi penggugat dan
tergugat, bahkan bagi anak dan keluarga masing-masing pihak, sehingga jalan yang terbaik
menurut majelis hakim adalah mengakhiri perkawinan penggugat dan tergugat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan
penggugat tersebut adalah beralasan hukum sehingga ditetapkan bahwa anak di bawah
pemeliharaan penggugat. Anak tersebut di bawah pemeliharaan penggugat sampai anak
tersebut mumayyiz atau berumur 12 tahun dan setelah anak tersebut mencapai umur 19
tahun, maka pemeliharaan anak tersebut diserahkan kepadanya untuk memilih diantara
ayah (tergugat) atau ibunya (penggugat) sebagai pemegang hak pemeliharaan. Mengenai

8
gugatan pemberian biaya pemeliharaan anak, penggugat menuntut agar tergugat
memberikan nafkah atau biaya pemeliharaan anak. Penggugat tidak mengemukakan
secara rinci dan jelas mengenai jumlah atau besaran nafkah atau biaya pemeliharaan anak
yang dibebankan kepada tergugat, sehingga majelis hakim menilai bahwa gugatan
penggugat mengenai pemberian nafkah atau biaya pemeliharaan anak adalah tidak
sempurna dan kabur (obscuur libel).

2. Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn

Bahwa Majelis Hakim dalam persidangan telah berusaha secara maksimal


mendamaikan Penggugat dan Tergugat supaya rukun kembali untuk mempertahankan
keutuhan rumah tangganya, akan tetapi tidak berhasil, dan Majelis telah memberikan
kesempatan kepada Penggugat dan Tergugat untuk berupaya menyelesaikan persoalan
rumah tangga Penggugat dan Tergugat dengan menempuh proses mediasi dengan salah
seorang Mediator Non Hakim Pengadilan Agama Medan yaitu Drs.H.Hasan Basri Hrp
S.H.,M.H. namun berdasarkan laporan mediator upaya mediasi gagal.

Majelis Hakim berpendapat bahwa keterangan masing-masing saksi tentang telah


terjadinya perselisihan dan percekcokan antara Penggugat dan Tergugat seperti tersebut di
atas dapat diterima meskipun tidak satu saksi yang mendengar maupun melihat Penggugat
dan Tergugat bertengkar.

Majelis Hakim sepakat untuk mengabulkan petitum Penggugat dengan menceraikan


Penggugat dari Tergugat dengan talak satu bain sughra. Karena perkara pokok telah
dikabulkan maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan gugatan Penggugat
tentang hak hadhanah dan nafkah atas 2 (dua) orang anak Penggugat dan Tergugat yaitu
XXXXX, agar ditetapkan dalam pengasuhan Penggugat dan nafkah kedua anak tersebut
dibebankan kepada Tergugat. Majelis Hakim menyatakan mengabulkan petitum gugatan
Penggugat dengan menetapkan Penggugat sebagai pemegang hak hadhanah terhadap 2
(dua) orang anak Penggugat dan Tergugat yaitu XXXXX, sampai dewasa. Karenanya
Majelis Hakim sepakat menetapkan nafkah kedua anak Penggugat dan Tergugat di atas
sebesar Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah) setiap bulan diluar pendidikan dan kesehatan.

9
B. Amar Putusan
1. Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT
1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
2) Menjatuhkan talak satu ba’in shughraa TERGUGAT terhadap PENGGUGAT.
3) Menetapkan anak yang bernama Anak I, lahir pada tanggal 2 Maret 2013 berada di
bawah pemeliharaan penggugat;
4) Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan
salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung, Jawa Barat,
dan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciracas, Kota
Jakarta Timur untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu.
5) Menyatakan gugatan penggugat selebihnya tidak dapat diterima.
6) Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp
516.000,- (lima ratus enam belas ribu rupiah).
2. Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn
1) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian.
2) Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat (XXXXX) atas diri Penggugat
(XXXXX).
3) Menetapkan anak Penggugat dan Tergugat yang bernama XXXXX, dibawah
pengasuhan (hadhanah) Penggugat sampai dewasa (mandiri).
4) Memerintahkan Penggugat untuk memberikan akses yang seluas-luasnya kepada
Tergugat untuk bertemu dengan kedua anak tersebut diatas.
5) Menetapkan nafkah kedua anak tersebut di atas setiap bulan minimal sebesar Rp
1.000.000.00 (satu juta rupiah) diluar pendidikan dan kesehatan;
6) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat sebagaimana
tersebut dalam diktum point 5 (lima) amar Putusan di atas setiap bulan.
7) Membebankan kepada Penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp
316.000.00 (tiga ratus enam belas ribu rupiah).
8) Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.

