Anda di halaman 1dari 14

Penelitian

490 Abdul Jalil

UPACARA HARI RAYA NYEPI SEBAGAI UPAYA PEREKAT


KEBERAGAMAN;
STUDI PADA PURA PENATARAN AGUNG JAGADHITA
KENDARI, SULAWESI TENGARA
Abdul Jalil
Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari Sulawesi Tenggara
abduljalil.uho@gmail.com
Artikel diterima 20 April 2018, diseleksi 17 Mei 2018, dan disetujui 25 Juni 2019

Abtrack Abstrak

This paper describes the the Nyepi Tulisan ini hendak melihat kembali
ceremony Kendari ,. The ceremony is pelaksanan upacara Nyepi bagi masyarakat
not exactly have the same detail as the Hindu yang notabene hidup di Kota
implementation of Nyepi in Bali, India, Kendari, sebuah kota yang bukan Bali,
and Nepal. The packaging of ceremonies, bukan India dan bukan pula Nepal, dua
ordinances, and places of worship are negara dan satu propinsi ini merupakan
different, but they worshiped the same God. basis pemeluk agama Hindu. Artinya tentu
This research focuses on Nyepi activities at banyak hal yang secara rinci tidak sama
Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari, persis dengan pelaksanaan nyepi di Bali,
in addition to being the single largest Pura India, dan Nepal. Desain atau kemasan
in Southeast Sulawesi, also located in the upacara, tata cara, dan tempat ibadahnya
middle of Kendari city. The day of Nyepi is berbeda, namun Tuhan yang dipuja adalah
to fast from 06.00 to 06.00 on the following sama. Penelitian ini fokus pada kegiatan
day, of four things: observe geni, observe Nyepi di Pura Penataran Agung Jagadhita
the work, observe the siege, and observe Kendari, selain sebagai satu satunya Pura
the auction. terbesar di Sulawesi Tenggara, juga terletak
di tengah-tengah kota Kendari. Pelaksanaan
Keywords: Ceremony, Pura, Hari Raya hari raya Nyepi adalah sebuah lelakon bagi
Nyepi, Diversity. umat Hindu (Hinduisme) dengan bentuk
melakukan puasa dari jam 06.00 sampai
jam 06.00 hari berikutnya dengan tetap
mengindahkan hal-hal yang tidak boleh
dikerjakan atau puasa pada 4 (empat) hal:
amati geni, amati karya, amati lelungan,
dan amati lelanguan.
Kata Kunci: Upacara, Pura, Hari Raya
Nyepi,Keberagaman.

HARMONI Juli - Desember 2018


Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 491

PENDAHULUAN melaksanakan Praktik Kuliah Lapangan


(PKL) mata kuliah Multikulturalisme
Hari Raya Nyepi yang dilakukan
disebutkan bahwa masyarakat Hindu
oleh masyarakat Hindu merupakan
yang sembahyang di Pura Penataran
kegiatan dalam rangka memenuhi
Agung Jagadhita adalah Pura ala Bali,
kebutuhan, baik kebutuhan spiritual,
beberapa ornamennya mirip di Bali,
kebutuhan rohani, maupun kebutuhan
bahkan untuk pengerjaan Pura Penataran
jasmani. Pelaksanaan hari raya nyepi
Agung Jagahita yang di renovasi pada
yang dilakukan melalui tatanan atau
tahun 2008 mendatangkan tukang atau
rangkaian upacara nyepi diakui sebagai
ahli Pura dari Bali. Prinsip bagi agama
bentuk pengakuan adanya kekuatan
Hindu adalah konsep desa, kala dan tatwa,
diluar kemampuan dirinya, yang
menyesuaikan dengan tempat, waktu
disebut dengan kekuatan supranatural.
dan tidak bertentngan dengan konsep
Keyakinan ini menunjukkan bahwa
Weda atau aturan kitab suci. Bagi Hindu
pada diri seseorang tidak dapat
yang berkembang di Jawa diistilahkan
dipisahkan dengan makrokosmos atau
dengan Hindu Kejawen, di Sulawesi
alam semesta atau jagadgedhe yang
Selatan dengan sebutan Hindu Tolotang,
melingkupi kehidupannya (Clifford
dan Hindu Alukto dolo, di Kalimantan
Geertz, 1981: 15). Nyepi sebagai sebuah
dikenal dengan Hindu Kharingan. Selain
hari raya dengan pelaksanaan upacara,
itu, dalam agama Hindu, umat atau
meminjam istilah Koentjaraningrat
pemeluknya dibebaskan mengagumi
(1985:43) dapat dikategorikan sebagai
atau mengidolakan Sang Hyang Widhi
upacara tradisional yang berkaitan
Wase (Tuhan).Jika mengidolakan Dewa
dengan kebutuhan sosial kemasyarakan,
Wisnu, maka memuja dan memohonnya
meskipun pelaksanaannya setiap umat
selalu menyebut dan meminta kepada
Hindu tidak selamanya sama. Bisa jadi
Dewa Wisnu. Hal ini, disebut dengan
mereka umat Hindu yang tidak hadir di
konsep Ista Dewata, yaitu boleh memilih
Pura juga melaksanakan lakon caturbrata
dewa untuk dijadikan dewa idaman.
semata dan beribadah di rumah sendiri
tanpa menghadiri sembahyang di Pura. Selain upacara Nyepi yang
diperingati setahun sekali sebagai tahun
Pelaksanaan upacara bagi
baru saka, juga ada peringatan hari raya
masyarakat yang beragama tentu sebuah
Galungan, hari raya Kuningan, dan hari
pandangan yang biasa karena sudah
Saraswati. Kedua hari raya ini sebagai
sebagai pemeluk agama yang baik akan
simbol hari kemenangan Dharma atas
menjalankan ibadah sesuai dengan
Adharma. Sementara hari Saraswati
ajaran-ajaran. Masyarakat Hindu yang
dimaknai sebagai hari turunnya ilmu
tinggal di Kota Kendari, menjalankan
pengetahuan. Pura Penataran Agung
ibadah atau upacara Nyepi di Pura adalah
Jagadhita Kendari secara struktur
sesuatu yang wajar. Penulis mengamati
bangunan terdiri dari tiga tingkatan:
tradisi upacara Nyepi yang dilakukan di
pertama, Nista Mandalaa/ atau wilayah
masyarakat yang bukan merupakan lokasi
pura paling luar atau paling rendah yaitu
mayoritas beragama Hindu. Meskipun
berupa tempat parkiran dan halaman di
secara umum, sebagaimana hasil
depan pendopo; Kedua, Madya Mandala
assesmen awal pada tanggal 28 Desember
adalah wilayah pura bagian tengah/
2017 bersama dengan mahasiswa saat
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2
492 Abdul Jalil

