Anda di halaman 1dari 11

Mencari Panduan Lengkap Menyusun

Rencana Bisnis Menggunakan Business


Model Canvas?
Sahabat pembaca blog arryrahmawan.net, pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi
tentang bagaimana memanfaatkan Business Model Canvas untuk merencanakan bisnis bagi
pebisnis pemula (StartUp). Sebelum kita masuk ke pembahasan tentang Business Model
Canvas itu sendiri, saya ingin membahas terlebih dulu mengapa Business Model Canvas bisa
menjadi sebuah tools yang efektif untuk membuat perencanaan bisnis.
Oh ya, mungkin Anda akan menemukan bahwa artikel ini adalah salah satu artikel
terpanjang yang pernah saya tuliskan. Memang benar, karena artikel ini sengaja saya buat
secara komprehensif bagaimana menggunakan Business Model Canvas untuk merencanakan
bisnis Anda. Berikut ini adalah beberapa hal yang dibahas dalam artikel ini,
 Mengapa Business Plan yang Tebal Meningkatkan Risiko Kegagalan Bisnis?
 Perbedaan Proses Memulai Bisnis antara Dulu dan Sekarang
 Apa yang Dimaksud Model Bisnis?
 Mengenal Apa Itu Business Model Canvas
 Manfaat dan Kelebihan Business Model Canvas
 10 Langkah Menggunakan Business Model Canvas
 Langkah 1 – Customer Segment
 Langkah 2 – Value Proposition
 Langkah 3 – Channels
 Langkah 4 – Customer Relationship
 Langkah 5 – Revenue Stream
 Langkah 6 – Key Activities
 Langkah 7 – Key Resources
 Langkah 8 – Key Partnership
 Langkah 9 – Cost Structure
 Langkah 10 – Analisis & Validasi Model Bisnis

Semakin Panjang Rencana Bisnis, Semakin Besar Risiko


Gagalnya
“Tebal” rencana bisnis berbanding dengan risiko gagal

Wah, apakah itu benar? Jadi, semakin panjang dan detil rencana bisnis yang kita
jalankan, justru akan meningkatkan peluang gagal? Kok bisa? Bukankah itu justru bertentangan
dengan nasihat para ahli manajemen dan mentor bisnis yang justru mendorong pengusaha
pemula untuk membuat rencana bisnis yang jelas dan detil?
Ternyata, disitulah justru letak permasalahannya. Saya sendiri baru menyadari
bahwa business plan yang semakin panjang justru akan meningkatkan peluang gagal saat
membina beberapa pengusaha pemula di program Direktorat Inovasi dan Inkubator Bisnis
Universitas Indonesia. Selain itu, saya juga melihat pola yang sama ketika membina pengusaha
pemula di portalstudentpreneur.com. Kebanyakan dari mereka yang memiliki rencana bisnis
detil, lengkap dengan deskripsi hasil riset pasar, proyeksi keuangan dan sebagainya, justru gagal
dieksekusi.
Mengapa bisa terjadi? Setelah ditelusuri, semakin panjang business plan, akan memiliki
kelemahan berikut ini:
1. Fleksibilitas – Kebanyakan pengusaha pemula yang memiliki business plan detil
menjadikan diri mereka tidak fleksibel terhadap perubahan – perubahan asumsi.
Sehingga ketika ada perubahan yang cepat di dunia nyata, pengusaha pemula tetap
‘gigih’ memperjuangkan business plan mereka yang ternyata sudah tidak relevan