C. Konsep Dasar dan Asas Hukum Perkawinan Islam


Dasar hukum perkawinan dalam Al-Qur’an dan hadits, yaitu QS. Annisa : 1, QS. An-
Nuur : 31, QS. Ar-Ruum (30) : 21, QS. An-Nahl : 72, dan QS. Adz Dzariyaat (51) : 49.
Dalam HR. Bukhari-Muslim : “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah

10
mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih
dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang
belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi
perisai baginya.”
Dasar hukum perkawinan di Indonesia yaitu UUD 1945 Pasal 28B Ayat 1, Undang-
undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam melalui instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Asas hukum perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 (penjelasan butir 4), yaitu :
1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
2) Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan
kepercayaan, perkawinan wajib dicatat menurut peraturan perUUan yg berlaku..
3) Asas monogami, namun bila dikehendaki krn hukum agama, suami dapat beristri
lebih dari seorang.
4) Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa raganya.
5) Mempersulit terjadinya perceraian.
6) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
Sedangkan asas perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam terdiri dari :
1) kebolehan atau mubah,
2) kemaslahatan hidup,
3) kebebasan dan kesukarelaan,
4) menolak mudharat dan mengambil manfaat,
5) kebajikan,
6) kekeluargaan atau kebersamaan yang sederajat.
Dalam putusan Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn
telah memenuhi dasar hukum perkawinan dan asas perkawinan bahwa perkawinan antara
Penggugat dan Tergugat dilangsungkan berdasarkan kehendak kedua belah pihak dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal serta yang sakinah
mawaddah war-rahmah.

11
D. Keabsahan Perkawinan (Rukun dan Syarat Nikah)
Rukun nikah diatur dalam pasal 14 KHI, yaitu :
1) Calon suami & Calon isteri
2) Wali bagi calon isteri
3) Dua orang saksi
4) Ijab dan Kabul
Syarat nikah menurut pasal 2 UU Perkawinan: Perkawinan sah apabila dilakukan
menurut agama dan kepercayaannya. Sedangkan menurut hukum Islam tidak bertentangan
dengan larangan perkawinan di al-Qur’an & Hadits (Psl 18 KHI – perbedaan agama dan
hubungan darah, semenda, sesusuan)
Perkawinan dalam Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan Nomor 1639/Pdt.G/2019/
PA.Mdn telah dilaksanakan sesuai dengan rukun dan syarat nikah yang diatur dalam UU
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), sehingga
perkawinan tersebut dinyatakan sah menurut agama dan negara. Dengan terpenuhinya
syarat tersebut mereka dapat mendaftarakan pernikahan dan mendapat buku nikah.
E. Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT

Hak dan kewajiban mulai berlaku sejak dilakukannya ijab kabul dalam perkawinan.

Bahwa pada tanggal 7 Januari 2012, Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan
perkawinan di Bandung berdasarkan Kutipan Akta Nikah No. XXX, tertanggal 7 Januari
2012, yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama Bandung.

Kewajiban Suami Isteri:

- Memikul kewajiban luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat (Pasal 30)
- Wajib saling mencintai, menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin
(Pasal 33)

Adanya pertengkaran dan perselisihan antara penggugat dan tergugat, dan terjadinya
pisah tempat tinggal disini terdapat kelalaian dari kewajiban suami isteri bahwa kewajiban
suami isteri adalah saling mencintai, menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin
yang terdapat (pasal 33).

12
Pada awalnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat merupakan keluarga yang
memiliki suasana rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih sayang di dalam hubungan
antara suami istri.

Bahwa hubungan yang harmonis tersebut tidak dapat berlangsung lama, karena pada
sekitar bulan Oktober tahun 2014, Penggugat menemukan Surat Elektronik (“email”) di
handphone Tergugat yang berisi percakapan antara seorang laki-laki yang bernama XXX
dengan seorang bernama wanita bernama XXX. Penggugat bertanya kepada Tergugat
tentang isi percakapan itu, tetapi jawaban dari Tergugat "tidak ada apa apa, itu adalah
percakapan untuk membuat novel yang dibuat oleh XXX. Namun, pada saat itu Penggugat
merasa perlu mendesak Tergugat dengan pertanyaan-pertanyaan, pada akhirnya Tergugat
mengaku bahwa dia memiliki hubungan dengan wanita tersebut, dan Tergugat berjanji
tidak akan mengulanginya lagi. Mulai saat itu Penggugat mengetahui bahwa Tergugat
berselingkuh.

Bahwa berdasarkan kejadian-kejadian perselingkuhan berulang kali dengan bukti


cukup yang dilakukan oleh Tergugat:

a. Benar-benar menunjukkan tidak adanya lagi kasih sayang Tergugat kepada Penggugat.
b. Sama sekali telah menghilangkan kepercayaan Penggugat terhadap Tergugat, yang
awalnya Penggugat masih mempunyai niat baik untuk mempertahankan rumahtangga.
c. Penggugat berpendapat dengan didukung dasar yang kuat bahwa keberlangsungan
rumahtangga sudah tidak mungkin dipertahankan.
d. Suami melakukan perselingkuhan sehingga suami melalaikan kewajiban. Akibat
Melalaikan Kewajiban Suami atau isteri yang melalaikan kewajibannya terhadap
pasangannya, dapat diajukan gugatan oleh pasangannya ke Pengadilan Agama (Pasal
34 ayat (3) UU Perkawinan dan Pasal 77 ayat (5) KHI).

Kewajiban Suami & Isteri

Pada Pasal 77 :

- Menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi
dasar dan susunan masyarakat
- Saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin
- Mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani,
rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya

13
- Memelihara kehormatannya

Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat sudah tidak mencerminkan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah karena masing-masing hidup secara terpisah dan
masing-masing pihak tidak melaksanakan keawajibannya, baik penggugat sebagai istri
sekaligus ibu rumah tangga maupun tergugat sebagai suami sekaligus sebagai kepala
rumah tangga, akibatnya keduanya hilang rasa saling mencintai demikian pula rasa saling
menyayangi sudah tidak tercipta lagi, sehingga tujuan perkawinan sebagaimana Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak dapat
tercapai.

2. Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn

Hak dan kewajiban mulai berlaku sejak dilakukannya ijab kabul dalam perkawinan.

Bahwa pada awalnya perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat berjalan


harmonis, akan tetapi sejak tahun hingga saat diajukannya Gugatan aquo, perkawinan
antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis lagi dan mulai goyah, hal tersebut
ditandai dengan seringnya terjadi perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dengan
Tergugat, sehingga mengakibatkan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tidak dapat
dipertahankan kembali dan tidak sesuai lagi dengan tujuan dibentuknya perkawinan
sebagaimana dinyatakan dalam Quran Surat Ar’rum Ayat 21 dan diatur dalam ketentuan
Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Quran Surat Ar’rum Ayat 21, menyatakan bahwa : “Dan diantara tanda-tanda
kekuasaanNya, ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cendrung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih
sayang, sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu
yang berfikir”

Bahwa alasan-alasan perpisahan yang sudah tidak dapat terhindarkan lagi adalah
perselisihan dan pertengkaran yang tiada hentinya, tidak ada lagi keharmonisan dalam
rumah tangga, dan tidak ada lagi kebahagiaan lahir dan batin bagi Penggugat dan Tergugat
untuk tetap mempertahankan lembaga Perkawinan aquo.

Adanya pertengkaran dan perselisihan antara penggugat dan tergugat, dan terjadinya
pisah tempat tinggal. disini terdapat kelalaian dari kewajiban suami isteri bahwa kewajiban

14
suami isteri adalah saling mencintai,menghormati,setia dan memberi bantuan lahir bathin
yang terdapat (pasal 33).