sedang yaitu tempat balai panjang atau Kajian Literatur


tempat pertemuan atau belajar, dan balai
Upacara Nyepi
gong; Ketiga, Utama Mandala/ yaitu bagian
atau areal pura paling dalam sebagai Upacara adalah sistem aktivitas,
tempat pelaksanaan persembahyangan rangkaian, atau tindakan yang ditata
umat Hindu. oleh adat atau hukum yang berlaku
dalam masyarakat yang berhubungan
Dalam pengamatan penulis, saat
dengan berbagai macam peristiwa tetap
pelaksanaan perayaan upacara nyepi
yang biasanya terjadi dalam masyarakat
di Pura Penataran Agung Jagadhita
yang bersangkutan (Koentjaraningrat,
Kendari pada tanggal 16 Maret 2018
1980:140).Lebih lanjut, Koentjaraningrat
dapat digambarkan bahwa sebelum
membedakan jenis upacara dalam
pelaksanaan sembahyang, di area
kehidupan masyarakat: upacara
pendopo dilakukan penyucian dengan
kelahiran, upacara perkawinan, upacara
beberapa media atau sesajen yang telah
penguburan dan upacara pengukuhan
disediakan dari bawaan umat Hindu, juga
kepala suku. Upacara pada umumnya
beberapa dari pengurus Parisada Hindu
memiliki nilai sacral oleh masyarakat
Dharma Indonesia (PHDI) Sulawesi
pendukung kebudayaan tersebut.
Tenggara dengan dipandu pandita/
imam. Setelah dirasa cukup waktu, dan Upacara adat adalah suatu upacara
umat dipastikan hadir semua, maka yang secara turun-temurun dilakukan
semua umat diharapkan memasuki area oleh pendukungnya di suatu daerah.
madyamandala dalam rangka persiapan Dengan demikian, setiap daerah memiliki
menurunkan simbol Tuhan/Dewata. upacara adat sendiri-sendiri seperti
Sembari proses penycian dilakukan oleh upacara adat perkawinan, kelahiran dan
Pandita yang ditunjuk, juga ada aktivitas kematian. Upacara adat yang dilakukan
diatas balai kul kul yang berjumlah 2 atau memiliki berbagai unsur: pertama, Tempat
3 orang sebagai penabuh, juga beberapa berlangsungnya upacara. Tempat yang
petugas yang bagian mengoperasikan di gunakan untuk melangsungkan suatu
gamelan di balai Gong. Setelah dirasa upacara biasanya adalah tempat keramat
cukup proses penyucian, maka semua atau bersifat sacral/suci, tidak setiap orang
umat diharapkan untuk merapat dalam dapat mengunjungi tempat tersebut.
rangka persiapan sembahyang.Tentu Tempat tersebut hanya dikunjungi oleh
masih ada proses lagi setelah sembahyang, orang-rang yang berkepentingan, dalam
yang nanti akan dijelaskan lebih rinci hal ini adalah orang yang terlibat dalam
dalam hasil penelitian. Berangkat dari pelaksanaan upacara seperti pemimpin
latar belakang tersebut, maka penelitian upacara; kedua, Saat berlangsungnya
ini ingin menjawab permasalahan upacara/waktu pelaksanaan. Waktu
bagaimana praktik atau pelaksanaan pelaksanaan upacara adalah saat-saat
upacara Nyepi di Pura Penataran Agung tertentu yang dirasakan tepat untuk
Jagadhita Kendari, Sulawesi Tenggara. melangsungkan upacara; ketiga, Benda-
benda atau alat upacara. Benda-benda
atau alat dalam pelaksanaan upacara
adalah sesuatu yang harus ada semacam
sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam

HARMONI Juli - Desember 2018


Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 493

sebuah upacara adat; keempat, Orang- Keagamaan.Kedua, Sistem Keyakinan.


