BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
berasal dari kata nikah )(انُكاحyang arti bahasa artinya mengumpulkan, saling
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
Ketuhanan yang Maha Esa”.17 Dari bunyi pasal tersebut arti dari perkawinan
adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri.
14
Departemen Pendidikan nasional, op.cit., h. 639
15
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta, 2010, h. 7
16
Wahbah Al-zuhaili, Al Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Beriut, Cet. Ke-3,
Dár al-fikr,1989, h. 29
17
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Arkola, Surabaya. h. 5
15
16
a) Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
c) Ikatan batin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada
Rukun Yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
18
Muttaqien Dadan, Cakap Hukum Bidang Perkawinan dan Perjanjian,
Insania Cita Pres, Yogyakarta, 2006, h. 59
17
dalam perkawinan.
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
Islam .
syarat.21
b. Rukun Perkawinan
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau
ِحَٓا بَاطِمٌ(سٔا
ُ َٓا فَ ُِكَاِٛ ٌِ َٔن
ِ ْشِ إِرْٛ ًََا ا ْيشََأةٍ َكَحَجْ ِبغُٚ َأ
19
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyyah, Bulan Bintang, Cet.Ke-1,
Juz 1, Jakarta, 1976, h. 9
20
Wahbah Al-zuhaili, op.cit., h. 36
21
Ibid.
22
Slamet Abidin Dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat, Cv. Pustaka Setia.
Bandung, 1999, h. 64-48
18
SAW:
d) Sighat akad nikah, sighat akad adalah ijab dan qabul. Keduanya
menjadi rukun akad, ijab diucapkan oleh wali atau wakilnya dari
Akad adalah gabungan ijab salah satu dari dua pembicara serta
macam yaitu:
a) Sighat
b) Calon Suami
c) Calon Isteri
d) Wali
23
Diriwayatkan oleh Daruquthni di dalam Sunnah Darutquthni,
Kitab “an-nikah,” jilid III, h, 225-226, nomor 22
24
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Dr. Abdul Wahab
Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat, Amzah, Jakarta, 2009, h. 60
19
e) Mahar.25
c) Wali
Suami, isteri dan Sighat . Bahkan bagi mazhab hanafi, rukun nikah
ini hanya ijab dan qabul saja(yaitu akad yang dilakukan oleh pihak
Rukun Perkawinan:
25
Prof. Dr. H. Abdul Hadi, M.A., Fiqh Munakahat, CV. Karya
Abadi Jaya, Semarang, 2015, h. 105-106
26
Ibid.
20
b) Adanya wali
dari rukun nikah dan sebaliknya Imam Syafi‟i mengatakan dua orang
sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami
istri. Syarat sah nikah adalah yang membuat akad itu patut menimbulkan
beberapa hukum. Jika satu syarat tidak ada, maka akadnya rusak, adapun
syarat sah akad ada tiga; adanya persaksiaan, wanita yang tidak haram
untuk selamanya atau sementara bagi suami, dan shighat akad hendaknya
selamanya.27
27
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Dr. Abdul Wahab Sayyed
Hawwas, op.cit., h. 100
21
istri.
perkawinan itu.
istri
28
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu
Fiqh, IAIN Jakarta, Jakarta, 1985, h. 49-50
22
„iddah.
6) Tidak dipaksa/ikhtiyar
2. Syarat-syarat Wali
berikut:
a. Beragama Islam
b. Laki-laki
c. Baligh
d. Berakal
3. Syarat-syarat Saksi
golongan hanafi saksi boleh satu orang laki-laki dan dua orang
d. Islam
sebagai berikut:
b. Tidak boleh ada jarak yang lama anatara ijab dan kabul yang
c. Ijab dan kabul dapat didengar dengan baik oleh kedua belah
29
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, op.cit., h. 64
24
adanya syarat yang harus dipenuhi pihak suami, yatu syarat yang manfaat
kepada calon suaminya untuk tidak membawanya keluar dari rumah atau
suami, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut , maka pihak wanita boleh
membatalkan pernikahan.31
Pasal 6
mempelai.
unur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang
tua.
30
Prof. Dr. H. Abdul Hadi, M.A., op.cit., h. 125-126
31
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Dar At-Tauji wa An-
Nashr Al-Islamiyah, 1999, h. 106
25
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal
maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang
tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
kehendaknya.
(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai ayat (5) pasal ini berlaku
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang
ayat (6).
jeld rukun dan syarat perkawinan. Rukun perkawinan dalam KHI pasal
1) Calon suami
2) Calon isteri
3) Wali nikah
32
Didiek Ahmad Supadie, Hukum Perkawinan Bagi umat Islam
Indonesia, Unissula Press, Semarang, 2015, h. 50
27
perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban
Para Imam madzhab pun juga menetapkan rukun dan syarat sahnya
perkawinan yang tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam Kompilasi
peraturan yang sudah diatur dalam KHI tidak memiliki perbedaan yang
berarti.
C. Prinsip-prinsip Perkawinan
dapat dijadikan dasar atau prinsip dari suatu perkawinan yang akan
كَُُٕٕاَٚ ٌٍَِْ يٍِْ عِبَادِكُىْ َِٔإيَا ِئكُىْ إَِٛايَٗ يِ ُْكُ ْى َٔانصَانِحََٚٔأَ َْكِحُٕا ا ْنؤ
ٌىِٛغْ ُِِٓىُ انَهُّ يٍِْ فَضِْهِّ َٔانَهُّ َٔاعِعٌ عَهُٚ َفُ َمشَاء
33
Abdul Rahman Ghozali. op.cit., h. 32
28
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan
ditandai dengan sebuah kata kerelaan calon istri dan calon suamiatau
bukan untuk suatu masa tertentu saja, maka Islam tidak membenarkan:
34
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, PT. Karya Toha
Putra, Semarang, 2010, h. 494
29
di mana pada waktu itu tentara Islam telah lama pisah dengan
kedua, wanita itu dikumpuli dan dicerainya agar dapat kawin lagi
dengan suami pertama. Jadi dalam nikah muhallil itu ada unsur
ٍعهَى تَعْض
َ ْعهَى ان ُِسَاءِ ِتًَا فَّضَمَ انَههُ تَعّْضَهُى
َ ٌَانرِجَالُ قَىَايُى
ِوَ ِتًَا أََْفَقُىا ِيٍْ أَيْىَانِهِىْ فَانصَانِحَاخُ قَاَِتَاخٌ حَافِظَاخٌ ِنهْغَ ْية
عهِيًا كَثِيرًا
َ ٌَِإٌَ انَههَ كَا
Artinya:”Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri),
karena Allah telah melebihkan sebagaian mereka (laki-laki ) atas
sebagaian yang lain(perempuan ) dan karena mereka (laki-laki)telah
memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah ) dan menjaga diri
saat(suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). [191].
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,[192]
hendekalah kamu beri nasehati kepada mereka dan tinggalkan lah
mereka di tempat tidur (pisah ranjang ) dan (kalau perlu) pukullah
mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari Alasan untuk menyusahkannya Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar”.35
bahwa suami berkuasa atas istri. Kelebihan suami atas istri dalam
35
Departemen Agama RI, op.cit., h. 108
31
dari warga yang ada dalam rumah tangga. Disamping itu, pada
umumnya laki-laki dikaruniai jasmani lebih kuat dan lebih lincah serta
dapat dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau
mendasar.
sebagai berikut:
dan material.
daftar pencatatan.
keturunan yantg baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya
suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang
bagi pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16
dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.
D. Tujuan Perkawinan
antaranya adalah
generasi yang akan datang.36 Hal ini terlihat dari isyarat ayat 1 surat
an-Nisa
َٓا انَُاطُ احَمُٕا سَبَكُىُ انَزِ٘ خَهَ َمكُىْ يٍِْ َفْظٍ َٔاحِ َذةٍ َٔخََهكَ يِ َُْٓاُٚ ََا أٚ
ٌَُٕشًا ََِٔغَاءً َٔاحَمُٕا انَهَّ انَزِ٘ حَغَاءَنِٛجَٓا َٔبَّثَ يِ ُْ ًَُٓا سِجَانًا كَث
َ َْٔص
garizah umat manusia bahkan juga garizah bai makhluk hidup yang
36
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, op.cit., 46
37
Departemen Agama RI, op.cit., h. 99
35
saluran yang sah dan legal bagi penyaluran nafsu syahwat tersebut
dan kasih sayan, hal ini terlihat dari Firman Allah SWT dalam surat
َجعَم
َ َٔ َٓاْٛ َغكُُُٕا إِن
ْ َغكُىْ َأصَْٔاجًا نِخ
ِ َُا ِحِّ أٌَْ خََهكَ َنكُىْ يٍِْ أََْفَٚٔيٍِْ آ
lima yaitu:
kerusakan.
38
Ibid., h. 572
36
meraih tujuan perkawinan ini dengan baik maka suami isteri perlu saling
material.
sangat sederhana namun memiliki makana yang sangat luas dan dalam,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari kalimat tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
39
Undang-undang Perkawinan, op.cit., h. 5
37
b. Perkawinan itu untuk selama-lamanya, hal ini dapat kita tarik dari
kata “kekal”.
Tahun 1974 bila kita rasakan adalah sangat ideal karena tujuan perkawinan
itu tidak hanya melihat dari segi lahiriah saja tetapi sekaligus terdapat
adanya suatu pertautan batin antara suam dan istri yang ditujukan untuk
membina suatu keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi
keduanya dan yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
mendapat ijin dari kedua orang tua. Pasal 6 tersebut menitik beratkan pada
izin silang orang tua kepada anak dan anak kepada orang tua atau
pengantinya. Ketentuan itu bertujuan agar suami dan isteri dapat membentuk
keluarga yang kekal dan bahagia, dan menyesuaikan hak asasi manusia
undang RI No. 1 tahun 1974, perkawinan harus disetuji oleh kedua belah
38
muda .Perkawinan usia muda dalam hal ini dapat diartikan perkawinan dalam
usia yang masih muda yaitu sangat diawal waktu tertentu, dalam artian
hak anak. Orang tua yang akan mengawinkan anaknya harus meminta izin
(2) Wali
(4) Keluarga
(5) Orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan keatas.
(6) Jika semua tidak ada maka izin dapat diperoleh dari Pengadilan Agama
setempat.41
perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan kuat dan baik, serta
siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara
laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu
40
Prof. Dr. H. Abdul Hadi, M.A., op.cit., h. 80
41
Ibid.,
39
dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak apresiatif terhadap makna
nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan
sebuah pernikahan.