Wah, apakah itu benar? Jadi, semakin panjang dan detil rencana bisnis yang kita
jalankan, justru akan meningkatkan peluang gagal? Kok bisa? Bukankah itu justru
bertentangan dengan nasihat para ahli manajemen dan mentor bisnis yang justru
mendorong pengusaha pemula untuk membuat rencana bisnis yang jelas dan
detil?
Ternyata, disitulah justru letak permasalahannya. Saya sendiri baru menyadari
bahwa business plan yang semakin panjang justru akan meningkatkan peluang
gagal saat membina beberapa pengusaha pemula di program Direktorat Inovasi
dan Inkubator Bisnis Universitas Indonesia. Selain itu, saya juga melihat pola yang
sama ketika membina pengusaha pemula di portalstudentpreneur.com.
Kebanyakan dari mereka yang memiliki rencana bisnis detil, lengkap dengan
deskripsi hasil riset pasar, proyeksi keuangan dan sebagainya, justru gagal
dieksekusi.
Mengapa bisa terjadi? Setelah ditelusuri, semakin panjang business plan, akan
memiliki kelemahan berikut ini:
1. Fleksibilitas – Kebanyakan pengusaha pemula yang memiliki business plan detil
menjadikan diri mereka tidak fleksibel terhadap perubahan – perubahan
asumsi. Sehingga ketika ada perubahan yang cepat di dunia nyata, pengusaha
pemula tetap ‘gigih’ memperjuangkan business plan mereka yang ternyata
sudah tidak relevan
2. Validitas Ide – Business plan yang lengkap tentu akan melihat kelayakan suatu
usaha dari berbagai sudut. Karena banyak aspek yang dilihat (analisa market,
produk, pemasaran, keuangan, SDM, dsb), menyebabkan pengusaha pemula
luput dari sebuah pertanyaan penting : apakah ide yang mereka ajukan dalam
bisnis memang benar – benar laku dan dibutuhkan oleh konsumen? Karena
banyaknya yang harus dipenuhi dalam sebuah business plan, banyak
pengusaha pemula yang ‘lupa’ untuk menguji apakah ide bisnis mereka itu
betul – betul valid (diperlukan customer) atau tidak.
Michael Schrage dari MIT pernah mengatakan, a testable idea is better than a good
idea. Sebuah ide bisnis yang teruji lebih baik daripada ide yang terllihat bagus.
Steve Blank, salah satu punggawa dalam dunia startUp mengatakan, no business
plan survives first contact with customer. Tidak ada rencana bisnis yang bisa bertahan
saat kontak pertama kali dengan pelanggan (karena pasti akan ada perbedaan
antara asumsi awal dengan realita di lapangan).
Jadi, kalau begitu apa yang harus dilakukan?
Jadi setelah ide kreatif dan inovatif ditemukan, hal yang perlu dilakukan kemudian
adalah membuat businss model dari ide tersebut, untuk kemudian divalidasi
apakah business model tersebut bisa menghasilkan keuntungan. Jika business
modelnya valid, maka dilanjutkan dengan membuat rencana bisnis, seperti
merumuskan strategi pemasaran, proyeksi keuangan, analisa SDM, dan
sebagainya.
Output : Daftar solusi atau “obat” yang lebih baik atau kompetitif dari yang sudah
ada berdasarkan masalah atau kebutuhan konsumen
LANGKAH 3 (dari 10) : CHANNELS
Channels dalam BMC adalah entitas yang digunakan oleh organisasi bisnis untuk
membuat value proposition yang sudah dibuat itu ‘sampai’ ke konsumen. Biasanya
saya menggunakan framework AIDA (Attention – Interest – Desire – Action)sebagai
tahap awal, ditambah bagaimana proses pengiriman barang atau jasa tersebut ke
konsumen.
Misalnya, apa yang bisa dilakukan untuk menarik attention konsumen
terhadap value proposition yang dibuat? Beberapa pilihan menarik, antara lain:
Membuat iklan
Memasang FB Ads atau Google Adwords
Dua contoh di atas adalah termasuk channels
Sebagai contoh, SignifierGames.com menggunakan media Website, Brosur, dan
Buku yang dijual di retailer seperti Amazon.com untuk menyampaikan value
proposition kepada konsumen.
Output: Daftar dari channel yang penting untuk mendistribusikan informasi
dan value kepada konsumen. Biasanya, berbeda segmen konsumen maka akan
berbeda pula channelnya
Langkah 4 (dari 10) : Customer Relationship
Bagian customer relationship diisi tentang bagaimana kita berinteraksi kepada
konsumen setelah terjadi transaksi, untuk memastikan konsumen puas
dengan value yang kita tawarkan sepanjang hingga akhir life cycle nya.
Perusahaan penerbangan, misalnya setelah kita menggunakan jasa
penerbangannya umumnya akan ditawarkan berbagai email penawaran,
memberikan membership khusus, yang apabila sudah mencakup beberapa poin
akan mendapatkan benefit tertentu.
Output: penjelasan tentang bagaimana caranya organisasi menjalin hubungan
dengan konsumen yang sudah ‘membeli’ value yang ditawarkan agar tercipta
loyalitas atau transaksi kembali.
Langkah 5 (dari 10) : Revenue Stream
Revenue streams adalah pendapatan yang diterima oleh perusahaan atau organisasi
yang berasal dari value proposition yang ditawarkan. Hal paling penting adalah
harus terjadi koneksi yang clear antara revenue stream yang dihasilkan dari value
proposition, dan customer segment mana yang membayar untuk hal tersebut.
Sebagai contoh, di bawah ini saya ambil dari BMC Signifiergames.com, di
mana revenue streams berasal dari penjualan paket game dan buku untuk
akademik, dan yang membayar adalah institusi pendidikan.