orang yang terlibat didalamnya. Orang- Ketiga, Sistem Ritus dan Upacara. Keempat,
orang yang telibat dalam upacara adat Peralatan Ritus dan Upacara. Dan
adalah mereka yang bertindak sebagai Kelima, Umatagama (Koentjaraningrat,
pemimpin jalanya upacara dan beberapa 1980: 80). Kemudian Koentjaraningrat
orang yang paham dalam ritual upacara menggolongkan upacara sesuai dengan
adat (Koentjaraningrat 1980:241). peristiwa atau kejadian dalam kehidupan
manusia sehari-hari yaitu: Pertama,
Lain halnya dengan konsep
Slametan dalam rangka lingkaran hidup
upacara tradisional, yang hakikatnya
seseorang seperti selametan hamil
dilakukan untuk menghormati, memuja,
tujuh bulan, kelahiran, kematian dan
mensyukuri dan meminta keselamatan
saat setelah kematian, Kedua, selametan
pada leluhur dan Tuhannya. Pemujaan
yang berkaitan dengan bersih desa,
dan penghormatan kepada leluhur
penggarapan lahan pertanian dan
bermula dari rasa takut, segan dan hormat
pasca panen. Ketiga, selametan yang
kepada leluhurnya. Perasaan ini timbul
berhubungan dengan hari-hari dan
karena masyarakat mempercayai adanya
bulan-bulan besar Islam, Keempat,
sesuatu yang luar biasa yang berada
selametan pada saat-saat tidak tertentu
di luar kekuasaan dan kemampuan
yang berkenaan dengan kejadian kejadian
manusia yang tidak tampak oleh mata.
seperti menempati rumah baru, menolak
Penyelenggara upacara adat dan segala
bahaya dan lain-lain (Koentjaraningrat,
aktifitas yang menyertainya mempunyai
1979: 341).
makna bagi warga yang bersangkutan.
Dalam hal ini, upacara adat dapat Adapaun upacara nyepi adalah
dianggap sebagai penghormatan terhadap upacara saat hari raya umat Hindu yang
roh leluhur dan rasa syukur terhadap dirayakan setiap  tahun sebagai
Tuhan, disamping juga sebagai sarana peringatan tahun Baru Saka. Nyepi tahun
sosialisasi dan pengukuhan nilai-nilai ini jatuh pada hari Sabtu 17 Maret 2018,
budaya yang berlaku dalam kehidupan bersamaan jatuhnya dengan Hari Suci
masyarakat sehari-hari. Hal ini sesuai Saraswati (Surat Edaran PHDI Sultra,
dengan pandangan R. Otto bahwa semua 2018), sehingga menjadi acara langka.
sistem religi, kepercayaan dan agama Dalam mempersiapkan hari Raya Nyepi,
berpusat pada satu konsep tentang hal umat Hindu melakukan berbagai macam
yang ghaib (mysterium) yang dianggap kegiatan atau aktivitas upacara sebagai
maha dahsyat (tremendum) dan keramat bagian dari kewajiban suci yang mutlak
(sacer) oleh manusia (Koentjaraningrat, dilaksanakan. Nyepi menurut Made
1980: 65). Awanita dipahami sebagai peringatan
tahun baru saka yang jatuh pada penanggal
Selain itu, ada juga upacara nyadran,
apisan sasih kedasa, yakni sehari setelah
yaitu perayaan yang dilaksanakan di
Tilem Kesanga (pancadasi krsna paksa
bulan-bulan dan di tempat-tempat
sasih kesanga). Hakekat Nyepi adalah
tertentu yang dianggap keramat oleh
penyucian bhuwana agung (makrokosmos)
masyarakat desa. Koentjaraningrat
dan bhuwana alit (mikrokosmos)
mengatakan bahwa upacara religi selalu
untuk mewujudkan kesejahteraan dan
memuat komponen-komponen yang
kebahagiaan lahir dan bathin, terbinanya
dianggap penting, yaitu:Pertama, Emosi
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2
494 Abdul Jalil

kehidupan yang berlandaskan atas pemikiran. Bagi yang pro pluralitas


satyam (kebenaran), siwam (kesucian), agama, keberagaman agama ini dianggap
dan sundaram (keharmonisan/keindahan) sebagai hal yang positif. Hal ini disebabkan
(Made Awanita, tt:3). karena keberagaman di Indonesia ini
bisa menjadikan Indonesia sebagai
contoh yang baik, bagaimana kehidupan
Keberagaman kerukunan antar agama. Keberagaman ini
memang harus dipertahankan dan setiap
Konsep “keberagaman” dari kata
umat agama harus bisa menghormati
dasar “ragam”, terkadang juga menjadi
umat agama lain. Keragaman adalah
keragaman (diversity) sebenarnya lahir
kondisi dimana masyarakat terdapat
bersamaan dengan konsep plurality
perbedaan-perbedaan dalam berbagai
(pluralitas), berbeda dengan konsep
bidang terutama suku bangsa, ras, agama,
multikulturalisme yang lahir belakangan,
ideologi dan budaya. Untuk poin ideologi,
yakni sekitar tahun 1970-an. Gerakan
ideologi yang dimaksud adalah ideologi
multikulturalisme muncul pertama kali
individu sementara ideologi masyarakat
di Kanada dan Australia, kemudian di
Indonesia sendiri adalah Pancasila.
Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman
Keragaman berasal dari kata ragam  yang
kemudian disusul oleh Negara-negara
dalam kamus besar bahasa Indonesia
lainnya (Giri Wiloso, 2011: 1-2). Ketiga
berarti macam atau jenis.
istilah ini, memliki titik perbedaan
yang sangat nampak. Konsep pluralitas Keberagaman merupakan sesuatu
mengandaikan adanya ’hal-hal yang yang didengungkan demi mencapai
lebih dari satu’ (many). Keragaman kedamaian yang diinginkan bersama.
menunjukkan bahwa keberadaan Selain itu, keberagaman juga merupakan
yang ’lebih dari satu’ itu berbeda- salah satu potensi pemicu konflik. Dalam
beda, heterogen, dan bahkan tak dapat arti yang luas, keberagaman mewujud
disamakan. Sedangkan multikulturalisme dalam perbedaan identitas, keyakinan,
memberikan penegasan bahwa ataupun pemikiran (M. Iqbal Ahnaf, dkk,
dengan segala perbedaannya itu 2016:57). Dalam istilah lain, keberagaman
mereka adalah sama di dalam ruang biasanya merujuk pada pola hubungan
publik sehinggadibutuhkan kesediaan agama dan budaya masyarakat setempat.
menerima kelompok lain secara sama
Keberagaman menurut penulis
sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan
dapat diklasifikasikan dalam terminologi
perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa,
“keragaman”, yaitu upaya untuk
ataupun agama.
memberikan pengakuan dan membuka
Lebih lanjut, pelbagai pendapat ruang akses untuk berekspresi bagi semua
tentang keberagaman merupakan sesuatu elemen di setiap institusi yang bersandar
yang didengungkan demi mencapai pada jati diri masing-masing, dan
kedamaian yang diinginkan bersama. kemudian saling berkomunikasi tanpa
Pada saat yang sama, keberagaman juga harus saling meminggirkan (Suhadi, dkk,
dianggap salah satu potensi yang cukup 2016: iv). Lebih lanjut, dalam kategori
kuat sebagai pemicu konflik. Dalam arti keragaman dapat dibedakan menjadi: (a)
yang luas, keberagaman mewujud dalam keragaman antaragama; (b) keragaman
perbedaan identitas, keyakinan, ataupun aliran/ paham di dalam sebuah agama;
HARMONI Juli - Desember 2018
Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 495

(c) keragaman etnik atau asal daerah; Bale Kulkul, Bale Pedawasara, Wantilan,
(d) keragaman dalam hal kecerdasan; (e) dan Pengaspalan Kanista Mandala.
keragaman dalam hal anak berhadapan Pada Tahun 2016 telah digunakan untuk
dengan hukum (Suhadi, dkk, 2016: v). beberapa kali penataan, selain juga masih
ada perbaikan-perbaikan atau perehaban
dari bangunan Pura dan bangunan
METODE
pendukung lainnya, sehingga tampak
Penelitian ini dilakukan di asri. Pada tahun 2008, setelah dilakukan
Pura Penataran Agung Jagadhita rehab juga telah dilakukan upacara
Kendari Sulawesi TenggaraData Upacara pamelaspasan, mapedagingan,
diperoleh pada saat upacara Nyepi ngenteg linggih, malabuh gentuh dan
maupun saat melakukan kunjungan mapekelem ring segara, yaitu sebuah
praktik kuliah lapangan bersama upacara untuk penyelesaian bangunan
mahasiswa yang mengambil mata pura, sekaligus penyucian sehingga
kuliah multikulturalisme. Penelitian Pura telah dapat dimanfaatkan sebagai
ini menggunakan metode etnografi, tempat suci. Pelaksaan kegiatan tersebut
melakukan observasi dan interview bersamaan dengan agenda Nasional
langsung pada informan. Lebih dari itu, yaitu Utsawa Dharma Gita Nasional X
penelitian ini ingin memotret bagaimana 4-8 Agustus 2008 (Prasasti Pura), sebuah
upacara nyepi dilakukan di Pura tersebut. lomba atau pentas seni baca Weda, yang
Data terdiri dari primer dan sekunder. di pusatkan di Sulawesi Tenggara sebagai
Data primer didapat melalui observasi, tuan rumah. Pura ini   disungsung oleh
wawancara, dan dokumentasi dari Banjar Sindhu Merta Kota Kendari,
subyek yang menjadi objek penelitian, yang sampai saat ini didukung oleh 210
bagaimana subyek itu berfikir, hidup, KK(Dokumen Praktik Kuliah Lapangan,
dan berperilaku (Suwardi Endra Swara, Desember 2017).
2003: 50). Data sekundernya terdiri dari
beberapa sumber pustaka, baik elektronik
(internet) maupun cetak, seperti: buku, Deskripsi Kasus
jurnal, dan hasil penelitian yang terkait.
Merujuk surat edaran Parisada
Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
PEMBAHASAN Majelis Tertinggi Agama Hindu Provinsi
Sulawesi Tengara perihal Perayaan Nyepi
Pura Penataran Agung Jagadhita
Tahun Baru Saka 1940, atau tahun 2018
Kendari Sulawesi Tenggara terletak
memiliki tema nasional Melalui Catur
didekat kompleks bangunan P2ID (Pusat
Bratha Penyepian, Kita Tingkatkan Soliditas
Promosi dan Informasi Daerah) Provinsi
Sebagai Perekat Keberagamaaan Dalam
Sulawesi Tenggara dan Kantor Camat
Menjaga Keutuhan NKRI dimaksudkan
Kadia, Kota Kendari. Pura ini berdiri
agar perayaan nyepi untuk tahun 2018
tahun 1985, sebagai Pura terbesar di
bagi seluruh kabupaten/kota se Sulawesi
Sulawesi Tenggara, dan mengalami
Tenggara berpedoman pada surat ini. Isi
pemugaran tahun 2008, meliputi
surat ini antara lain:pertama,diperingatinya
bangunan: Padmasana dan perluasan
Hari Suci Nyepi sekaligus pelaksanaan
Utama Mandala serta pembangunan
Hari Suci Saraswati yang keduanya
Bale Pawedan, Panglurah, Candi Bentar,
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2
496 Abdul Jalil

diperingati pada tanggal yang sama yakni raya nyepi dengan cara menghanyutkan
17 Maret 2018; kedua,kegiatan Ritual, kotoran alam dengan menggunakan
ketiga,kegiatan Sosial. Fokus penelitian air kehidupan, dan untuk kepercayaan
ini adalah pada kegiatan ritual, antara umat Hindu, melasti dilakukan di
lain: acara Melasti/Makiyis, Upacara sumber air, pinggir laut, dan danau
Tawur Kesanga, Amati Geni (sipeng), yang disebut Tirta Amerta. Berhubung
dan Ngembak Geni.Hari Suci Saraswati di Pura Jagadhita Kendari, sebagaimana
oleh umat Hindu sebagai hari turunnya kesepakatan pengurus PHDI sebelumnya
ilmu pengetahuan, sebagaimana hasil bahwa kegiatan Nyepi dengan melakukan
wawancara dengan salah satu informan: rangkaian acara dilakukan di dekat laut
hanya 2 (dua) tahun sekali, maka melasti
Hari Suci Saraswati biasanya
dilakukan di tempat yang dianggap
diperingati 6 (enam) bulan sekali,
sebagai sumber tirta amerta, misalnya
nah untuk hari Suci Saraswati
ada letak atau tempat yang disitu
bulan ini bersamaan jatuhnya
terdapat aliran air di dekat pancuran air,
dengan pelaksanaan hari Nyepi.
air aktif/hidup sebagai simbol sumber
Hari raya Saraswati adalah hari
tirta amerta.Sebelum persembahyangan
turunnya ilmu pengetahuan suci.
dimulai, kita diharuskan membasuh
Dalam menentukan hari suci
muka ataupun menyentuh air,yang
Saraswati, menganut penanggalan
gunanya untuk membuang karma buruk.
atau kalender Bali, yakni jatuhnya
Hal ini dinyatakan oleh informan:
pada saniscara umanis wuku watu
gunung, yang jatuhnya setiap 210 Melasti di Desa Lapoa Konawe
hari atau enam bulan, setiap bulan Selatan sebagaimana saya dan
jumlah harinya adalah sama yaitu keluarga melakukan kegiatan
35 hari. Biasanya kegiatan hari Melasti dapat diceritakan bahwa
Suci Saraswati dilakukan dengan tepat pukul 08.00 WITA satu hari
kegiatan persembahyangan pagi, sebelum perayaan Nyepi, semua
dan malamnya dilaksanakan juga umat Hindu berkumpul di Pura,
persembahyangan yang dilanjutkan kegiatan melasti adalah kegiatan
dengan malam Sastra (diskusi yang sakral karena pasca kegiatan ini
agama) (wawancara dengan Desak adalah sembahyang, maka biasanya
Yuki Widyastuti, 25 Maret 2018). didahului dengan membasuh muka
atau menyentuh air (wawancara
Dari sini apa yang tertulis dalam
dengan Sayu kadek Dwi Evayanti,
pedoman perayaan nyepi secara nasional
21 Maret 2018). Sementara ada
bahwa pelaksanaan hari suci Nyepi dan
juga melasti dilakukan 3 (tiga) hari
hari suci Saraswati jatuh pada tanggal 17
sebelum perayaan Nyepi.
Maret 2018 hari Sabtu.
Senada dengan keterangan Desak
Yuki bahwa upacara Melasti biasanya
Acara Melasti/Makiyis dilaksanakan 3 (tiga) hari sebelum
penyepian, namun ada juga yang
Acara Melasti/Makiyis adalah
melaksanakan satu hari menjelang
Upacara yang dilakukan untuk
perayaan Nyepi, misalnya di Desa
mensucikan diri sebelum melakukan hari
Arongo, yakni segala perlengkapan di
HARMONI Juli - Desember 2018
Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 497

Pura dibawa ke Beji dan kembali dibawa terkendala biaya. Namun jika tidak
kePura untuk di simpan karena sudah pergi kepantai, bukan berarti tidak
dibersihkan secara agama. Setelah bisa melaksanakan upacara melasti.
semua perlengkapan di Pura disimpan, Upacara melasti bisa dilaksanakan
selanjutnya umat Hindu melaksanakan diBeji (disimbolkan pantai).
tawurkesanga di perempatan jalan. Yaitu (wawancara dengan Desak Yuki, 19
Mecaru dengan ayam manco sato (hasil Maret 2018).
wawancara dengan Desak Yuki, 19 Maret
2018). Manco sato adalah 5 (lima) ayam
yang berbulu beda yaitu :pertama, ayam
putih uripnya 5; kedua, ayam putih siungan
uripnya 7; ketiga, ayam biyung uripnya
9; keempat, ayam hitam uripnya 4; dan
kelima, ayam berumbun uripnya 8. Lebih
lanjut, Yuki menjelaskan bahwa makna
melaksanakan tawan agung adalah untuk
mengharmonisasikan lingkungan dan
tempat desa dalam wujud pembersihan
Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Dokumen dari Shayu Kadek, Maret 2018.Kegiatan Nyepi
Berikut keterangan Yuki, ketika saya dengan melakukan melasti di sumber yang banyak air.
wawancarai terkait kegiatan Nyepi
di Desa yang dia dan keluarganya
merayakannya di Desa Arongo: Upacara Tawur Kesanga

Setiap tahun umat Hindu Upacara Tawur Kesanga,


melaksanakan hari raya nyepi. dilaksanakan di masing-masing provinsi,
Sebelum hari raya nyepi umat kabupaten/Kota dan Desa pada hari
hindu melaksanakan pemelastian/ Jum’at atau satu hari sebelum perayaan
melasti. Tujuan dari melasti adalah nyepi yakni pada 16 Maret 2018. Menurut
untuk Menyucikan Bhuana Agung informan, upacara nyepi diawali dengan
(Bhuana Agung adalah semua tawur di dalam pura atau yang terletak
gugusan antara lain : matahari, di wilayah madya, kemudian dilanjutkan
bintang, planet, bumi, bulan dan diluar dengan tujuan membayar atau
yang menajdi isi dari alam semasta mengembalikan hal-hal yang negatif
ini) dan Bhuana Alit (Bhuana kepada hal-hal yang positif. Lebih lanjut,
Alit adalah dunia kecil atau alam alam perlu dijaga secara harmonis, baik
kecil yaitu isi dari jagat raya atau makrokosmos maupun mikrokosmos
alam semesta, seperti manusia, (wawancara Kadek, 29 Maret 2018).
binatang,tumbuh-tumbuhan, dan Upacara tawur kesanga ini adalah upacara
yang lainnya). Upcara melasti ritual yang memberikan persembahan
dilaksanakan di pinggir pantai. korban kepada para Bhuta Kala, agar alam
Namun umat Hindu di Desa semesta ini selalu senantiasa harmonis
Arongo biasanya melaksanakan beredar sesuai dengan hukum alam,
upacara melasti di pinggir pantai sehingga hal ini akan dapat memberikan
setiap 2 (dua) tahun sekali karena kesejahteraan dalam kehidupan dan
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2
498 Abdul Jalil

ketenteraman di alam dunia fana ini berlangsung pada tanggal 17 Maret


(Dewa Made Karthadinata, 11). Upacara 2018 pukul 06.00 sampai dengan
ini sama halnya dengan ritual-ritual tanggal 18 Maret 2018 pukul 06.00
di Jawa, misalnya: upacara ritual yang waktu setempat dengan melaksanakan
masih dilaksanakan di Pedesaan Catur Brata Penyepian. Sipeng adalah
maupun daerah-daerah pinggir pantai bahasa Bali yang mempunyai arti sepi
seperti upacararitual bersih desa, upacara dan atau tidak ada aktivitas bagi umat
sedhekah bumi, upacara wisuda bumi, Hindu. Terminologi sipeng atau nyepi
upacara sedhekah laut dan sebagainya, sebenarnya merujuk pada kalender Saka,
dan merupakan persembahan tulus sementara kegiatan ini juga dibarengkan
ikhlas dari masyarakat setempat sebagai dengan hari suci Saraswati karena
ucapan terimah kasih kepada Tuhan Yang bertepatan dengan hitungan kalender
Maha Esa, karena dapat memberikan Bali yang tepat 35 harinya. Artinya hari
hasil panen maupun tangkapan melaut suci Saraswati diselenggarakan 2 kali
yang demikian melimpah, tentu hal ini dalam setahun. Menurut kalender Bali, 1
dikarenakan adanya keharmonisan Jagat bulan tepat dengan 35 hari, jika setahun
Ageng maupun Jagat Alit (Abdul Jalil, 2 kali pelaksanaan, maka 6 bulan sekali
2015: 107).Kembali pada makrokosmos diselenggarakan hari suci Saraswati
dan mikrokosmos seperti yang telah atau 6 (bulan) dikali (x) 35 (hari) maka
diuraikan di depan bahwa alam berjumlah 210 hari, pada hitungan inilah
makrokosmos dijaga ketat oleh Dewata terjadi hari suci Saraswati (Wawancara
Nawa Sanga, dengan tujuan tiada lain dengan Kadek, 29 Maret 2018).Lakon
adalah untuk menjaga keseimbangan catur bratha biasanya dilakukan pada
maupun keharmonisan jagat raya, hari pertama di bulan kesepuluh atau
agar tidak menyimpang dari hukum dalam terminologi Hindu, Penanggal
peredarannya. apisan sasih kedasa atau hari pertama sasi
kadasa. (olahan hasil wawancara dengan
Kadek, 21 Maret 2018).
Tawur Agung Kesanga Nasional Istilah catur brata merupakan
Tawur Agung Kesanga Nasional ungkapan lain dari amati geni, amati
tidak akan diuraikan dalam penelitian karya, amatai lelungan, dan amati
ini, selain fokus penelitian ini bagaimana lelanguan/hiburan yang merupakan
pelaksanaan kegiatan upacara Nyepi rekonstruksi dari Parisada Hindu
di Pura Penataran Agung Jagadhita Dharma Indonesia (PHDI). Awal mula
Kendari, juga kegaiatn Tawur Agung istilah amati geni, amati karya, amatai
Kesanga Nasional dipusatkan di Candi lelungan, dan amati lelanguan/hiburan
Prambanan Jawa Tengah pada tanggal 16 bersumber dari sebuah susastra Hindu
Maret 2018. yang bernama Lontar Sunarigama. Lebih
rinci makna filosofi dari amati geni berarti
masyarakat khususnya umat Hindu yang
Amati Gni/sipeng masih memegang teguh prinsip tersebut
berarti tidak boleh menyalakan api,
Amati geni atau sipeng, sebuah
cahaya dan sejenisnya, lebih lagi harus
lakon yang diisi dengan melaksanakan
bisa mengendalikan hawa nafsu atau
catur bratha penyepian. Kegiatan ini
HARMONI Juli - Desember 2018
Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 499

amarah. Pelaksanaan Nyepi dialkukan Ngembak Geni, adalah rangkaian terkahir


dengan melakukan empat pantangan, dari hari Nyepi jatuh pada penanggal
yaitu amati geni yaitu tidak menyalakan ping kalih sasih kedasa. Pada hari ini umat
api, tidak sebatas api fisik tetapi api nafsu Hindu melakukan simakrama (silaturahmi)
di dalam diri, amati karya artinya tidak dengan sanak keluarga (keluarga besar)
bekerja, atau melakukan aktivitas, amati dan dengan para tetangga. Tujuannya
lelungan artinya tidak bepergian keluar adalah mengucapkan syukur dan saling
rumah, dan amati lelanguan artinya tidak maaf memaafkan satu sama lain, dengan
mengadakan hiburan atau puasa selama harapan memulai lembaran tahun baru
24 jam. Inilah bentuk kewajiban yang yang bersih. Simakrama ini mengandung
dilakukan oleh umat Hindu, ketika hari filosofi bahwa manusia yang diciptakan
H Nyepi di dalam keluarganya masing oleh Tuhan hendaknya hidup rukun dan
masing, yang walapun ada yang tidak damai dengan saling menyayangi satu
melakukan secara keseluruhan, akan dengan yang lain, saling memaafkan atas
tetapi wujud sipeng atau sepi wajib segala kesalahan dan kekeliruan yang
dilakukan tanpa terkecuali. pernah diperbuat pada waktu-waktu
yang lalu.

Ngembak Geni Saat hari Ngembak Geni, kegiatan


yang dilaksanakan oleh umat Hindu
Ngembak geni artinya mengakhiri mendatangi Pura terdekat untuk
bratha berupa catur bratha penyepian melakukan sembahyang bersama
tersebut, umat Hindu kembali beraktifitas dan saling memaafkan. Berikut hasil
normal seperti biasa. Kegiatan ngembak wawancara dengan Kadek selaku
gni dilakukan pada tahun ini dilaksnakan Sekretaris PHDI Propinsi Sulawesi
pada tanggal 18 Maret 2018 pukul 06.00 Tenggara:
waktu setempat. Mengakhiri Brata, atau
pantangan catur brata penyepian tersebut “Biasanya di edaran selalu
dengan kegiatan sembahyang bersama, disampaikan kalau ngembak
membuka brata atau puasa, melakukan geni, bisa dilakukan dengan
sembahyang dan simakrama/aturan mendatangi Pura-Pura terdekat
umat dan isinya adalah saling memafkan. untuk melakukan sembahyang dan
Sembahyang dan silaturohimbisa di desa, saling maaf memaafkan sebagai
kecamatan, kota, atau propinsi. Akhir bentuk melebar/mengakhiri bratha
aktivitas atau rangkaian nyepi dilakukan atau selesainya lakon catur bratha”
dengan kegiatan Dharma Santi Nyepi (wawancara Kadek, 3 April 2018).
atau Silaturahmi Nyepi secara umum Lebih lanjut, Kadek menjelaskan
bisa diselenggarakan minimal tidak boleh bahwa untuk di tingkat Provinsi Sulawesi
lewat dari 1 bulan dari nyepi, misalnya Tenggara kegiatan Dharma Santi Nyepi
hari nyepi jatuh pada tanggal 17 Maret dilakukan pada tanggal 15 April 2018
2018, maka Dharma Santi Nyepi tidak atau 1 bulan setelah nyepi akan dilakukan
boleh lebih dari 16 April 2018 (wawancara Dharmo Santi yang tujuanya adalah
dengan Kadek, 29 Maret 2018). menjalin silaturahmi dengan sesama umat
Senada dengan penjelasan Kadek, Hindu, baik masyarkat umum, PNS, TNI
Made Awanita menjelaskan bahwa dan Polri, dan juga umat lainnya, yang

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2


500 Abdul Jalil

dihadiri oleh pemerintah atau pejabat menyaksikan kita agar kita lebih dekat
terkait, yang kegiatannya dilakukan denganNya. Adapun bacaan mantranya
dengan menggelar berbagai aktivitas adalah Om, Namo Deva Adhi Sthanaya,
umat Hindu, dan ada standar kegiatan Sarva Viapi Vai Siva Ya, Padmasana Eka
yang ditetapkan oleh PHDI. Dalam Islam, Prastistaya, Ardhanaresvaryai Namonamah.
bisa disamakan dengan peristiwa halal bi Yang artinya Om, kepada Dewa yang
halal dengan mengundang para pejabat bersemayam pada tempat yang tinggi,
setempat. kepada Ciwa yang sesungguhnya berada
dimana-mana. Kepada Dewa yang
bersemayam pada tempat duduk bunga
Prosesi Persembahyangan teratai sebagai satu tempat, kepada
Ardhanareswari hamba menghormat.
Persiapannya, seperti Dupa, Bunga
dan Kwangen sebagai lambang kesucian. Sembah Yang keempat merupakan
Panca sembah sebagai wujud bakti kepada menyembah Sang Hyang Widhi /
Tuhan. Sembah Yang pertama merupakan Tuhan sebagai pemberi penganugrahan
sembah puyung atau sembah tanpa dengan kwangen atau bunga warna-
sarana yang bertujuan menyatukan bakti warni. Adapun tujuannya adalah
kita kepada Tuhan agar bisa menyatu. agar pintu rohani kita bisa menerima
Berikut bacaan mantranya sebagaimana anugrah sinar suci yang diberikan oleh
wawancara saya dengan salah satu Tuhan saat kita sembahyang. Berikut
jama’ah Hindu yang bernama Rusi. Om, isi mantra yang dibaca Om, Anugraha
Atma Tattvatma Suddhamam Svaha. Yang Mano Hara,Deva Dattanugrahaka, Arcanam
artinya Om, Atma atmanya kenyataan ini, Sarva Pujanam Namah Sarva Nugrahaka,
bersihkanlah hamba. Om Deva Devi Maha Siddhi, Yajnanga
Nirmalatmaka,Laksmi Siddhis Ca Dirghayuh,
Sembah yang keduamelalui
Nirvighna Sukha Vrddhis Ca. Artinya Om,
sarana bunga warna putih merupakan
Engkau yang menarik hati, pemberi
menyembah Sang Hyang Widhi/Tuhan
anugrah, Anugrah pemberian Dewa,
sebagai Sang Hyang aditya bertujuan
pujaan, hormat pada-Mu, pemberi semua
memohon agar persembahyangan kita
anugrah.Om, kemaha sidian Dewa dan
dituntun dan disaksikan olehNya.
Dewi, berwujud yadnya, pribadi suci,
Adapun bacaan mantranya Om, Aditya
kebahagiaan, kesempurnaan, panjang
Sya Param Jyoti, Rakta Teja Namo Stute,
umur, bebas dari rintangan, kegembiraan
Sveta Pankaja Madhyasta Bhaskara Ya
dan kemajuan.
Namo Stute. Yang diartikan Om, Sinar
Surya yang maha hebat, Engkau bersinar Dan Sembah Yang Kelima merupakan
merah, hormat pada Mu. Engkau berada permohonan atau pemujaan yang
di tengah- tengah teratai putih. Hormat terakhir, sebuah pemujaan dengan
padaMu pembuat sinar. tanpa sarana/tangan kosong bertujuan
mengucap syukur dan terimakasih
Sembah Yang ketiga merupakan
kepada Tuhan karena telah dituntun
menyembah Sang Hyang Widhi/Tuhan
dan diberikan anugrah saat melakukan
sebagai Ista Dewata dengan kwangen
persembahyangan yaitu sembah tanpa
dan bunga warna merah bertujuan sujud
sarana. Sama halnya dengan sembah
bakti kita kepada manifestasi Tuhan yang
Yang pertama tanpa sarana. Berikut
HARMONI Juli - Desember 2018
Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 501

bacaan mantranya: Om, Deva Sukma pada Pura Penataran Agung Jagadhita
Paramacintya Ya Nama Svaha. Om, Santih, Kendari) merupakan hal yang menarik
Santih, Santih, Om. Adapun artinya: Om, terutama bagi saya sendiri karena
Hormat Dan Terima Kasih Pada Mu yang dengan belajar dan memahami salah
tak terpikirkan yang maha tinggi dan satu kegiatan hari besar umat Hindu
maha gaib.Om, Damai, Damai, Damai, dapat menambah kekayaan tentang arti
Om. penting sebuah peribadatan. Selain itu,
apa yang penulis potret dalam kegiatan
upacara peringatan hari raya Nyepi di
salah satu Pura, kemudian mencoba
menghubungkan data yang sebagian
besar mahasiswa beragama Hindu
dalam pelaksanaan upacara Nyepi yang
noatebene di Kampung memberikan
kesempurnaan data tentang kegiatan
Nyepi. Upacara hari raya Nyepi secara
umum dapat dilakukan dengan rangkaian
kegiatan. Misalnya 3 (tiga) hari sebelum
Nyepi, telah dilaksanakan Melasti
atau Makiyis yaitu pembersihan atau
pensucian diri sebelum melaksanakan
Nyepi, meskipun pada kenyataanya,
Dokumen dari Abdul Jalil, April 2018.
Salah Satu Aktivitas Sembahyang pada Umat Hindu di Pura Melasti dapat dilakukan menjelang hari
Jagadhita H-1 Nyepi.Secara berurutan, kegiatan
Nyepi setelah Melasti kemudian Tawur,
Setelah proses persembahyangan baik Kasanga maupun Agung Kesanga
selesai, kemudian umat Hindu kembali Nasional, lalu Amati Geni (sipeng),
ke Pura untuk melakukan panca sembah dan Ngembak Geni. Kegiatan Nyepi
kembali,karena telah diberi anugrah dan sebagaimana yang diselenggarakan di
dituntun kembali dengan selamat,baru Pura Jagadhita Kendari dapat dijadikan
bisa kembali kerumah masing-masing, sebagai media dan upaya pemersatuan
malamnya atau sandikala/magrib umat-umat Hindu dari berbagai lapisan
melaksanakan upacara pengerupukan. masyarakat, dari berbagai tingkatan
Pengerupukan disini dimaksudkan status sosial, bahkan satu sama lain saling
untuk mengusir bhuta kala, makhluk yang bau membau untuk menyemerakkan
dianggap mengganggu manusia, saat dengan penuh kebersamaan.
besoknya melaksanakan Catur Bratha Hal lain, yang membedakan
Penyepian (wawancara dengan Pak kegiatan Nyepi di Pura dengan yang
Kadek, 1 April 2018). diselenggarakan di Desa-desa adalah
kemeriahan yang disimbolkan dengan
kemunculan ogoh-ogoh yang diarak ke
SIMPULAN
keliling desa guna mengusir makhluk
Diskursus upacara hari raya nyepi halus di desa agar kembali bersih,
sebagai upaya perekat keberagaman(studi sementara jika di Pura hanya sekedar

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2


502 Abdul Jalil

proses ritual upacara dengan beberapa UCAPAN TERIMA KASIH


prosesi yang sudah umum namun tidak
Di akhir tulisan ini, penulis sangat
semeriah di Kampung. Selain itu, di Pura
berterima kasih kepada pimpinan dan
Jagadhita Kendari atau tingkat propinsi
civitas akademika Kampus Hijau Bumi
melalui PHDI Propinsi akan mengakhiri
Tridharma Anduonohu Kendari, Sulawesi
kegiatan semarak yang dikemas
Tenggara, yang telah memberikan
dengan acara dharmasanti atau saling
kesempatan kepada penulis untuk
maaf memaafkan antar sesama yang
melakukan penelitian tentang isu yang
pelaksanaannya dilakukan tidak melebih
diangkat dalam tulisan ini, juga beberapa
30 hari dari upacara Nyepi, yakni 15 April
pihak dan informan yang terlibat dalam
2018 di Pura Penataran Agung Jagadhita
penggalian data dan informasi di dalamnya.
Kendari dengan mengundang para aparat
Tidak ketinggalan, terima kasih juga penulis
pemerintah Pripinsi dan Pusat, utamanya
tujukan kepada Mitra Bestari dan Pengelola
Dirjen Bimas Hindu Kementrian Agama
Jurnal Harmoni yang telah memberikan
dan PHDI Pusat.
catatan dan saran untuk perbaikan tulisan
ini, hingga bisa diterbitkan pada Jurnal
Harmoni edisi kali ini.

DAFTAR ACUAN
Ahnaf,dkk. M. Iqbal. PapuaMengelolaKeragamanPengalamanWargaKampungWonorejo,Kab.
Keerom, Papua. Yogjakarta: CRCS UGM, 2016.
Awanita, Made Kajian Makna Dan Nilai-Nilai Agama HinduDalam Tradisi Ngembak Geni
Nyakan Diwang Di Desa Banyuatis, Munduk, Gobleg, Gesing, Dan Kayuputih
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
Chahyawati, Dwi., Winarno, Dwi Suwarno., Astawa, I Ketut Diara, Aktualisasi Nilai-
Nilai Luhur Pancasila Dalam Upacara Melasti Petirtan Jolotundo Di Kecamatan
TrawasKabupaten MojokeRTO,tt. Universitas Negeri Malang.
Dokumen Praktik Kuliah Lapangan, Desember 2017.
Endra Swara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan.Yogyakarta: UGM Press: 2003.
Giri Wiloso, Pamerdi. Multikulturalisme Dalam Perspektif Antropologi. Makalah dalam
Seminar “Multikulturalisme Dan Integrasi Bangsa” Yang Diselenggarakan Oleh
Kementerian Kebudayaan Dan Pariwisata, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan Dan
Pariwisata Kabupaten Semarang pada tgl. 7 Juli 2011 di Kebon Raja, Jl. Soekarno-
Hatta Km. 25 Karangjati, Ungaran.
Jalil, Abdul. Memaknai Tradisi Upacara Labuhan Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat
Parangtritis. Jurnal el Harakah Vol.17 No.1 Tahun 2015.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991.
Karthadinata, Dewa Made. Estetika Hindu Dalam Kesenian Bali. Semarang: UNNES, 2008.
Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1979
Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta:Universitas Indonesia: 1980.

HARMONI Juli - Desember 2018


Upacara Hari Raya Nyepi Sebagai Upaya Perekat Keberagaman; Studi pada Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari,
Sulawesi Tengara 503

Suhadi, dkk. Mengelola Keragaman Di Sekolah-Gagasan dan Pengalaman Guru. Yogyakarta:


CRCS UGM, 2016.
Surat Edaran Perayaan Nyepi Tahun Baru Saka Tahun 1940 dari PHDI Propinsi Sulawesi
Tenggara.
Wawancara dengan Desak Yuki Widyastuti pada 19 Maret dan 25 Maret 2018
Wawancara dengan Kadek Yogiarta pada tanggal 23 Maret, 29 Maret, 1 April, 3 April
2018
Wawancara dengan Rusi Warsuma pada tanggal 19 Maret 2018
Wawancara dengan Sayu Kadek Dwi Efayanti pada tanggal 21 Maret 2018

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 17 No. 2

Anda mungkin juga menyukai