Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Analitik II dengan judul “Kromatografi


Penukar Ion” disusun oleh :
nama : Darmawan Zamharri
NIM : 1513041001
kelas/ kelompok : Pendidikan Kimia A/IV
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten maka
dinyatakan diterima.

Makassar, April 2017


Koordinator Asisten Asisten

Putra Siar Annisa Utami Rauf


NIM: 1313140013 NIM: 1313441002

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Drs. H. Alimin, M.Si


NIP: 19600815 198601 1 002
A. Judul Percobaan
Kromatografi Penukar Ion

B. Tujuan Percobaan
Menentukan kapasitas dari penukar ion dan memisahkan campuran Ni 2+
dan Fe2+ dengan resin penukar ion.

C. Landasan Teori
Kimia analitik adalah ilmu kimia yang mengidentifikasi dan memisahkan
zat menjadi komponen-komponennya dan penentuannya lebih lanjut.
Dengan analisis instrument sebenarnya, pemisahan diusahakan seminimal
mungkin, sebagai gantinya digunakan teknik masking, pengendalian pH dan
lain sebagainya. Tetapi meskipun demikian pemurnian dan isolasi suatu
zat, teknik-teknik pemisahan, seperti yang ditunjukkan oleh kemajuan dalam
bidang kimia, tergantung pada berbagai sifat fisika dan kimia molekul-
molekul sampel. Pemilihan teknik yang digunakan tergantung pada banyak
sedikitnya sampel, selektivitas metode, tingkat resolusinya dan kepraktisan
prosedurnya (Khopkar, 2014: 135).
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan komponen dalam medium tertentu. Istilah kromatografi
berasal dari gabungan kata “chroma” (warna) dan ”graphern” (melukiskan).
Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-komponen
dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan perbedaan sifat fisik komponen yang
akan dipisahkan. Kromatografi dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu
fase diam (stationer) dan fase bergerak (mobile) (Ardianingsih, 2009: 102).
Dalam semua teknik kromatografi, zat-zat terlarut yang dipisahkan
bermigrasi sepanjang kolom (atau seperti dalam kromatografi kertas atau lapis
tipis) dan tentu saja dasar pemisahan terletak dalam laju perpindahan sebuah zat
terlarut sebagai hasil dari dua faktor, yang satu cenderung menggerakkan zat
terlarut itu, dan yang lain menahannya. Dalam proses asli Tsweet, kecenderungan
zat-zat terlarut untuk menyerap pada fasa padat menahan pergerakan mereka,
sementara kelarutannya dalam fasa cair bergerak cenderung menggerakkan
mereka. Perbedaan yang kecil antara dua zat terlarut dalam kekuatan adsorpsi dan
dalam interaksinya dengan pelarut yang bergerak menjadi dasar pemisahan bila
molekul-molekul zat terlarut itu berulang kali menyebar diantara dua fasa itu
keseluruh panjang kolom (Day, 2002: 487).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbs; (b) kromatografi partisi; (c)
kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi
eksklusi ukuran; dan (f) kromatografi afinitas. Berdasarkan alat yang digunakan,
kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis
tipis, yang keduanya disebut kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT);dan (d) kromatografi gas (KG) (Gandjar, 2007: 323-324).
Kromatografi penukar ion adalah suatu teknik pemisahan yang disebabkan
karena terjadinya pertukaran ion yang sejenis antara zat yang berada dalam fasa
mobil dengan zat yang tidak larut dalam larutan yang terikat pada fasa statsioner
(matrix). Sifat dari penukar ion ini sangat sensitif terhadap kepadatan muatan,
distribusi muatan dan ukuran dari komponen yang akan dipisahkan. Materi
penukar ion adalah suatu padatan yang mengandung gugus yang bermuatan dan
terikat secara kimia, yang dapat mengikat ion secara reversibel atau secara
elektrostatik. Resin penukar ion sintetik ini mempunyai berat molekul yang
