Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“Identifikasi Bakteri Penyebab Meningitis”

Oleh:

Nama : ANDI RAHMA ANUGRAH

Nim : N10118138

Kelompok : 4 (EMPAT)

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................4
1.2 Tujuan Pembahasan..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
2.1 anatomi dan fisiologi dari cairan serebrospinal........................................................6
2.2 Keabnormalitasan dari cairan serebrospinal.............................................................8
2.3 Bagaimana cara menegakan diagnosis meningitis secara mikrobiologi ?.................9
a. Patofisiologi...........................................................................................................9
b. Manifestasi Klinis................................................................................................10
2.4 Mikroba yang berperan penting dalam terbentukya meningitis..............................14
BAB III PENUTUP..........................................................................................................15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................15
3.2 saran.......................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Meningitis adalah penyakit yang terjadi karena infeksi atau


peradangan pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis dan meningo-ensafalitis infeksiosa yang disebabkan oleh berbagai
agen seperti jamur, bakteri, mikobakteria, dan virus. Meningitis merupakan
masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan efisien untuk
menegakkan diagnosis. (Hafsoh, 2019)
Meningitis Bakteri yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. Meningitis
pneumokokal memiliki tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%. Pada sekitar
30% pasien yang bertahan hidup, terdapat sekuel defisit neurologik seperti
gangguan pendengaran dan defisit neurologik fokal lain. Individu yang
memiliki faktor risiko prognosis buruk adalah pasien immunocompromised,
usia di atas 65 tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah,
dan infeksi pneumo- kokus. Gangguan fungsi kognitif terjadi pada sekitar
27% pasien yang mampu bertahan dari MB (Eka,2017).
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan cairan serebrospinal (CSS)
melalui pleksus koroid atau kapiler serebral. Perpindahan bakteri terjadi
melalui kerusakan endotel yang disebabkannya. Seluruh area ruang
subaraknoid yang meliputi otak, medula spinalis, dan nervus optikus dapat
dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar dengan cepat. Hal ini menunjukkan
meningitis hampir pasti selalu melibatkan struktur serebrospinal. Infeksi juga
mengenai ventrikel, baik secara langsung melalui pleksus koroid maupun
melalui refluks lewat foramina Magendie dan Luschka (Eka,2017).
Berdasarkan informasi singkat diatas, maka penulis melakukan pencarian
informasi yang lebih lagi untuk menambah wawasan dan bisa menjadi salah
satu referensi yang digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis dengan
cepat dan tepat juga dapat memahamkan masyarakat umum untuk
menghindari terjadinya meningitis, selain itu dapat pula dijadikan salah satu
literature untuk memberikan tatalaksana oleh petugas kesehatan terhadap
pasien yang mengalami meningitis, Akan tetapi dalam hal ini penegakan
diagnosis yang dibahas akan lebih dititikberatkan pada penegakan diagnosis di
bidang mikrobiologi.

1.2 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan yang dari pembuatan makalah mengenai indentifikasi


bakteri penyebab meningitis yakni:
a. Mendeskripsikan kriteria cairan serebrospinal secara anatomi dan
fisiologi
b. Mendeskripsikan ciri-ciri dari cairan serebrospinal yang abnormal
c. Mendeskripisikan mikroba khususnya bakter penyebab meningitis
d. Menjelaskan bagaimana penegakan diagnosis yang tepat untuk
meningitis yang dititikberatkan pada aspek mikrobiologi.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 anatomi dan fisiologi dari cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal berperan penting mempertahankan hidup diantaranya


