Anda di halaman 1dari 3

ARTIKEL

HAKIKAT IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR ALLAH


FATHUL KUTUB

Disusun Oleh :
Siti Shalwa Lutfiah Puti Utami

GENIUS GENERATION
BOGOR
2022
HAKIKAT IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR ALLAH

Iman adalah percaya kepada Allah, malaikat – malaikat Allah, kitab – kitab Allah, rasul –
rasul Allah, hari akhir, dan beriman kepada qadha dan qadar baik itu yang baik maupun yang
buruk. Iman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Dalam kitab Aqaid
Diniyah jilid 1 dikatakan bahwa :

‫معنى االيمان بالقدر هو ان نعتقد ان جميع ما كان وما يكون من خير و شر و نفع و ضر بقضاء هللا و قدره‬
‫فما شاء هللا كان وما لم يش‬
‫أ لم يكن‬

Artinya : “Makna iman kepada qadha dan qadar adalah meng’itiqadkan bahwa sesungguhnya
seluruh perkara yang ada dan perkara yang akan ada dari kebaikan, keburukan, manfaat, dan
mudharat itu berasal dari qadha dan qadarnya Allah. Maka perkara yang Allah kehendaki itu
akan ada, dan perkara yang tidak Allah kehendaki itu tidak akan ada.”
Pada pembahasan keenam dalam kitab Ana Asy’ariy, qadha merupakan keputusan atau
kehendak. Iman kepada qadha itu berasal dari dua dalil yaitu :

1. Hadist shahih riwayat Imam Muslim

ِ ‫ َو تُْؤ ِمنَ بِ ْالقَد‬،‫ َو ْاليَوْ ِم ااْل َ ِخ ِر‬،‫ َو ُر ُسلِ ِه‬،‫ َو ُكتُبِ ِه‬،‫ َو َمآلِئ َكتِ ِه‬،ِ‫ اَ ْن تُْؤ ِمنَ بِاهلل‬: ُ‫ااْل ِ ْي َمان‬.
‫َر خَ ي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬

2. Qadha itu adalah salah satu cabang ketetapan – ketetapan sifat ilmu dan iradatnya Allah.
Adapun qadar itu adalah satu cabang ketetapan – ketetapan sifat qudratnya Allah.
Adapun qadha yaitu sebutan dari wujud (adanya) sesuatu terhadap aspek sempurna dari
ilmu Allah yang azali terhadap aspek universal. Adapun qadar yaitu wujud sesuatu dari ilmu
Allah yang dzahir terhadap aspek yang terperinci yang sesuai dengan qadha yang telah lalu.
Dalam kitab Ummul Barohim, mengatakan bahwa qadha dan qada itu termasuk dalam
qudrat dan iradatnya Allah. Qudrat dan iradat Allah itu termasuk sifat ma’ani yang 7 yaitu
qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama’, bashar, dan kalam.
Menurut kitab Nurudzolam sifat ma’ani yaitu setiap sifat wujudiyah yang melekat pada
dzat yang menetapkan sifat – sifat dzat tersebut. Secara hukum seperti andaikan tabir dibukakan
untuk kita, maka kita dapat melihat sifat – sifat itu, sebagaimana keadaan dzat – dzat yang
maujud.
Menurut kitab Ana Asy’ari, iman kepada qadar itu terbentuk menjadi pemimpin dari
bentuk – bentuk iman terhadap sesuatu yang telah datang dalam Al-Qur’an Al-Karim dan hadist
shahih. Dan dalam makna iman dengan qadar menurut ahlussunah yaitu :
1. Meng’itiqadkan bahwa sesungguhnya Allah SWT itu mengetahui sejak zaman azali
seluruh ciptaan, perbuatan, keadaan termasuk ketaatan – ketaatan, maksiat – maksiat,
rezeki, ajal, kebahagiaan, dan kesengsaraan.
2. Meng’itiqadkan bahwasannya Allah menetapkan hal itu dan kitab – kitabnya di lauhil
mahfudz sejak zaman azali. Dan telah tersusun atas i’tiqad ini bahwa sesuatu yang yang
menimpa manusia itu tidak terjadi karena kesalahannya, da perkara kesalahan manusia itu
tidak menjadi hal yang menimpa manusia itu sendiri.
3. I’tiqad dengan kehendak Allah terhadap sesuatu. Sesungguhnya apa yang dikehendaki
Allah itu maka pasti akan tejadi, dan apa yang tidak Allah kehendaki itu tidak akan
terjadi. Perbuatan – perbuatan hamba itu adalah hasil dari kehendak Alah.
4. I’tiqad bahwa sesungguhnya seluruh perkara itu terjadi dengan qudrat Allah. Dan
sesungguhnya qudrat itu yang diciptakan oleh Allah dan tidak ada pencipta qudrat kecuali
Allah. Dan tidak ada perbedaan atas semua itu antara perbuatan hamba dan selainnya.
Seperti dalam firman Allah :

)96: ‫وهللا خلقكم وما تعملون (الصفات‬

Jadi, hakikat qadha dan qadar Allah adalah ilmunya Allah. Contohnya :
Umar ditulis dalam lauh mahfudz akan menjadi seorang presiden, ini merupakan qadha. Jika
suatu saat nanti benar Umar menjadi presiden, maka itu qadar. Akan tetapi, karena pada
hakikatnya qadha dan qadar ini adalah ilmu Allah, bisa jadi meskipun sudah dituliskan dalam
lauh mahfudz Umar menjadi presiden, jika Allah punya kehendak lain, maka itu bisa saja tidak
terjadi.
Nah! dengan demikian, karena hakikatnya adalah ilmu Allah, maka ada beberapa takdir
yang tidak ditulis di lauh mahfudz dan tidak diketahui oleh malaikat. Hanya Allah saja yang
tahu.

‫وهللا اعلم بالصواب‬

Anda mungkin juga menyukai