Anda di halaman 1dari 58

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat

perseorangan tingkat pertama, dengaan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya

Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas

Dasan Tapen (2020), Puskesmas Dasan Tapen

merupakan Puskesmas yang berada di Kecamatan

Gerung yang terletak di desa Dasan Tapen,

Kecamatan Gerung dengan luas wilayah mencapai

16,38 Km². Puskesmas Dasan Tapen merupakan

salah satu dari 20 Puskesmas di Kabupaten Lombok

Barat dengan batas – batas wilayah yaitu:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kediri

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gerung

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Labuapi

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kuripan


Puskesmas Dasan Tapen memiliki 7 (Tujuh)

Desa yang menjadi wilayah kerja dengan jumlah

penduduk sebanyak ±44.237 jiwa dan luas wilayah

kerja mencapai 16,38 Km².

48
49

7 Desa tersebut antara lain Desa Mesanggok,

Desa Babussalam, Desa Beleke, Desa Dasan Tapen,

Desa Gapuk, Desa Suka Makmur, dan Desa Dasan

Geres.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

selama Tahun 2020, Puskesmas Dasan Tapen yang

ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Lombok Barat didukung oleh sarana dan

prasarana yang terdiri dari 5 unit Puskesmas

Pembantu, 7 unit Poskesdes serta dukungan

partisipasi masyarakat dalam bentuk 47 Posyandu

yang tersebar pada tiap-tiap Dusun/lingkungan .

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang

dibentuk masyarakat juga merupakan sarana yang

kerap kali dimanfaatkan untuk mendekatkan

pelayanan kepada masyarakat. Pengembangan

Posyandu didasarkan atas jumlah sasaran yang

dilayani, serta dukungan dari masyarakat (Tokoh

Masyarakat dan Tokoh Agama termasuk peran

Kader kesehatan ).

Sumber Daya Manusia (SDM) yang

mendukung Puskesmas Dasan Tapen terdiri dari

berbagai latar belakang pendidikan baik medis,


50

paramedis maupun non medis. Jumlah pegawai di

Puskesmas Dasan Tapen adalah 62 orang

diantaranya 30 orang PNS dan 32 orang Tenaga

Non PNS. Sumber daya manusia berdasarkan status

antara lain : Dokter 3 orang, tenaga keperawatan 20

orang, tenaga bidan 12 orang, tenaga profesional

kesehatan lainnya 14 orang, dan tenaga non klinis

13 orang.

TATA NILAI/PRINSIP DASAR yang

dijalankan Puskesmas Dasan Tapen adalah

“SEJAHTERA”
51

a. Semangat

Bersemangat dalam melayani dan melaksanakan tugas

b. Tanggung Jawab

Bertanggung jawab atas setiap tugas yang dikerjakan

c. Handal

Senantiasa meningkatkan kompetensi dengan

mengikuti pertemuan, seminar dan pelatihan.

d. Terpercaya

Mengedepankan kepuasan serta melayani

masyarakat dengan maksimal sesuai prosedur

yang telah ditetapkan.

Dalam rangka mensukseskan pembangunan

kesehatan maka, ditetapkan arah agar dapat tercapai

sesuai waktu yang telah ditentukan, dengan

mengingat hal tersebut di atas maka visi yang telah

ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok

Barat yaitu :

“TERWUJUDNYA MASYARAKAT

LOMBOK BARATYANG

,SEJAHTERA,DAN BERPRESTASI DENGAN

DILANDASI

NILAI PATUT PATUH PATJU“, maka

Puskesmas Dasan Tapen menetapkan misi yaitu


52

sebagai berikut :

a. Mendorong dan Meningkatkan kemandirian

masyarakat dalam bidang kesehatan melalui

desa siaga

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang

berkualitas, adil, merata dan terjangkau oleh

masyarakat

c. Pelayanan kesehatan yang ramah, penuh

senyum, terbuka dan jelas oleh petugas

kesehatan
53

d. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

serta menggerakkan lintas sektor dalam

rangka mendukung pembangunan bidang

kesehatan.

Apapun yang direncanakan dan yang akan

dikerjakan ke depan oleh Puskesmas Dasan Tapen

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, harus

selalu mengacu pada jiwa yang tertuang dalam

pernyataan misi tersebut di atas.

Penyimpangan dari misi akan

mempengaruhi perjalanan organisasi dalam

mencapai visinya. Penjabaran misi dalam bentuk

rencana kegiatan yang lebih realistis akan tampak

pada pernyataan tujuan / sasaran dalam langkah

strategi yang harus dilakukan dalam rencana kerja

tahunan.

Untuk dapat mencapai Visi dan Misi yang

telah ditetapkan, diperlukan tujuan antara yang harus

dicapai. Adapun tujuan yang telah disepakati

Puskesmas Dasan Tapen dalam mencapai visi dan

misi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tersedianya acuan dan bahan rujukan dalam

rangka pengumpulan data, pengolahan, analisis


54

serta pengemasan informasi.

b. Tersedianya wadah integrase berbagai data yang

telah dikumpulkan oleh berbagai sistim

pencatatan dan pelaporan di unit-unit kesehatan

di tingkat dasar.

c. Memberikan analisis-analisis yang mendukung

penyediaan informasi dalam menyusun alokasi

dana/anggaran program kesehatan.


55

d. Tersedianya bahan untuk penyusunan profil

kesehatan tingkat Kota/Kabupaten, Propinsi dan

Nasional.

Berkaitan dengan tujuan lima tahunan yang

telah ditetapkan maka diperlukan penjabaran lebih

rinci dalam bentuk sasaran yang harus dipenuhi

dalam kurun waktu satu tahun atau lebih. Sasaran

tersebut merupakan rencana tindakan dan alokasi

sumber daya dan dana yang telah dialokasikan untuk

Puskesmas Dasan Tapen, yang harus dilaksanakan

agar dapat menjamin keberhasilan pelaksanaan

rencana pembangunan jangka panjang, menjadi

dasar pengendalian dan pemantauan kinerja

organisasi, serta meningkatkan kesadaran setiap

bagian organisasi terhadap kemungkinan adanya

permasalahan karena tidak tercapainya harapan.

Sedangkan kegiatan-kegiatan untuk

mensukseskan pelaksanaan program adalah sebagai

berikut :

a. Kegiatan yang dilaksanakan untuk kegiatan

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat, dengan kegiatan kunci sebagai

berikut Pengembangan media promosi kesehatan


56

dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi

KIE, Pengembangan upaya kesehatan

bersumber masyarakat (seperti Posyandu,

Polindes, UKS) dan generasi muda, Peningkatan

pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

b. Program yang dilakukan yaitu Lingkungan

Sehat, dengan kegiatan kunci sebagai berikut

Pengawasan kualitas air bersih dan sanitasi

dasar, Pemeliharaan dan pengawasan kualitas

lingkungan, Pengendalian dampak resiko

pencemaran lingkungan, Pengembangan wilayah

sehat.
57

c. Program yang dilakukan adalah Upaya

Kesehatan Masyarakat, dengan kegiatan kunci

sebagai berikut, Pelayanan kesehatan penduduk

miskin peningkatan,peningkatan pelayanan

kesehatan dasar yang mencakup sekurang-

kurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan

anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,

kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit

menular, dan pengobatan dasar; dan

Peningkatan pelayanan kesehatan keluarga,

Peningkatan pelayanan kesehatan lansia.

d. Program yang dilakukan adalah Upaya

Kesehatan perorangan, dengan kegiatan kunci

sebagai berikut, Pelayanan kesehatan bagi

penduduk miskin,Peningkatan pelayanan

kesehatan rujukan,perawatan kesehatan

masyarakat/kunjungan rumah

e. Program yang dilakukan yaitu Pencegahan dan

Pemberantasan penyakit, dengan kegiatan kunci

sebagai berikut, Pencegahan dan

penanggulangan faktor risiko, Peningkatan

imunisasi, Penemuan dan tatalaksana penderita,

Peningkatan surveilens epidemiologi dan


58

penanggulangan wabah dan Peningkatan

komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

pencegahan dan pemberantasan penyakit.

f. Program dilakukan yaitu Perbaikan Gizi

Masyarakat, dengan kegiatan kunci sebagai

berikut, Peningkatan pendidikan gizi,

Penanggulangan masalah gizi kurang energi

protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin

A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya dan

Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian

keluarga sadar gizi (Kadarzi).


59

2. Analisa Univariat

a. Status Gizi

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan


Status Gizi Anak Usia 6-12 Bulan Di
Puskesmas Dasan Tapen tahun 2022

Status Gizi Frekuensi Persentase (%)


Sangat Kurus 0 0
Kurus 10 11,6
Normal 76 88,4
Gemuk 0 0
Jumlah 86 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan

bahwa d
60

ari 86 anak usia 6- 12 bulan di Puskesmas Dasan

Tapen, anak dengan status gizi normal sebanyak

76 orang (88,4%) dan status gizi kurus sebanyak

10 orang (11,6%). Tidak ada anak dengan status

gizi gemuk dan sangat kurus.

b. Pola Asuh

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan


Pola Asuh Pada Anak Usia 6-12 Bulan di
Puskesmas Dasan Tapen tahun 2022

Pola Asuh Frekuensi Persentase (%)


Positif 73 84,9
Negatif 13 15,1
Jumlah 86 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan

bahwa bahwa dari 86 anak usia 6-12 bulan di

Puskesmas Dasan Tapen, anak dengan pola asuh

positif sebanyak 73 orang (84,9%) dan pola asuh

negatif sebanyak 13 orang (15,1%).

c. Perkembangan Anak

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan


Perkembangan Anak Usia 6-12 Bulan
Di Puskesmas dasan Tapen tahun 2022

Perkembangan Anak Frekuensi Persentase (%)


Sesuai 72 83,7
Meragukan 14 16,3
Penyimpangan 0 0
Jumlah 86 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan


61

bahwa bahwa dari 86 anak usia 6-12 bulan di

Puskesmas Dasan Tapen, anak dengan

perkembangan sesuai sebanyak 72 orang

(83,7%) dan perkembangan meragukan sebanyak

14 orang (16,3%). Tidak ada anak dengan

perkembangan yang mengalami penyimpangan.

3. Analisa Bivariat

a. Hubungan Status Gizi Dengan

Perkembangan Anak Usia 6-12 B


62

NAMA PERA
No UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN
(INISIAL) 1 2 3 4 5 6 7
1 NF 35 D3 SWASTA 2 2 2 2 2 1 2
2 AM 33 SMA WIRAUSAHA 2 2 1 2 1 2 1
3 AH 37 D3 PNS 2 2 2 1 2 1 1
4 LM 38 SMA PETANI 2 1 2 2 1 1 2
5 MH 32 SMA IRT 1 1 1 1 1 1 1
6 LF 33 SMA IRT 2 2 2 2 2 2 2
7 LI 32 SMA IRT 2 2 2 2 2 2 1
8 BS 40 SMA IRT 2 1 2 2 2 2 2
9 LN 39 TTS PETANI 2 2 2 2 2 2 2
10 BW 34 SMA WIRAUSAHA 2 2 1 2 2 2 1
11 MA 39 S1 PNS 2 2 1 2 1 2 1
12 LA 32 SMA WIRAUSAHA 2 2 1 2 2 2 1
13 LT 38 D3 SWASTA 2 2 1 2 1 1 1
14 GS 38 SMA IRT 1 1 1 1 1 1 1
15 NU 30 SMA SWASTA 2 1 2 1 2 1 2
16 AL 27 SMA IRT 2 2 1 1 2 2 1
17 AM 29 TTS IRT 2 2 2 1 1 1 1
18 BR 31 SMA WIRAUSAHA 2 1 2 1 1 1 2
19 MS 41 S1 PNS 2 2 1 1 2 2 2
20 SS 39 D3 SWASTA 2 2 1 1 1 1 1
21 HA 26 SMP IRT 2 2 2 2 1 2 2
22 BA 28 SMA IRT 2 2 1 1 1 1 2
23 BN 37 SMA WIRAUSAHA 2 2 1 1 1 2 1
24 LA 38 SMP IRT 2 2 1 1 2 2 1
25 HH 32 SD IRT 2 1 2 2 2 1 1
26 NU 33 D3 SWASTA 2 2 1 1 2 1 2
27 QN 32 SMA IRT 2 2 2 2 2 2 2
28 MA 40 SMA IRT 2 2 1 1 2 1 1
29 PR 39 SMA WIRAUSAHA 2 2 2 1 1 2 1
30 IS 34 D3 PNS 1 1 1 1 1 1 1
31 DA 39 S1 SWASTA 2 2 1 1 2 1 2
32 BH 32 SMA IRT 2 1 1 2 2 1 2
33 BA 38 SMA WIRAUSAHA 2 2 2 2 2 2 2
34 AA 38 SMA IRT 2 1 2 1 1 2 1
35 SA 30 SMP IRT 2 2 2 1 1 1 1
63

ulan

Analisis bivariat pada penelitian ini

digunakan untuk menganalisis hubungan status

gizi dengan perkembangan anak usia 6-

12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Dasan

Tapen. Uji yang digunakan untuk menganalisis

hubungan ini adalah uji statistik Chy Square,

dimana hasilnya disajikan sebagai berikut.


64

Tabel 4.4 Hubungan Status Gizi Dengan


Perkembangan Anak Usia 6-2 Bulan Di
Puskesmas Dasan Tapen tahun 2022
65

Perkembangan Anak Usia


6-12 Bulan Total Nilai Sig
Status Gizi
Sesuai Meragukan (p-value)
66

n % n % n %
Normal 68 89,5 8 10,5 76 100,0 0,001
Kurus 4 40,0 6 60,0 10 100,0
Total 72 83,7 14 16,3 86 100,0

Hasil tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 86 anak usia


6-12

bulan di Puskesmas Dasan Tapen, anak dengan

status gizi normal sebagian besar

perkembangannya sesuai yaitu sejumlah 68

orang (89,5%), sedangkan anak dengan status

gizi kurus sebagian besar perkembangannya

meragukan yaitu sejumlah 6 orang (60,0%).

Dari hasil penggabungan kategori untuk

tabel 2 X 2 tersebut tidak layak untuk diuji

dengan Chi-Square karena masih terdapat 1 sel

(25%) yang nilai ekspektasinya kurang dari 5.

Oleh karena itu, uji yang dipakai adalah uji

Fisher’s Exact Test (Hidayat, 2017). Hasil

analisis diketahui bahwa nilai signifikansi p

untuk uji Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p

0,001. Oleh karena nilai p-value 0,001 < α

(0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang

berarti bahwa ada hubungan yang signifikan

antara status gizi dengan perkembangan anak

usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Dasan Tapen.
67

b. Hubungan Pola Asuh Dengan Perkembangan

Anak Usia 6-12 Bulan

Analisis bivariat pada penelitian ini

digunakan untuk menganalisis hubungan pola

asuh dengan perkembangan anak usia 6-

12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Dasan Tapen. Uji


yang
68

digunakan untuk menganalisis hubungan ini

adalah uji statistik Chy Square, dimana hasilnya

disajikan sebagai berikut.

Tabel 4.5 Hubungan Pola Asuh Dengan


Perkembangan Anak Usia 6-12
Bulan Di Puskesmas dasan Tapen
tahun 2022
69

Perkembangan Anak Usia


6-12 Bulan Total Nilai Sig
Pola Asuh
Sesuai Meragukan (p-value)
70

n % n % n %
Positif 67 91,8 6 8,2 73 100,0 0,000
Negatif 5 38,5 8 61,5 13 100,0
Total 72 83,7 14 16,3 86 100,0

Hasil tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari

86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Dasan

Tapen, anak dengan pola asuh positif sebagian

besar perkembangannya sesuai yaitu sejumlah 67

orang (91,8%), sedangkan anak dengan pola

asuh negatif sebagian besar perkembangannya

meragukan yaitu sejumlah 8 orang (61,5%).

Dari hasil penggabungan kategori untuk

tabel 2 X 2 tersebut tidak layak untuk diuji

dengan Chi-Square karena masih terdapat 1 sel

(25%) yang nilai ekspektasinya kurang dari 5.

Oleh karena itu, uji yang dipakai adalah uji

Fisher’s Exact Test (Hidayat, 2017). Hasil

analisis diketahui bahwa nilai signifikansi p

untuk uji Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p

0,000. Oleh karena nilai p-value 0,000 < α

(0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang

berarti bahwa ada hubungan yang signifikan

antara pola asuh dengan perkembangan anak usia

6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Dasan

Tapen.
71
72

B. PEMBAHASAN

1. Status Gizi

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa

dari 86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Dasan

Tapen, anak dengan status gizi normal sebanyak

76 orang (88,4%) dan status gizi kurus sebanyak 10

orang (11,6%). Tidak ada anak dengan status gizi

gemuk dan sangat kurus.

Status gizi adalah keadaan akibat dari

keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi

dan penggunaan zat gizi tersebut atau bentuk dari

nutriture variabel tertentu. Status gizi anak adalah

keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat

kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang

diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak

fisiknya diukur secara antropometri. Penilaian status

gizi antropometri disajikan dalam bentuk indeks

yang berkaitan dengan variabel lain, variabel

tersebut adalah sebagai berikut: umur, berat badan,

dan tinggi badan (Supariasa, 2016).

Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kondisi anak baik

dari faktor internal dan eksternal seperti tingkat


73

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga,

pengetahuan ibu tentang gizi, penyakit infeksi, dan

asupan nutrisi (Rahmawati, 2006 dalam Pratiwi,

2016).

Penilaian status gizi pada penelitian ini

menggunakan indikator antropometri berat badan

menurut panjang badan. Berat badan memiliki

hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan


74

dengan kecepatan tertentu. Jeliffe pada tahun 1966

telah memperkenalkan indeks ini untuk

mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/PB adalah

merupakan indikator yang baik untuk menilai status

gizi saat ini (sekarang). Indeks BB/PB adalah

merupakan indeks yang independen terhadap umur

(Supariasa, 2016).

Salah satu penyebab langsung yang

mempengaruhi status gizi yaitu asupan nutrisi yang

kurang. Makanan yang dikonsumsi tidak dapat

memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam tubuh

seperti energi dan protein. Energi dapat diperoleh

dari kandungan bahan makanan seperti karbohidrat,

lemak, dan protein. Energi tersebut dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan energi basal, menunjang

proses pertumbuhan serta untuk menunjang aktivitas

sehari-hari. Kekurangan protein dalam tubuh juga

dapat menyebabkan status gizi menurun sampai pada

gizi buruk apabila terjadi dalam jangka lama. Hal ini

dikarenakan fungsi protein itu sendiri sebagai

pembangunan, pertumbuhan, pemeliharaan jaringan,

mekanisme pertahanan tubuh, dan mengatur

metabolism tubuh (Yudianti,dkk, 2016).


75

Hal ini sejalan dengan penelitian mengenai

faktor yang mempengaruhi status gizi anak di

wilayah kerja Puseksmas Pematang Kabau yang

dilakukan oleh Reza Kartika Putri (2017)

menunjukan bahwa status gizi ditentukan oleh

asupan nutrisi dan penyakit infeksi dengan nilai

signifikansi 0,005 (Putri, Reza Kartika 2017).

Penelitian lain dilakukan oleh Izzati Rahmi, dkk

(2017) menyatakan bahwa ada hubungan antara

pola makan anak dengan status gizi anak dengan p

value 0,003 (Rahmi, dkk, 2017).


76

Sehingga berdasarkan analisa peneliti, status

gizi anak salah satu dipengaruhi oleh asupan nutrisi.

Banyak atau sedikitnyanya nutrisi yang dikonsumsi

anak mempengaruhi baik atau tidaknya status gizi

anak.

2. Pola Asuh

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa

bahwa dari 86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas

Dasan Tapen, anak dengan pola asuh positif

sebanyak 73 orang (84,9%) dan pola asuh negatif

sebanyak 13 orang (15,1%).

Menurut Koentjaraningrat (2002) dalam

Afriyanti (2016) pola asuh orang tua adalah pola

prilaku yang diterapkan pada anak dan bersfat relatif

konsisten. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh

anak dan bisa memberikan efek negatif maupun

positif (Koentjaraningrat, 2002 dalam Afriyanti,

2016). Sedangkan menurut Surbakti (2012), pola

asuh adalah suatu tindakan, perbuatan, dan interaksi

orang tua untuk mendorong pertumbuhan dan

perkembangan anak agar mereka tumbuh dan

berkembang dengan baik dan benar (Surbakti,

2012 dalam Yuniarti, 2016).


77

Mutmainnah (2016) menjelaskan bahwa pola

asuh orang tua dikatakan positif ketika orang tua

mampu untuk bersikap positif kepada anak yang

akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang

positif serta sikap menghargai diri sendiri. Dan

dikatakan pola asuh negatif bila orang tua sering

melakukan hal-hal yang negatif, seperti suka

memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan,

melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak

pernah memuji, dan lain-lain dianggap sebagai

hukuman
78

akibat kekurangan, kesalahan atau kebodohan

dirinya. Sikap negatif orang tua akan mengundang

pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi

bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi,

untuk disayangi dan dihargai, dan semua itu akibat

kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua

tidak memberikan kasih sayang (Mutmainnah,

2016).

Teori ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Meike, dkk (2017) mengenai pengaruh

pola asuh orang tua terhadap perilaku sosial anak

dimana didapatkan hasil pola asuh otoriter dan

permisif berpengaruh negatif dan pola asuh

demokratis berpengaruh positif terhadap perilaku

sosial anak dengan nilai koefisien determinasi

sebesar 0,726 atau 72,6% (Meike dkk, 2017).

Berdasarkan analisa peneliti pola asuh orang

tua bertujuan agar anak dapat tumbuh dan

berkembang dengan optimal. Dalam penerapan

pola asuh, orangtua perlu memperhatikan keunikan

anak. Anak memiliki kekhasan sifat - sifat yang

berbeda dari satu anak dengan anak yang lain,

sehingga orang tua dapat menerapkan beberapa


79

pola asuh secara bergantian untuk menghadapi

anak.

3. Perkembangan Anak Usia 6-12 Bulan

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa

bahwa dari 86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas

Dasan Tapen, anak dengan perkembangan sesuai

sebanyak 72 orang (83,7%) dan perkembangan

meragukan sebanyak 14 orang (16,3%). Tidak ada

anak dengan perkembangan yang mengalami

penyimpangan.
80

Perkembangan (development) adalah

perubahan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif

yaitu bertambahnya kemampuan (skill) struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Termasuk di

dalamnya perkembangan kognitif, bahasa, motorik,

emosi, dan perkembangan prilaku (Soetjiningsih,

2014). Perkembangan menurut Ikatan Dokter Anak

Indonesia (IDAI) (2017) adalah bertambahnya

kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang lebih teratur, dapat

diperkirakan, dan dapat diramalkan sebagai hasil

dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-

organ, serta sistemnya yang terorganisasi (IDAI,

2017).

Perkembangan anak dibawah lima tahun

(Balita) merupakan bagian yang sangat penting.

Pada masa ini anak juga mengalami periode kritis.

Berbagai bentuk penyakit, kekurangan gizi, serta

kekurangan kasih sayang maupun kekurangan

stimulasi pada usia ini akan membawa dampak

negatif yang menetap sampai dewasa bahkan sampai

usia lanjut . Proses utama perkembangan anak

merupakan hal yang saling berkaitan antara proses


81

biologis, proses sosial-emosional dan proses

kognitif. Ketiga hal tersebut akan saling berpengaruh

satu sama lain dan sepanjang perjalanan hidup

manusia. Selama proses perkembangan tidak tertutup

kemungkinan anak menghadapi berbagai masalah

yang akan menghambat proses perkembangan

selanjutnya. Perkembangan tersebut mencakup

perkembangan perilaku sosial, bahasa, kognitif,

fisik atau motorik (motorik kasar dan motorik

halus) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).


82

Pada umumnya anak memiliki pola

pertumbuhan dan perkembangan normal dan

merupakan hasil interaksi banyak faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak menurut Kementerian Kesehatan

R1 (2014) antara lain faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal mecakup ras, etnik,

keluarga, genetik, umur, dan jenis kelamin. Faktor

eksternal adalah faktor lingkungan. Lingkungan

berfungsi sebagai penyedian kebutuhan dasar anak

untuk tumbuh kembang. Lingkungan menentukan

tercapai tidaknya potensial anak. Lingkungan yang

cukup baik akan memungkinkan tercapai potensial

anak, sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan

menghambat tercapai potensial anak (Kementerian

Kesehatan R1, 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Aliyya Tama Nuke dan Handayani

(2021) mengenai determinan status perkembangan

anak usia 0-12 bulan menyatakan bahwa dalam

menilai status perkembangan bayi menggunakan

instrumen KPSP, serta determinan yang


83

mempengaruhi status perkembangan anak antara lain

status gizi, stimulasi, pola asuh dan ansietas pada ibu

(Nuke, Handayani, 2021).

Selain itu, penelitian Rezdwyanto (2018)

menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi

perkembangan bayi seperti, pola asuh makan yang

tidak benar dan interaksi kepada anak yang kurang

dapat berpengaruh pada perkembangan anak. Selain

itu, faktor-faktor seperti genetik, lingkungan fisik,

lingkungan psikososial dan lingkungan keluarga

berpengaruh pada perkembangan bayi (Rezdwyanto,

2018).
84

Instrumen pemeriksaan pada penelitian ini

adalah Kuisoner Pra Skrining Perkembangan

(KPSP), KPSP terdiri dari beberapa pertanyaan

yang dilakukan sembari pemeriksaan yang dilakukan

ke bayi maupun pertanyaan untuk ibu yang

dilakukan di usia 6, 9 dan 12 bulan. Interpterasi dari

hasil pemeriksaan ini menggambarkan 3 keadaan

yaitu diagnosa sesuai (DS), diagnosa meragukan

(DM), diagnosa penyimpangan (DP). Kekurangan

pada instrumen ini pertanyaan terbagi pada masing-

masing usia, sehingga hanya dapat melakukan

pemeriksaan perkembangan apabila anak tersebut

sudah sesuai usia yang telah ditentukan pada

instrumen KPSP (Fadlyana 2018 dalam Nuke dan

Handayani, 2021).

Menurut analisa peneliti, skrinning

perkembangan merupakan prosedur rutin dalam

pemeriksaan tumbuh kembang anak yang dapat

memberikan petunjuk ada tidaknya sesuatu yang

perlu mendapat perhatian. Instrumen perkembangan

anak saat ini menggunakan KPSP karena instrumen

ini dapat dimengerti oleh siapapun dan dapat

dilakukan kapanpun dimanapun, buku KIA sebagai


85

media termudah dalam melakukan skrining jika

tidak memiliki KPSP.

4. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 6-12


Bulan

Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai

signifikansi p untuk uji Fisher’s Exact Test diperoleh

nilai p 0,001. Oleh karena nilai p (p-value) 0,001 < α

(0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti

bahwa ada hubungan yang signifikan antara status

gizi dengan perkembangan anak usia 6-12 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Dasan Tapen.


86

Fase terpenting dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak adalah ketika masa bayi dan

balita, karena pada masa itulah saat yang paling

vital bagi orang tua dalam membangun pondasi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses

pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi

dan balita merupakan proses yang teramat penting

dalam menentukan masa depan anak baik secara

fisik, mental maupun perilaku. Laju pertumbuhan

dan perkembangan pada setiap tahapan usia tidak

sama, tergantung dari faktor keturunan, status gizi,

perlakuan orang tua dan lingkungan terhadap anak.

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila

tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang

digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan

kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila

tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat

gizi esensial (Sunartyo, 2007 dalam Junita dkk,

2016).

Gizi merupakan salah satu faktor yang

mutlak diperlukan dalam proses tumbuh kembang


87

fisik, sistem saraf dan otak, serta tingkat

intelektualitas dan kecerdasan manusia.

Produktivitas bayi berbeda dengan produktivitas

kelompok umur yang lain. Pemenuhan kebutuhan

gizi (nutrien) merupakan faktor utama untuk

mencapai hasil tumbuh kembang agar sesuai dengan

potensial genetiknya. Agar semua organ tubuh

tumbuh dan berkembang, hal-hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa tumbuh/kembang bayi

berlangsung dalam tiga tingkatan yang meliputi sel,

organ dan tubuh terjadi dalam tiga tahapan, yaitu

peningkatan jumlah sel


88

(hiperplasia), peningkatan jumlah dan berat sel

(hiperlasia dan hipertropi) dan selanjutnya

peningkatan besar dan kematangan sel (Suwiji,

2016).

Kebutuhan nutrisi bagi setiap orang, dapat

berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor

genetika dan metaboliknya. Namun, pemenuhan

kebutuhan nutrisi bagi anak itu pada dasarnya sama,

yakni untuk mencukupi segala kebutuhan guna

pertumbuhan dan perkembangan. Pemenuhan nutrisi

yang baik, akan membantu mencegah terjadinya

penyakit yang akut maupun kronik, di samping

menopang perkembangan serta kemampuan fisik dan

mentalnya (Sukamti, 1994 dalam Redwyanto, 2018).

Gizi seimbang adalah susunan makanan

sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam

jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

tubuh, dengan memperhatikan prinsip

keanekaragaman atau variasi makanan, aktifitas

fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Bahan

makanan yang dikonsumsi anak sejak usia dini

merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan

kesejahteraan dimasa depan. Dengan kata lain,


89

kualitas sumber daya manusia (SDM) hanya akan

optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun

kehidupannya dimasa kanak-kanak baik dan

seimbang (Sukamti, 1994 dalam Tenny, 2016).

Menurut teori Soetjiningsih (2014) yang

mengatakan kesehatan dan gizi anak sangat

berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan

motorik anak, mengingat bahwa anak berada pada

masa pertumbuhan dan perkembangan fisik yang

sangat pesat. Hal ini ditandai dengan pertambah

volume dan fungsi tubuh anak. Dalam pertumbuhan

fisik/motorik yang
90

pesat ini anak membutuhkan gizi yang cukup untuk

membentuk sel-sel tubuh dan jaringan tubuhnya

yang baru. Kesehatan anak yang terganggu karena

sakit akan memperlambat pertumbuhan/

perkembangan fisiknya dan akan merusak sel-sel

serta jaringan tubuh anak (Soetjiningsih, 2014).

Hasil penelitian Nidhatul Khofiyah (2019)

mengenai hubungan status gizi dan pola asuh gizi

terhadap perkembangan anak menyatakan bahwa

status gizi dan pola asuh gizi mempengaruhi

perkembangan anak dengan p value 0,000. Semakin

baik tingkat pola asuh gizi yang diberikan oleh ibu

kepada anak maka semakin baik pula

perkembangannya (Khofiyah, 2019).

Penelitan lain yang sejalan dilakukan oleh

Junita, dkk (2016) menunjukan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara perkembangan

motorik dengan status gizi pada anak di Wilayah

kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado dengan

nilai p 0,003. Anak dengan status gizi kurang

cenderung mengalami perkembangan motorik

abnormal (Junita dkk, 2016).

Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh


91

Ika Yudianti, dkk (2016) menyatakan terdapat

hubungan signifikan dengan arah positif antara

status gizi dengan perkembangan bayi dengan

hasil t hitung (0,544) > t tabel (0,390). Semakin tinggi

status gizi, maka perkembangan bayi akan

semakin baik (Yudianti Ika dkk, 2016).

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil

riset yang dilakukan sebelumnya oleh Ivanovic, et.al

, (2004) dalam Pratiwi Utari (2016), yang

mengemukakan bahwa status nutrisi dan ukuran

otak anak berkorelasi


92

positif dengan intellectual quotient (IQ) dan scholastic


achievement

(Pratiwi Utari, 2016).

Begitu pula hasil penelitian Aiya Maqfirah

dan Nurlela Hasan (2017) yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara status gizi dengan

perkembangan anak usia di wilayah kerja Puskesmas

Indrapuri dengan P=0,002. Hal ini menunjukkan

bahwa anak yang memiliki status gizi baik

mengalami keseimbangan antara gizi yang

dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh.

Status gizi baik dapat terjadi bila tubuh

memperoleh cukup zat-zat gizi yang kemudian akan

digunakan secara efisien sehingga memungkinkan

terciptanya pertumbuhan fisik, perkembangan otak

dan dan kesehatan yang optimal (Maqfirah, Aiya dan

Hasan, Nurlaela, 2017).

Berdasarkan teori dan hasil penelitian

menurut analisa peneliti, status gizi anak

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perkembangan anak karena untuk dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik, seorang anak memerlukan

zat-zat gizi dalam jumlah yang cukup dengan


93

kualitas yang baik. Pentingnya mendapat zat

makanan sesuai dengan kebutuhan yang harus

terpenuhi, pertumbuhan dan perkembangan tubuh

anak akan berjalan dengan lancar, termasuk

pertumbuhan sel otaknya. Pertumbuhan sel otak

yang maksimal seperti inilah yang sangat

dibutuhkan, yang merupakan potensi untuk

kemampuan intelegensi atau perkembangannya.


94

5. Hubungan Pola Asuh Dengan Perkembangan Anak Usia 6-12


Bulan

Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai

signifikansi p untuk uji Fisher’s Exact Test diperoleh

nilai p 0,000. Oleh karena nilai p (p-value) 0,000 < α

(0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti

bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola

asuh dengan perkembangan anak usia 6-12 bulan

di wilayah kerja Puskesmas Dasan Tapen.

Salah satu faktor dalam perkembangan anak

yaitu lingkungan pengasuhan. Dalam pengasuhan

peran orang tua sangat penting untuk memantau

agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan

baik. Orang tua perlu mengetahui dan mengenali

ciri-ciri serta prinsip perkembangan seorang anak.

Interaksi antara anak dan orang tua sangat

bermanfaat bagi proses perkembangan anak secara

keseluruhan. Pola asuh orang tua adalah salah satu

faktor interpersonal yang dapat mempengaruhi

perkembangan anak, tetapi bukanlah satu satunya

faktor interpersonal yang mempengaruhi

perkembangan anak, faktor interpersonal lain adalah

kedekatan anak terhadap orang tua dan jaringan


95

sosial anak dan jaringan sosial orang tua

(Muhammad, 2020).

Pengasuhan keluarga selama lima tahun

pertama kehidupan sangat berpengaruh terhadap 4

domain perkembangan yaitu motorik, kognitif,

bahasa, dan sosial emosional anak. Orang tua harus

selalu memberi rangsang atau stimulasi kepada anak

dalam semua aspek perkembangan baik motorik

kasar maupun halus, bahasa dan personal sosial.

Sehingga perkembangan anak berjalan optimal,

kurangnya stimulasi dapat menyebabkan

keterlambatan perkembangan anak. Anak dapat

dikatakan
96

mengalami keterlambatan perkembangan secara

menyeluruh ketika anak mengalami keterlambatan

pada lebih dari dua domain perkembangan

(Soetjiningsih, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan

teori yang mengacu pada hubungan pola asuh orang

tua dengan perkembangan anak, dimana hasil

penelitian tentang pola asuh orang tua

otoriter,demokrasi dan permisif terdapat keterkaitan

dengan perkembangan anak. Orang tua dengan

pola asuh demokrasi yaitu pola asuh dengan sikap

acceptance dan kontrol tinggi, bersikap responsif

terhadap kebutuhan anak cenderung mendukung

perkembangan anak dengan baik dibandingkan orang

tua yang menerapkan pola asuh otoriter dan pola

asuh permisif. Adapun yang dimaksud dengan pola

asuh otoriter yaitu sikap acceptance rendah, namun

kontrolnya tinggi, menghukum secara fisik, bersikap

mengomando (mengharuskan atau memerintah

anak), bersikap kaku dan cenderung emosional dan

bersikap menolak. Sedangkan pola asuh permisif

yaitu pola asuh yang mengabaikan, dan pengasuhan

yang memanjakan. Orang tua dengan pola asuh


97

permisif memberikan kebebasan kepada anak untuk

menyatakan dorongan/keinginannya dan memiliki

sikap acceptance tinggi namun kontrolnya rendah

(Yusuf, 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Marlina Andriani (2016) menyatakan

bahwa terdapat hubungan pola asuh orang tua

terhadap perkembangan motorik kasar anak dengan

p value 0,000 dan OR = 14,222 (Andriani, Marlina

2016).
98

Penelitian lain yang mendukung hasil

penelitian ini yaitu penelitian Suci Amin dan

Emiyati Djafar (2020) yang meneliti Determinan

Perkembangan Bayi Di UPTD Puskesmas Kuala

Cenaku Kabupaten Indragiri Hulu. Hasil penelitian

menunjukan ada hubungan yang signifikan antara

pendidikan, pengetahuan, pola asuh dan status gizi

terhadap perkembangan bayi (Amin, Suci dan

Djafar, Emiyati 2020).

Menurut Athien Nur Hamidah (2020) yang

meneliti mengenai deteksi dini faktor gangguan

perkembangan bayi menyatakan pola asuh orang tua

dan ansietas ibu menjadi salah satu faktor utama

dalam gangguan perkembangan bayi (Hamidah,

Athien Nur 2020).

Penelitian yang sejalan juga dilakukan Sri

Yuniarti dan Mira Andriyani (2016) yang

menyatakan dari 5 orang tua yang menerapkan

pola asuh otoriter sebagian besar anak mengalami

perkembangan menyimpang sebanyak 3 anak (60%)

dan sebagian kecil dengan perkembangan

meragukan sebanyak 2 anak (40%). Hasil

penelitian tersebut menjelaskan bahwa anak yang


99

diasuh dengan pola asuh otoriter cenderung

mempunyai anak denganperkembangan meragukan

dan menyimpang (Yuniarti, Sri dan Andriyani, Mira

2016).

Berdasarkan teori dan hasil penelitian,

peneliti berasumsi bahwa pola asuh yang optimal

merupakan pembentukan awal yang efektif penting

bagi penyesuaian dan keberhasilan perkembangan

anak. Dalam banyak situasi, adopsi gaya asuh

demokratis yang luwes dan hangat adalah yang

paling bermanfaat bagi pertumbuhan sosial,

intelektual, moral dan emosional anak.


10
0

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Berdasarkan pada pengalaman langsung peneliti

dalam proses penelitian ini, keterbatasan yang dialami

dapat menjadi perhatian bagi peneliti yang akan datang

untuk lebih menyempurnakan penelitiannya. Beberapa

keterbatasan dalam penelitian tersebut, antara lain :

1. Dalam proses pengambilan data, informasi atau

jawaban yang diberikan responden melalui chek list

dan kuisioner terkadang tidak menunjukkan

pendapat responden yang sesungguhnya atau bersifat

subjektif. Hal ini terjadi karena kadang perbedaan

pemikiran, anggapan dan pemahaman yang

berbeda dari tiap responden.

2. Checklist tidak terisi penuh sehingga harus menggali

kembali pertanyaan kepada responden.

3. Keterbatasan peneliti dalam meneliti faktor lain yang diduga


berhubungan.

4. Adanya pandemi Covid-19 cukup mempengaruhi proses penelitian


ini.
73

AB V

SIMP

ULAN

DAN

SARA

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, kesimpulan yang dapat di ambil adalah :

1. Dari 86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Dasan

Tapen, paling banyak anak dengan status gizi

normal yaitu 76 orang (88,4%).

2. Dari 86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Dasan

Tapen, paling banyak anak dengan pola asuh positif

yaitu 73 orang (84,9%).

3. Dari 86 anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Dasan

Tapen, paling banyak anak dengan perkembangan

sesuai yaitu 72 orang (83,7%).

4. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai

signifikansi p untuk uji Fisher’s Exact Test


diperoleh nilai p 0,001. Oleh karena p-value 0,001 <

α (0,05) berarti bahwa ada hubungan status gizi

dengan perkembangan anak usia 6-12 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Dasan Tapen.

5. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai

signifikansi p untuk uji Fisher’s Exact Test

diperoleh nilai p 0,000. Oleh karena p-value 0,000 <

α (0,05) berarti bahwa ada hubungan pola asuh

dengan perkembangan anak usia 6-12 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Dasan Tapen.


B. SARAN

1. Bagi Masyarakat (Orangtua)

Diharapkan dengan mengetahui bahwa bahwa

status gizi dan pola asuh mempengaruhi

perkembangan anak, orangtua dan keluarga

sebagai pemberi pola asuh diharapkan mampu

meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran

dalam meningkatkan status gizi dan pengasuhan

anak sehingga tercapai perkembangan anak yang

optimal.

2. Bagi Instansi Pelayanan

Secara umum terlihat adanya hubungan status

gizi dan pola asuh orang tua dengan

perkembangan anak sehingga perlu adanya

penyuluhan kepada orang tua tentang

pentingnya mengetahui status gizi anak dan

memberikan pola asuh yang tepat sehingga

mendukung perkembangan anak.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan

informasi dan tambahan referensi bagi

mahasiswa mengenai hubungan status gizi dan

pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak

4. Bagi Peneliti Lainnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat


melakukan penelitian yang lebih mendalam

serta menyempurnakan instrumen penelitian

agar diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat

dan objektif serta meneliti faktor lain yang

belum diteliti oleh peneliti yang dapat

mempengaruhi perkembangan anak.

Anda mungkin juga menyukai