2. Validitas Ide – Business plan yang lengkap tentu akan melihat kelayakan suatu usaha
dari berbagai sudut. Karena banyak aspek yang dilihat (analisa market, produk,
pemasaran, keuangan, SDM, dsb), menyebabkan pengusaha pemula luput dari sebuah
pertanyaan penting : apakah ide yang mereka ajukan dalam bisnis memang benar –
benar laku dan dibutuhkan oleh konsumen? Karena banyaknya yang harus dipenuhi
dalam sebuah business plan, banyak pengusaha pemula yang ‘lupa’ untuk menguji
apakah ide bisnis mereka itu betul – betul valid (diperlukan customer) atau tidak.
Michael Schrage dari MIT pernah mengatakan, a testable idea is better than a good idea.
Sebuah ide bisnis yang teruji lebih baik daripada ide yang terllihat bagus. Steve Blank, salah
satu punggawa dalam dunia startUp mengatakan, no business plan survives first contact with
customer. Tidak ada rencana bisnis yang bisa bertahan saat kontak pertama kali dengan
pelanggan (karena pasti akan ada perbedaan antara asumsi awal dengan realita di lapangan).
Jadi, kalau begitu apa yang harus dilakukan?
Perbedaan Alur Membangun Bisnis antara Dulu dan
Sekarang
Sekitar 7-8 tahun lalu, ketika pertama kali belajar bisnis saya banyak belajar bahwa untuk
membangun sebuah bisnis maka akan melewati skema berikut ini:

Alur pengembangan bisnis konvensional

Sayangnya, seperti yang sudah dipaparkan barusan, banyak pengusaha pemula yang
masih mengikuti cara tersebut. Mereka mengawali bisnis mereka dari sebuah ide, dibuat
rencana bisnisnya, kemudian pitching. Salahkah? Tidak. Risiko gagal lebih besar? Iya.
Mengapa risiko gagal saat ini lebih besar? Hal ini karena adanya kemajuan
teknologi, customer yang semakin menuntut macam – macam, inovasi kompetitor yang sangat
cepat, membuat pasar sangat dinamis dan cepat berubah – ubah. Tahun ini bisa jadi bisnis kita
adalah pemimpin pasar. Namun, 3 – 5 tahun kemudian bisa jadi bisnis kita akan benar – benar
hilang tanpa jejak digantikan oleh pemain – pemain baru.
Maka dari itu, untuk mengurangi risiko kegagalan, diperlukan cara pandang baru untuk
pengusaha pemula dalam membangun bisnis mereka. Perbedaan paling dasar terletak di
fase validasi ide. Berhubung saat ini sangat mudah menciptakan inovasi untuk membuat sesuatu
lebih baik (better), lebih murah (cheaper), dan lebih cepat (faster), hal yang menjadi tantangan
kemudian adalah – benarkah ide tersebut dibutuhkan oleh pasar saat ini? Apakah permintaan
market atas ide tersebut valid?
Maka, alur untuk menciptakan bisnis baru di era ini pun berubah. Sebelum ide bisnis
dibuat ke dalam businss plan, perlu dibuat terlebih dahulu ‘pengujian’ apakah ide tersebut valid
atau tidak. Alur pengujiannya digambarkan sebagai berikut,

Alur pengembangan rencana bisnis saat ini

Jadi setelah ide kreatif dan inovatif ditemukan, hal yang perlu dilakukan kemudian
adalah membuat businss model dari ide tersebut, untuk kemudian divalidasi apakah business
model tersebut bisa menghasilkan keuntungan. Jika business modelnya valid, maka dilanjutkan
dengan membuat rencana bisnis, seperti merumuskan strategi pemasaran, proyeksi keuangan,
analisa SDM, dan sebagainya.
APA YANG DIMAKSUD BUSINESS MODEL
(MODEL BISNIS)
Oke, saya sudah punya ide, kemudian saya harus merumuskan juga business model saya
untuk divalidasi. Tapi, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan business model?
Business model, atau model bisnis secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
bagaimana perusahaan menciptakan value dan mendapatkan keuntungan dari value yang
diciptakannya secara berkelanjutan
Paling mudah membayangkannya, misalkan pernahkah kamu bermain game Clash
Royale atau Clash of Clans di Android? Kita dapat mengunduhnya secara gratis, bukan? Lalu
darimana pencipta game ini mendapatkan uang? Yaitu dengan cara menjual items seperti Gems
atau Gold di dalam game tersebut yang harus dibayar dengan real cash. Model bisnis seperti
CR atau CoC ini disebut juga dengan model bisnis freemium. Sebuah model bisnis di mana
mereka bisa memberikan value dengan gratis (free) secara penuh, namun mereka yang
ingin value lebih banyak lagi harus membayarnya dengan uang (premium).

