Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS HOSPITAL EXPOSURE

SCABIES

Dokter Penguji: dr. Christa Febby

Disusun Oleh:

Nama: Ramadhania Putri Wibowo

NIM: 01071170082

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPA
DAFTAR ISI

BAB I...................................................................................................................................... 2
I. IDENTITAS PASIEN........................................................................................................2
II. ANAMNESIS................................................................................................................... 2
III. PEMERIKSAAN FISIK...................................................................................................3
IV. RESUME....................................................................................................................... 5
V. DIAGNOSIS................................................................................................................... 6
VI. Rencana Tatalaksana....................................................................................................6
VII. Prognosis..................................................................................................................... 6
BAB II..................................................................................................................................... 7
2.1. Definisi......................................................................................................................... 7
2.2. Epidemiologi................................................................................................................ 7
2.3. Etiologi......................................................................................................................... 7
2.4. Patofisiologi................................................................................................................. 7
2.5. Faktor Resiko............................................................................................................... 8
2.6. Diagnosis..................................................................................................................... 8
2.7. Gejala Klinis................................................................................................................. 8
2.8. Tatalaksana................................................................................................................. 9
BAB III.................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

1
BAB I

Laporan Kasus

I. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Sdr. F
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tanggal lahir : 28 Maret 2005
d. Usia : 17 tahun
e. Tempat Tinggal : Tangerang
f. Status : Belum Menikah
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : Pelajar
i. No. rekam medis : 03.34.XX
j. Tanggal masuk RS : 11 Oktober 2022
II. ANAMNESIS

Pemeriksaan dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 Oktober 2022 di


Rumah Sakit Daan Mogot.

II. 1. Keluhan Utama


Pasien datang dengan keluhan gatal pada sela-sela jari tangan sejak 7 hari yang lalu.

II. 2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan gatal pada sela-sela jari tangan sejak 7 hari yang lalu dan kulit
pasien berubah menjadi kemerahan juga disertai bintil-bintil kecil. Karakteristik rasa gatal
tersebut terasa seperti perih dan panas saat sdr. F berusaha menggaruknya. Pasien
menyangkal bintil-bintil kecil kemerahan tersebut menyebar dan hanya terletak di satu area
saja yakni sela-sela jari tangan saja. Faktor yang memperingan rasa gatal tersebut yaitu
setelah pasien mencuci tangannya dengan sabun tetapi hal ini tidak bertahan lama sehingga
pasien masih terasa sangat gatal dan menggaruk area gatal tersebut. Faktor yang memperberat
rasa gatal yakni pada saat cuaca panas dan tangan pasien berkeringat dan lembab. Pasien juga
mengeluhkan rasa gatalnya mengganggu tidur pasien sehingga pasien tidak bisa tidur
nyenyak. Pasien belum mengkonsumsi obat apapun akan tetapi pasien sudah mengolesi
minyak kayu putih di tempat yang terasa gatal. Ayah pasien memiliki gejala yang sama di

2
bagian kaki nya. Pasien menyangkal adanya keluhan lain seperti demam, batuk, maupun
pilek.

II. 3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal pernah didiagnosis dengan gejala serupa sebelumnya. Pasien juga
menyangkal memiliki riwayat penyakit kronis seperti penyakit diabetes melitus, asma,
maupun penyakit autoimun.

II. 4. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku bahwa ayah pasien mengalami riwayat keluhan serupa, yaitu pada
kaki nya.

II. 5. Riwayat Kebiasaan


Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

II. 6. Riwayat Alergi dan Pengobatan


Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap obat, udara dingin, makanan, maupun
terhadap zat alergen lainnya. Pasien mengaku sudah mengolesi sela-sela jari nya
menggunakan minyak kayu putih tetapi hal ini tidak menghilangkan rasa gatal nya sehingga
pasien memutuskan untuk datang ke RS. Daan Mogot.

II. 7. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Sekitar


Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan satu adik laki-laki. Kondisi ekonomi pasien
cukup. Pasien mengatakan bahwa sering menggunakan handuk yang sama dengan ayah
pasien dan tidur di ranjang yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 11 Oktober 2022, tempat: Poli Umum, dilakukan oleh: dokter.

1. Kesadaran dan Tanda Vital

o Keadaan Umum : Pasien tampak sakit ringan


o Tingkat Kesadaran : Composmentis
o Tekanan Darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 85 x/menit
o Laju Nafas : 20 x/menit

3
o Suhu Tubuh : 36,3 oC
o BB/TB : 54 kg / 160 cm
o BMI (Asia) : 21.1 kg/m2 (Normal)

III. 2. Pemeriksaan Generalis


Kepala
- Mata : - Konjungtiva inferior hiperemis (-)
- Sklera tidak ikterik

- Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)


Sekret / mukus (-)

- Mulut : Mukosa normal


Pembesaran tonsil (- / -)

Lidah tremor (-)

- Faring : Hiperemis (-)


- Leher : Pembesaran kelenjar Limfe (-)
Deviasi trakea (-)

Thorax
Jantung
- Inspeksi : Nafas simetris dikedua lapang paru
- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra
- Perkusi : Cardiomegaly (-)
- Auskultasi: Jantung – normal S1 S2

Paru
- Inspeksi : Nafas simetris dikedua lapang paru
- Palpasi : Tactile Fremitus – simetris
Chest Expansion - normal
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

4
- Auskultasi: Vesicular

Abdomen
- Inspeksi : Distensi (-)
- Auskultasi: Bising usus 5-30x/menit
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi : Normal (thympani)

Ekstremitas
- Tangan : Suhu – hangat
Terdapat papul-papul eritem pada regio dorsum manus dextra et
sinistra.
Nyeri otot (-)
Edema (-)

- Kaki : Suhu – hangat


Nyeri otot (-)
Edema (-)

Status Dermatologis
Lokasi : interdigiti manus
Regio : dorsum manus
Efloresensi :papul eritem disertai ekskoriasi karena sering menggaruk, kunikulus.
Bentuk : bulat
Jumlah : multiple
Penyebaran : bilateral di dorsum manus dextra et sinistra

IV. RESUME

Sdr. F berusia 17 tahun datang ke RS. Daan Mogot dengan keluhan pruritus pada sela-
sela jari tangan sejak 7 hari yang lalu dan terdapat lesi berupa papul berwarna merah, tidak
menyebar dan hanya di satu regio saja yakni dorsum manus bilateral dextra et sinistra, dan
kunikulus (ruam yang berupa saluran atau terowongan pada stratum korneum yang timbul di
sela-sela jari tangan), kunikulis berwarna putih keabuan, berbentuk garis lurus maupun
berkelok, lokasi tidak menyebar ke daerah yang lainnya. Pruritus hilang setelah pasien
mencuci tangannya dengan sabun. Hal yang memperparah pruritus yakni pada saat cuaca

5
panas dan pada saat tangan pasien berkeringat. Pasien juga mengeluhkan pruritus pada saat
malam hari datang secara intens sehingga mengganggu kualitas tidur pasien. Pasien belum
mengkonsumsi obat apapun tetapi sudah mengoleskan kayu putih pada sela-sela jari
tangannya tetapi hal ini tidak menghilangkan keluhan. Ayah pasien memiliki gejala yang
sama di bagian kakinya. Pasien mengaku bahwa sering berbagi tempat tidur yang sama
dengan ayahnya dan memakai handuk yang sama. Pada pemeriksaan Fisik terdapat papul-
papul eritem di interdigiti manus regio dorsum manus dextra et sinistra.

V. DIAGNOSIS

a. Diagnosis Kerja : Scabies


b. Diagnosis Banding : Dermatitis Atopik

VI. Rencana Tatalaksana

Pada pasien ini diberikan tata laksana Scabimite dan edukasi kepada pasien.

VII. Prognosis

Quo Ad Vitam: Bonam


Quo Ad Functional: Bonam
Quo Ad Senationam: Bonam

6
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi

Skabies atau yang biasa dikenal dengan kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis yang termasuk dalam kelas Arachnida.
Penyakit ini lebih sering terjadi di negara berkembang, terutama negara dengan iklim tropis
dan subtropis seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Indonesia. 1 Skabies merupakan salah satu
penyakit kulit yang paling sering terjadi di seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia. Skabies
dapat dialami oleh semua orang pada semua umur, ras, dan tingkat ekonomi sosial. 2,3 Skabies
sering terabaikan karna tidak mengancam jiwa, sehingga penatalaksanaan nya tergolong
rendah. Namun, penyakit ini bisa menjadi kronis dan parah hingga menyebabkan komplikasi
yang berbahaya.4

2.2. Epidemiologi

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2008 berdasarkan


data dari puskesmas seluruh Indonesia, prevalensi penyakit skabies berkisar antara 5,6%-
12,95%. Skabies merupakan penyakit kulit urutan ketiga dari dua belas penyakit kulit yang
sering terjadi di Indonesia.2

2.3. Etiologi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi S.scabiei varietas
hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas acarina, ordo astigmata, dan
famili sarcoptidae. Selain varietas hominis, S.scabiei memiliki varietas binatang namun
varietas itu hanya menimbulkan dermatitis sementara, tidak menular, dan tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya di manusia.1

2.4. Patofisiologi

Papul merupakan lesi yang sering dijumpai pada penderita skabies karena Sarcoptes
scabiei memproduksi banyak produk saliva saat membentuk terowongan dan merupakan
sumber molekul yang dapat memodulasi sekresi anti-inflammatory cytokine pada kulit
manusia. Hal ini dapat menyebabkan sensitisisasi limfosit T yang akan merangsang reaksi
hipersensitivitas tipe 4. Reaksi ini akan mengakibatkan proliferasi fibroblas dan kolagen

7
amengakibatkan penebalan lapisan kulit dan terbentuk papul.10 Selain papul, lesi lain yang
ditemukan adalah vesikel yang merupakan perkembangan papul. Garukan pada lesi dapat
menyebabkan lesi makula eritema, ekskoriasi, serta infeksi sekunder yang ditandai dengan
pustul. Pustul yang muncul pada infeksi sekunder merupakan progresivitas papul menjadi
vesikel, kemudian terifeksi bakteri sehingga menghasilkan pus. Bakteri yang paling sering
menginfeksi adalah Staphylococcus aureus.

2.5. Faktor Resiko

Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies adalah kemiskinan, kepadatan
penghuni rumah, tingkat pendidikan rendah, keterbatasan air bersih, dan perilaku kebersihan
yang buruk. Tingginya kepadatan penghuni disertai interaksi dan kontak fisik yang erat
memudahkan penularan skabies. Kepadatan penghuni rumah dan pemakaian handuk bersama
maupun tempat tidur yang sama bersama penderita skabies merupakan faktor risiko paling
dominan dibandingkan faktor risiko skabies lainnya.1

2.6. Diagnosis

Diagnosis kebanyakan dari anamnesisnya dan pemeriksaan fisik. Terkadang dokter


akan mengambil sampel dari kulit superficial (dengan cara menggores secara lateral melintasi
kulit dengan pisau berhati-hati untuk menghindari pendarahan) lalu spesimen di periksa di
laboratorium dengan mikroskop cahaya di bawah daya rendah. Apabila dalam specimen tidak
menunjukan adanya tungau ataupun telur nya, dapat dilakukan biopsy.5 Diagnosis skabies
dapat ditegakkan dengan menemukan dua dari empat gejala kardinal, yaitu gatal-gatal hebat
yang memburuk pada malam hari, infeksinya menyerang manusia secara kelompok yang
memiliki gejala serupa misalnya dalam satu keluarga atau asrama, lesi berupa terowongan
berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rerata panjang 1 cm dan yang ujung terowongan
itu ditemukan papul atau vesikel, serta ditemukan tungau. Penemuan tungau merupakan gold
standard untuk mendiagnostik skabies.6,7

2.7. Gejala Klinis

Gatal merupakan gejala klinis utama pada skabies. Rasa gatal pada masa awal
infestasi tungau biasanya terjadi pada malam hari (pruritus nokturna), cuaca panas, atau
ketika berkeringat. Gatal terasa di sekitar lesi, namun pada skabies kronik gatal dapat
dirasakan hingga ke seluruh tubuh. Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret

8
dan sekret tungau yang dikeluarkan pada waktu membuat terowongan. Masa inkubasi dari
infestasi tungau hingga muncul gejala gatal sekitar 14 hari.8

2.8. Tatalaksana

Prinsip pengobatan skabies adalah menggunakan skabisida topikal diikuti dengan


perilaku hidup bersih dan sehat baik pada penderita maupun lingkungannya. Syarat skabisida
ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak toksik atau menimbulkan iritasi,
tidak berbau, serta tidak menimbulkan kerusakan atau mewarnai pakaian, dan mudah
diperoleh. Syarat lainnya adalah harga skabisida cukup murah karena penderita skabies
umumnya dari golongan ekonomi lemah.9 Pengolesan obat topikal umumnya selama 8-12
jam namun ada yang perlu digunakan sampai lima hari berturut-turut, bergantung pada jenis
skabisida. Pada umumnya, satu kali pengolesan skabisida topikal cukup untuk
menyembuhkan skabies.1

9
BAB III

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini, dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 Oktober 2022, pasien
laki-laki F berumur 17 tahun datang dengan keluhan rasa gatal pada sela-sela jari tangan
sejak 7 hari yang lalu. Pada sela-sela jari tangan pasien didapatkan papula dan kanalikuli
(ruam berupa saluran pada stratum korneum yang timbul di permukaan kulit) berwarna merah
yang termasuk kedalam manifestasi klinis daripada skabies. Adanya kanalikuli atau
terowongan pada kulit yang terinfeksi ini merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam
stratum korneum untuk meletakkan telur, larva dan nimfa didalam. Oleh karena itu, parasit
sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan
tipis. Dan hal ini lah yang menjadikan scabiesis sebagai diagnosa kerja. Karena, ciri tersebut
merupakan ciri khas dari scabies. Apabila dari pemeriksaan lab ditemukan bahwa adanya
tungau S. scabiei, hal ini dapat memperkuat diagnosis kerja.

Pasien mengaku bahwa ayah pasien memiliki gejala yang sama pada kakinya dan
pasien mengaku sering memakai handuk yang sama dengan ayah pasien dan tidur ditempat
tidur yang sama. Hal ini masuk ke dalam salah satu dari empat tanda kardinal skabies yakni
dimana infeksinya menyerang manusia secara kelompok yang memiliki gejala serupa
misalnya dalam satu keluarga, khususnya pasien berbagi handuk yang sama dan juga ranjang
yang sama dengan ayah pasien. Dan juga hal ini dapat menyingkirkan diagnosa banding,
dermatitis atopik, dikarenakan dermatitis atopik atau eczema tidak dapat menular.

Pasien menyangkal adanya batuk, demam, pilek, maupun riwayat alergi terhadap
obat-obatan ataupun zat alergen lainnya. Sehingga hal ini dapat menyingkirkan diagnosis
banding, dermatitis atopik. Penyebab dermatitis atopik yakni dikarenakan oleh alergi, stress,
dan cuaca dingin ataupun keadaan kulit penderita yang kering. Dalam kasus ini diagnosis
banding dapat disingkirkan dikarenakan penderita menyangkal adanya riwayat alergi.

Pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis Skabies yaitu
dengan mengambil spesimen kulit daripada pasien dan memeriksa nya di laboratorium
dengan mikroskop cahaya di bawah daya rendah. Apabila dalam spesimen tidak menunjukan
adanya tungau ataupun telur nya, dapat dilakukan biopsy.

10
Pada pasien ini diberikan tatalaksana obat topikal cream Scabimite, yang
mengandung Permethrin. Obat ini digunakan dengan cara mengoleskan cream ke tempat
yang terinfeksi. Setelah 8-24 jam, obat dibilas dengan cara dicuci menggunakan sabun.
Pengobatan dapat diulangi setelah 1 minggu. Pada pasien ini juga diberikan edukasi sebagai
cara pencegahan terbaik agar skabies tidak menular lebih luas ke anggota keluarga yang
lainnya ataupun orang sekitar. Cara pencegahan skabies adalah dengan mandi teratur minimal
dua kali sehari menggunakan air mengalir dan sabun serta membersihkan area genital dan
mengeringkannya dengan handuk bersih. Penderita tidak boleh memakai handuk atau pakaian
secara bergantian. Hindarkan kontak yang lama dan erat dengan penderita skabies misalnya
tidur bersama di atas satu kasur. Seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang terinfestasi
perlu diobati secara bersamaan untuk memutuskan rantai penularan skabies. Semua pakaian,
sprei, dan handuk harus dicuci dengan air panas minimal 2 kali seminggu untuk mematikan
tungau. Selanjutnya pakaian dijemur di bawah terik sinar matahari minimal 30 menit lalu
disetrika. Populasi yang tinggal bersama perlu diberikan edukasi mengenai tanda dan gejala
skabies, pencegahan penularan, dan mendorong peserta untuk memberikan laporan apabila
mengalami keluhan skabies setelah bepergian ke suatu tempat. Dalam menjaga kebersihan
tubuh hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan kulit, kebersihan kuku tangan, dan
kebersihan kaki. Kebersihan kulit dapat dijaga dengan mandi teratur dua kali sehari
menggunakan sabun mandi yang lembut dan tidak membuat kulit kering. Kebersihan kuku
tangan dijaga dengan mencuci tangan memakai sabun dan memotong kuku agar patogen
tidak bersarang di kuku. Kebersihan kaki perlu diperhatikan karena kaki sering tertutup
sepatu dan menjadi media lembab yang baik bagi parasit.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sungkar S. Skabies: Etiologi, patogenesis, pengobatan, pemberantasan, dan


pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
2. Audhah NA, Umniyati SR, dan Siswati AS. Scabies risk factor on students of islamic
boarding school (study at darul hijrah islamic boarding school, cindai alus village,
martapura subdistrict, banjar district, south kalimantan). J Buski. 2012.
3. Aminah P, Sibero HT, dan Ratna MG. Hubungan tingkat pengetahuan dengan
kejadian skabies. J Majority. 2015.
4. Golant AK, Levitt JO. Scabies: a review of diagnosis and management based on mite
biology. Pediatr Rev. 2012.
5. "Scabies Causes, Symptoms, Treatment, and Diagnosis.". [updated 2022 July 28;
cited 2022 November 3]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/scabies/symptoms-causes/syc-20377378
6. Dewi MK, Wathoni N. Artikel review: diagnosis dan regimen pengobatan skabies.
Farmaka. 2017.
7. Clyti E, Deligny C, Versapuech J, Couppie P, Gessain A, Pradinaud R. Acral crusted
scabies in two HTLV1-infected patients. Ann Dermatol Venereol. 2016.
8. Hay RJ, Steer AC, Engelman D, Walton S. Scabies in the developing world–its
prevalence, complications, and management. Clin Microbiol Infect. 2012.
9. McCroskey. Scabies in emergency medicine treatment & management [internet].
2020. [diakses 03 November 2022]. Diunduh dari: www.emedicine. medscape.com
10. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. Dalam: Burns
T, Breathnatch S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s text book of dermatology.
Edisi ke-8. London: Blackwell Publishing; 2010.

12

Anda mungkin juga menyukai