cukup tinggi dan merupakan bahan polimer yang mempunyai sejumlah besar
gugus fungsi yang ionik. Jika suatu resin penukaran ion ditempatkan dalam
larutan yang mengandung ion lain, maka akan terjadi penukaran antara ion yang
diikat pada matriks dengan ion yang berada dalam larutan (Sudding, 2012: 55).
Kromatografi penukar ion sangat cocok untuk pemisahan ion-ion
anorganik, baik itu kation-kation maupun anion-anion. Pemisahan teriadi karena
pertukaran ion-ion dalam fasa diam. Kromatografi penukar ion juga terbukti
berguna untuk pemisahan asam-asam amino. Fasa diam dalam kromatografi
penukar ion berupa manik-manik terbuat dari polimer polistirena yang terhubung
silang dengan senyawa divinil benzene. Polimer dengan rantai hubung silang
disebut resin, yang mempunyai gugus fenil bebas yang mudah mengalami reaksi
adisi oleh gugus fungsi ionik (misalnya gugus sulfonat) (Soebagio, 2002: 93-94).
Di tahun 1935, Adam dan Holmes membuat resin sintetik pertama dengan
hasil kondensasi asam sulfonat fenol dengan formaldehid.Semua resin-resin ini
memiliki gugusan reaktif –OH, -COOH, -HSO3 sebagai pusat-pusat pertukaran.
Gugusan fungsional asam (atau basa) suau resin penukar diempati dengan ion-ion
dengan muatan berlawanan. Ion yang labil adalah H+ pada penukar kation. Resin
dengan gugus sulfonat atau amina kuarterner adalah terionisasi kuat, tidak larut,
dan sangat reaktif (Khopkar, 2010: 114).
Penggunaan resin penukar anion yang merupakan suatu cara pemisahan
berdasarkan dari muatan yang dimiliki oleh molekul zat terlarut. Resin penukar
anion terdiri dari matriks yang bermuatan positif dan ion lawannya adalah
negative. Contoh aplikasi penukar anion adalah pembebasan ion klor dalam air.
Air yang mengandung ion klor jika dilewatkan dalam resin penukar anion maka
ion klor akan bertukar dengan ion penukar yang terikat pada gugus fungsi resin.
Setelah air melewati resin maka ion klor terikat dalam resin dan air yang
dihasilkan dari proses tersebut adalah air bebas ion klor (Antara, 2008: 88).
Resin penukar ion mempunyai kapasitas yang dinyatakan oleh bilangan
yang menunjukkan banyaknya ion yang dapat dipertukarkan untuk setiap 1 (satu)
gram resin atau tiap mililiter. Dengan berjalannya waktu penggunaan resin
penukar ion, kemampuan tukar resin penukar ion semakin menurun dan semakin
lama tidak mampu lagi mempertukarkan ion-ion dalam suatu larutan dari resin
penukar ion, sehingga perlu dilakukan regenerasi. Kapasitas resin penukar anion
didefinisikan sebagai banyaknya anion yang dapat diturunkan oleh setiap 1 gram
resin (Widodo, 2014: 39).
Resin penukar kation asam kuat mengandung gugus fungsi asam teradisi
pada cincin aromatik resin. Penukar kation pada asam kuat mempunyai gugus
asam sulfonat (-SO3H), yang bersifat sangat asam kuat seperti asam sulfat.
Penukar kation asarn lemah gugus fungsi karboksilat yang hanya terionisasi
sebagian. Resin penukar kation biasanya tersedia dalam bentuk ion hidrogen, tapi
bentuk ini mudah diubah ke dalam bentuk ion natrium. Ion natrium ini kemudian
mengalami pertukaran dengan kation lainnya. Pada prinsipnya resin penukar
kation dalam bentuk H+ kemudian dikocok dengan larutan NaCl. Pengocokan
beberapa lama, hingga tercapai suatu kesetimbangan. Penggunaan resin penukar
kation asam lemah lebih dibatasi dalam rentangan pH, yaitu pada pH 5 sampai
dengan 14. Sebaliknya resin penukar kation asam kuat dapat digunakan pada pH 1
sampai dengan 14. Pada harga pH rendah, penukar kation asam lemah akan terikat
kuat pada proton untuk terjadinya pertukaran. Demikian juga penukar kation
asam lemah tidak akan dapat sempurna melepaskan kation dari basa sangat
lemah (Soebagio, 2002: 95).

D. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Neraca Analitik 1 buah
b. Gelas kimia 250 mL 3 buah
c. Buret 20 mL, 50 mL @ 1 buah
d. Statif dan Klem @ 2 buah
e. Corong pisah 250 mL 1 buah
f. Corong biasa 1 buah
g. Labu Erlenmeyer 250 mL 3 buah
h. Spatula 1 buah
i. Gelas ukur 100 mL 1 buah
j. Gelas ukur 10 mL 2 buah
k. Botol semprot 1 buah
l. Pipet tetes 6 buah
2. Bahan
a. Resin penukar kation yang ersifat asam kuat (Dowex-50 W x 8 atau amberlite
IR-120)
b. Larutan Natrium sulfat (Na2SO4) 0,25 M
c. Indikator Phenolftalein (PP)
d. Larutan Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
e. Aquades (H2O)
f. Resin penukar anion yang ersifat asam kuat (Dowex 1 x 8 atau amberlite IR-
400)
g. Larutan Kalium kromat (K2CrO4)
h. Resin Amberliter IR-400
i. Larutan Asam klorida (HCl) pekat dan 0,5 M
j. Larutan cuplikan yang mengandung Ni2+dan Fe3+
k. Kapas
l. Tissu

E. Prosedur Kerja
1. Kapasitas resin penukar kation
a. Bagian bawah buret disumbat dengan kapas kemudian buret dicuci dengan
aquades
b. 0,516 gram resin kation ditimbang dengan menggunakan neraca analitik
c. Resin kation yang telah ditimbang dilarutkan dengan aquades dalam gelas
kimia 10 ml dan dimasukkan kedalam buret dan bagian atas resin disumbat
dengan kapas
d. Aquades ditambahkan kedalam buret hingga resin terendam dengan tinggi 1
cm diatas permukaan kapas
e. 250 ml Na2SO4 0,25 M diukur dan dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml
f. Larutan Na2SO4 0,25 M yang ada dalam corong pisah dialirkan kedalam buret
sampai diperoleh efluen sebanyak 50 ml
g. Efluen dengan volume 50 ml ditampung dalam tiga gelas kimia 250 ml
h. Efluen yang diperoleh dimasukkan kedalam tiga Erlenmeyer yang berbeda
kemudian ditambahkan 5 tetes indikator pp
i. Efluen dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M
j. Langkah (h) dilakukan sebanyak tiga kali
2. Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+
a. Bagian bawah buret disumbat dengan kapas kemudian buret dicuci dengan
aquades
b. 3,009 gram resin anion ditimbang dengan menggunakan neraca analitik
c. Resin anion yang telah ditimbang, dilarutkan dengan aquades dalam gelas
kimia 250 ml kemudian dimasukkan kedalam buret dan bagian atas resin
disumbat dengan kapas
k. Aquades ditambahkan kedalam buret hingga resin terendam dengan tinggi 1
cm diatas permukaan kapas
d. 250 ml HCl pekat diukur kemudian dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml
e. HCl pekat dialirkan kedalam buret dengan kecepatan 10 tetes permenit
f. 2 ml larutan campuran Ni2+ dan Fe3+ diukur kemudian dimasukkan kedalam
buret
g. 25 ml HCl 0,5 M dikur dan dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml
h. HCl 0,5 M dialirkan kedalam buret dengan kecepatan 10 tetes permenit
sampai diperoleh efluen I
i. Efluen I ditambahkan 10 tetes dimetil glioksin
j. 25 ml HCl 0,5 M dikur dan dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml
k. HCl 0,5 M dialirkan kedalam buret dengan kecepatan 10 tetes permenit
sampai diperoleh efluen II
l. Efluen II ditambahkan dengan 10 tetes KSCN

F. Hasil Pengamatan
1. Kapasitas Resin Penukar Kation
0,516 gram resin kation Dimasukkan kolom 0,516 gram + aquades
250 mL Na2SO4 0,25 M Diisi corong pisah larutan Na2SO4 diteteskan
Efluen ditampung 50 mL 5 tetes indikator PP larutan bening
Larutan bening (efluen) dititrasi NaOH
larutan berwarna merah muda
NO. Titrasi Volume (mL)
1. Efluen I 19,10
2. Efluen II 38,30
3. Efluen III 13,00
Volume rata-rata 23,46
2. Pemisahan Ion Ni2+ dan Fe3+
3,009 gram resin anion + 100 mL aquades dekantir
volume ± 20 mL
Resin (jernih) dimasukkan kolom resin + aquades
250 mL HCl pekat diteteskan corong pisah HCl pekat dalam Erlenmeyer (bening)
2 mL larutan (Ni2+ dan Fe3+) diteteskan corong pisah (25 mL HCL 0,5 M)
kecepatan 10 tetes
permenit (efluen I berwarna hijau)
Efluen I (hijau) + 10 tetes dimetil glukogen larutan berwarna hijau
2 mL larutan (Ni2+ dan Fe3+) diteteskan corong pisah (25 mL HCL 0,5 M kecepatan 10 tetes permenit
(efluen II berwarna putih)
Efluen II (putih) + 10 tetes dimetil glukogen larutan berwarna merah bata

G. Analisis Data

Diketahui:
Konsentrasi rata-rata NaOH = 0,10 N
Vrata-rata NaOH = 23,46 mL
Berat resin = 0,516 gram
Ditanyakan:
Kapasitas resin kation =…?
Penyelesaian:
V Na 2 SO 4 250 mL
Faktor pengenceran ( Fp)= = =5
V efluen 50 mL
a = 0,10 N = 0,10 grek/L = 0,10 mgrek/mL
a .V
C=Fp ×
W
mgrek
0,10 ×23,46 mL
mL
¿5×
0,516 gram
mgrek
¿ 5 × 4,5465
gram
¿ 22,7325 mgrek / gram
H. Pembahasan

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kapasitas resin penukar kation.