Mengenal Apa itu Business Model Canvas


Akhirnya sampailah kita pada pemabahsan apa itu Business Model Canvas (BMC).
BMC adalah sebuah tools yang dikembangkan oleh Alexander Osterwalder, yang dipopulerkan
melalui bukunya Business Model Generation. BMC dikembangkan untuk membantu organisasi
bisnis dan pengusaha pemula untuk memetakan dan melakukan analisa terhadap model bisnis
mereka.
Apa sebenarnya Business Model Canvas?
Secara umum, BMC dikembangkan dengan mempertimbangkan 9 blok utama yang
harus diperhatikan dalam memetakan model bisnis. Kesembilan blok utama ini, semua
terangkum dalam satu canvas (1 halaman). Inilah yang juga membuat BMC unggul karena
dengan kesederhanaannya yang hanya terdiri dari 1 halaman ini, ternyata powerful untuk
memberikan pemahaman tentang model bisnis secara utuh.
Berikut adalah penampakan dari Business Model Canvas,

Tampilan halaman Business Model Canvas (BMC)


Kesembilan blok yang ada di BMC tergabung dalam 1 kanvas, yang mewakili kunci utama
pendorong keberhasilan suatu bisnis,
1. Customer Segments : Siapa konsumen Anda? Seperti apa deskripsi orang yang ingin
masalahnya Anda pecahkan? Bagaimana karakteristik mereka? Apa yang mereka
pikirkan? Rasakan? Lakukan?
2. Value Proposition : Solusi apa yang Anda tawarkan ke konsumen Anda? Apa yang
menarik dari solusi Anda? Apa yang membuat konsumen mau memilih, membeli, dan
menggunakan value Anda?
3. Channels : Bagaimana cara agar value / solusi masalah Anda bisa sampai ke tangan
konsumen?
4. Customer Relationship : Bagaimana cara Anda berinteraksi untuk menjaga loyalitas
konsumen?
5. Revenue Streams : Bagaimana cara bisnis menghasilkan uang dari value yang
ditawarkan?
6. Key Activities : Apakah aktivitas kunci atau strategi kompetitif yang dilakukan bisnis
untuk menciptakan value proposition nya?
7. Key Resources : Apa saja sumber daya yang harus dimiliki perusahaan agar dapat
kompetitif dalam menciptakan value?
8. Key Partnership : Siapa partner yang mendukung organisasi agar selalu kompetitif?
9. Cost Structure : Apa saja faktor – faktor yang membentuk biaya yang harus
dikeluarkan?
Kesembilan faktor tersebut sudah pernah saya jelaskan di artikel berjudul memetakan model
bisnis dengan Business Model Canvas dan saya pun juga sudah pernah membuatkan video
tutorial membuat BMC yang benar.
Sederhananya, BMC terdiri dari 3 bagian utama. Bagian tersebut adalah offering,
customer, dan infrastructure. Adapaun gambar pembagian hal tersebut ada di bagian berikut
ini,

3 aspek utama dalam BMC – offering, customer, infrastructure

MANFAAT DAN KELEBIHAN BUSINESS MODEL CANVAS


BMC menjadi populer tidak hanya di perusahaan besar yang mapan, namun juga populer di
kalangan entrepreneur dan juga intrapreneur dalam memetakan, menganalisis, validasi, dan
melakukan inovasi di model bisnis yang telah ada. Secara mendasar, sebagai praktisi, saya
menemukan ada 3 manfaat utama dari BMC.
1. FOKUS : Satu hal yang paling saya rasakan dengan membuat Business Model
Canvas ini adalah mampu menajamkan fokus dan membuat kejelasan mengenai model
bisnis yang diajukan, ketimbang membuat rencana bisnis yang tebalnya berhalaman –
halaman.
2. FLEKSIBEL : BMC sangat bermanfaat karena mudah untuk dimodifikasi dengan tetap
memberi pandangan secara menyeluruh terhadap model bisnis
3. TRANSPARANSI : Sebagai pendiri beberapa bisnis, BMC seringkali saya gunakan
untuk mengomunikasikan visi dan model bisnis kepada tim, dan dengan BMC tim
menjadi lebih mudah mengerti apa model bisnis di organisasi.