adalah menyokong dan melindungi otak dan medula spinalis, bertindak
sebagai bantalan dan peredam goncangan antara otak dan tulang tengkorak,
mempertahankan tekanan yang stabil di sekitar struktur otak, menjaga
kelembaban otak dan medula spinalis, sebagai pengangkut neurotransmiter,
nutrisi dan hasil metabolit otak, mempertahankan keseimbangan elektrolit dan
metabolit dan mengkompensasi perubahan volume darah intracranial .Cairan
serebrospinal diproduksi oleh pleksus koroideus yang terletak di ventrikel
lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Cairan serebrospinal juga diproduksi
oleh lapisan ependim ventrikel dan cairan ekstraseluler dari parenkim otak
dalam jumlah sedikit. (Meilani,2017)
Secara anatomi CSS pada otak terbagi atas 2 bagian yang saling
berhubungan, yaitu: internal unit yang terdiri dari sistem ventrikel (2
ventrikel lateralis, ventrikel ketiga, dan ventrikel keempat) dan eksternal unit
berupa central spinal canal yang terdiri dari ruang subarachnoid dengan
sisterna
Cairan serebrospinal dibentuk di ventrikel serebral lateral dan masuk ke
ventrikel ketiga melalui foramen Monro, dimana cairan serebrospinal ini
kemudian bercampur dengan yang cairan terbentuk disana. Cairan
serebrospinal ini lalu melewati saluran Sylvius menuju serebral ventrikel
keempat, dimana masih ada cairan serebrospinal yang dibentuk. Cairan
serebrospinal masuk ke magna cisterna melalui foramen lateral Luschka dan
melalui foramen tengah Magendie. Dari titik ini, cairan serebrospinal
mengalir melalui ruang subaraknoid ke serebrum, dimana sebagian besar
merupakan lokasi vili araknoid. (Meilani,2017)
Cairan serebrospinal memiliki volume sekitar 150 mL dan memiliki
specific gravity 1.002 hingga 1.009. Fungsi utama cairan serebrospinal adalah
untuk melindungi otak di rongga tengkorak. Jika terjadi pukulan di kepala
yang menggerakkan seluruh bagian otak secara simultan, biasanya tidak ada
bagian otak yang terkompresi oleh pukulan secara langsung. Ketika pukulan
pada kepala sangat parah, biasanya tidak akan merusak bagian otak pada sisi
ipsilateral, melainkan pada sisi yang berlawanan. Fenomena ini dikenal
dengan contrecoup dan menggambarkan ruang antara otak dan tengkorak
yang berlawanan dari arah pukulan lalu menyebabkan pergerakan mendadak
dari otak. Ketika tengkorak tidak lagi dipengaruhi oleh pukulan, ruang
tersebut akan hancur dan akan terjadi benturan otak dengan bagian dalam
tengkorak. (Meilani,2017)
Proses reabsorpsi. Hampir seluruh cairan serebrospinal yang terbentuk
setiap hari diserap kembali ke dalam sirkulasi vena melalui struktur khusus
yang dikenal sebagai vili araknoid atau granulation. Vili ini menonjol dari
ruang subaraknoid ke sinus vena otak dan terkadang masuk ke pembuluh
darah sumsum tulang belakang. Vili araknoid merupakan trabekula yang
menonjol melalui dinding vena, menghasilkan area yang sangat permeabel
dan memungkinkan aliran cairan serebrospinal mengalir bebas ke dalam
sirkulasi. Besarnya reabsorbsi tergantung pada gradien tekanan antara cairan
serebrospinal dan sirkulasi vena. (Meilani,2017)

2.2 Keabnormalitasan dari cairan serebrospinal


Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar
patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu
tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa,
mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test
sensitivitas antibiotika. (Sinta, 2018)
Meningitis bakterialis khas ditandai oleh adanya sindrom infeksi dan
pada pemeriksaan CSS (cairan serebrospinal) dibuktikan adanya bakteri
dan/atau terjadi gambaran analisis yang abnormal secara bermakna. Adanya
infeksi bakteri pada meningen, terbukti dari pemeriksaan kultur CSS, PCR
dari CSS, pengecatan gram atau tes antigen. Secara klinis, suspek meningitis
ditandai adanya gejala klinis dan/atau secara klinis terdapat marker inflamasi
pada CSS yaitu hitung leukosit, kadar protein dan glukosa dalam CSS. (Sinta,
2018)
Punksi Lumbal harus dilakukan pada pasien dengan suspek meningitis.
Analisis CSS dapat menunjukkan warna keruh tergantung pada jumlah
leukosit, eritrosit, bakteri dan protein. Pada meningitis bakterialis yang belum
mendapat terapi antibiotika sel leukosit meningkat antara 1000-5000
sel/mm3, meskipun dapat berkisar antara 100 sampai lebih dari 10.000
sel/mm. (Sinta, 2018)
Pada pasien meningitis bakterialis kadar glukosa CSS menurun
(hypoglycorrhachia) sedangkan kadar protein CSS meningkat. Kadar glukosa
CSS < 0,4 memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 98% untuk diagnosis
meningitis bakterialis pada anak diatas 2 bulan. Pada neonatus rasio glukosa
CSS/serum. (Sinta, 2018)
Kadar protein dalam CSS meningkat pada 90% pasien meningitis
bakterialis akut. Peningkatan kadar protein >50 mg/ dL dan penurunan kadar
glukosa CSS. (Sinta, 2018)

2.3 Bagaimana cara menegakan diagnosis meningitis secara mikrobiologi ?

a. Patofisiologi
Meningitis disebabkan oleh bakteri pathogen yang memiliki virulensi
poten, selain itu faktor host yang rentan dan lingkungan yang mendukung
memiliki peranan besar dalam patogenesis infeksi. Secara umum
meningitis bakterialis dapat terjadi ketika bakteri masuk ke dalam
sirkulasi sistemik dan selanjutnya invasif ke dalam SSP atau secara
langsung menyebar selama infeksi di sekitar SSP seperti infeksi telinga
tengah atau mastoiditis. Multiplikasi bakteri di dalam SSP merupakan
trigger respon imun lokal yang ditandai oleh masuknya leukosit. Pada
kondisi normal atau sehat SSP terbebas dari leukosit, namun pada
keadaan patologi leukosit masuk ke dalam otak sebagai respon terhadap
berbagai stimulusInfeksi dapat mencapai selaput otak melalui beberapa
cara:
 Aliran darah (hematogen) karena adanya infeksi di tempat lain
seperti faringitis, tonsilitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi.
Meningitis bakterialis sebagian besar terjadi akibat penyebaran
hematogen, dimana bakteri melekat pada sel epitel mukosa
sebagai port the entry kemudian memperbanyak diri dalam aliran
darah serta menimbulkan bakterimia. Bakterimia dapat berlanjut
masuk ke dalam cairan serebrospinal (melewati sawar darah otak)
dan memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
 Perluasan langsung dari infeksi yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak dan sinus kavernosus.
 Implantasi langsung dapat terjadi pada trauma kepala terbuka,
tindakan bedah otak atau pungsi lumbal
 Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena aspirasi cairan
amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman yang normal ada pada jalan lahir. (Sinta, 2018)

Pada bayi dan anak dengan meningitis, tight junction terbuka sehingga
bakteri masuk dalam cairan serebrospinal, terjadi reaksi radang dan
menyebabkan permeabilitas sawar darah otak semakin meningkat.
Bakteri yang masuk akan bereplikasi, tersebar secara pasif mengikuti
aliran cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang
subaraknoid. (Sinta, 2018)

Meningitis bakterialis khas ditandai oleh pleositosis dalam CSS


dengan predominan polimorfonuklear (PMN). Rekruitmen leukosit
merupakan kunci proteksi respon imun melawan invasi mikroorganisme,
tetapi bukti bukti penelitian men unjukkan bahwa akumulasi leukosit
juga berkontribusi penting dalam terjadinya kerusakan jaringan otak pada
infeksi meningitis bakterialis. (Sinta, 2018)

b. Manifestasi Klinis
Faktor faktor yang dapat menjadi predisposisi meningitis
bakterialis adalah infeksi paru, telinga dan sinusitis, terjadi pada sekitar
40% pasien. Endokarditis dapat juga merupakan faktor risiko tetapi
sering terjadi bersama-sama. Pasien dengan meningitis bakterialis juga
sering menunjukkan gejala syok septik pada sekitar 10-25% kasus.
(Sinta, 2018)
Tanda dan gejala meningitis dapat bervariasi. Trias klasik meningitis
adalah demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran, namun tidak selalu
tampak. Pada 95% pasien meningitis paling tidak ditandai 2 gejala dari 4
gejala: sakit kepala, demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran.
Beberapa gejala yang sering pada meningitis adalah: sakit kepala (87%),
kaku kuduk (83%), demam (77%), dan penurunan kesadaran (69%).
Trias klasik juga lebih sering muncul pada pasien dengan meningitis
pneumococcal (58%) dibandingkan dari meningitis meningococcal
(27%). Adanya rash terjadi pada 26% pasien dan lebih sering
dihubungkan dengan infeksi meningococcal. Rash juga dapat terjadi pada
pasien dengan hasil kultur positif untuk S pneumoniae, Staphylococcus
aureus, H influenzae, Listeria monocytogenes, dan group B
streptococcus. Tanda Kernig and Brudzinski, bersama sama dengan kaku
kuduk merupakan tanda klasik “meningeal signs” namun dapat tidak
terjadi pada sebagian besar meningitis bakterialis. (Sinta, 2018)
Tidak semua pasien meningitis bakterialis akut menunjukkan gejala
demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Demam diatas 38o C
terjadi pada sekitar 77% kasus. Gejala klinis dapat berupa infeksi akut
dalam beberapa jam sampai selama 1-2 hari dan bahkan beberapa hari.
Sekitar 75% didahului oleh infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 20-
30% disertai kejang. Kaku kuduk dapat dijumpai pada anak yang lebih
besar (>12-18 bulan) sekitar 80% kasus. Defisit neurologis fokal dapat
terjadi pada 33% kasus. Dengan demikian pada pasien yang
menunjukkan gejala suspek meningitis memerlukan pemeriksaan
penunjang diagnosis. (Sinta, 2018)

2.1 Sebut dan jelaskan Jenis pemeriksaan laboratoirum yang berperan penting
dalam penegakan diagnosis meningitis secara mikrobiologi
Ada beberapa metode mikrobiologi untuk membuktikan adanya infeksi
bakteri pada meningitis, yaitu pemeriksaan kultur CSS, kultur darah,
pewarnaan gram CSS, aglutinasi lateks, dan PCR. Di Negara Negara
berkembang, untuk mendeteksi dan mengetahui karakteristik bakteri
penyebab meningitis adalah dengan melakukan pemeriksaan kultur,
pengecatan gram dan latex aglutinasi. (Sinta, 2018)
a. Kultur dan tes sensitivitas bakteri
Kultur merupakan standar baku emas untuk konfirmasi klinis,
namun angka positif-nya relatif rendah akibat penyimpanan dan
transport specimen yang kurang adekuat, metode kultur, atau
pemberian terapi antibiotika sebelum pengambilan specimen. Jika
pasien diduga meningitis, pemeriksaan kultur darah harus dilakukan
secara rutin sebelum pemberian antibiotika. Kultur darah harus
selalu dilakukan karena sangat membantu pada pasien yang telah
mendapat antibiotika sebelum dikerjakan punksi lumbal. Kultur
darah dapat membantu isolasi organisme jika pengambilan CSS
dilakukan beberapa jam sebelum pemberian antibiotika dan pada
kasus dimana tidak didapatkan sampel CSS untuk pemeriksaan
analisis maupun kultur CSS. Kultur darah mengidentifikasi
organisme penyebab sekitar 50-80%. Sensitivitas kultur darah
menurun 20% pada pasien yang telah mendapat antibiotika
sebelumnya. (Sinta, 2018)
b. Pengecatan Gram
Pemeriksaan pengecatan Gram CSS merupakan pemeriksaan
penting yang dapat dilakukan dengan cepat, tidak mahal dan cukup
valid untuk menilai adanya bakteri dalam CSS. Pengecatan gram
juga dapat memberikan gambaran genus dan spesies bakteri
penyebab. Pengecatan gram memiliki sensitivitas 90% dan
spesifisitas 97% dalam diagnosis meningitis bakterialis. Kelemahan
pengecatan gram adalah memerlukan jumlah sampel yang lebih
banyak untuk memperoleh hasil yang baik dan manfaat pengecatan
gram dapat menurun 20% pada pasien yang sebelumnya telah
mendapatkan terapi antibiotika. (Sinta, 2018)
c. Latex Aglutinasi
Latex aglutinasi merupakan tes diagnosis yang cepat dengan
sensitivitas 50- 100% tergantung pada bakteri patogen. Tes ini
sangat sensitif terhadap infeksi oleh H. influenza dan paling sensitif
terhadap infeksi oleh N. meningitides. Tes ini tidak dapat mengubah
keputusan terapi jika positif sehingga sangat membantu untuk
diagnosis pada pasien yang telah mendapat terapi antibiotika dimana
pengecatan gram dan kultur menunjukkan hasil yang negative.
(Sinta, 2018)
d. Identifikasi Bakteri dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
konvensional
Pemeriksaan PCR yaitu suatu metode penjamakan asam nukleat
sehingga dapat mengidentifikasi DNA patogen walaupun dalam
jumlah sedikit. Pemeriksaan PCR digunakan secara luas dalam
diagnosis dan surveilens bakteri patogen karena memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi. Pada PCR, target DNA secara
eksponensial diamplifikasi melalui 3 tahap yaitu: (1) Denaturasi
double stranded DNA (DNA utas ganda) menjadi single stranded
DNA (DNA utas tunggal); (2) annealing dari primers terhadap
complementary single stranded target sekuensing ; (3) Ekstensi
primers dalam urutan 5’ ke 3’ oleh heat-stable DNA polymerase
sehingga menghasilkan molekul DNA utas ganda. Metode PCR tidak
memerlukan sel yang intak atau sel hidup sehingga PCR merupakan
metode yang bernilai untuk deteksi bakteri penyebab dari spesimen
dimana bakterinya sudah mati atau lisis akibat penyimpanan yang
kurang sesuai atau akibat pemberian antibiotika sebelumnya. (Sinta,
2018)
e. PCR dengan universal primers
PCR untuk diagnosis meningitis dilakukan menggunakan broad-
range bacterial primers. Primers dikonservasi dari bakteri region gen
16S rRNA. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
organism S. pneumoniae, Nisseria meningitides, Listeria
monocytogenes dan Mycobacterium tuberculosis dengan
menggunakan speciesspecific primers. Broad range bacterial PCR ini
menunjukkan sensitivitas 100%, spesifitas 98,2%, nilai prediktif
positif (NPP) 98,2% dan nilai prediktif negatif (NPN) 100%. Oleh
karena itu, broad-based PCR dapat berguna untuk mengidentifikasi
bakteri, sehingga dapat menentukan diagnosis dan terapi yang tepat.
(Sinta, 2018)

2.4 Mikroba yang berperan penting dalam terbentukya meningitis.


pasien yang menderita meningitis yang disebabkan oleh patogen
meningeal yang umum, seperti N. meningitidis, S. pneumoniae , H.
influenzae tipe B, S. agalactiae, dan L. monocytogenes. (Sinta, 2018)
Bakteri yang dapat menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melewati perlindungan yang dibuat oleh tubuh dan memiliki virulensi poten.
Faktor host yang rentan dan lingkungan yang mendukung memiliki peranan
besar dalam patogenesis infeksi. Pada individu dewasa yang imunokompeten,
S. pneumonia dan N. meningitides adalah patogen utama penyebab
meningitis bakteri, karena kedua bakteri tersebut memiliki kemampuan
kolonisasi nasofaring dan menembus SDO. Basil gram negatif seperti E. coli,
S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella spp dan Pseudomonas spp biasanya
merupakan penyebab meningitis bakteri nosokomial, yang lebih mudah
terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun
eksternal, dan trauma kepala. Sedangkan bakteri gram positif berbentuk
kokus yang juga merupakan penyebab meningitis bakteri (meningitis suis)
adalah S. suis. (Sinta, 2018)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a) Cairan serebrospinal berperan penting mempertahankan hidup diantaranya
adalah menyokong dan melindungi otak dan medula spinalis, bertindak
sebagai bantalan dan peredam goncangan antara otak dan tulang
tengkorak, mempertahankan tekanan yang stabil di sekitar struktur otak,
menjaga kelembaban otak dan medula spinalis, sebagai pengangkut
neurotransmiter, nutrisi dan hasil metabolit otak, mempertahankan
keseimbangan elektrolit dan metabolit dan mengkompensasi perubahan
volume darah intracranial.
b) Meningitis adalah penyakit yang terjadi karena infeksi atau peradangan
pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis dan meningo-ensafalitis infeksiosa yang disebabkan oleh
berbagai agen seperti jamur, bakteri, mikobakteria, dan virus
c) Bakteri yang dapat menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melewati perlindungan yang dibuat oleh tubuh dan memiliki virulensi
poten seperti N. meningitidis, S. pneumoniae , H. influenzae tipe B, S.
agalactiae, dan L. monocytogenes
d) Ada beberapa metode mikrobiologi untuk membuktikan adanya infeksi
bakteri pada meningitis, yaitu pemeriksaan kultur CSS, kultur darah,
pewarnaan gram CSS, aglutinasi lateks, dan PCR.
3.2 saran
Saran saya untuk departemen mikrobiologi yaitu materi prektikun agar
bisa di kirim ke mahasiswa agar mahasiswa dapat mempelajarinya kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pangandaheng,E. A. S. S.. Karema, W. A. H. P. 2017. Gambaran Tingkat


Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Meningitis di
Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan
Sangihe. Jurnal e-Clinic (eCl). Vol5(2). Viewed on 13 maret 2021. From
http://google.scholar.ac.id
2. Meilani,N. M., Parami, P. 2017. neurofisiologi cairan serebrospinal. J
Unud. Vol 1 (1). Viewed on 13 maret 2021. From
https://simdos.unud.ac.id
3. Hafsoh., et all. 2019. Analisis Ketepatan Waktu Vaksinasi meningitis
meningokokus Jemaah umrah di Surabaya., J. B,E., Vol 1 (1). Viewed on
13 maret 2021. From http://journal.unair.ac.id
4. Sinta. 2018. Meningitis Bakteri. J Unud. Vol 1 (1). Viewed on 13 maret
2021. From https://sinta.unud.ac.id
5. Sinta. 2018. anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal. J.Unud. vol 1 (1).
Viewed on 13 maret 2021. From https://sinta.unud.ac.id

Anda mungkin juga menyukai