Anda di halaman 1dari 22

PETUNJUK PRAKTIKUM

PERLINDUNGAN HUTAN
SVPH214308
(0,3)

Oleh:
Puji Lestari, S.Hut., M.Sc.
Eko Prasetyo, S.Hut., M.Sc., Ph.D.
Singgih Utomo, S.Hut., M.Sc., Ph.D.
Ahdiar Fikri Maulana, S.Hut., M.Agr., Ph.D.

Laboratorium Budidaya Hutan


Program Studi Pengelolaan Hutan
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner
Sekolah Vokasi UGM
2022

1
KATA PENGANTAR

Mata kuliah praktikum perlindungan hutan menerangkan ragam kerusakan hutan, penyebab
kerusakan dan cara pengendalian/pencegahannya. Mata kuliah ini bertujuan untuk
membekali mahasiswa agar mampu mengelola tegakan hutan yang sehat dan produktif. Mata
kuliah ini memiliki bobot 2 SKS. Materi disampaikan dengan cara ceramah, diskusi dan praktik
di laboratorium maupun lapangan. Penilaian dilakukan dengan post test, laporan, keaktifan,
dan responsi. CPMK (Capaian Pembelajaran Mata Kuliah) mata kuliah ini adalah:
1. Mampu mendeteksi ragam kerusakan hutan
2. Mampu memilih metode pencegahan dan pengendalian kerusakan hutan yang sesuai
3. Mampu mengorganisasikan kegiatan monitoring kesehatan hutan
Petunjuk praktikum ini disusun sebagai salah satu perangkat pembelajaran untuk membantu
mahasiswa mencapai CPMK yang ditargetkan. Penulis menyadari masih banyak peluang
perbaikan dalam petunjuk praktikum ini. Oleh sebab itu masukan dari berbagai pihak sangat
kami harapkan.

Yogyakarta, Agustus 2022

Tim penyusun

2
ACARA I
RAGAM KERUSAKAN ABIOTIK DAN GULMA HUTAN

A. SUB-CPMK
Mampu mengenal berbagai kerusakan hutan yang disebabkan oleh faktor abiotik dan
gulma.
B. PENGANTAR
Kerusakan abiotik merupakan kerusakan tanaman yang disebabkan oleh faktor
lingkungan. Kekurangan atau kelebihan faktor tersebut akan mengakibatkan
penyimpangan proses fisiologi pada tanaman. Sebagai contoh tanaman yang
kekurangan air (kekeringan) atau kelebihan air (tergenang) dalam jangka lama akan
mengakibatkan tanaman menjadi rusak atau bahkan mati. Kondisi kekurangan atau
kelebihan faktor abiotik ini biasanya disebut dengan cekaman. Terdapat beberapa tipe
cekaman yang umum ditemukan pada tanaman, antara lain: cekaman air, hara, cahaya,
suhu, dll.
Gulma adalah jenis-jenis penyusun vegetasi yang keberadaannya tidak diinginkan oleh
pengelola karena menggangu pertumbuhan tanaman pokok. Gulma secara umum
dikelompokkan menjadi 3 yaitu liana, pencekik, dan penutup tanah. Liana merupakan
tumbuhan yang merambat dan menjalar ke atas pohon. Pencekik merupakan tumbuhan
yang tumbuh dari atas dan memiliki akar yang melilit cabang/batang tanaman pokok
kemudian lama-kelamaan akar tersebut akan mengurung dan mencekik tanaman pokok.
Penutup tanah merupakan tumbuhan bawah yang tumbuh sangat cepat sehingga
menjadi kompetitor bagi tanaman pokok.
C. METODE PRAKTIKUM
a. Bahan :
1. Tanaman yang mengalami cekaman air, hara, dan cahaya
2. Ragam gulma
b. Cara Kerja :
Aktivitas individu:
1. Perhatikan demonstrasi dan penjelasan mengenai cekaman air, hara, dan
cahaya.
2. Perhatikan demonstrasi dan penjelasan mengenai gulma

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

3
ACARA II
RAGAM PENYAKIT PADA TANAMAN KEHUTANAN

A. SUB-CPMK
Mampu mengenal berbagai jenis penyakit tanaman hutan beserta gejala, tanda, dan
penyebabnya.
B. PENGANTAR
Penyakit tanaman adalah suatu perubahan atau penyimpangan dalam proses fisiologi
tanaman yang mengakibatkan hilangnya koordinasi di dalam tanaman inang. Indikasi
adanya penyakit dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Gejala, adalah kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal yang ditunjukkan
oleh tanaman sebagai reaksi adanya patogen.
2. Tanda, adalah struktur vegetatif dan generatif dari patogen.
Penyebab penyebab penyakit dikenal dengan istilah patogen. Patogen dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu: jamur, bakteri, mikoplasma, virus, tumbuhan parasit tingkat
tinggi, dan nematoda.
C. METODE PRAKTIKUM
a. Bahan :
1. Spesimen penyakit karat tumor
2. Spesimen penyakit akar merah
3. Spesimen penyakit embun tepung
4. Spesimen penyakit embun jelaga
5. Spesimen penyakit kanker batang
6. Spesimen penyakit pink disease
7. Spesimen penyakit kanker batang
b. Cara Kerja :
Aktivitas individu:
Perhatikan demonstrasi dan penjelasan berbagai jenis penyakit tanaman hutan.
D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

4
ACARA III
RAGAM HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

A. SUB-CPMK
Mampu mengenal ragam hama tanaman hutan dan kerusakan yang ditimbulkan.
B. PENGANTAR
Hama merupakan binatang yang mengakibatkan kerusakan pada tanaman pokok.
Serangga merupakan kelompok hama yang paling banyak menyebabkan kerusakan.
Pada waktu-waktu tertentu, serangga berkembang dalam jumlah sangat banyak
sehingga menimbulkan kerusakan pada tegakan hutan. Berdasarkan bagian pohon yang
dirusak, serangga hama dibedakan menjadi:
1. Serangga perusak daun (defoliating insect)
2. Serangga penggerek kulit (inner-bark boring insect)
3. Serangga penggerek batang pohon dan kayu (wood-boring insect)
4. Serangga penghisap cairan pohon (sap-sucking insect)
5. Serangga penggerek kuncup dan ranting (bud and twig boring insect)
6. Serangga perusak anakan (seedling insect)
7. Serangga perusak akar (root insect)
C. METODE PRAKTIKUM
a. Bahan :
1. Preparat kutu loncat (Heteropsylla cubana)
2. Preparat Ulat kantong (Pteroma plagiophles)
3. Preparat Hypsipyla robusta
4. Preparat Xytroscera festiva
5. Preparat Hyblaea puera
6. Preparat Eutectona machaeralis
7. Preparat Neotermes tectonae
8. Preparat Zeuzera coffeae
b. Cara Kerja :
Aktivitas individu:
Perhatikan demonstrasi dan penjelasan berbagai jenis hama tanaman hutan.
D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

5
ACARA IV
PENGELOLAAN KEBAKARAN HUTAN

A. SUB-CPMK
Mampu memahami fenomena kebakaran hutan dan strategi pengelolaannya.
B. PENGANTAR
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang sangat
memengaruhi ekosistem. Kebakaran hutan dapat merusak hampir seluruh komponen
penyusun hutan. Kerusakan yang diakibatkan kebakaran terjadi pada tegakan maupun
tanah hutan. Menurut Boer (1983) kerusakan tegakan akibat kebakaran dapat
diklasifikasikan menjadi:
a. Pohon terbakar basah
Pada kondisi ini pohon-pohon yang terbakar namun masih dapat bertahan hidup
setelah api padam. Hal tersebut dibuktikan dengan kembalinya bermunculan daun-
daun muda.
b. Pohon terbakar kering
Pada kondisi ini pohon-pohon yang terbakar dan tidak dapat bertahan untuk
melanjutkan hidupnya.
c. Pohon terbakar hangus
Pohon-pohon yang terbakar total dari mulai pangkal pohon sampai ujung pohon.
Pohon-pohon ini masih berdiri 3-5 bulan setelah kebakaran, lalu tumbang tertiup
angin dan tersiram air hujan.
Tipe kebakaran hutan dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1. Kebakaran bawah (ground fire)
Kebakaran terjadi di bawah permukaan tanah. Contoh: kebakaran di lahan gambut
2. Kebakaran permukaan (surface fire)
Kebakaran terjadi di permukaan tanah, membakar seresah yang ada di permukaan
tanah. Contoh: kebakaran pada hutan jati
3. Kebakaran tajuk (crown fire)
Kebakaran terjadi di tajuk pohon. Contoh: kebakaran pada hutan pinus.

C. METODE PRAKTIKUM
Tipe-tipe kebakaran hutan
1. Alat dan Bahan:
a. Video kebakaran tajuk
b. Video kebakaran permukaan
c. Video kebakaran bawah tanah

2. Cara Kerja:
a. Putar video kebakaran hutan yang diberikan
b. Cari informasi dari video tersebut mengenai:
• Tipe kebakaran
• Penyebab kebakaran
• Proses terjadinya kebakaran
• Kerusakan/ kerugian akibat kebakaran

6
• Cara pengendalian kebakaran

Rambu Tingkat Bahaya Kebakaran Hutan (optional)


1. Alat dan Bahan:
a. Lahan bervegetasi pohon
b. Seresah daun tunggal
c. Busur
d. Penggaris
e. Pensil warna/ spidol
2. Cara Kerja :
a. Kunjungi suatu lahan yang didominasi vegetasi berupa pohon.
b. Buat plot berukuran 0,04 ha.
c. Ambil 10 sampel seresah daun tunggal yang berada di dalam plot tersebut.
d. Remas sampel seresah tersebut dan klasifikasikan hasilnya menjadi:
• Hancur lebur (patahan > 30), diberi kode M (merah)
• Hancur menjadi patahan kecil (patahan 11-30), diberi kode K (kuning)
• Sebagian hancur menjadi patahan kecil (2-10), diberi kode H (hijau)
• Tidak hancur, diberi kode B (biru)
e. Tentukan tingkat bahaya kebakaran dengan menghitung jumlah daun hasil uji
(langkah d) yang paling banyak.
f. Buat rambu tingkat bahaya kebakaran hutan berdasarkan hasil yang diperoleh
dengan cara:
• Buat bangun datar berbentuk setengah lingkaran
• Bagi bangun datar tersebut menjadi 4 bagian
• Warnai masing-masing bagian tersebut untuk menunjukkan tingkat bahaya
kebakaran: rendah (biru); sedang (hijau); tinggi (kuning); dan sangat tinggi
(merah)
• Buat anak panah pada bangun datar tersebut dengan titik pusat berada di
tengah diameter rambu
• Arahkan anak panah pada bagian yang sesuai dengan hasil uji remas daun
tunggal (langkah e).
Simulasi pemadaman kebakaran (optional)

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

7
ACARA V
PENGGEMBALAAN TERNAK DI DALAM HUTAN

A. SUB-CPMK
Mampu memahami fenomena penggembalaan ternak di dalam hutan dan strategi
pengelolaannnya.
B. PENGANTAR
Penggembalaan ternak di dalam hutan merupakan cara beternak yang telah dilakukan
sejak lama. Pengembalaan ternak di dalam hutan berpotensi menimbulkan kerusakan
berupa:
1. Kerusakan tanah
Injakan kaki binatang ternak dapat mengakibatkan tanah menjadi padat. Selain itu,
tumbuhan bawah juga banyak yang mati sehingga tanah menjadi terbuka. Kondisi
tersebut mengakibatkan tanah menjadi rentan mengalami erosi.
2. Kerusakan tanaman muda
Kerusakan yang terjadi pada tanaman muda antara lain: daun dimakan sampai
habis, batang tanaman menjadi patah, tanaman tercabut, kulit batang terkupas, dan
akar tanaman muncul ke permukaan tanah.
3. Kerusakan tanaman dewasa
Kerusakan pada tanaman dewasa tidak separah pada tanaman muda. Kerusakan
yang masih ditemukan pada tanaman dewasa adalah akar pohon terangkat dan
terluka akibat injakan ternak serta kulit batang terkupas akibat gosokan ternak ke
batang.
C. METODE PRAKTIKUM
Penggembalaan ternak dalam hutan
1. Bahan:
Video penggembalaan ternak dalam hutan
2. Cara Kerja :
a. Putar video penggembalaan ternak dalam hutan yang diberikan
b. Cari informasi dari video tersebut mengenai:
• Bentuk penggembalaan
• Kerusakan akibat penggembalaan
• Solusi dari aktivitas penggembalaan

Pengelolaan ternak dalam hutan


1. Bahan:
Beberapa studi kasus ternak di dalam hutan
2. Cara Kerja:
a. Pahami dan cermati studi kasus yang diberikan
b. Susun strategi pengelolaan ternak di dalam hutan sesuai dengan studi kasus yang
diberikan

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

8
ACARA VI
AKTIVITAS ILLEGAL DALAM HUTAN

A. SUB-CPMK
Mengetahui berbagai peraturan perundangan dalam pengelolaan hutan dan bentuk
aktivitas illegal di dalam hutan serta upaya penanganannya.
B. PENGANTAR
Aktivitas illegal dalam hutan merupakan aktivitas dalam hutan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Faktor penyebab aktivitas illegal
di alam hutan antara lain:
1. Tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat dan pejabat berwenang terhadap
peraturan rendah.
2. Tingkat penghasilan masyarakat sekitar hutan rendah
3. Penegakan hukum lemah
4. Fasilitas dan SDM kehutanan yang tidak memadai
5. Lemahnya status Kawasan hutan
6. Komitmen petugas berwenang terhadap penegakan hukum yang lemah
C. METODE
1. Bahan :
Kasus aktivitas illegal dalam hutan
2. Cara Kerja :
a. Identifikasi aktivitas illegal dalam hutan yang ada di sekitar Saudara
b. Eksplorasi kasus tersebut, mengenai:
• Jenis aktivitas illegal yang terjadi
• Latar belakang terjadinya aktivitas illegal
• Kerugian yang ditimbulkan
• Upaya penanganannya

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

9
ACARA VII
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT SECARA BIOLOGI

A. SUB-CPMK
Mampu memahami teknik pengendalian hama dan penyakit secara biologi.
B. PENGANTAR
Pengendalian secara biologi merupakan pengaturan kepadatan populasi organisme oleh
musuh-musuh alaminya. Dalam pengendalian hama, cara ini dilakukan dengan
melepaskan musuh alaminya berupa parasitoid dan predatornya. Dalam pengendalian
penyakit, cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan mikrobia antagonisme dari
patogen. Keuntungan pengendalian secara biologi antara lain:
1. Tidak menimbulkan resistensi pada hama maupun patogen
2. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
3. Tidak mengganggu keseimbangan biologi
4. Memiliki efek pengendalian yang agak lama.
C. METODE PRAKTIKUM
a. Alat dan Bahan :
1. Serangga hama
2. Agen pengendali hayati (Beauveria bassiana)
3. Spayer
b. Cara Kerja :
1. Siapkan serangga hama (hidup) yang akan dikendalikan
2. Masukkan serangga ke dalam wadah/ botol transparan, tutup botol tersebut dan
beri lubang agar masih ada udara yang bisa masuk
3. Larutkan sediaan agen pengendali hayati dengan air
4. Semprotkan larutan tersebut pada serangga yang telah disiapkan
5. Amati perubahan yang terjadi pada serangga

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

10
ACARA VIII
PENGENDALIAN HAMA, PENYAKIT, DAN GULMA
SECARA KIMIAWI DAN BAHAN ALAMI

A. SUB-CPMK
Mampu mengenali ragam pestisida kimiawi dan alami untuk pengendalian hama,
penyakit, dan gulma.
B. PENGANTAR
Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan pestisida. Jenis pestisida
bermacam-macam sesuai dengan target yang disasar. Insektisida digunakan untuk
mengendalikan serangga hama. Fungisida digunakan untuk mengendalikan patogen
berupa jamur, sedangkan bakterisida untuk patogen berupa bakteri. Herbisida
digunakan untuk mengendalikan gulma. Penggunaan pestisida harus memperhatikan
beberapa hal, antara lain:
1. Pemilihan bahan aktif yang tepat
2. Prosedur penggunaan yang tepat
3. Waktu pelaksanaan yang tepat.
C. METODE PRAKTIKUM
a. Alat dan Bahan :
1. Pestisida (insektisida, fungsida, herbisida)
2. Spayer
b. Cara Kerja :
Bahan kimia
1. Tentukan jenis kerusakan yang ada di sekitar Saudara
2. Pilih pestisida yang akan Saudara gunakan
3. Aplikasikan pestisida tersebut pada kerusakan yang telah saudara tentukan
4. Amati perubahan yang terjadi kerusakan tersebut.
Bahan Alami
1. Buat pestisida nabati (bahan: mimba)
2. Aplikasikan pestisida tersebut pada kerusakan yang telah saudara tentukan
3. Amati perubahan yang terjadi kerusakan tersebut.

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

11
ACARA IX
PENGENDALIAN HAMA, PENYAKIT, DAN GULMA
SECARA MEKANIS

A. SUB-CPMK
Mampu memahami ragam tindakan pengendalian hama, penyakit, dan gulma secara
mekanis.
B. PENGANTAR
Pengendalian mekanis merupakan teknik pengendalian yang paling sederhana dan telah
lama diterapkan dalam pengendalikan kerusakan. Pengendalian ini dapat dilakukan
dengan cara:
1. Merusak habitat serangga hama
2. Memasang perangkap
3. Mematikan hama/ gulma dengan alat
4. Memagari tanaman
5. Menangkap dengan penghisap.
C. METODE PRAKTIKUM
Cara Kerja :
1. Pasang perangkap serangga menggunakan feromon
2. Amati jenis dan jumlah serangga yang tertangkap setelah 3 hari

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

12
ACARA X
TEKNIK PENCEGAHAN KERUSAKAN HUTAN

A. SUB-CPMK
Mampu menjelaskan teknik pencegahan kerusakan hutan.
B. PENGANTAR
Perlindungan hutan merupakan bagian penting dalam silvikultur. Agar memperoleh
hasil yang optimal pelaksanaan silvikultur memerlukan perencanaan yang cermat untuk
melindungi pohon penyusun vegetasi dari kerusakan dalam bentuk program
perlindungan hutan. Dalam perlindungan hutan terdapat prinsip bahwa pencegahan
kerusakan lebih efektif dibandingkan dengan tindakan pengendalian. Oleh sebab itu,
upaya perlindungan hutan harus dimasukkan sebagai pertimbangan saat penetapan
rencana kegiatan penanaman. Beberapa upaya pencegahan kerusakan yang dapat
dilakukan antara lain dengan:
1. Penggunaan bibit unggul tahan hama penyakit
2. Pengaturan jarak tanam
3. Pengaturan komposisi jenis
4. Pembuatan pagar pembatas, dll.

C. METODE
1. Bahan:
Studi kasus rencana penanaman
2. Cara Kerja:
a. Analisis studi kasus rencana penanaman yang diberikan
b. Susun strategi pencegahan kerusakan pada pertanaman yang akan dibuat

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

13
ACARA XI
MONITORING KESEHATAN HUTAN (AERIAL)

A. SUB-CPMK
Mampu menguasai teknik monitoring kesehatan tegakan hutan dengan metode aerial.
B. PENGANTAR
Perkembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat cepat mempengaruhi
cara pandang orang terhadap teknologi perkebunan secara keseluruhan. Beberapa hal
yang dulunya dilakukan secara manual dan memakan waktu lama didorong untuk lebih
cepat dan dilakukan secara otomatis atau digital (Stefano, 2019). Penggunaan citra
satelit untuk pemantauan kesehatan hutan dapat menjadi alternatif monitoring selain
grouncheck. Keunggulannya antara lain, i) dapat memonitor kesehatan hutan dalam
area yang luas ii) dapat menghemat waktu pemantauan dan iii) dapat dibandingkan
secara series dari waktu ke waktu.
NDVI merupakan tingkat kehijauan vegetasi yang menutupi permukaan tanah.
Perbedaan kemampuan menyerap berkas sinar matahari memberi kesempatan bagi
peneliti untuk mengobservasi kesehatan hutan. Pada praktikum ini, fokus pembelajaran
mengenai i) pemanfaatan citra untuk monitoring Kesehatan hutan dan ii) pengerjaan
olah data NDVI untuk klasifikasi kerusakan hutan.

Sumber: Earth Observing System


Website https://eos.com/blog/ndvi-faq-all-you-need-to-know-about -ndvi/

Bibliography
Stefano, A. (2019). Pemanfaatan GIS (Geographic Information System) untuk
Memonitor Kesehatan Tanaman Kelapa Sawit. Buletin LOUPE, 8-17.

14
C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan:
a. Citra Landsat 8
b. Aplikasi QGIS
2. Cara Kerja:
a. Pelajari secara mandiri link-link berikut
https://youtu.be/a4GaQBnFGF8
https://www.youtube.com/watch?v=hZq6-9ssKmg
atau video tutorial sejenisnya
b. Perhatikan dengan seksama penjelasan mengenai materi praktikum ini.
c. Pilih lokasi yang akan dimonitoring dengan memperhatikan kasus kerusakan hutan
yang pernah terjadi di Indonesia
d. Pengerjaan monitoring kesehatan hutan berdasar NDVI

D. LUARAN
Laporan praktikum (format terlampir) dan peta monitoring kesehatan hutan

15
ACARA XII
MONITORING KESEHATAN HUTAN (TERESTRIAL)

A. SUB-CPMK
Mampu menguasai teknik monitoring kesehatan tegakan hutan secara terestrial.
B. PENGANTAR
Monitoring kesehatan hutan merupakan suatu sistem yang digunakan untuk memantau
kondisi ekosistem hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hutan saat
ini, perubahan, dan kecenderungan yang mungkin dapat terjadi. Hal tersebut penting
dalam mendukung pencapaian pengelolaan hutan yang lestari. Monitoring kesehatan
hutan perlu dilakukan secara berkala agar diperoleh informasi yang menyeluruh.
Pada praktikum ini, monitoring kesehatan hutan dilakukan dengan metode Forest
Health Monitoring yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi praktikum. Terdapat 3
parameter yang diukur untuk menentukan tingkat kesehatan tegakan, yaitu:
1. Produktivitas pohon
2. Kerusakan pohon
3. Kondisi tajuk pohon

C. METODE PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan:
Data monitoring kesehatan hutan
2. Cara Kerja:
Olah data hasil pengamatan di lapangan untuk menentukan kondisi kesehatannya.
Penilaian kesehatan tegakan pada praktikum ini menggunakan 3 indikator yaitu
produktivitas, kerusakan, dan kondisi tajuk pohon.
a. Produktivitas Pohon
Produktivitas pohon diukur dari nilai luas bidang dasar (LBDS). LBDS dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
1
𝐿𝐵𝐷𝑆 = × 𝜋 × 𝑑 2
4

Keterangan:
LBDS = nilai luas bidang dasar per pohon
π = konstanta (3,14)
d = diameter setinggi dada (dbh)
b. Kerusakan Pohon
Ada 3 hal yang diamati untuk menentukan kerusakan pohon yaitu: lokasi, tipe,
dan tingkat keparahan kerusakan.
• Lokasi kerusakan

16
Tiap lokasi kerusakan memiliki kode-kode tertentu yang akan digunakan untuk
mempermudah dalam melakukan pengukuran di lapangan. Kode dan deskripsi
lokasi kerusakan disajikan pada Tabel 1, sedangkan ilustrasi lokasi kerusakan
ditampilkan pada Gambar 1.

Tabel 1. Kode dan deskripsi lokasi kerusakan


Kode Lokasi Kerusakan
0 Tidak ada kerusakan
1 Akar dan tunggak muncul (12 inci/30 cm tingginya titik ukur diatas tanah)
2 Akar dan batang bagian bawah
3 Batang bagian bawah (setengah bagian bawah dari batang atara tunggak dan dasar
tajuk hidup

4 Bagian bawah dan bagian atas batang


5 Bagian atas batang (setengah bagian atas dari batang antara tunggak dan dasar
tajuk hidup

6 Batang tajuk (batang utama didalam daerah tajuk hidup, diatas dasar tajuk hidup)
7 Cabang ( lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau
batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup

8 Pucuk dan tunas (pertumbuhan tahun-tahun terahir)


9 Daun

Gambar 1. Ilustrasi lokasi kerusakan


• Tipe kerusakan

17
Setiap tipe kerusakan pohon juga memiliki kode serta ambang batas kerusakan.
Tipe kerusakan dinyatakan sebagai data sampel apabila telah memenuhi nilai
ambang kerusakan yang telah diketahui. Apabila kerusakan tidak memenuhi
kriteria nilai ambang kerusakan yang ada, maka kerusakan tersebut tidak
dijadikan sebagai data sampel. Tipe dan nilai ambang batasnya ditampilkan
pada Tabel 2.

Tabel 2. Kode, tipe, dan ambang batas kerusakan


Kode Tipe kerusakan Nilai ambang keparahan

01 Kanker, puru ≥ 20% dari keliling pohon di


titik pohon pengamatan
02 Konk, tubuh buah, dan indikator lain tentang lapuk tidak ada
03 Luka terbuka ≥ 20% keliling batang di titik
pengamatan
04 Resinosis/gumosis ≥ 20% keliling batang di titik
pengamatan
05 Batang pecah tidak ada
06 Sarang rayap ≥ 20% keliling batang di titik
pengamatan
11 Batang/akar patah < 0,91m dari batang tidak ada
12 Brum pada akar/batang tidak ada
13 Akar patah/mati > 0,91m dari batang ≥ 20%
20 Liana ≥ 20% dari tajuk yang terserang
21 Hilangnya pucuk dominan, mati pucuk ≥ 1% dari tajuk
22 Cabang patah atau mati ≥ 20% dari cabang
23 Percabangan atau brum yang berlebihan ≥ 20% dari cabang
24 Daun, pucuk atau tunas rusak ≥ 30% dari daun-daunan
25 Daun berubah warna ≥ 30% dari daun-daunan
31 Lain-lain (untuk yang tidak disebutkan di atas) -

• Tingkat keparahan kerusakan


Tingkat keparahan dinyatakan dalam bentuk persen (%).
Setiap lokasi, tipe, dan tingkat keparahan kerusakan memiliki nilai pembobotan
yang berbeda-beda. Nilai pembobotan tersebut ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Pembobotan lokasi, tipe, dan tingkat kerusakan


Kode lokasi Bobot lokasi Kode tipe Bobot Tingkat Bobot
kerusakan kerusakan kerusakan Tipe Kerusakan keparahan Tingkat keparahan

0 0 11 2.0 1-9% 1
01, 02 2.0 01 1.9 10–19% 1.1
03, 04 1.8 02, 06 1.7 20–29% 1.2
05 1.6 12 1.6 30–39% 1.3
06 1.2 03, 04, 13 1.5 40–49% 1.4

18
Kode lokasi Bobot lokasi Kode tipe Bobot Tingkat Bobot
kerusakan kerusakan kerusakan Tipe Kerusakan keparahan Tingkat keparahan
07, 08, 09 1.0 21 1.3 50–59% 1.5
07, 20, 22, 23,
1.0 60–69% 1.6
24,
25, 31
70–79% 1.7
80–89% 1.8
≥ 90% 1.9

Parameter pengukuran kondisi kerusakan pohon (tipe kerusakan, lokasi


kerusakan dan tingkat keparahan) dirumuskan dalam sebuah Indeks Kerusakan
(IK) sebagai berikut:

𝐼𝐾 = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑖𝑝𝑒 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛

c. Kondisi Tajuk Pohon


Kondisi tajuk yang diukur untuk penilaian kesehatan pohon adalah:
a. Nisbah tajuk hidup (live crown ratio-LCR), yaitu nisbah panjang batang
pohon yang tertutup daun terhadap tinggi total pohon (Gambar 2).

Gambar 2. Ilustrasi nisbah tajuk hidup

b. Kerapatan tajuk (crown density-CDen), yaitu berapa presentase cahaya


matahari yang tertahan oleh tajuk yang tidak mencapai permukaan tanah.
c. Crown dieback (CDB), yaitu kematian pada pucuk tajuk pohon atau cabang
dan ranting yang baru saja mati dimana bagian yang mati dimulai dari
bagian ujung yang merambat ke bagian pangkal.

19
d. Transparansi tajuk (foliage transparency-FT) yaitu jumlah presentase
cahaya matahari yang melewati tajuk dan dapat mencapai di permukaan
tanah.
e. Diameter tajuk-Cd (Crown diameter width-CdWd dan crown diameter at
900-CD90), yaitu nilai rata-rata dari pengukuran panjang dan lebar tajuk
yang bersangkutan (Gambar 3)

Gambar 3. Ilustrasi diameter tajuk


Setelah diperoleh seluruh data kondisi tajuk, kemudian dilakukan penilaian
persentase kriteria kondisi tajuk (Tabel 4) dan dilanjutkan penetapan nilai
peringkat Visual Crown Rating (VCR) individu pohon (Tabel 5).
Tabel 4. Kriteria kondisi tajuk
Klasifikasi
Parameter
Baik (nilai 3) Sedang (nilai 2) Jelek (nilai 1)
Nisbah Tajuk Hidup >40% 20‒35% 5‒15%
Kerapatan Tajuk >55% 25‒50% 5‒20%
Transparansi Tajuk 0‒45% 50‒70% >75%
Dieback 0‒5% 10‒25% >30%
Diameter Tajuk >10.1 m 2.5‒10 m <2.4

Tabel 5. Nilai peringkat Visual Crown Rating (VCR) individu pohon


Nilai VCR Kriteria
4 (Tinggi) Seluruh parameter kondisi tajuk bernilai 3, atau hanya 1 parameter
yang memiliki nilai 2, tidak ada parameter
yang bernilai 1
3 (Sedang) Lebih banyak kombinasi antara 3 dan 2 pada parameter
tajuk, atau semua bernilai 2, tetapi tidak ada parameter yang
bernilai 1
2 (Rendah) Setidaknya 1 parameter bernilai 1, tetapi tidak semua
parameter

20
Nilai VCR Kriteria
1 (Sangat Rendah) Semua parameter kondisi tajuk bernilai 1

Penilaian kesehatan tegakan hutan didapatkan berdasarkan data


produktivitas, kondisi kerusakan, dan kondisi tajuk pohon. Nilai skor
diperoleh melalui penentuan nilai selang (interval) terhadap nilai
setiap parameter. Skoring untuk setiap indikator diberikan interval 0‒
10 (Tabel 6).

Tabel 6. Skoring masing-masing indikator kesehatan hutan


Indikator
Produktivitas Kerusakan Pohon Kondisi Tajuk Skor
Lbds tertinggi ‒ ... IK terendah ‒ ... VCR tertinggi ‒ ... 10
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 9
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 8
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 7
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 6
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 5
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 4
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 3
... ‒ ... ... ‒ ... ... ‒ ... 2
... ‒ lbds terendah ... ‒ lK tertinggi ... ‒ VCR terendah 1

Nilai akhir kesehatan hutan didapat dari jumlah skoring dari seluruh
indikator (skor produktivitas + skor kerusakan pohon + skor kondisi tajuk)
dengan interval 0‒30. Semakin tinggi nilai skor menunjukkan tingkat
kesehatan yang semakin tinggi. Kondisi kesehatan tegakan ditentukan
berdasarkan nilai berikut:
1‒6 : sangat rendah
7 – 12 : rendah
13 ‒ 18 : sedang
19 ‒ 24 : tinggi (sehat)
25 – 30 : sangat tinggi (sangat sehat)

D. LUARAN
Laporan (format terlampir)

21
Lampiran 1. Format Laporan
ACARA ...
JUDUL ACARA

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODE
a. Waktu :
b. Tempat :
c. Alat dan Bahan :
d. Cara Kerja :
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN
(to the point menjawab tujuan)
VI. DAFTAR PUSTAKA
(minimal 5 pustaka)

22

Anda mungkin juga menyukai