10 Langkah Menggunakan Business Model Canvas


Saat saya membawakan workshop BMC, memang paling enak melakukannya dengan praktik
langsung. Jadi saya menyarankan Anda untuk mencetak template Business Model Canvas di
kertas A3, mempersiapkan sticky notes dengan 2 warna berbeda, kemudian mulai mengisi
BMC Anda sesuai dengan bisnis yang ingin (atau sudah) Anda jalankan. Untuk
mengunduh template Business Model Canvas, Anda bisa mengunduhnya di sini:
>> DOWNLOAD TEMPLATE DIGITAL BUSINESS MODEL CANVAS <<
Setelah Anda mengunduh, silakan Anda isi lembar tersebut kemudian bertanya kepada diri
sendiri, “apakah data yang Anda isikan tersebut sudah make sense?. Apakah ada
kemungkinan diisi dengan alternatif yang lebih baik?
Apabila Anda ingin yang lebih praktis, tanpa harus cetak – mencetak, saya sudah
menyediakan file template BMC dalam bentuk powerpoint agar bisa langsung diisi dan
dipresentasikan.
Catatan: untuk mengubahnya, silakan klik ‘View > Slide Master’ baru kemudian diedit isinya.
Bagi Anda yang belum pernah sama sekali menggunakan Business Model
Canvas sebelumnya, berikut ini adalah tutorial singkat yang saya siapkan khusus untuk Anda.
LANGKAH 1 (dari 10) : Customer Segments
Customer segments atau segmen konsumen yang ditarget merupakan hal terpenting yang
harus bisa dijawab dari Business Model Canvas. Kebanyakan model bisnis tidak memberikan
hasil yang diharapkan karena customer segment tidak dapat didefinisikan dengan jelas.
Untuk dapat mengisi customer segment dengan jelas, hal berikut ini perlu diperhatikan:
1. Customer Segment Dimensions (Dimensi Segmen Konsumen)
Perhatikan apakah bisnis Anda menargetkan konsumen single atau multi-sided market?
Maksud multi-sided market, misalnya Facebook yang memiliki model bisnis untuk melayani
dua pihak : advertiser dan user. multi-sided market umumnya memiliki segmen tersendiri
untuk setiap kategorinya.
2. Customer Characteristics (Karakteristik Konsumen)
Setelah memetakan dimensi segmen, maka selanjutnya adalah mendefinisikan karakter
segmen di masing – masing dimensi tadi. Sebagai contoh, apabila kita memiliki
segmen user, maka user yang karakteristiknya seperti apa? Beberapa pertimbangan untuk
karakteristik, misalnya:
 Usia dan gender
 Passion, habit, hobi
 Tingkat penghasilan
 Tingkat pendidikan
 Target yang ingin dicapai
 dan lain sebagainya…
3. Customer Problems / Needs (Masalah / Kebutuhan Konsumen)
Apa masalah yang dirasakan konsumen yang telah Anda petakan? Apa pain yang sedang
ingin mereka sembuhkan? Apa target yang sedang ingin mereka kejar? Apa needs yang
mereka perlukan untuk mencapai impian – impian mereka?
Satu hal yang perlu Anda lakukan adalah mengurangi asumsi apa yang dibutuhkan
konsumen dengan bertanya langsung kepada mereka. Buat pengamatan lapangan atau
wawancara langsung agar Anda semakin dekat dengan konsumen Anda.
Output: Pada bagian ini Anda akan menghasilkan daftar target konsumen Anda berdasarkan
segmen yang berbeda – beda, plus penjelasan detil tentang karakteristik masing – masing
konsumen. Jika segmen Anda ada banyak, saya menyarankan untuk membuat prioritas dalam
melayani konsumen. Coba tanyakan, “seandainya saya hanya bisa melayani 1 konsumen saja,
siapakah yang ingin saya layani?”
Langkah 2 (dari 10) : Value Propositions
Ketika pemetaan customer segment sudah jelas, maka selanjutnya kita memilih mana masalah
atau kebutuhan dari pelanggan itu yang ingin kita penuhi? Selain itu, di value proposition juga
harus mempertimbangkan apa keunikan / keunggulan solusi yang kita tawarkan dibandingkan
solusi – solusi lainnya?
Maka dari itu, siapkan sticky notes dan tuliskan sebanyak – banyaknya value proposition yang
Anda persiapkan sebagai cure atau obat untuk mengatasi masalah dari konsumen.
Sebagai contoh, salah satu startup yang sedang saya kembangkan, SignifierGames.com
membuat value proposition penyediaan Serious Games untuk pembelajaran konsep – konsep
kompleks di bidang engineering, khususnya industrial engineering. Solusi ini dibuat dengan
harapan dapat mengurangi pain berbagai institusi pendidikan di Indonesia dalam mengajarkan
konsep sulit kepada peserta didiknya. Beberapa game yang dikembangkan adalah permainan
di bidang operation management, seperti Operation Management Game (OMG), Project
Management Game (PMG), dan Strategic Sourcing Management Game (SSMG). Value
proposition ini berbeda karena kebanyakan pengembang Serious Games tidak
mengembangkan permainan untuk bidang – bidang engineering.
Setelah Anda menemukan value proposition, pastikan Anda menghubungkan koneksi antara
VP yang Anda miliki dengan customer segment yang telah Anda petakan. Contohnya adalah
seperti ini,