Kromatografi penukar ion adalah suatu teknik pemisahan yang disebabkan karena
terjadinya pertukaran ion yang sejenis antara zat yang berada dalam fasa mobil
dengan zat yang tidak larut dalam larutan yang terikat pada fasa statsioner
(matrix). Sifat dari penukar ion ini sangat sensitif terhadap kepadatan muatan,
distribusi muatan dan ukuran dari komponen yang akan dipisahkan. Materi
penukar ion adalah suatu padatan yang mengandung gugus yang bermuatan dan
terikat secara kimia, yang dapat mengikat ion secara reversibel atau secara
elektrostatik. Resin penukar ion sintetik ini mempunyai berat molekul yang
cukup tinggi dan merupakan bahan polimer yang mempunyai sejumlah besar
gugus fungsi yang ionik. Jika suatu resin penukaran ion ditempatkan dalam
larutan yang mengandung ion lain, maka akan terjadi penukaran antara ion yang
diikat pada matriks dengan ion yang berada dalam larutan. Dari prosesnya,
kromatografi penukar ion dibedakan menjadi penukar kation dan anion. Jika RX
merupakan suatu penukar ion dimana R adalah matriks sedangkan X berupa
sepasang ion, misalnya –SO3-H+ kita memiliki penukar kation, dimana ion H+
dapat ditukar dengan ion positif (ion Na+) atau dua H+ ditukar dengan ion Ca2+
(Sudding, 2012: 55-56).
Pada percobaan ini hanya dilakukan percobaan untuk menentukan
kapasitas resin penukar kation yang bertujuan untuk mengetahui jumlah kation
yang dapat diukur untuk setiap satu gram atau banyaknya kation yang dapat
diukur untuk setiap satu ml resin basah. Pada percobaan ini digunakan buret
sebagi kolom resin. Penggunaan buret ini adalah sebagai alternative karena tidak
tersedianya kolom khusus untuk percobaan ini. Perlakuan pertama adalah
memasukkan beberapa mL air. Air berfungsi untuk menghilangkan gelembung
udara yang tertinggal dalam kolom. Selanjutnya buret tersebut dimasukkan kapas
dengan menggunakan lidi sampai ujung kolom dan ditekan-tekan sedikit untuk
menghilangkan sisa udara yang terperangkap dalam kapas. Kapas tersebut
diletakkan secara berurutan yaitu diujung kolom dan kemudian resin kemudian
diberi kapas kembali. Kapas berfungsi sebagai pembatas dan pemisah resin
penukar ion agar tidak ikut keluar melalui ujung kolom dan agar resin tidak
mengambang di dalam kolom saat diberi air. Kemudian memasukkan resin
penukar kation dengan cara membasahi terlebih dahulu. Resin dibasahi terlebih
dahulu agar resin tidak membawa gelembung udara ketika dimasukkan. Resin
tersebut dimasukkan ke dalam kolom secara perlahan-lahan supaya resin tidak
tertinggal pada bagian pinggir kolom. Resin berperan sebagai fase diam sekaligus
tempat pertukaran kation terjadi, sedangkan eluen adalah Na2SO4. Tinggi air juga
diatur yaitu kira-kira 1-2 cm dari atas permukaan kapas. Hal tersebut dilakukan
untuk menjaga agar resin tidak menjadi kering. Resin dialiri dengan Na2SO4 yang
berfungsi sebagai eluen sekaligus penyedia ion Na+ yang akan dipertukarkan
dengan ion H+ dari gugus –SO3-H+ pada resin. Ion H+ dapat dipertukarkan dengan
ion Na+ karena keelektropositifan ion Na+ lebih besar dari pada ion H+ sehingga ion
Na+ lebih reaktif terhadap gugus –SO3-dibanding ion H+.. Reaksi yang terjadi:
2 R-SO3H + Na2SO4 2R-SO3Na + H2SO4
Setelah terjadi pertukaran ion, maka H2SO4 akan keluar sebagai eluen kemudian
dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH dengan menambahkan indikator pp.
Indikator pp berfungsi untuk menandakan terjadinya titik akhir titrasi yang
dimana ditandai dengan titran yang berwarna merah muda (Svehla, 1985: 236).
Adapun reaksi yang terjadi,
H2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2 H2O
Dari hasil pengamatan, volume NaOH yang dibutuhkan sebanyak 23,46
mL dengan besar kapasitas resin penukar kation sebesar 22,7325 mgrek/gram.
Artinya setiap 1 gr resin dapat dipertukarkan ion 22,7325 mgrek. Hal ini tidak
sesuai dengan teori bahwa nilai kapasitas penukarnya adalah ± 2 kali jumlah yang
dihitung dari jumlah resin yang dimasukkan (Tim Dosen Kimia Analitik, 2016),
jadi seharusnya nilai kapasitas penukar ion yang diperoleh adalah 1,032
mgrek/gram.
2. Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan ion Ni 2+ dan Fe3+ dalam
cuplikan dengan menggunakan resin penukar kation. Resin yang digunakan
adalah resin penukar anion karena Ni2+ dan Fe3+ adalah kation yang akan bereaksi
dengan Cl- dari resin yang dielusi dengan HCl pekat yang berfungsi sebagai
pengompleks ion Ni2+ dan Fe3+. Ni2+ bereaksi dengan HCl pekat dapat membentuk
kompleks [Ni(Cl4)]2-. Penggunaan HCl pekat pada Ni dan Fe karena HCl tersebut
akan terikat kuat pada resin dan anion akan membentuk senyawa kompleks
dengan Ni2+ dan Fe3+. Efluen I berwarna kuning dan efluen II berwarna hijau.
Menurut teori (Khopkar, 2004: 101), eluen I berwarna hijau yang mengandung
Ni2+ dan efluen II berwarna putih yang mengandung Fe 3+. Ion Ni2+ dan Fe3+ dapat
diidentifikasi dengan menambahkan indikator pada masing-masing efluen. Efluen
I yang berwarna hijau direaksikan dengan dimetil glikogen menghasilkan warna
yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa benar efluen adalah Ni2+ (Svehla, 1985:
283-284). Efluen II yang berwarna putih direaksikan dengan dimetil glikogen
menghasilkan larutan yang berwarna merah bata yang menandakan larutan positif
mengandung besi (Fe) (Svehla, 1985: 260). Hal ini menandakan bahwa ion Ni 2+
lebih cepat keluar dibandingkan dengan ion Fe3+. Percobaan ini telah sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa dalam HCl pekat, ion Ni 2+ dan Fe3+ dapat
membentuk [Ni(Cl)4]2- dan [Fe(Cl)6]3- dimana ion kompleks [Fe(Cl)6]3- terserap
sangat kuat oleh resin penukar anion karena tetapan kestabilan kompleks tersebut
jauh lebih stabil dan akibatnya kompleks [Ni(Cl)4]2- cepat keluar (Tim Dosen
Kimia Analitik, 2017: 21). Adapun reaksinya adalah:
Fe3+ + 6 HCl pekat [FeCl6]3- + 6H+
ion heksakloroferrat (III)
Ni2+ + 4 HCl pekat [NiCl4]2- + 4H+
ion tetrakloronikelat (II)

I. Penutup
1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kapasitas resin penukar
kation sebesar 22,7325 mgrek/gram
2. Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya, sebaiknya harus memperhatikan
proses titrasi agar menjaga larutan tidak tumpah dan memperhatikan volume yang
digunakan untuk menitrasi.

Daftar Pustaka

Antara, I K.G, dkk.2008. Kajian Kapasitas Dan Efektivitas Resin Penukar Anion
Untuk Mengikat Klor Dan Aplikasinya Pada Air. Jurnal Kimia. Vol. 2,
No. 2

Ardianingsih, Retno. 2009. Penggunaan High Performance Liquid


Chromatography (HPLC) Dalam Proses Analisa Deteksi Ion. Jurnal Berita
Dirgantara. Vol. 10, No. 4.

Day Dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Soebagio, dkk. 2002. Kimia Analitik II. Malang: JICA

Sudding dan Halimah Husain. 2012. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa


Biomolekul. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Widodo, Ghaib., Sigit dan Kris Tri Basuki. 2014. Penentuan Massa Resin
Terkhelat dan pH Larutan Optimal pada Pemungutan Uranium dalam
Efluen Proses. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah. Vol. 17, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai