Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab utama seorang guru adalah mendidik, mengajar,

mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi hasil belajar siswa1.maka dari itu, guru

harus mampu mengelola pengajaran secara lebih efektif dengan kesadaran dan

partisipasi aktif siswa dan guru.Salah satu jalan untuk dapat menjadikan proses

belajar mengajar aktif menerapkan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran,

Menurut Sudjana, aktivitas siswa dapat dilihat dari: (1) ikut serta dalam

kegiatan belajarnya; (2) menemukan solusi untuk masalah; (3) menanyakan apakah

mereka tidak memahami masalah yang mereka hadapi; (4) mencoba untuk

menemukan berbagai potongan informasi yang diperlukan untuk pemecahan

masalah; (5) Mengikuti instruksi guru untuk diskusi kelompok; (6) mengevaluasi

kemampuannya sendiri dan hasil yang dicapai; (7) memperoleh keterampilan

memecahkan masalah dengan melatih diri sendiri; (8) kesempatan untuk

menggunakan apa yang dipelajari untuk digunakan dalam memecahkan masalah atau

tugas yang dihadapi.

Salah satu strategi pembelajaran yang dalam implementasinya melibatkan

keaktifan siswa ialah model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning.

1
2

Untuk mencapai tujuan pembelajaran, model pembelajaran ini sangat

penting. Untuk menerapkan model Problem Based Learning dalam proses

pembelajaran, Peserta didik dapat terlibat secara langsung dan aktif, namun model

pembelajaran tersebut harus dipahami oleh guru agar efektif. Pengajar hendaknya

memanfaatkan bahan ajar yang mampu memfasilitasi penerapan model untuk

meningkatkan minat belajar sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas

belajar peserta didik. .Meningkatnya keaktifan belajar siswa tentu akan memberikan

pengaruh pula terhadap hasil belajarnya.

Mata pelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler

merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di tingkat Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) dan wajib diikuti oleh siswa. Agar penyampaian pembelajaran

Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler untuk siswa SMK dapat

diterima dengan baik serta menarik bagi peserta didik, tidak cukup dengan hanya

memanfaat-kan indera pendengaran saja, yaitu penyampaian dengan metode

ceramah saja atau kalimat verbal saja, melainkan sebaliknya juga dimanfaatkan

berbagai model pembelajaran kooperatif yang dapat melibatkan siswa secara

langsung terhadap materi apa yang dipelajarinya1.

Pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler di

SMKS Muhammadiyah Banda Aceh jika diperhatikan selama ini masih tergolong

kurang efektif dan efesien. Padahal sebagian besar guru sudah menerapkan sistem

belajar secara kooperatif, aktif dan kolaboratif yang disertai diskusi tanya jawab.

Namun, masih ditemukan berbagai kendala dalam penerapannya seperti rendahnya

1
Nanang, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2017), h. 1.
3

kemampuan berpikir kritis dan minat siswa dalam mengikuti pelajaran. Seperti

halnya pelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler, banyak

siswa menganggap bahwa mata pelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler adalah mata pelajaran yang membosankan. Kecenderungan ini

menyebabkan rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler. Siswa menjadi pasif, bahkan siswa lebih sering

bergurau dan gaduh di dalam kelas. Kemampuan berpikir kritis siswa juga rendah.

Siswa hanya sekedar menghafal materi tanpa memiliki keinginan untuk

mengemukakan pendapat dan memecahkan masalah pada saat pembelajaran Desain

Grafis berlangsung, sehingga berdampak dengan keefektifan belajar siswa di kelas.

Kurang efektifnya siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Teknik

Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda

Aceh juga terlihat dimana siswa sering keluar masuk kelas dengan alasan ke kamar

mandi, siswa banyak mengantuk, berbicara saat belajar dengan teman di sampingnya

dan bahkan adan yang tidak mau mencatat apa yang disampaikan oleh gurunya.

Justru karena itu sudah seharusnya guru memberikan hal baru dengan menciptakan

sistem dan suasana belajar yang lebih banyak melibatkan siswa secara efektif dalam

kegiatan pembelajaran.

Jika pelaksanaan pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh ini tidak diatasi sejak dini,

maka tentu akan membuat siswa dalam meraih hasil belajar yang baik. Hal ini juga

terlihat pada pelaksanaan pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.


4

Berdasarkan hasil pengamatan awal yang diperkuat keterangan guru mata

pelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler diketahui bahwa

“pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS

Muhammadiyah Banda Aceh jika diperhatikan selama ini masih tergolong kurang

efektif dan efesien, seperti siswa yang sering kulaur masuk kelas, rebut dikelas dan

bahkan ada yang tidur saat guru menjelaskan materi pelajaran. Padahal sebagian

besar guru sudah menerapkan sistem belajar secara kooperatif, aktif dan kolaboratif

yang disertai diskusi tanya jawab. Namun, masih ditemukan berbagai kendala dalam

penerapannya seperti rendahnya kemampuan berpikir kritis dan minat siswa dalam

mengikuti pelajaran. Seperti halnya pelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor

dan Mikrokontroler, banyak siswa menganggap bahwa mata pelajaran

Mikroprosesosor dan Mikrokontroler adalah mata pelajaran yang membosankan.

Kecenderungan ini menyebabkan rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran

Mikroprosesosor dan Mikrokontroler. Siswa menjadi pasif, bahkan siswa lebih

sering bergurau dan gaduh di dalam kelas. Kemampuan berpikir kritis siswa juga

rendah. Siswa hanya sekedar menghafal materi tanpa memiliki keinginan untuk

mengemukakan pendapat dan memecahkan masalah pada saat pembelajaran Teknik

Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler berlangsung, sehingga berdampak

dengan keefektifan belajar siswa di kelas. Hal ini yang membuat saya selaku guru

meyakini penyebab rendahnya hasil belajar Mikroprosesosor dan Mikrokontroler

sebagian siswa Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS


5

Muhammadiyah Banda Aceh, bahkan tidak mencapai nilai KKM yang telah

ditetapkan.2

Permasalah yang disebutkan di atas, membuat peneliti ingin memberikan

salah satu solusi dalam sistem kegiatan belajar mengajar Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh. Salah

satunya dengan menerapkan strategi pembelajaran yang dalam implementasinya

melibatkan keaktifan siswa ialah model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based

Learning. Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning

dalam penelitian ini dikarenakan sangat cocok untuk dijadikan sebagai strategi

meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Mikroposesor dan Mikrokontroler.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Problem

Based Learning Pada Pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh”.

B. Rumusan Masalah

Berikut rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang

diatas:

1. Bagaimana aktivitas guru dalam pembelajaran model Problem Based

Learning pada materi Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler

di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh?

2
Wawancara dengan Bapak Muhammad hanif Pelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor
dan Mikrokontroler, Tanggal 8 Oktober 2022
6

2. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran model Problem Based

Learning pada materi Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler

di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh?

3. Bagaimana hasil belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan model

Problem Based Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran model Problem Based

Learning pada materi Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler

di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran model Problem Based

Learning pada materi Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler

di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan

model Problem Based Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Diharapkan temuan penelitian ini akan menambah khazanah ilmu

pendidikan pada umumnya dan kajian pendidikan pada khususnya. terkait hasil
7

belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning pada

pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS

Muhammadiyah Banda Aceh. Selain itu, dapat berfungsi sebagai sumber

informasi untuk penelitian tambahan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi sekolah.

untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi siswanya di masa berikutnya

terutama dalam rangka menciptakan cara belajar yang lebih merangsang

keaktifan belajar siswa.

b. Bagi guru, penelitian ini diharapkan para guru dapat memperoleh wawasan

untuk memahami sistem pembelajaran yang lebih afektif dan efektif, serta

keaktifan dan hasil belajar yang positif.

c. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pembanding atau

sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

d. Bagi siswa, karena banyaknya sumber yang dapat dijadikan sebagai bahan

referensi pembelajaran, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan

motivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh.

e. Bagi penulis, karya ini bertujuan sebagai penambah wawasan pengetahuan

terutama tentang peningkatan hasil belajar siswa menggunakan model

Problem Based Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.


8

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap penelitian yang

kebenarannya masih perlu di uji secara empiris atau merupakan jawaban terhadap

masalah penelitian secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi

kebenarannya. Oleh karena itu, yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

Ha : Terdapat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model Problem

Based Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.

H0 : Tidak terdapat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

Problem Based Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.

F. Definisi Operasional

Peneliti memberikan penjelasan beberapa istilah mendasar agar

pembaca memahami isi proposal skripsi ini:

1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari belajar, baik selama

semester maupun pada akhir semester melalui ujian harian. Setelah belajar, orang

memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang berupa kemampuan.

Keterampilan yang diperoleh melalui kegiatan belajar adalah dikenal sebagai hasil

belajar.3 Adapun hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini ialah hasil

belajar berupa aspek kognitif siswa pada mata pelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.


3
Mulyono Abdurrahman. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2017), h. 38.
9

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola yang memandu perencanaan pembelajaran

kelompok dan tutorial. Sesuai dengan sudut pandang sebelumnya, model

pembelajaran adalah rencana atau pola yang digunakan sebagai panduan ketika

merencanakan pembelajaran di kelas atau tutorial. Guru dan perancang guru dapat

menggunakan pembelajaran model sebagai pedoman untuk melaksanakan

pembelajaran.

Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa model pembelajaran merupakan

kerangka kerja yang digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu

berdasarkan dua pendapat yang dikemukakan di atas. Ketika mengajar dalam

kelompok, guru menggunakan model pembelajaran sebagai pedoman.

3. Problem Based Learning

Problem Based Learning atau yang lebih dikenal dengan PBL adalah

suatu model pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada peserta didik

dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open-ended

melalui stimulus dalam belajar.4 Model Problem Based Learning merupakan

model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk

menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan

aktual siswa untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.5

Berdasarkan kedua pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

Model pembelajaran yang dikenal sebagai Problem Based Learning mendorong

siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis mereka untuk


4
Rusman, Model – Model Pembelajaran, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2012), h. 241.
5
Slameto, Sertifikasi Guru Bahan Ajar, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2011), h.
34.
10

memecahkan masalah dengan cara yang masuk akal bagi mereka dengan

menghadirkan masalah yang dapat mereka selesaikan sendiri atau dengan orang

lain. Hal ini dapat dilakukan secara individu atau kelompok.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

Kegiatan belajar merupakan aspek yang paling mendasar dari proses

pendidikan. Kehidupan seorang siswa akan berubah dan berkembang sebagai hasil

dari proses belajar. Islam mengajarkan kita untuk menuntut ilmu dari ayunan sampai

keliang lahad. Oleh karena itu Islam menganjurkan kita untuk terus belajar menuntut

ilmu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi belajar memiliki arti

“berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Jika dilihat definisi ini memiliki arti

bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. 6

Belajar juga diartikan usaha memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan

melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi

atau menemukan7.

Sardiman mendefinisikan belajar itu sebagai usaha perubahan tingkah laku

atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, menga-

mati, mendengar, meniru dan lain sebagainya 8. Senada dengan itu belajar juga

merupakan suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat

pengalaman9. Belajar adalah proses berfikir, proses yang terus menerus, yang tidak

pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Belajar berfikir menekankan

6
Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
h. 78.
7
Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2018), h. 13.
8
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016),
h. 20.
9
Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2016), h. 2.

11
12

kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara

antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berfikir proses pendidikan

di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran,

tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh

pengetahuannya sendiri (Self regulated).

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seorang anak untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya 10. Muhibbin

Syah mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses tingkah adaptasi atau

penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif11.

Pengetahuan itu tidak datang dari luar akan tetapi dibentuk oleh individu itu

sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Atas dasar asumsi itulah

pembelajaran berfikir memandang bahwa mengajar itu bukanlah memindahkan

pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu aktifitas yang dapat memung-

kinkan siswa dapat membangun sendiri pengatahuannya. Menurut Buttencourt

mengajar dalam pembelajaran berfikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam

membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan

mengadakan justifikasi12.

Pembelajaran (intruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar

(teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan

10
Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Asdi Mahastya, 2016), h.2
11
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2017), h. 90
12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2019), h. 107.
13

antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut

dapat dipandang sebagai suatu sistem13.

Pembelajaran adalah interaksi antara siswa dengan guru, dimana terjadi-nya

proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Aktifitas pembela-jaran

tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar siswa dapat saling

membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan14.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran menggunakan

sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 sampai 6 orang yang mempunyai

latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda

(heterogen). Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika

kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian,

setiap kelompok mempunyai ketergantungan positif. Setiap individu akan saling

membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok,

sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan

kontribusi demi keberhasilan kelompok15.

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu

sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam

struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau

lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap

anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai

13
Khadijah, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Cipta Pustaka Media, 2016), h.31
14
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,..,h. 242
15
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi …..h.5
14

suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota

kelompok16.

Menurut Anita dalam Isjoni mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai

pembelajaran gotong royong, suatu metode pembelajaran yang mendorong siswa

untuk saling berkolaborasi dalam proyek yang telah ditentukan. Selain itu,

pembelajaran kooperatif hanya terjadi ketika sekelompok atau tim siswa

berkolaborasi secara terencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. ,

biasanya dengan maksimal empat hingga enam anggota.17.

Slavin dalam Isjoni menyebutkan cooperative learning merupakan model

pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong

para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti

diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses

belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini,

sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan

saling belajar mengajar sesama mereka18.

Pembelajaran kooperatif ialah strategi pembelajaran melalui kelompok kecil

siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk

mencapai tujuan belajar19. Sedangkan Riyanto mengemukakan Pembelajaran

Kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan

16
Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2017), h. 4
17
Isjoni, Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung. Alfabeta,
2016), h. 16
18
Isjoni, Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok, ...., h. 16
19
Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Refika Aditama,
2017), h. 62.
15

kecakapan akademik (academic Skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill)

termasuk interpersonal skill20.

Belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar bertanggung

jawab pada kemajuan temannya, belajar kooperatif menekankan ada tujuan dan

kesuksesan kelompok. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul

generasi baru yang memiliki perestasi akademik yang cemerlang dan memiliki

solidaritas sosial yang kuat21.

Pembelajaran kooperatif memiliki sejumlah karakteristik, seperti yang

dikemukakan Stahl, bahwa karakteristik/ciri pembelajaran kooperatif adalah:22

1. Belajar bersama teman

2. Selama proses pembelajaran terjadi tatap muka antar teman

3. Saling mendengarkan pendapat diantara anggota kelompok

4. Belajar dari teman sendiri dalam kelompok

5. Belajar dalam kelompok kecil

6. Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat

7. Keputusan tergantung pada siswa sendiriSiswa aktif

8. Berbagi tanggung jawab.

Adapun keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif ialah sebagai

berikut:

20
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Sebagai Referensi Bagi Pendidikan dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas). (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2016), h. 267.
21
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif, (Jakarta: Kencana. 2017), h.
57
22
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif.....,h. 32
16

1. Keunggulan

a. Siswa berkelompok saling belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam

suasana menyenangkan.

b. Optimalisasi partisipasi siswa.

c. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

d. Percaya diri yang tinggi.

e. Siswa lebih bertanggung jawab

2. Kekurangan

a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga menim-bulkan

sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

b. Dapat terjadi siswa hanya menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa

pemahaman.

c. Membutuhkan banyak waktu.

C. Model Problem Based Learning

1. Pengertian Problem Based Learning

Pembelajaran Berbasis Masalah, juga dikenal sebagai Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBL), adalah jenis pembelajaran pusat siswa yang baru-baru ini

mendapatkan popularitas di dunia pendidikan1. Menurut Taufiq Amir, proses PBL

lebih dari sekedar prosedur. Namun, itu adalah komponen pengembangan

keterampilan manajemen diri untuk hidup. Sebagai bentuk pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik, PBL mengasumsikan bahwa kita harus melakukan

kontrol dan tanggung jawab.


17

Di Amir, Evers, Rush, dan Berdow memberikan definisi yang jelas tentang

apa itu keterampilan manajemen diri: kapasitas untuk bertanggung jawab atas kinerja

seseorang, serta kesadaran tentang bagaimana keterampilan tertentu dikembangkan

dan digunakan. Kita mampu mengenali dan mengatasi berbagai rintangan

menghadang. Dengan kata lain, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

ini berpotensi membekali siswa dengan keterampilan manajemen kehidupan yang

memungkinkan mereka mengatasi hambatan di lingkungannya.

Berikut ini adalah tambahan sudut pandang mengenai konsep Pembelajaran

Berbasis Masalah (PBL): Kunandar mengatakan bahwa pembelajaran berbasis

masalah, atau "Pembelajaran Berbasis Masalah", adalah cara untuk mengajarkan

siswa bagaimana berpikir kritis dan memecahkan masalah dengan menggunakan

metode nyata. masalah dunia.dan untuk mempelajari konsep dan pengetahuan dasar

dari bahan ajar.

Tan dalam Rusman menyatakan bahwa Problem Based Learning merupakan

inovasi dalam pendidikan karena kemampuan berpikir siswa benar-benar

dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis. Hal ini

memungkinkan siswa untuk memberdayakan, mengasah, menguji, dan

mengembangkan keterampilan berpikir mereka secara berkelanjutan. Tan dalam

Rusman juga menyatakan bahwa Problem Based Learning merupakan sebuah

inovasi dalam pendidikan. Pendapat lain dari Trianto mengatakan bahwa

pembelajaran berbasis Masalah adalah interaksi dengan respon yang merupakan

hubungan dua arah belajar dan lingkungan.23

23
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), h. 67
18

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Problem Based

Learning (PBL) menggunakan masalah dunia nyata sebagai bahan pembelajaran

untuk mengemabngkan kemampuan berpiir pada peserta didik dalam memecahkan

suatu masalah yang ada. Selain itu, lingkungan dapat memberikan pelajaran ataupun

memberikan sebuah masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah,

sedang saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah

yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahan masalahnya

dengan baik. Pengalaman yang diperoleh dari lingkungan akan memberikan bahan

dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman tujuan

belajarnya.

Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru

mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide

secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari

menyajikan kepada peserta didik situasi masalah yang autentik dan bermakna yang

dapat memberikan kemudaham kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan

dan inkuiri.24

Dimungkinkan untuk menarik kesimpulan bahwa Pembelajaran Berbasis

Masalah pada dasarnya adalah strategi pembelajaran inovatif yang menggunakan

masalah dunia nyata sebagai konteks pembelajaran untuk melatih keterampilan

berpikir kritis dan pemecahan masalah sehingga siswa memperoleh pengetahuan

baru melalui metode mereka sendiri yang unik dalam memecahkan masalah.

pemecahan. Kesimpulan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh

24
Kunandar, Guru Profesional,…h. 355
19

sejumlah pakar pendidikan di atas. Selama proses pembelajaran, siswa juga akan

memperoleh berbagai keterampilan.

2. Karakteristik dan Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)

Amir menyebutkan ciri-ciri proses PBL, yaitu sebagai berikut:

a. sebuah. Masalah digunakan untuk memulai pembelajaran. b. Sebagian besar

waktu, masalahnya adalah masalah dunia nyata yang disajikan dengan buruk.

b. c. Masalah biasanya memerlukan banyak sudut pandang. Solusinya

mengharuskan siswa untuk menerapkan dan memperoleh konsep dari

beberapa bab atau bidang lain lintas disiplin.

c. d. Masalah menyulitkan siswa untuk mempelajari hal-hal baru; e.

Pembelajaran mandiri mendapat banyak perhatian; f. Gunakan banyak sumber

pengetahuan, bukan hanya satu. Sangat penting untuk mencari, mengevaluasi,

dan menerapkan pengetahuan ini.

d. g. Pembelajarannya kooperatif, kolaboratif, dan berbasis komunikasi. Siswa

berkolaborasi dalam kelompok, berinteraksi, mengajar (melalui peer

teaching), dan mempresentasikan.

e. Berikut ini adalah ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah, atau problem-based

learning:

f. sebuah. Menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah Pembelajaran

berbasis masalah tidak hanya melibatkan pengorganisasian prinsip atau

keterampilan akademik tertentu, tetapi juga mengatur instruksi seputar

pertanyaan dan masalah yang dianggap penting oleh siswa secara pribadi dan
20

sosial. Mereka menyarankan skenario dunia nyata, menolak tanggapan

langsung dan memungkinkan beberapa pilihan .

g. b. Berkonsentrasi pada hubungan antar disiplin Terlepas dari kenyataan

bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat fokus pada mata pelajaran

tertentu, siswa dapat meninjau berbagai mata pelajaran yang ada dengan

memecahkan masalah melalui solusi.

Investigasi Otentik Menurut Muhammad Nur, siswa dalam Pembelajaran


Berbasis Masalah diharapkan untuk melakukan penyelidikan asli untuk
menemukan solusi asli untuk masalah. Mereka harus mendefinisikan dan
mendefinisikan masalah, membuat hipotesis, membuat prediksi, mengumpulkan
dan menganalisis data, melakukan eksperimen jika perlu, menarik kesimpulan,
dan menarik kesimpulan. Bergantung pada sifat masalah yang diselidiki, mereka
juga dapat menggunakan teknik penyelidikan khusus.
saya. Membuat karya dan memamerkannya Pembelajaran berbasis
masalah mengharuskan siswa untuk membuat karya dan demonstrasi yang
menjelaskan atau mewakili metode yang mereka temukan untuk memecahkan
masalah. Transkrip, debat, laporan, model fidic, dan video adalah contoh produk
yang dapat dihasilkan. Siswa rencanakan proyek dan demonstrasi nyata untuk
menunjukkan kepada teman-teman mereka apa yang telah mereka pelajari dan
tulis laporan, seperti yang akan kita lihat nanti. Salah satu aspek baru dari model
PBM adalah karya dan pameran nyata ini.
j. Kolaborasi Siswa bekerja sama dalam kelompok kecil atau berpasangan
untuk mengilustrasikan pembelajaran ini. Bekerja bersama meningkatkan
kesempatan untuk berbagi inkuiri dan dialog, pengembangan keterampilan sosial,
dan motivasi untuk terus terlibat dalam tugas-tugas kompleks.
3. Langkah-Langkah Problem Based Learning (PBL)

Menurut Kunandar Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran

berdasarkan masalah mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :25

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Problem Based Learning (PBL)

Tahap Kegiatan Tingkah Laku Guru


1 Mengorientasikan peserta didik Guru menginformasikan tujuan-tujuan
25
Kunandar, Guru Profesional,…h. 358
21

kepada masalah pembelajaran, mendeskripsikan


kebutuhan-kebutuhan logistic penting,
memotivasi peserta didik agar terlibat
dalam kegiatan pemecahan masalah
yang mereka pilih sendiri.
2 Mengorganisasikan siswa untuk Guru membantu peserta didik
belajar menentukan dan mengatur tugas-tugas
belajar yang berhubungan dengan
masalah itu
3 Membantu penyelidikan mandiri Guru mendorong siswa untuk
maupun kelompok mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, mencari
penjelasan dan solusi.
4 Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik dalam
menyajikan hasil karya serta merencanakan dan menyiapkan hasil
memamerkannya karya yang sesuai seperti laporan,
rekaman video, dan model serta
membantu mereka berbagi karya
mereka.
5 Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu peserta didik untuk
proses pemecahan masalah melakukan refleksi atas penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.

4. Kelebihan dan kelemahan Peoblem Based Learning (PBL)

Menurut Amir keunggulan PBL ada di perancangan masalah. Masalah yang

diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu peserta didik untuk menjalankan

pembelajaran dengan baik. Masalah yang disajikan oleh pendidik dalam proses PBL

yang baik, memiliki cirri khas sebagai berikut :26

a. Punya keaslian seperti di dunia kerja

b. Masalah yang disajikan sedapat mungkin memang merupakan cerminan

masalah yang dihadapi di dunia kerja. Dengan demkian, peserta didik bisa

memanfaatkannya nanti bila lulusan yang akan belajar.

26
Amir, Inovasi Pendidikan,… hal. 32-33
22

c. Dibangun dengan mempertimbangkan pengetahuan sebelumnya. Jadi

sementara pengetahuan-pengetahuan baru didapat, peserta didik bisa melihat

kaitannya dengan bahan yang telah ditemukan dan dipahaminya sebelumnya.

d. Membangun pikiran yang metakognitif dan konstruktif kita disebut

melakukan metakognitif kala kita menyadari tentang pemikiran mita

(thingking about our thinhking). Artinya kita mencoba berefleksi seperti apa

pemikiran kita atas satu hal. Peserta dodok menjalankan proses PBL sembari

menguji pemikirannya, mempertanyakannya, mengkritisi gagasannya sendiri,

sekaligus mengeksplor hal yang baru.

e. Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran.

f. Dengan rancangan masalah yang menarik dan menantang, peserta didik akan

tergugah untuk belajar. Diharapkan peserta didi yang tadinya tergolong pasif

bisa tertarik untuk aktif.

Adapun kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning menurut

Sanjaya :27

a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan

pengetahuan baru bagi siswa.

b. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami

masalah dunia nyata.

d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

27
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran …,h. 45
23

e. Mengembangkan kemampuan siswa agar berpikir kritis dan mengembangkan

kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

f. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan

yang mereka miliki dalam dunia nyata.

g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun

belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna

memecahkan masalah dunia nyata.

Selain memiliki kelebihan Problem Based Learning (PBL) atau yang biasa

disebut dengan pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan:28

a. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyao

keprcayaan bahwa masalah ayng dipelajari sulit untuk dipecahkan maka

mereka merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah

membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

c. Tanpa pemahaman mereka berusaha untuk memecahkan maslah yang sedang

dipelajari, makan mereka tidak akanbelajar apa yang mereka ingin pelajari.

d. Tidak dapt diterapkan pada setiap materi pembelajaran e. Membutuhkan

persiapan yang matang.

D. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

28
Ibid.,h. 46
24

Hasil belajar atau prestasi belajar siswa adalah hasil yang mereka peroleh dari

belajar, baik pada ujian harian, semester, maupun akhir. Kalimat tentang prestasi

belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. untuk memberikan pemahaman

yang lebih mendalam tentang konsep prestasi belajar. Prestasi belajar, menurut

Slameto, adalah proses mencapai perilaku yang sama sekali baru sebagai hasil dari

pengalaman individu sendiri berinteraksi dengan lingkungannya. Setelah belajar,

orang memiliki keterampilan, pengetahuan , sikap, dan nilai yang berupa

kemampuan.

Kemampuan anak setelah mengikuti kegiatan belajar dikenal dengan istilah

hasil belajar. Ia menegaskan bahwa anak yang berhasil belajar juga berhasil

mencapai tujuan instruksional atau pembelajaran. Hasil belajar adalah keterampilan

yang diperoleh individu setelah melalui proses belajar. Mereka dapat mengakibatkan

perubahan perilaku dalam pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan siswa,

menjadikannya lebih baik dari sebelumnya.

Hasil belajar dapat dipahami sebagai suatu cara untuk menentukan tingkat
penguasaan siswa terhadap suatu mata pelajaran setelah mengikuti kegiatan belajar
mengajar yang telah disepakati, atau tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti
kegiatan belajar yang telah disepakati yang ditandai dengan angka, huruf, atau
simbol oleh lembaga pendidikan.

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar berupa
pengetahuan atau kognitif setelah menyelesaikan proses pembelajaran dengan
menggunakan multimedia interaktif, yang dibuktikan dengan hasil evaluasi
berupa nilai-nilai, menurut beberapa teori sebelumnya mengenai pengertian hasil
pembelajaran.
Keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik merupakan hasil belajar.
Pengetahuan (knowledge), pemahaman (memahami, menjelaskan, meringkas,
25

dan mengutip contoh), aplikasi (menerapkan), dan analisis semua domain


kognitif. Menerima (sikap menerima), menanggapi ( memberi tanggapan), dan
organisasi terdiri dari ranah afektif. Yang termasuk dalam ranah psikomotor
adalah: keterampilan teknis, sosial, fisik, intelektual, dan produktif. Dalam
penelitian ini, penulis memfokuskan pada kemampuan kognitif siswa sebagai
hasil belajar. kapasitas untuk menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif
sendiri disebut strategi kognitif. Kemampuan menggunakan konsep dan aturan
untuk memecahkan masalah termasuk dalam kemampuan ini.
Menurut beberapa sudut pandang tersebut di atas, belajar adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada diri seseorang sehingga
individu tersebut akan mengalami perubahan individu baik pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan perilaku sebagai akibat dari proses latihan dan perilaku
individu tersebut. pengalaman sendiri berinteraksi dengan lingkungannya.
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai keterampilan nyata yang dapat diukur
berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai interaksi aktif antara subjek
pembelajaran dan objek pembelajaran selama proses belajar mengajar untuk
mencapai hasil belajar. , sebagaimana dapat disimpulkan dari definisi prestasi
dan pembelajaran tersebut di atas. Tingkat penguasaan yang dicapai siswa
sebagai hasil mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan dikenal sebagai hasil belajar.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


Keberhasilan dalam belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

yang berasal dari siswa itu sendiri atau lingkungan. Berikut ini adalah contoh

faktor-faktor tersebut:
26

(1) Faktor Internal Faktor fisiologis dan fisik siswa sendiri termasuk dalam

kategori faktor internal. Untuk kehalusan tambahan, kedua variabel ini harus

terlihat dalam klarifikasi yang menyertainya:

sebuah.

(2) Faktor Fisiologis Antusiasme dan intensitas siswa mengikuti pelajaran dapat

dipengaruhi oleh keadaan umum fisik dan tonus (ketegangan otot) yang

menunjukkan tingkat kebugaran organ tubuh dan persendian. disertai sakit

kepala, dapat menurunkan kualitas alam kreatif (kognitif), sehingga

mengakibatkan kurangnya atau tidak ada jejak materi yang dipelajari.

Kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya

yang disajikan di kelas, juga sangat dipengaruhi oleh kesehatan organ khusus

mereka, seperti pendengaran dan penglihatannya. Karena penglihatan siswa

lemah, misalnya, akan sulit untuk register sensorik untuk menyerap informasi

echoideneconic (gema dan gambar). Keterlambatan sistem memori siswa dalam

memproses informasi adalah hasil negatif berikutnya. Dengan demikian, dapat

ditunjukkan bahwa faktor kesehatan fisik secara signifikan mempengaruhi

prestasi belajar seseorang. Jika seorang siswa kurang atau memiliki cacat pada

salah satu anggota tubuh fisiknya, seperti pendengaran atau penglihatan, ia akan

merasa rendah diri dengan teman-temannya di kelas dan kemungkinan akan lebih

suka menyendiri. Hal ini akan mempersulit siswa yang bersangkutan

mempelajari materi yang telah diajarkan oleh guru.

a. Faktor Psikologis
27

Kuantitas dan kualitas hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor, termasuk faktor psikologis. Namun, aspek spiritual siswa berikut

umumnya dianggap lebih signifikan: 1) tingkat kecerdasan siswa secara

keseluruhan; 2) sikap siswa ;3) bakat siswa;4) Antusiasme siswa;5)

Menginspirasi siswa.

Ternyata faktor psikologis seperti kecerdasan, minat, bakat, dan motivasi

berperan penting dalam menentukan hasil belajar siswa selain faktor

fisiologis. Siswa akan lebih mudah memahami bahkan mempraktikkan teori

yang dipelajarinya secara langsung jika psikologi siswa didukung dengan

baik.

(1) Faktor Eksternal

Selain faktor-faktor mulai dari dalam diri mahasiswa, perolehan hasil juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor mulai dari keadaan mahasiswa saat ini, baik
non-sosial maupun sosial.

a. Faktor Non Sosial

Ada banyak faktor dalam kelompok ini, antara lain: kondisi udara, suhu

udara, cuaca, waktu (pagi, siang, atau malam), lokasi (gedung, lokasi), dan alat

pembelajaran (seperti alat tulis, buku, dan barang-barang lainnya yang biasa

disebut sebagai alat belajar).

Akibat dari penjelasan tersebut, proses belajar mengajar tidak lepas dari

faktor tempat tinggal, kondisi, dan fasilitas. Siswa akan lebih mudah memahami

pelajaran yang diajarkan oleh guru jika mereka memiliki akses ke fasilitas yang

lengkap, nyaman. lingkungan belajar.

a. Faktor Sosial
28

Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial di sini adalah faktor manusia

(sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirann yaitu dapat

disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang lain pada

waktu seseorang sedang belajar, banyak kali mengganggu belajar itu, misalnya

kalau satu kelas murid sedang mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-

kanak lain bercakap-cakap di samping kelas; atau seseorang sedang belajar di

kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk kamar pelajar itu, dan

sebagainya29.

Keterangan di atas menunjukkan pula betapa pentingnya lingkungan sosial

demi tercapainya hasil belajar yang baik. Jika saat berlangsungnya kegiatan

pembelajaran terdapat keributan maka akan mengganggu konsentrasi peserta

didik dan terganggunya kenyamanan belajar akan berdampak terhadap hasil yang

ingin diperoleh.

E. Teknik Pemograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler

Penelitian ini dilakukan terhadap mata pelajaran Teknik Pemograman

Mikroprosesor dan Mikrokontroler kelas X SMKS Muhammadiyah Banda Aceh,

khususnya pada Kompetensi Dasar (KD 3) dan Komtetensi Dasar (KD 4) sebagai

mana terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kompetensi Dasar Materi Penelitian

Kompetensi Dasar (KD 3) Kompetensi Dasar (KD 4)

3.3 Membedakan Program aplikasi 4.3 Membuat program aplikasi sederhana


sederhana dengan menggunakan dengan menggunakan konstanta,
29
Said Nurdin dkk. Psikologi Pendidikan…, h.130-134.
29

konstanta, variabel, operator dan variabel operator dan perintah input /


perintah infut/Output di Computer output

1. Konstantan

Variabel yang mempunyai nilai yang sifatnya tidak bisa diubah, nilai

ditentukan pada saat pendefinisian. Misal : = ; Phi = 3.14; Konstanta merupakan

suatu nilai yang telah ditetapkan di awal pembuatan algoritma dan nilainya tidak

dapat diubah oleh proses dalam algoritma. Cara mendefinisikan konstanta adalah

dengan menambahkan kata kunci const diawal nama konstanta dan diletakkan di

bagian deklarasi.

2. Variabel

Variabel adalah nama yang mewakili suatu elemen data seperti: jenkel untuk

jenis kelamin, t4lahir untuk tempat lahir, alamat untuk alamat, dan sebagainya. Ada

aturan tertentu yang wajib diikuti dalam pemberian nama variable antara lain:

a. Harus dimulai dengan abjad, tidak boleh dengan angka atau simbol

b. Tidak boleh ada spasi diantaranya

c. Jangan menggunakan simbol-simbol yang bisa membingungkan seperti titik

dua, titik koma, koma dan sebagainya.

d. Sebaiknya memiliki arti yang sesuai dengan elemen data

e. Sebaiknya tidak terlalu panjang

- Contoh variable yang benar : Nama, Alamat, Nilai Ujian

- Contoh variable yang salah : 4XYZ, IP rata, Var:+xy,458

Variabel (perubah) merupakan suatu nama yang menyiratkan lokasi memori

komputer yang dapat digunakan untuk menyimpan nilai, dimana isinya dapat
30

diubahubah. Variabel dapatdipandang sebagai abstraksi dari lokasi. Hasil evaluasi

dari variabel adalah nilai dari variabel itu. Nilai dari suatu variabel dapat diubah

dengan assignment statement. Sebuah assignment statement terdiri dari sebuah

variabel di sebelah kirinya dan suatu ekspresi disebelah kanannya.

Variabel jumlah diubah nilainya menjadi nilai dari ekspresi B1 + B2 setelah

dievaluasi. Dalam suatu program Pascal maupun C, setiap variabel yang akan

digunakan terlebih dahulu dideklarasikan, dimana setiap variabel harus mempunyai

tipe. Deklarasi variabel berguna untuk memberi informasi kepada compiler serta

membantu programmer untuk berpikir secara jelas dan berencana.

3. Input dan Output

Input artinya meminta data yang diperlukan dari user. Sebagai contoh, dalam

menghitung luas persegi panjang, tentu diperlukan data berupa besarnya panjang dan

lebar bangun persegi panjang tersebut. Dengan kata lain, algoritma menentukan luas

persegi panjang mempunyai 2 input berupa panjang dan lebar persegi panjang.

Algoritma di buku ini menggunakan kata kunci read untuk menginput data.

Data yang dapat diinputkan hanyalah data berupa integer, real, char, atau

string. Sedangkan data boolean tidak dapat diinputkan menggunakan read. Dalam

algoritma, kita tidak perlu memikirkan dari peralatan mana user menginput data,

apakah dari mouse, keyboard, scanner, dan lain sebagainya. Hal itu merupakan

masalah pemrograman. Pembuat algoritma juga tidak perlu memikirkan masalah

tampilan saat penginputan berlangsung.

Output artinya mencetak informasi yang dihasilkan oleh algoritma. Sebagai

contoh dalam algoritma menghitung luas persegi panjang, hasil akhir yang
31

diinginkan adalah luas persegi panjang. Dengan kata lain, algoritma tersebut

memiliki satu output yaitu luas persegi panjang. Algoritma dalam buku ini

menggunakan kata kunci write untuk mencetak suatu data.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Metodelogi penelitian ini adalah kuantitatif. Sugiyono mengatakan bahwa

penelitian kuantitatif adalah penelitian yang melihat populasi atau sampel tertentu,

menggunakan teknik pengambilan sampel tertentu, mengumpulkan data dengan

instrumen penelitian, dan menggunakan analisis data kuantitatif/statistik untuk

menguji hipotesis yang telah ditentukan. Dengan kata lain Cara, strategi kuantitatif

ini melihat seberapa baik prestasi siswa, yang mirip dengan menggunakan angka

untuk mengetahui seberapa baik prestasi siswa. Penelitian ini hanya berfokus pada

peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model Problem Based Learning

dalam pembelajaran. Teknik Pemrograman Mikroprosesor dan Mikrokontroler. di

SMKS Muhammadiyah Banda Aceh.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah istilah untuk jenis penelitian ini.

Untuk meningkatkan penalaran praktik sosial siswa, penelitian tindakan adalah jenis

penelitian reflektif dan kolaboratif yang dilakukan di lingkungan sosial.30 Penelitian

Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan

memperbaiki atau meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan

dalam penelitian ini terdiri dari empat langkah utama, yaitu perencanaan (planning),

30
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h. 25.

34
35

tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).31 Pada

akhir setiap siklus, siswa merefleksikan kinerja mereka. Prosedur penelitian ini

meliputi, tetapi tidak terbatas pada: perencanaan, pelaksanaan, dan perenungan,

siklus elaborasi berikutnya:

Permasalaha Perencanaan Pelaksanaan


n Tindakan Tindakan I

Siklus I Refleksi I Pengamatan


Tindakan I

Pernasalahan
Perencanaan Pelaksanaan
Baru Hasil
Refleksi Tindakan II Tindakan I

Pengamatan
Siklus II Refleksi II
Tindakan II

Apabila Dilanjutkan ke
Permasalahan Belum Siklus
Terselesaikan Berikutnya

Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas


Sumber: Kemmis dan Taggart dalam Suharsimi (2006)

1. Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini peneliti menyususn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan

menyiapkan media yang dapat mengembangkan karakter mandiri anak serta

membuat lembar observasi pada saat proses belajar mengajar.

31
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014),
h.58

34
36

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan yang telah disusun secara

sistematis, kemudian dijabarkan dari RPP. Adapun kegiatan dalam penelitian ini

sebagai berikut:

Kegiatan awal ± 10 menit

(a) Guru mengkondisikan anak serta memotivasi siswa dalam kegiatan

pembelajaran.

(b) Guru menyampaian sarana belajar

Kegiatan inti ± 60 menit

(a) Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan

kebutuhan-kebutuhan logistic penting, memotivasi peserta didik agar terlibat

dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri.

(b) Guru membantu peserta didik menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar

yang berhubungan dengan masalah itu

(c) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,

melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan dan solusi.

(d) Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan hasil

karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model serta membantu

mereka berbagi karya mereka.

(e) Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atas penyelidikan

mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


37

Kegiatan akhir ± 15 menit

(a) Guru melihat hasil belajar untuk melihat seberapa baik peserta didik

mengetahui materi yang telah dipelajarinya..

(b) Guru memberi pesan pada peserta didik (memberi motivasi dan dorongan).

3. Pengamatan

Selama proses pembelajaran, peneliti meminta bantuan kepada tim

kolaborator dan guru untuk mengamati kegiatan yang dilakukan dalam proses

pembelajaran untuk mengumpulkan dara berdasarkan instrument lembar

pengamatan yang telah disajikan.

4. Refleksi

Setelah kegiatan pelaksanaan dan pengamatan selesai dilakukan oleh

peneliti, langkah selanjutnya adalah melakukan refleksi. Refleksi dilakukan untuk

melakukan tinjauan ulang terhadap keberhasilan dan kegagalan yang terjadi

selama proses pembelajaran yang telah berlangsung guna untuk direfleksikan

untuk perbaikan pada siklus ke II. Dari hasil analisa tersebut, peneliti mengambil

kesimpulan yang akan dijadikan dasar untuk membuat rencana tindakan

selanjutnya. Peneliti bersama guru dan tim kolaborator menyusun rancangan

penelitian yang akan dilanjutkan pada siklus II.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh. Waktu

penelitian pada bulan November 2022.


38

C. Subjek Penelitian

Moeliono mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang diamati sebagai

sasaran penelitian.32 Berdasarkan pengertian tersebut peneliti mendeskrisikan subjek

penelitiannya ialah seluruh siswa kelas X SMKS Muhammadiyah Banda Aceh tahun

ajaran 2022-2023 yang berjumlah 22 siswa dan siswi. Informasi guru berperan dalam

pemilihan kelas, yang diantaranya adalah siswa yang sering belajar di luar kelas

berbicara dengan teman sekelasnya, sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif.

Akibatnya, sebagian besar nilai belajar siswa belum memenuhi KKM guru.A metode

pengambilan sampel yang diusulkan, juga dikenal sebagai metode pengambilan

sampel yang disengaja, digunakan untuk pemilihan sampel. Ini berarti bahwa peneliti

memilih sampel mereka sendiri, yang tidak dipilih secara acak melainkan oleh

peneliti sendiri..

D. Instrumen Penelitian
Kuesioner yang dirancang oleh peneliti sendiri berfungsi sebagai instrumen

penelitian dalam penelitian ini. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk

mengukur fenomena sosial dan alam yang diamati adalah instrumen penelitian. Oleh

karena itu, tujuan penggunaan instrumen penelitian adalah untuk mengumpulkan

data yang lengkap mengenai suatu masalah, gejala alam, atau gejala sosial.

Instrumen penelitian ini dirancang untuk menghasilkan data yang tepat yang terdiri

dari:

32
Moeliono, Analisis Fungsi Subjek dan Objek Sebuah Tujuan, (Bandung: ITB, 2013), h. 62.
39

1. Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamatai aktivitas

guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran, selama kegiatan belajar

mengajar berlangsung.

2. Tes

Tes dalam penelitian ini menggunakan tes berupa soal multiple choice yang

terdiri dari 5 option jawaban. Tes dilakukan sebelum (pree test) dan sesudah

(post test) pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran Problem Based

Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler.

E. Teknik Pengumpulan Data

Telah diterima sebagai dasar untuk dapat meneliti suatu masalah melalui

penelitian bahwa metode penulisan yang digunakan harus ditentukan terlebih

dahulu. Ia mencari data kuantitatif dengan:

1. Tes

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh soal pilihan

ganda pilihan ganda yang diberikan kepada 22 siswa kelas X. Soal-soal tersebut

sama baik pada pre-test maupun post-test kelas berdasarkan materi pelajaran

yang dipelajari. penulis membagikan lembar soal setelah proses belajar mengajar

selesai. Setelah itu, semua lembar soal dan lembar jawaban dikumpulkan sekali

lagi untuk ujian dan penilaian.

2. Lembar Observasi
40

Pada bagian ini kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem Based

Learning pada pembelajaran Teknik Pemograman Mikroprosesor dan

Mikrokontroler di SMKS Muhammadiyah Banda Aceh dilakukan pengamatan

terhadap kegiatan keaktifan siswa dan aktivitas guru dengan melibatkan observer

saat proses pembelajaran berlangsung di kelas.

F. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, tes hasil belajar dan respon siswa menjadi fokus analisis

data. Lihat uraian berikut untuk informasi tambahan.

1.Analisis Hasil Pengujian Setelah pengumpulan data secara menyeluruh dari hasil

pengujian, tahap analisis data adalah langkah berikut. Statistik digunakan untuk

menganalisis data yang telah dikumpulkan. Persamaan yang digunakan adalah

sebagai berikut:

sebuah.

a. Menghitung Skor Rata-Rata

Rumus statistik Sudjana untuk menentukan skor rata-rata adalah

sebagai berikut:

∑X
X=
N

Keterangan:

X = Mean atau nilai rata-rata yang dicari


∑ X = Jumlah score X
N = Jumlah sampel
41

a. Menghitung Persentase

Distribusi frekuensi adalah rumus statistik langsung yang menggunakan

perhitungan persentase untuk menganalisis hasil belajar,yaitu33:

F
P= x 100
N
Keterangan:
P = persentase
F = frekuensi
N = sampel
100% = bilangan tetap

Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya skor yang diperoleh

dala (%) dengan analisis deskriptif persentase dengan norma standar kriteria berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian


Interval Kriteria
82, 25% - 100% Sangat Baik
63,5% - 81,25% Baik
44,75% - 62,5% Cukup Baik
25% - 43,75% Kurang Baik.34

33
Hadi, Metodologi Penelitian..,h.229.
34
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h.76.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2010

Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.

Arsyad Azhar, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011

Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008

Daryanto, Media Pembelajaran, Yogyakarta: Gava Media, 2010

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Hanafiah dan Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama,


2010

Isjoni, Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok, Bandung.


Alfabeta, 2013

Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi &


Kompetensi Guru, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.

Jumantana Hamdayama, Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter,


Bogor: Ghalia Indonesia, 2002

Khadijah, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Cipta Pustaka Media, 2013

Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung: Refika


Aditama, 2013

Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Kencana Media,2003

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2013

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004

Mulyono Abdurrahman. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:


Rineka Cipta, 1999

Nanang, Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: PT. Refika Aditama, 2010

Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002

42
43

Prihatin, Guru Sebagai Fasilitator, Bandung: Karsa Mandiri Persada. 2008

Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


2002

Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2012

Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Sebagai Referensi Bagi Pendidikan dalam


Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012

Sadiman, dkk, Media Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006

Said Nurdin dkk. Psikologi Pendidikan, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2006.

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010

Setyawan, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan Menerapkan Model


Pembelajaran Round Club Berbantuan Media Monopoly Game Smart Pada
Peserta Didik Kelas-B di SDN-1 Sabaru Palangka Raya Tahun Pelajaran
2016/2017, Seminar Nasional PGSD UNIKAMA, 2017.

Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Asdi Mahastya, 2003

Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001

Slameto. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003

Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS,


Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung: Remaja, 2004.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,


2012

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inofatif-Progresif, Jakarta: Kencana. 2010

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


Jakarta: Kencana, 2009.
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.

Anda mungkin juga menyukai