Hubungan value proposition dengan customer segment dalam BMC

Output : Daftar solusi atau “obat” yang lebih baik atau kompetitif dari yang sudah ada
berdasarkan masalah atau kebutuhan konsumen
LANGKAH 3 (dari 10) : CHANNELS
Channels dalam BMC adalah entitas yang digunakan oleh organisasi bisnis untuk
membuat value proposition yang sudah dibuat itu ‘sampai’ ke konsumen. Biasanya saya
menggunakan framework AIDA (Attention – Interest – Desire – Action)sebagai tahap awal,
ditambah bagaimana proses pengiriman barang atau jasa tersebut ke konsumen.
Misalnya, apa yang bisa dilakukan untuk menarik attention konsumen terhadap value
proposition yang dibuat? Beberapa pilihan menarik, antara lain:
 Membuat iklan
 Memasang FB Ads atau Google Adwords
Dua contoh di atas adalah termasuk channels
Sebagai contoh, SignifierGames.com menggunakan media Website, Brosur, dan Buku yang
dijual di retailer seperti Amazon.com untuk menyampaikan value proposition kepada
konsumen.
Output: Daftar dari channel yang penting untuk mendistribusikan informasi
dan value kepada konsumen. Biasanya, berbeda segmen konsumen maka akan berbeda
pula channelnya
Langkah 4 (dari 10) : Customer Relationship
Bagian customer relationship diisi tentang bagaimana kita berinteraksi kepada konsumen
setelah terjadi transaksi, untuk memastikan konsumen puas dengan value yang kita tawarkan
sepanjang hingga akhir life cycle nya.
Perusahaan penerbangan, misalnya setelah kita menggunakan jasa penerbangannya umumnya
akan ditawarkan berbagai email penawaran, memberikan membership khusus, yang apabila
sudah mencakup beberapa poin akan mendapatkan benefit tertentu.
Output: penjelasan tentang bagaimana caranya organisasi menjalin hubungan dengan
konsumen yang sudah ‘membeli’ value yang ditawarkan agar tercipta loyalitas atau transaksi
kembali.
Langkah 5 (dari 10) : Revenue Stream
Revenue streams adalah pendapatan yang diterima oleh perusahaan atau organisasi yang
berasal dari value proposition yang ditawarkan. Hal paling penting adalah harus terjadi
koneksi yang clear antara revenue stream yang dihasilkan dari value
proposition, dan customer segment mana yang membayar untuk hal tersebut.
Sebagai contoh, di bawah ini saya ambil dari BMC Signifiergames.com, di mana revenue
streams berasal dari penjualan paket game dan buku untuk akademik, dan yang membayar
adalah institusi pendidikan.

Contoh pengisian revenue stream BMC pada SignifierGames.com


Output: Daftar dari revenue streams, yang berasal dari value proposition x yang ditawarkan,
dengan customer segmen y sebagai pihak yang bersedia membayar.
Langkah 6 (dari 10) : Key Activities
Untuk menciptakan value proposition yang lebih baik dan kompetitif, tentunya ada beragam
aktivitas kunci untuk dapat menghasilkan value porposition sesuai dengan yang diharapkan.
Aktivitas ini adalah aktivitas pokok yang apabila hilang atau tidak ada, maka value
proposition yang kompetitif tidak dapat direalisasikan.
Sebagai contoh, SignifierGames.com mengajukan value proposition yaitu serious
game berkualitas yang dikembangkan oleh expert di Universitas Indonesia, dan key
activities yang diperlukan adalah game design & development. Contoh lebih jelas dapat dilihat
pada gambar di bawah ini,

Pengisian key activities dalam Business Model Canvas

Output : Daftar aktivitas utama / kunci untuk dapat menghasilkan value proposition yang
diinginkan.
Langkah 7 (dari 10) : Key Resources
Key resources adalah sumber daya strategis yang dibutuhkan untuk menunjang key
activities agar bisa berjalan lancar untuk menghasilkan value proposition sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan terpetakannya key resource, diharapkan sebuah bisnis dapat menjadi
lebih kompetitif dibandingkan pesainya.
Sebagai lembaga pengembang ‘serious games’, SignifierGames.com bergantung penuh
terhadap SDM bertalenta atau para expert di bidang pengembangan serious games. Talented
people ini kemudian menjadi key resources dari SignifierGames.com
Output:Daftar dari sumber daya utama yang dibutuhkan untuk menunjang key activities agar
dapat menghasilkan value proposition yang diinginkan.
Langkah 8 (dari 10) : Key Partnership
Sebuah organisasi bisnis tentunya tidak bisa berjalan hanya mengandalkan dirinya sendiri.
Ketimbang mengembangkan dan menjalankan semuanya sendiri, ada baiknya untuk
bekerjasama dengan mereka yang telah expert di bidangnya masing – masing.
Misalnya, salah satu key activities dari SignifierGames.com adalah membuat dan mencetak
buku. Maka, daripada handling semuanya sendirian, ada baiknya SignifierGames.com
bekerjasama dengan penerbit yang memang sudah malang melintang di bidang penerbitan
buku. SignifierGames.com pun kemudian hanya menyiapkan naskahnya saja, untuk nanti
diubah dan di layout oleh penerbit utama.
Key activities lainnya di SignifierGames.com, misalnya adalah melakukan training for
trainer untuk kaderisasi. Namun, karena kaderisasi trainer dan fasilitator itu cukup lama,
maka SignifierGames.com bisa bekerjasama dengan trainer profesional yang sudah
berpengalaman untuk menjadi narasumber workshop atau seminar yang dibawakan tentang
bagaimana cara membuat game.
Output: Daftar rekanan kunci di luar organisasi yang dapat mendongkrak performa key
activities sehingga dapat menghasilkan value proposition dengan lebih kompetitif lagi.
Langkah 9 (dari 10) : Cost Structure
Cost structure adalah daftar biaya yang dikeluarkan oleh organisasi bisnis dalam rangka
menciptakan value proposition kepada konsumen. Biasanya, cost structure ini ‘ditarik’
dari key activities. Beberapa pertanyaan penting untuk diajukan saat memetakan biaya:
1. Apakah biaya yang dikeluarkan dalam rangka menciptakan value?
2. Mana jenis biaya yang lebih banyak, fixed cost atau variable cost?
3. Jika bisnis diskala menjadi lebih besar, apakah peningkatannya linear, eksponensial, atau
tetap?
Pemetaan struktur biaya perlu dilakukan dengan lebih hati – hati, karena sangat penting
apabila organisasi bisnis ingin dibuat dalam skala yang lebih besar dari sebelumnya.
Output: Daftar elemen struktur biaya yang dikeluarkan untuk membiayai key activities dalam
menciptakan value proposition.
Pada akhirnya, SignifierGames.com memiliki hasil akhir BMC dalam bentuk seperti ini,

Contoh Pengisian Business Model Canvas SignifierGames.com

Bagaimana BMC versi Anda? Apakah Anda telah selesai membuatnya?


Langkah 10 (dari 10) : ANALISIS & VALIDASI MODEL BISNIS
Bagi Anda yang sudah menyelesaikan BMC, jangan senang dulu karena sebenarnya
menyelesaikan BMC itu barulah langkah awal saja, hehe. Ya, karena sebenarnya apa yang
kita sudah isikan di BMC (termasuk SignifierGames.com) itu adalah ‘hipotesis’ dan ‘asumsi’
subjektif yang dianggap benar oleh si perencana bisnis. Pada kenyataannya, hipotesis ini perlu
diuji apakah memang benar model bisnis yang direncanakan tersebut berjalan sebagaimana
mestinya.
Bagaimana cara mengujinya? Cara paling mudah adalah langsung bertanya ke konsumen
yang ditarget, berinteraksi secara langsung ke lapangan dan merasakan langsung apa yang
dirasakan konsumen.
Pada waktu saya belajar langsung dari Strategyzer, instruktur bahkan langsung meminta kami
yang membuat BMC itu untuk keluar gedung dan melakukan validasi langsung ke segmen
konsumen kami. Padahal waktu itu sedang workshop, dan kami benar – benar diminta untuk
keluar gedung! Wow!
Namun memang benar, interaksi langsung dengan konsumen itu dapat memberikan
banyak insight tambahan baru. Misalnya, SignifierGames.com sendiri melakukan beberapa
perubahan rencana model bisnis setelah berinteraksi langsung dengan konsumennya.
Misalnya, dulu kami memiliki asumsi bahwa seluruh institusi pendidikan memiliki kesulitan
dalam mengajarkan konsep sulit ke peserta didik. Sehingga, kami berasumsi bahwa Serious
Game yang dibuat expert ini akan laku.
Namun setelah kami pelajari lagi, ternyata yang lebih banyak mencari Serious Game ini
adalah universitas swasta yang memang sedang menjalin kerjasama dengan kampus besar
seperti UI. Maka, kerjasama tersebut coba kami bundling dengan produk buku, games, dan
workshop untuk universitas tersebut. Sticky notes hijau menunjukkan ada beberapa tambahan
/ perubahan dari BMC sebelumnya.

Contoh Validasi Business Model Canvas SignifierGames.com

SUDAH VALIDKAH MODEL BISNIS ANDA?


Sebagai pengusaha pemula yang ingin memulai bisnis, membuat business plan tidak ada
salahnya. Hanya saja, hal yang perlu dipastikan terlebih dahulu adalah apakah ide yang
dibawa memiliki model bisnis yang valid.
Business Model Canvas, adalah sebuah tools yang sangat menarik untuk Anda coba dalam
rangka menguji model bisnis Anda. Dengan model bisnis yang sudah teruji, barulah kemudian
Anda mencoba membuat business planyang lebih detil sambil kemudian pitching kepada
investor untuk meningkatkan skala bisnis Anda menjadi lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai