Anda di halaman 1dari 2

Merawat Kebangsaan

| Opini MI/Ebet Adiyanto Wartawan Media Indonesia

DALAM seabad terakhir, manusia mulai menghindari perang sebagai salah satu
cara untuk menyelesaikan konflik. Memang hingga hari ini masih ada sejumlah gesekan
politik seperti di Ukraina dan Suriah.  Namun, setidaknya jika dibandingkan dengan
beberapa abad sebelumnya, bau amis darah dan asap mesiu tidak begitu sering menghiasi
peradaban manusia. Kini lebih banyak orang mati karena diabetes dan penyakit jantung
ketimbang meregang nyawa sia-sia lantaran bedil dan peluru.
Kendati begitu, tidak ada yang bisa menjamin perang akan benar-benar lenyap dari
muka bumi. Langkah terpenting ialah terus berikhtiar mencegah hal itu terjadi. Mendiang
John Lennon ialah salah satu tokoh garda depan yang selalu menyuarakan hal itu. Pada
lagu Imagine, dia memimpikan tatanan dunia yang adil tanpa konflik atas nama apapun.
Mungkin kedengarannya utopis. “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one. I
hope someday you’ll join us and the world will be as one,” begitu dendangnya.
Apa yang disuarakan Lennon tentu tidak bergema di ruang hampa atau tenggelam
begitu saja ditelan gelap dasar samudera. Begitu pula apa yang diupayakan oleh
mendiang Martin Luther King, Mahatma Gandhi, Bunda Theresia, Nelson Mandela,
Malcolm X, Gus Dur, dan lain-lain. Pesan dari para tokoh itu diam-diam kita amini meski
mungkin cuma dalam hati. Saya rasa hanya seorang psikopatlah yang suka berkonflik
terus-menerus.
Segala bentuk ketidakadilan, korupsi, kemiskinan, dan diskriminasi, memang masih
menghantui umat manusia hingga hari ini, dan itu yang justru harus kita perangi. End
Racism, Build Peace, begitu tema peringatan Hari Perdamaian Internasional tahun ini, dan
itu kiranya memang perlu untuk disuarakan. Momen yang diperingati setiap 21 September
itu, kiranya juga berkorelasi dengan kondisi dunia saat ini yang baru saja porak-poranda
dihantam pandemi. Distribusi dan akses vaksin yang tidak merata, diskriminasi terhadap
ras tertentu adalah sebagian borok manusia yang terkuak kala berjangkitnya wabah
tersebut.
Recover Together, Recover Stronger yang diusung Indonesia sebagai tema
Presidensi G-20 tahun ini, sepertinya juga pas untuk mengingatkan para pemimpin untuk
menata dunia menjadi lebih baik lagi. Membenahi lagi berbagai persoalan, seperti
pemanfaatan energi, kerusakan iklim dan lingkungan, serta masalah infrastruktur
kesehatan. Semua itu bisa dilakukan jika kita semua bersatu, baik di tataran global maupun
di tingkat lokal.
Di masa depan, tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia semakin kompleks.
Selain masalah geopolitik yang berpotensi memicu konflik, persoalan krisis iklim, energi,
serta pangan juga merupakan hal yang perlu segera dicarikan solusinya. Semua itu dapat
diatasi jika kita semua kompak, bersatu bahu-membahu. Jangan ada ego sektoral maupun
kedaerahan. Di dalam negeri, modal sosial itu jangan sampai terkoyak sekadar demi
kepentingan pemilu, misalnya. Begitu pun dengan berbagai konflik yang masih terjadi di
sejumlah daerah, entah yang dipicu sengketa lahan, distribusi kesejahteraan, dan
sebagainya. Jangan semua itu dibiarkan seperti api dalam sekam. Harus cepat dicarikan
jalan keluarnya melalui meja perundingan, bukan dengan kekerasan bersenjata.
Hari Perdamaian Nusantara yang diperingati kemarin, mungkin bisa jadi momentum
untuk kembali mengingatkan agar tujuan pembangunan yang dicita-citakan selalu dalam
koridor semangat persatuan dan kesatuan. Peace!

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/519894/merawat-kebangsaan

Anda mungkin juga menyukai