Laporan Mikrobiologi Blok 11
Laporan Mikrobiologi Blok 11
Oleh:
Nim : N10118138
Kelompok : 4 (EMPAT)
DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................4
1.2 Tujuan Pembahasan..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
2.1 anatomi dan fisiologi dari cairan serebrospinal........................................................6
2.2 Keabnormalitasan dari cairan serebrospinal.............................................................8
2.3 Bagaimana cara menegakan diagnosis meningitis secara mikrobiologi ?.................9
a. Patofisiologi...........................................................................................................9
b. Manifestasi Klinis................................................................................................10
2.4 Mikroba yang berperan penting dalam terbentukya meningitis..............................14
BAB III PENUTUP..........................................................................................................15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................15
3.2 saran.......................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 anatomi dan fisiologi dari cairan serebrospinal
a. Patofisiologi
Meningitis disebabkan oleh bakteri pathogen yang memiliki virulensi
poten, selain itu faktor host yang rentan dan lingkungan yang mendukung
memiliki peranan besar dalam patogenesis infeksi. Secara umum
meningitis bakterialis dapat terjadi ketika bakteri masuk ke dalam
sirkulasi sistemik dan selanjutnya invasif ke dalam SSP atau secara
langsung menyebar selama infeksi di sekitar SSP seperti infeksi telinga
tengah atau mastoiditis. Multiplikasi bakteri di dalam SSP merupakan
trigger respon imun lokal yang ditandai oleh masuknya leukosit. Pada
kondisi normal atau sehat SSP terbebas dari leukosit, namun pada
keadaan patologi leukosit masuk ke dalam otak sebagai respon terhadap
berbagai stimulusInfeksi dapat mencapai selaput otak melalui beberapa
cara:
Aliran darah (hematogen) karena adanya infeksi di tempat lain
seperti faringitis, tonsilitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi.
Meningitis bakterialis sebagian besar terjadi akibat penyebaran
hematogen, dimana bakteri melekat pada sel epitel mukosa
sebagai port the entry kemudian memperbanyak diri dalam aliran
darah serta menimbulkan bakterimia. Bakterimia dapat berlanjut
masuk ke dalam cairan serebrospinal (melewati sawar darah otak)
dan memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Perluasan langsung dari infeksi yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak dan sinus kavernosus.
Implantasi langsung dapat terjadi pada trauma kepala terbuka,
tindakan bedah otak atau pungsi lumbal
Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena aspirasi cairan
amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh
kuman yang normal ada pada jalan lahir. (Sinta, 2018)
Pada bayi dan anak dengan meningitis, tight junction terbuka sehingga
bakteri masuk dalam cairan serebrospinal, terjadi reaksi radang dan
menyebabkan permeabilitas sawar darah otak semakin meningkat.
Bakteri yang masuk akan bereplikasi, tersebar secara pasif mengikuti
aliran cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang
subaraknoid. (Sinta, 2018)
b. Manifestasi Klinis
Faktor faktor yang dapat menjadi predisposisi meningitis
bakterialis adalah infeksi paru, telinga dan sinusitis, terjadi pada sekitar
40% pasien. Endokarditis dapat juga merupakan faktor risiko tetapi
sering terjadi bersama-sama. Pasien dengan meningitis bakterialis juga
sering menunjukkan gejala syok septik pada sekitar 10-25% kasus.
(Sinta, 2018)
Tanda dan gejala meningitis dapat bervariasi. Trias klasik meningitis
adalah demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran, namun tidak selalu
tampak. Pada 95% pasien meningitis paling tidak ditandai 2 gejala dari 4
gejala: sakit kepala, demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran.
Beberapa gejala yang sering pada meningitis adalah: sakit kepala (87%),
kaku kuduk (83%), demam (77%), dan penurunan kesadaran (69%).
Trias klasik juga lebih sering muncul pada pasien dengan meningitis
pneumococcal (58%) dibandingkan dari meningitis meningococcal
(27%). Adanya rash terjadi pada 26% pasien dan lebih sering
dihubungkan dengan infeksi meningococcal. Rash juga dapat terjadi pada
pasien dengan hasil kultur positif untuk S pneumoniae, Staphylococcus
aureus, H influenzae, Listeria monocytogenes, dan group B
streptococcus. Tanda Kernig and Brudzinski, bersama sama dengan kaku
kuduk merupakan tanda klasik “meningeal signs” namun dapat tidak
terjadi pada sebagian besar meningitis bakterialis. (Sinta, 2018)
Tidak semua pasien meningitis bakterialis akut menunjukkan gejala
demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Demam diatas 38o C
terjadi pada sekitar 77% kasus. Gejala klinis dapat berupa infeksi akut
dalam beberapa jam sampai selama 1-2 hari dan bahkan beberapa hari.
Sekitar 75% didahului oleh infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 20-
30% disertai kejang. Kaku kuduk dapat dijumpai pada anak yang lebih
besar (>12-18 bulan) sekitar 80% kasus. Defisit neurologis fokal dapat
terjadi pada 33% kasus. Dengan demikian pada pasien yang
menunjukkan gejala suspek meningitis memerlukan pemeriksaan
penunjang diagnosis. (Sinta, 2018)
2.1 Sebut dan jelaskan Jenis pemeriksaan laboratoirum yang berperan penting
dalam penegakan diagnosis meningitis secara mikrobiologi
Ada beberapa metode mikrobiologi untuk membuktikan adanya infeksi
bakteri pada meningitis, yaitu pemeriksaan kultur CSS, kultur darah,
pewarnaan gram CSS, aglutinasi lateks, dan PCR. Di Negara Negara
berkembang, untuk mendeteksi dan mengetahui karakteristik bakteri
penyebab meningitis adalah dengan melakukan pemeriksaan kultur,
pengecatan gram dan latex aglutinasi. (Sinta, 2018)
a. Kultur dan tes sensitivitas bakteri
Kultur merupakan standar baku emas untuk konfirmasi klinis,
namun angka positif-nya relatif rendah akibat penyimpanan dan
transport specimen yang kurang adekuat, metode kultur, atau
pemberian terapi antibiotika sebelum pengambilan specimen. Jika
pasien diduga meningitis, pemeriksaan kultur darah harus dilakukan
secara rutin sebelum pemberian antibiotika. Kultur darah harus
selalu dilakukan karena sangat membantu pada pasien yang telah
mendapat antibiotika sebelum dikerjakan punksi lumbal. Kultur
darah dapat membantu isolasi organisme jika pengambilan CSS
dilakukan beberapa jam sebelum pemberian antibiotika dan pada
kasus dimana tidak didapatkan sampel CSS untuk pemeriksaan
analisis maupun kultur CSS. Kultur darah mengidentifikasi
organisme penyebab sekitar 50-80%. Sensitivitas kultur darah
menurun 20% pada pasien yang telah mendapat antibiotika
sebelumnya. (Sinta, 2018)
b. Pengecatan Gram
Pemeriksaan pengecatan Gram CSS merupakan pemeriksaan
penting yang dapat dilakukan dengan cepat, tidak mahal dan cukup
valid untuk menilai adanya bakteri dalam CSS. Pengecatan gram
juga dapat memberikan gambaran genus dan spesies bakteri
penyebab. Pengecatan gram memiliki sensitivitas 90% dan
spesifisitas 97% dalam diagnosis meningitis bakterialis. Kelemahan
pengecatan gram adalah memerlukan jumlah sampel yang lebih
banyak untuk memperoleh hasil yang baik dan manfaat pengecatan
gram dapat menurun 20% pada pasien yang sebelumnya telah
mendapatkan terapi antibiotika. (Sinta, 2018)
c. Latex Aglutinasi
Latex aglutinasi merupakan tes diagnosis yang cepat dengan
sensitivitas 50- 100% tergantung pada bakteri patogen. Tes ini
sangat sensitif terhadap infeksi oleh H. influenza dan paling sensitif
terhadap infeksi oleh N. meningitides. Tes ini tidak dapat mengubah
keputusan terapi jika positif sehingga sangat membantu untuk
diagnosis pada pasien yang telah mendapat terapi antibiotika dimana
pengecatan gram dan kultur menunjukkan hasil yang negative.
(Sinta, 2018)
d. Identifikasi Bakteri dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
konvensional
Pemeriksaan PCR yaitu suatu metode penjamakan asam nukleat
sehingga dapat mengidentifikasi DNA patogen walaupun dalam
jumlah sedikit. Pemeriksaan PCR digunakan secara luas dalam
diagnosis dan surveilens bakteri patogen karena memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi. Pada PCR, target DNA secara
eksponensial diamplifikasi melalui 3 tahap yaitu: (1) Denaturasi
double stranded DNA (DNA utas ganda) menjadi single stranded
DNA (DNA utas tunggal); (2) annealing dari primers terhadap
complementary single stranded target sekuensing ; (3) Ekstensi
primers dalam urutan 5’ ke 3’ oleh heat-stable DNA polymerase
sehingga menghasilkan molekul DNA utas ganda. Metode PCR tidak
memerlukan sel yang intak atau sel hidup sehingga PCR merupakan
metode yang bernilai untuk deteksi bakteri penyebab dari spesimen
dimana bakterinya sudah mati atau lisis akibat penyimpanan yang
kurang sesuai atau akibat pemberian antibiotika sebelumnya. (Sinta,
2018)
e. PCR dengan universal primers
PCR untuk diagnosis meningitis dilakukan menggunakan broad-
range bacterial primers. Primers dikonservasi dari bakteri region gen
16S rRNA. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
organism S. pneumoniae, Nisseria meningitides, Listeria
monocytogenes dan Mycobacterium tuberculosis dengan
menggunakan speciesspecific primers. Broad range bacterial PCR ini
menunjukkan sensitivitas 100%, spesifitas 98,2%, nilai prediktif
positif (NPP) 98,2% dan nilai prediktif negatif (NPN) 100%. Oleh
karena itu, broad-based PCR dapat berguna untuk mengidentifikasi
bakteri, sehingga dapat menentukan diagnosis dan terapi yang tepat.
(Sinta, 2018)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a) Cairan serebrospinal berperan penting mempertahankan hidup diantaranya
adalah menyokong dan melindungi otak dan medula spinalis, bertindak
sebagai bantalan dan peredam goncangan antara otak dan tulang
tengkorak, mempertahankan tekanan yang stabil di sekitar struktur otak,
menjaga kelembaban otak dan medula spinalis, sebagai pengangkut
neurotransmiter, nutrisi dan hasil metabolit otak, mempertahankan
keseimbangan elektrolit dan metabolit dan mengkompensasi perubahan
volume darah intracranial.
b) Meningitis adalah penyakit yang terjadi karena infeksi atau peradangan
pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis dan meningo-ensafalitis infeksiosa yang disebabkan oleh
berbagai agen seperti jamur, bakteri, mikobakteria, dan virus
c) Bakteri yang dapat menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu
melewati perlindungan yang dibuat oleh tubuh dan memiliki virulensi
poten seperti N. meningitidis, S. pneumoniae , H. influenzae tipe B, S.
agalactiae, dan L. monocytogenes
d) Ada beberapa metode mikrobiologi untuk membuktikan adanya infeksi
bakteri pada meningitis, yaitu pemeriksaan kultur CSS, kultur darah,
pewarnaan gram CSS, aglutinasi lateks, dan PCR.
3.2 saran
Saran saya untuk departemen mikrobiologi yaitu materi prektikun agar
bisa di kirim ke mahasiswa agar mahasiswa dapat mempelajarinya kembali.
DAFTAR PUSTAKA