Kewajiban Suami Isteri:

- Memikul kewajiban luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat (Pasal 30)
- Wajib saling mencintai, menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin
(Pasal 33)

Bahwa selanjutnya oleh karena ketentuan Pasal 105 huruf a dan c Kompilasi Hukum
Islam pada pokoknya menyatakan bahwa dalam hal terjadinya perceraian, pemeliharaan
anak-anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 (dua belas) tahun menjadi hak
ibunya dan kewajiban pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya, maka sangatlah beralasan
kiranya jika Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa
Gugatan aquo agar memberikan Hak Pengasuhan (hadlanah) kedua anak Penggugat dan
Tergugat yang saat ini masing-masing masih berusia 3 (tiga) tahun kepada Penggugat
sebagai ibu kandungnya. Permohonan mana juga didasarkan pada adanya fakta bahwa:

14.1. Tergugat sebagai ayah kandungnya sudah tidak peduli lagi, apalagi meluangkan
waktu dalam hidupnya untuk kedua anak Penggugat dan Tergugat. Sikap Tergugat mana
terjadi sejak Tergugat memutuskan untuk meninggalkan rumah sampai dengan gugatan
aquo didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Medan;

14.2. Tergugat sudah tidak pernah lagi memberikan nafkah kepada Penggugat, apalagi
mencukupi kebutuhan anak-anak Penggugat dan Tergugat baik pangan maupun sandang;

Disini terdapat kelalaian kewajiban dalam perkawinan suami terhadap isteri yaitu
dalam hal memberi nafkah.

Terdapat Hak dan kewajiban dalam perkawinan suami terhadap isteri dalam hal
menanggung:

(a) nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri, dan

(b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri mulai berlaku
sesudah ada tamkin sempurna dari isteri (Pasal 80 ayat (5) KHI).

15
Dan terdapat alasan-alasan mana juga ditunjukan dari hal-hal sebagai berikut:

6.1. Bahwa Tergugat memiliki sifat temperamental, sehingga setiap terjadi perbedaan
pendapat tentang sesuatu hal, Tergugat selalu meluapkan emosi dan berujung pada
pertengkaran yang hebat;

6.2. Diantara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi rasa sayang, rasa asah, rasa
asih dan rasa asuh satu dengan yang lain, sehingga tidak ada lagi keharmonisan dalam
rumah tangga.

Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat sudah tidak mencerminkan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah karena masing-masing hidup secara terpisah dan
masing-masing pihak tidak melaksanakan keawajibannya, baik penggugat sebagai istri
sekaligus ibu rumah tangga maupun tergugat sebagai suami sekaligus sebagai kepala
rumah tangga, akibatnya keduanya hilang rasa saling mencintai demikian pula rasa saling
menyayangi sudah tidak tercipta lagi, sehingga tujuan perkawinan sebagaimana Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak dapat
tercapai.

Bahwa secara faktual hingga saat ini, Penggugat-lah yang senantiasa dengan penuh
kasih sayang mencukupi seluruh kebutuhan kedua anak Penggugat dan Tergugat baik
pangan, sandang dan papan. Bahkan ketika anak Penggugat dan Tergugat dalam keadaan
sakit pun, Penggugat sendiri-lah yang terus menemani dan merawat kedua anak Penggugat
dan Tergugat hingga sembuh. Penggugat selaku ibu kandungnya juga senantiasa hadir
dalam setiap perkembangan kedua anak Penggugat dan Tergugat diusianya yang masih
balita saat ini.

F. Putusnya Perkawinan dan Akibat Hukumnya


1. Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT

Putusnya Hubungan dan perkawinan antara suami dan istri adalah penceraian,
Dalam Islam perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian.
Namun jika telah diusahakan perdamaian namun tidak berhasil atau jika perkawinan
itu diteruskan akan membawa banyak keburukan maka dibolehkan bercerai.

Bahwa pada awalnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat merupakan


keluarga yang memiliki suasana rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih sayang

16
di dalam hubungan antara suami istri. Dan hubungan yang harmonis tersebut tidak
dapat berlangsung lama, karena istri mengetahui bahwa suami berselingkuh.

Bahwa berdasarkan kejadian-kejadian perselingkuhan berulang kali dengan bukti


cukup yang dilakukan oleh Tergugat :

a. Benar-benar menunjukkan tidak adanya lagi kasih sayang Tergugat kepada


Penggugat.
b. Sama sekali telah menghilangkan kepercayaan Penggugat terhadap Tergugat,
yang awalnya Penggugat masih mempunyai niat baik untuk mempertahankan
rumah tangga.
c. Penggugat berpendapat dengan didukung dasar yang kuat bahwa
keberlangsungan rumahtangga sudah tidak mungkin dipertahankan.

Bahwa berdasarkan alasan-alasan dengan bukti cukup tersebut di atas maka


Pengugat dengan ini mengajukan gugatan cerai kepada Tergugat. Hal-hal tersebut
diatas juga menjadi alasan untuk diadakannya perceraian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal
19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Perceraian dapat dilakukan jika ada cukup alasan dan merupakan jalan terakhir.
meskipun tergugat masih ingin mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan
penggugat, namun penggugat sudah bertekad untuk bercerai demikian pula dengan
melihat kondisi rumah tangga penggugat dan tergugat sebagaimana telah diuraikan di
muka, apabila rumah tangga demikian dipertahankan, malah akan mendatangkan
mudharat bagi penggugat dan tergugat, bahkan bagi anak dan keluarga masing-masing
pihak, sehingga jalan yang terbaik menurut majelis hakim adalah mengakhiri
perkawinan penggugat dan tergugat.

Akibat dari penceraian antara suami dan istri yaitu menurut Ketentuan Pasal 105
huruf a jo.Pasal 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa dalam hal
terjadi perceraian, atau putusnya perkawinan karena perceraian pemeliharaan anak
belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.

17
A. PENGASUHAN ANAK

1. Bahwa dari perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah lahir 1 (Satu)
orang anak yang bernama Anak I (selanjutnya disebut “Raffa”), yang lahir di
Bandung pada tanggal 2 Maret 2013.
2. Bahwa Penggugat pada sehari-harinya telah mengurus dan mengasuh Raffa
dengan penuh tangung jawab.
3. Bahwa Raffa saat ini berumur 2(dua) tahun 5 (lima) bulan.
4. Bahwa sesuai dengan Pasal 105 huruf a. Kompilasi Hukum Islam dan juga
menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.102 K/Sip/1973, tanggal 24
April 1975 yang pada pokoknya menyatakan “mengenai perwalian anak,
patokannya ialah ibu kandung yang diutamakan khususnya bagi anak-anak yang
masih kecil karena kepentingan anak yang menjadi kriterium kecuali kalau
terbukti bahwa ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya” serta
menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 906 K/Sip/1973, tanggal 25
Juni 1974 yang menyatakan bahwa “kepentingan si anaklah yang harus
dipergunakan selaku patokan untuk menentukan siapa dan orang tuanya yang
diserahi pemeliharaan anak”, maka secara mutlak harus ditentukan bahwa
pemeliharaan Raffa harus diserahkan kepada Penggugat Pasal 105 Kompilasi
Hukum Islam “Dalam hal terjadinya perceraian : a. Pemeliharaan anak yang
belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya”.

Bahwa sesuai dengan Pasal 105 huruf c. Kompilasi Hukum Islam berbunyi “Biaya
pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.”

Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Penggugat kemukakan dalam Butir 1 sampai
dengan Butir 5 Bagian Hak Pengasuhan Anak a quo di atas maka hak asuh atas anak
dalam perkara a quo harus diberikan kepada Penggugat. Bahwa berdasarkan hal-hal
tersebut di atas Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara
a quo memutus hal-hal sebagai berikut:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.


2. Menyatakan Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat putus karena perceraian.
3. Menyatakan pengasuhan anak dari perkawinan Penggugat dan Tergugat, Anak I
menjadi hak Penggugat.

18
4. Mewajibkan Tergugat untuk menafkahi dan membiayai pemeliharaan anak
sampai dengan anak tersebut mampu membiayai hidupnya sendiri.
2. Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn

Putusnya Hubungan dan perkawinan antara suami dan istri adalah penceraian,
Dalam Islam perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian.
Namun jika telah diusahakan perdamaian namun tidak berhasil atau jika perkawinan
itu diteruskan akan membawa banyak keburukan maka dibolehkan bercerai.

Bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dilangsungkan berdasarkan


kehendak kedua belah pihak dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan selama usia
Perkawinan aquo, Penggugat dan Tergugat telah berkumpul sebagaimana layaknya
suami dan istri (ba’da dukul), dan telah dikaruniai 2 (dua) orang anak perempuan.

Bahwa pada awalnya perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat berjalan


harmonis, akan tetapi sejak tahun hingga saat diajukannya Gugatan aquo, perkawinan
antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis lagi dan mulai goyah, hal
tersebut ditandai dengan seringnya terjadi perselisihan dan pertengkaran antara
Penggugat dengan Tergugat, sehingga mengakibatkan perkawinan antara Penggugat
dan Tergugat tidak dapat dipertahankan kembali dan tidak sesuai lagi dengan tujuan
dibentuknya perkawinan sebagaimana dinyatakan dalam Quran Surat Ar’rum Ayat 21
dan diatur dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

Bahwa alasan-alasan perpisahan yang sudah tidak dapat terhindarkan lagi adalah
perselisihan dan pertengkaran yang tiada hentinya, tidak ada lagi keharmonisan dalam
rumah tangga, dan tidak ada lagi kebahagiaan lahir dan batin bagi Penggugat dan
Tergugat untuk tetap mempertahankan lembaga Perkawinan aquo. Alasan-alasan
mana juga ditunjukan dari halhal sebagai berikut:

6.1. Bahwa Tergugat memiliki sifat temperamental, sehingga setiap terjadi perbedaan
pendapat tentang sesuatu hal, Tergugat selalu meluapkan emosi dan berujung
pada pertengkaran yang hebat;

6.2. Diantara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi rasa sayang, rasa asah, rasa
asih dan rasa asuh satu dengan yang lain, sehingga tidak ada lagi keharmonisan
dalam rumah tangga;

19
6.3. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal, sehingga
Penggugat dan Tergugat tidak pernah lagi berkumpul sebagaimana layaknya
suami isteri. Pisahnya tempat tinggal, terjadi sejak Penggugat dan Tergugat
mengalami pertengkaran yang hebat

6.4. Bahwa setelah terjadinya perselisihan dan pertengkaran, Penggugat dan Tergugat
selalu berusaha untuk menyamakan persepsi atas permasalahan yang terjadi,
namun tetap saja tidak pernah menemukan titik temu dan akhirnya terulang
kembali pertengkaran atas masalah yang sama.

Bahwa oleh karena perkawinan Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat dibina
dan dipertahankan kembali, maka sudah barang tentu tujuan perkawinan untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa tidak dapat terwujud kembali. Untuk itu agar Penggugat dan Tergugat
dapat menjalankan kehidupan pribadinya masing-masing dengan tenang dan tanpa
gangguan satu dengan yang lain, maka perkawinan aquo lebih baik diputus karena
perceraian;

Bahwa pendapat ahli hukum Islam, yang termaktub dalam Kitab Fiqhus Sunnah
Juz II halaman 208, Ibnu Sina dalam Kitab As-Syifa menyatakan bahwa:
"Seyogyanya jalan untuk bercerai itu diberikan dan jangan ditutup sama sekali, karena
menutup mati jalan perceraian akan mengakibatkan beberapa bahaya dan kerusakan.
Diantaranya jika tabi'at suami isteri sudah tidak saling kasih sayang lagi, maka ketika
dipaksakan untuk tetap berkumpul diantara mereka berdua justru akan bertambah
jelek, pecah dan kehidupannya menjadi kalut";

Bahwa lebih lanjut agar dalam Perkawinan aquo tidak memberikan kemudharatan
bagi Penggugat dan Tergugat, maka perceraian menjadi jalan penyelesaian terakhir
untuk mengakhiri hubungan Perkawinan aquo dan memberikan kemaslahatan bagi
masing-masing pihak, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Al-Bayan halaman 38,
yang menyatakan bahwa: “Menolak kesusahan (madlorot) itu harus didahulukan
(diutamakan) daripada mengambil kemaslahatan.”

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Gugatan aquo dengan alasan
antara Penggugat dan Tergugat terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga
(Onhellbaar Tweesspalt), telah memenuhi unsur dalam ketentuan Pasal 19 huruf (f)

20
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam, sehingga mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia dapat mengabulkan
Gugatan aquo; Bahwa ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975Jo Pasal 116 huruf (f) KompilasiHukum Islam, menyatakan bahwa:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan “Antara suami dan isteri
terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga”

Akibat dari Putusnya Perkawinan

Bahwa selanjutnya oleh karena ketentuan Pasal 105 huruf a dan c Kompilasi
Hukum Islam pada pokoknya menyatakan bahwa dalam hal terjadinya perceraian,
pemeliharaan anak-anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 (dua belas)
tahun menjadi hak ibunya dan kewajiban pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya,
maka sangatlah beralasan kiranya jika Penggugat memohon kepada Majelis Hakim
Yang Mulia yang memeriksa Gugatan aquo agar memberikan Hak Pengasuhan
(hadlanah) kedua anak Penggugat dan Tergugat yang saat ini masing-masing masih
berusia 3 (tiga) tahun kepada Penggugat sebagai ibu kandungnya. Permohonan mana
juga didasarkan pada adanya fakta bahwa:

14.1.Tergugat sebagai ayah kandungnya sudah tidak peduli lagi, apalagi meluangkan
waktu dalam hidupnya untuk kedua anak Penggugat dan Tergugat. Sikap
Tergugat mana terjadi sejak Tergugat memutuskan untuk meninggalkan rumah
sampai dengan gugatan aquo didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
Medan;

14.2. Tergugat sudah tidak pernah lagi memberikan nafkah kepada Penggugat, apalagi
mencukupi kebutuhan anak-anak Penggugat dan Tergugat baik pangan maupun
sandang;

Pasal 105 huruf a dan c Kompilasi Hukum Islam”“Dalam hal terjadinya perceraian:

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah
hak ibunya.
b. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya”.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan


Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn, Majelis hakim menilai bahwa dalam rumah tangga
penggugat dan tergugat sering terjadi pertengkaran dan perselisihan dan Majelis Hakim
menetapkan bahwa anak di bawah pemeliharaan penggugat sampai anak tersebut mumayyiz
atau berumur 12 tahun dan setelah anak tersebut mencapai umur 12 tahun, maka pemeliharaan
anak tersebut diserahkan kepadanya untuk memilih diantara ayah (tergugat) atau ibunya
(penggugat) sebagai pemegang hak pemeliharaan.

Amar putusan seperti yang tercantum di atas.


Dalam putusan Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan Nomor 1639/Pdt.G/2019/PA.Mdn telah
memenuhi dasar hukum perkawinan dan asas perkawinan bahwa perkawinan antara Penggugat
dan Tergugat dilangsungkan berdasarkan kehendak kedua belah pihak dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal serta yang sakinah mawaddah
war-rahmah.
Dalam putusan Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan Nomor 1639/Pdt.G/2019/ PA.Mdn telah
dilaksanakan sesuai dengan rukun dan syarat nikah yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), sehingga perkawinan tersebut
dinyatakan sah menurut agama dan negara. Dengan terpenuhinya syarat tersebut mereka dapat
mendaftarakan pernikahan dan mendapat buku nikah.
Dalam perkara perkawinan Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan Nomor 1639/Pdt.G/2019/
PA.Mdn dengan adanya pertengkaran dan perselisihan antara penggugat dan tergugat, dan
terjadinya pisah tempat tinggal disini terdapat kelalaian dari kewajiban suami isteri bahwa
kewajiban suami isteri adalah saling mencintai, menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
bathin yang terdapat dalam pasal 33 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam perkara perkawinan Nomor 2568/Pdt.G/2015/PAJT dan Nomor 1639/Pdt.G/2019/
PA.Mdn putusnya perceraian dengan alasan terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga maka Hakim
Majelis menjatuhkan talak satu ba’in shughraa dan akibat dari perceraian sesuai dengan
ketentuan Pasal 105 huruf a dan c Kompilasi Hukum Islam pada pokoknya menyatakan bahwa
dalam hal terjadinya perceraian, pemeliharaan anak-anak yang belum mumayyiz atau belum

22
berumur 12 (dua belas) tahun menjadi hak ibunya dan kewajiban pemeliharaan ditanggung
oleh ayahnya.

Link video:

https://youtu.be/g75PrYpIceo

23

Anda mungkin juga menyukai