Anda di halaman 1dari 18

51

B A B I V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian

a. Gambaran umum RSUD Praya

Rumah Sakit Umum Daerah Praya adalah RS milik

Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah nomor kode Rumah

Sakit 5202011.Terletak di Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah dan

merupakan rumah sakit rujukan bagi masyarakat yang membutuhkan

pelayanan kesehatan lanjutan. Cikal bakal RSUD Praya yaitu pada

tahun 1950 didirikan Pos Kesehatan yang terletak di sebelah Resort

Praya (Kampung Jawa) yang di pimpin oleh seorang Dokter Belanda

bernama Dr. Y.F.A. Denis sampai dengan tahun 1959. Pembangunan

gedung Rumah Rakit Umum Daerah Praya secara resmi berdiri pada

tanggal 18 Agustus 1959 dengan lokasi sebelah utara kampung

Pengames dengan nama Rumah Sakit Umum Praya Yang dipimpin Dr.

Tang Hong Djwan. Seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhan

akan pelayanan yang lebih luas pada tanggal 1 Juni 2006 Gedung

RSUD Praya dipindahkan ke Jalan H.Lalu Hasyim Kelurahan Tiwu

Galih (SK Menkes nomor: HK.07.06/III-3/75/2007). dengan nama

RSUD Praya Baru dengan jumlah tempat tidur 138 buah. Pada bulan

Mei 2008 bertambah menjadi 147 tempat tidur dan tahun 2014

51
52

dengan dibangunnya ruangan perawatan kelas III maka jumlah tempat

tidur menjadi bertambah menjadi 169 tempat tidur.

RSUD Praya sejak tanggal 5 Juni 1996 berubah tife dari RS

tife D ke RS tife C dengan SK Menkes. 46/Menkes/SK/VI/1996.

Pada tahun 1998 dan 2003 terkareditasi penuh tingkat dasar dan

pada tahun 2009 tersertifikasi ISO. Tahun 2011 RSUD Praya menjadi

BLUD dengan Keputusan Bupati Nomor 374 Tahun 2011 tanggal 1

Oktober 2011.

Sesuai dengan amanah UU tentang JKN RSUD Praya sebagai

Rumah Sakit Pemerintah sejak Januari 2014 telah bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan dan RSUD Praya juga ditetapkan oleh BPJS

Ketenagakerjaan sebagai rumah Sakit Trauma Center (RSTC) yang

akan melayani peserta kecelakaan kerja. Dengan batasan-batasan

lokasi RSUD Praya sebagai berikut :

1) Sebelah utara : berbatasan dengan Jalan raya Kota Praya

2) Sebelah selatan berbatasan dengan Perumahan BTN

3) Sebelah barat berbatasan dengan Sawah dan rumah warga

4) Sebelah timur berbatasan dengan Sungai

b. Visi dan Misi

1) Visi : Terwujudnya Rumah Sakit dengan Pelayanan Prima yang

Mengutamakan Budaya Keselamatan Serta Mendukung Pariwisata

Lombok Tengah.

2) Misi : RSUD Kabupaten Lombok Tengah adalah Rumah Sakit


53

a) Memberikan pelayanan paripurna yang efektif, efisien dan

terjangkau.

b) Mewujudkan tata kelola anggaran BLUD RSUD Praya yang

transparan dan akuntabel.

c) Mewujudkan RSUD Praya menjadi Rumah Sakit Pariwisata.

3) Motto: Beri Kepastian Raih Kepercayaan

c. Sarana dan Prasarana

Sarana Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Praya baru

sampai dengan Tahun 2020 adalah Sebagai Berikut :

1) Fasilitas Umum

a) Luas Lahan/Luas Tanah : 4 Ha

b) Luas Bangunan :

c) Fasilitas Air : PDAM dan Sumur Bor

d) Fasilitas Listrik :

e) Fasilitas Pengolahan Limbah : Incinerator dengan kapasitas

0.25 m3

f) Kapasitas Tempat Tidur : 278

g) Faslitas Ibadah ( Musholla )

h) Kantin

i) Lahan Parkir

2) Faslitisa Pelayanan

a) Poliklinik Penyakit Dalam

b) Poliklinik Kesehatan Anak


54

c) Poliklinik Penyakit Kebidanan ( Kandungan dan KB )

d) Poliklinik Bedah

e) Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin

f) Poliklinik Mata

g) Pliklinik THT

h) Poliklinik Rehabilitasi Medik/Fisioterapi

i) Poliklinik Gigi

j) Poliklinik Medical Cek Up

k) Poliklinik VCT

l) Poliklinik Orthopedi

m) Poliklinik Syaraf

n) Instalasi Gawat Darurat

o) One day care

d. Mutu Pelayanan

Upaya Peningkatan mutu pelayanan terus dilakukan seiring

dengan tuntutan terhadap kuwalitas pelayanan, melalui indikator mutu

seperti akreditasi dan standarisasi manajemen mutu ( ISO ).

1) Akreditasi

Telah terakdreditasi penuh sejak tahun 1998 dan

dilakukan survei ulang pada tahun 2002 terhadap 5 (Lima) Standar

Pelayanan yaitu ; Administrasi Manajemen, Pelayanan Medis,

Pelayanan Keperawatan, Pelayanan IGD, dan Rekam Medis.Pada

tahun 2009 jenis pelayanan ditingkatkan menjadi 12 jenis


55

pelayanan. Sehubungan adanya standard baru tentang akreditasi,

yaitu Versi 2012, maka RSUD Praya juga mempersiapkan diri

untuk akreditasi terbaru dan terealisasi pada tahun 2017. Setelah

dilakukan survey oleh Tim Independen yang ditunjuk oleh KARS

(Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tanggal 18-20 Desember

2017, RSUD Praya dinyatakan lulus dalam proses Akreditasi

Rumah Sakit dan mendapatkan status Rumah Sakit Madya

(Bintang Tiga).

2) Standar Manajemen Mutu

Sertifikasi SMM Melalui ISO 9001-2008 Telah dilakukan

audit eksternal oleh auditor WorldWide Qualiti Assurance (WQA)

Pada bulan agustus terhadap Pelayanan IGD dengan unit lain yang

mendukung.

3) Penetapan sebagai Badan Pelayanan Umum Daerah (BLUD) dalam

pengelolaan keuangan dengan surat keputusan Bupati Nomot 374

Tahun 2011, Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu

pelayanan.

4) Adanya CT Scan di Rumah sakit Umum Daerah Praya

5) Tersedianya ruangan IBS yang berstandar Nasional / Internasional

6) Ipal Rumah sakit Umum Daerah Praya sangat baik

7) Akan menjadi Rumah Sakit Ponekuntuk meningkatkan pelayanan

dan menurunkan angka kematian pada ibu dan bayi

8) Mempunyai aula yang sangat bagus dan representatif


56

9) Pemakaian APD ( masker ) terindah tingkat SKPD Sekabupaten

Lombok Tengah tahun 2020.

10) Persiapan pelayanan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah

Praya

2. Analisa Univariat

a. Usia Ibu

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ibu di RSUD


Praya tahun 2022

Usia Frekuensi Persentase (%)


Usia 17-25 tahun 20 10,8
Usia 26-35 tahun 98 53,0
Usia 36-45 tahun 67 36,2
Total 185 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 185 ibu usia

paling banyak yaitu 25-35 tahun sebanyak 98 orang (53,0%) dan

paling sedikit usia 17-25 tahun sebanyak 20 orang (10,8%).

b. Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan tingkat pendidikan


ibu di RSUD Praya tahun 2022

pendidikan Frekuensi Persentase (%)


Tidak tamat sekolah 12 6,5
Tamatan SD 10 5,4
Tamatan SMP 9 4,9
Tamatan SMA 111 60,0
Pasca Sarjana 43 23,2
Total 185 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 185 ibu

tingkat pendidikan paling banyak yaitu SMA sebanyak 111 orang

(60%) dan paling sedikit tingkat pendidikan SMP sebanyak 9 orang


57

(4,9%).

c. Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan ibu di


RSUD Praya tahun 2022

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


IRT 89 48,1
Petani 17 9,2
Wirausaha 35 18,9
Swasta 32 17,3
PNS 12 6,5
Total 185 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 185 ibu

berdasarkan pekerjaan yang paling banyak yaitu IRT sebanyak 89

orang (48,1%) dan paling sedikit PNS sebanyak 12 orang (6,5%).

d. Preeklamsia

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Preeklamsia ibu di


RSUD Praya tahun 2022

Preeklamsia Frekuensi Persentase (%)


Preeklamsia 66 35,7
Tidak Preeklamsia 119 64,3
Total 185 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 185 ibu

berdasarkan kejadian preeklamisa yang paling banyak yaitu tidak

Preeklamsia sebanyak 119 orang (64,3%) dan paling sedikit

preeklamsia sebanyak 66 orang (35,7%).

e. Faktor Resiko Bayi Baru Lahir

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Resiko Bayi


58

Baru Lahir di RSUD Praya tahun 2022

Faktor resiko bayi baru lahir Frekuensi Persentase (%)


Resiko bayi bayi baru lahir 28 15,1
Tidak ada resiko bayi baru lahir 157 84,9
Total 185 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 185 bayi baru

lahor berdasarkan faktor resiko bayi baru lahir yang paling banyak

yaitu tidak ada resiko bayi baru lahir sebanyak 157 orang (84,9%)

dan paling sedikit ada resiko bayi baru lahir sebanyak 28 orang

(15,1%).

3. Analisa Bivariat

a. Hubungan Preeklamsia Terhadap Faktor Resiko Pada Bayi Baru


Lahir di Ruang Bersalin RSUD Praya Kabupaten Lombok
Tengah

Tabel 4.6 Distribusi Hubungan Preeklamsia Terhadap Faktor


Resiko Pada Bayi Baru Lahir di Ruang Bersalin RSUD
Praya Kabupaten Lombok Tengah tahun 2022
Resiko bayi baru lahir
Ada resiko Tidak ada Nilai sing
Total
Preeklamsia bayi baru resiko bayi (P-value)
lahir baru lahir
n % n % n %
Preeklamsia 16 8,6 50 27,0 66 35,7
Tidak 0,017
12 6,5 107 57,8 119 64,3
preeklamsia
Total 28 15,1 157 84,9 185 100
Sumber : Data Sekunder

Hasil tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 185 ibu bersalin

di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah, preeklamsia dengan

resiko bayi baru lahir sebagian ada yang mengalami resiko bayi baru

lahir yaitu sejumlah 16 orang (8,6%), sedangkan ibu yang tidak


59

mengalami preeklamsia dengan sebagian ada yang mengalami resiko

bayi baru lahir yaitu sejumlah 12 orang (6,5%).

Dari hasil penggabungan kategori untuk tabel 2 X 2 tersebut

layak untuk diuji dengan Chi-Square dengan hasil analisis diketahui

bahwa nilai signifikansi p untuk uji Chi-Square diperoleh nilai p

0,017. Oleh karena nilai p-value 0,017 < α (0,05) maka Ho ditolak

dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan

antara preeklamsia dengan dengan faktor resiko bayi baru lahir di

RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah.

B. PEMBAHASAN

1. Usia

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 185 ibu usia

paling banyak yaitu 25-35 tahun sebanyak 98 orang (53,0%) dan paling

sedikit usia 17-25 tahun sebanyak 20 orang (10,8%).

Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting.

Umur berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh

sehingga mempengaruhi status kesehatan seseorang.Usiayang baik untuk

hamil adalah 20 sampai 35 tahun (kemenkes RI, 2014).

Hasil penelitian ini didukung sesuai dengan hasil penelitian

terdahulu Sumarni (2018) menunjukan bahwa sebagian besar

responden berumur 28-35 tahun sebanyak 57,6%. Hal tersebut sesuai

dengan teori Bobak (2013), usia 20-35 tahun merupakan termasuk usia

reproduksi yang sehat untuk hamil dan melahirkan. Sedangkan usia


60

yang beresiko terkena preeklampsia adalah usia < 20 tahun dan > 35

tahun.

Pada kehamilan <20 tahun, keadaan reproduksi yang belum

siap untuk menerima kehamilan akan meningkatkan keracunan

kehamilan dalam bentuk preeklampsia atau toksemia gravidarum.

Sedangkan pada usia 35 tahun atau lebih akan terjadi perubahan pada

jaringan dan alat reproduksi serta jalan lahir tidak lentur lagi. Pada

usia tersebut cenderung didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu,

salah satunya hipertensi dan preeklampsia (Manuaba, 2012).

2. Pendidikan

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 185 ibu tingkat

pendidikan paling banyak yaitu SMA sebanyak 111 orang (60%) dan

paling sedikit tingkat pendidikan SMP sebanyak 9 orang (4,9%).

Pendidikan ibu yang tinggi didapat seiring dengan kemajuan ilmu

dan teknologi serta adanya emansipasi wanita di Indonesia untuk

mendapatkan kesamaan hak dan kewajiban di segala bidang terutama

pendidikan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan gambaran populasi

di wilayah perkotaan dengan fasilitas pendidikan yang memadai.

Pendidikan seseorang berhubungan dengan kesempatan dalam menyerap

informasi mengenai pencegahan dan faktor-faktor risiko preeklampsia.

Akan tetapi pendidikan ini akan dipengaruhi oleh seberapa besar

motivasi, atau dukungan lingkungan seseorang untuk menerapkan

pencegahan dan faktor risiko preeklampsia/eklampsia (Djannah, 2015).


61

3. Pekerjaan

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 185 ibu

berdasarkan pekerjaan yang paling banyak yaitu IRT sebanyak 89 orang

(48,1%) dan paling sedikit PNS sebanyak 12 orang (6,5%).

Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang

merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia. Wanita yang bekerja

diluar rumah memiliki risiko lebih tinggi mengalami preeklampsia

dibandingkan ibu rumah tangga. Hal ini sejalan dengan penelitian dari

Astuti (2018) bahwa mayoritas kejadian preeklampsia terjadi pada ibu

yang tidak bekerja yaitu sebesar 90% responden yang preeklampsia

adalah ibu yang tidak bekerja.

Pekerjaan sangat berperan dalam kerentanan wanita untuk

mengalami preeklamsia. Perempuan dengan penghasilan rendah

mempunyai banyak kesulitan dalam mengakses perawatan kesehatan,

mendiagnosa dini dan terapi yang tepat dalam kesehatannya (Wijayanti,

2018).

Hasil penelitian pada kelompok ibu yang tidak bekerja dengan

tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan frekuensi ANC

berkurang disamping dengan pendapatan yang rendah menyebabkan

kualitas gizi juga rendah. Sosial ekonomi rendah menyebabkan

kemampuan daya beli berkurang sehingga asupan gizi juga berkurang.


62

Akibatnya terjadi masalah-masalah dalam kehamilan seperti

preeklampsia.

4. Preeklamsia

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 185 ibu

berdasarkan kejadian preeklamisa yang paling banyak yaitu tidak

Preeklamsia sebanyak 119 orang (64,3%) dan paling sedikit preeklamsia

sebanyak 66 orang (35,7%).

Preeklamsia merupakan sekumpulan gejala yang muncul pada

wanita hamil, nersalin dan nifas yang terdiri darihipertensi, bengkak dan

proteinuriayang muncul pada kehamilan 20 minggusampai dengan akhir

minggu pertama setelah persalinan dalam penelitian Novrianti,

Rachmawati and Yuniarti (2015 Preeklamsia merupakan sekumpulan

gejala yang muncul pada wanita hamil, nersalin dan nifas yang terdiri

darihipertensi, bengkak dan proteinuriayang muncul pada kehamilan 20

minggusampai dengan akhir minggu pertama setelah persalinan dalam

penelitian Novrianti, Rachmawati and Yuniarti (2015).

Perubahan tersebut mulai terjadi pada kehamilan delapan

minggu dan mencapai puncak pada usia kehamilan 20-30 minggu.

Keadaan ini menyebabkan volume darah yang beredar juga meningkat,

sehingga hemoglobin dan viskositas darah menurun. Pada Ibu hamil

tertentu akan terjadi keadaan dimana terdapat peningkatan kerja sistem

renin– angiotensin aldosteron dan juga sistem saraf simpatis.


63

Meningkatnya aktifitas sistem renin-angiotensin aldosteron dapat terjadi

akibat empat teori yaitu teori kegagalan invasi tropoblast, teori iskemik

plasenta, teori mal adaptasi immunologi, dan teori adaptasi

kardiovaskular (Prawirohardjo, 2014).

5. Faktor Resiko Bayi Baru Lahir

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 185 bayi baru

lahor berdasarkan faktor resiko bayi baru lahir yang paling banyak yaitu

tidak ada resiko bayi baru lahir sebanyak 157 orang (84,9%) dan paling

sedikit ada resiko bayi baru lahir sebanyak 28 orang (15,1%).

Bayi baru lahir normal (neonatal) adalah bayi yang baru lahir

pada usia kehamilan 37- 42 minggu, dengan persentasi belakang kepala

atau letak sungsang yang melewati vagina tanpa menggunakan alat, dan

berat badan lahir 2.500gram sampai dengan 4.000 gram sampai dengan

umur bayi 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi

berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir.

Neonatus dini adalah bayi 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-

28 hari (Tando, 2016).

Faktor fetus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan

kongenital berupa berat bayi lahir rendah, jenis kelamin laki-laki, dan usia

gestasi tidak cukup bulan atau prematur. Usia gestasi yang tidak cukup

bulan pada bayi dapat menyebabkan pematangan organ-organnya belum

sempurna sehingga tingkat terjadinya kelainan kongenital lebih tinggi.


64

Hal tersebut juga berkaitan dengan disfungsi plasenta yang terlambat

(Walyani, 2017).

penelitian yang dilakukan oleh Bahar (2017) di RSKDIA Siti

Fatimah Makasar. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pendapat

pengaruh antara berat badan lahir dengan kejadian ikterus neonatorum

dengan p-value 0,001. Berat badan lahir bayi yang kurang dari normal

dapat mengakibatkan berbagai kelainan yang timbul dari dirinya, seperti

bayi akan rentan terhadap infeksi yang nantinya menimbulkan ikterus

neonatorum yang banyak dialami bayi pada minggu pertama

kehidupannya karena kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik

anatomi maupun fisiologi.

6. Hubungan preeklamsia dengan dengan faktor resiko bayi baru lahir


di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah
Hasil tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 185 ibu bersalin di

RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah, preeklamsia dengan resiko

bayi baru lahir sebagian ada yang mengalami resiko bayi baru lahir yaitu

sejumlah 16 orang (8,6%), sedangkan ibu yang tidak mengalami

preeklamsia dengan sebagian ada yang mengalami resiko bayi baru lahir

yaitu sejumlah 12 orang (6,5%).

Dari hasil penggabungan kategori untuk tabel 2 X 2 tersebut layak

untuk diuji dengan Chi-Square dengan hasil analisis diketahui bahwa nilai

signifikansi p untuk uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,017. Oleh karena

nilai p-value 0,017 < α (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang

berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara preeklamsia dengan


65

dengan faktor resiko bayi baru lahir di RSUD Praya Kabupaten Lombok

Tengah.

Kondisi preeklampsia dan eklampsia akan memberi pengaruh

buruk bagi kesehatan janin akibat penurunan perfusi utero plasenta,

hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah

plasenta. Dikatakan bahwa preeklampsia ini dapat menyebabkan

intrauterine growth restriction/IUGR. Preeklampsia dapat menimbulkan

berbagai komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin, sehingga

dapat menimbulkan kematian. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa

janin dari ibu yang mengalami preeklampsia, umumnya akan lahir dengan

berat badan lahir rendah. Bahkan gangguan ini dapat berakibat kematian

bagi janin (Siqbal, 2020).

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan

gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan

oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik

dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir. Komplikasi

neonatal atau neonatal resiko tinggi antara lain BBLR, asfiksia

neonatorum, ikterus, perdarahan tali pusat, kejang, hypotermi, hypertermi

dan tetatus neonatorum. Risiko terbesar kematian neonatal terjadi pada 24

jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama

kehidupannya (Kemenkes RI, 2021).

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Praya tentang

hubungan preeklamsia dengan faktor resiko bayi baru lahir yaitu


66

Berkurangnya aliran darah pada uterus akut menyebabkan berkurangnya

aliran oksigen ke plasenta dan ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada

gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena

perdarahan, hipertensi pada preeklamsia dimana beberapa kondisi tertentu

pada ibu hamil dengan preeklamsia dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi

berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat

berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Terdapatnya isufisiensi plasenta

pada preeklampsia, sehingga menyebabkan pertumbuhan janin kurang

sempurna. Pada preeklamsia terjadi disfungsi endotel maternal sehingga

terjadi iskemia plasenta dan menyebabkan sirkulasi plasenta terganggu

serta berkurang kemudian menyebabkan bayi tidak mendapatkan pasokan

nutrisi serta oksigen yang cukup sehingga menimbulkan BBLR.


67

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Dari 185 ibu dengan usia paling banyak yaitu 25-35 tahun sebanyak 98

orang (53,0%) di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah.

2. Dari 185 ibu dengan tingkat pendidikan paling banyak yaitu SMA

sebanyak 111 orang (60%) di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah.

3. Dari 185 ibu berdasarkan pekerjaan yang paling banyak yaitu IRT

sebanyak 89 orang (48,1%) di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah.

4. dari 185 ibu berdasarkan kejadian preeklamisa yaitu sebanyak 66 orang

(35,7%) di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah.

5. Dari 185 ibu yang memiliki bayi baru lahir berdasarkan faktor resiko

bayi baru lahir yaitu sebanyak 28 orang (15,1%) di RSUD Praya

Kabupaten Lombok Tengah.

6. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai signifikansi p untuk uji

dengan Chi-Square diperoleh nilai p-value 0,017 < α (0,05) berarti

bahwa ada hubungan yang signifikan antara preeklamsia dengan dengan

faktor resiko bayi baru lahir di RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah.

B. SARAN

1. Bagi Instansi Pendidikan


68

Diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan

terkait Pre Eklamsia yang berhubungan dengan faktor resiko pada bayi

baru lahir.

2. Bagi Pihak Rumah Sakit

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan

bagi pengelola untuk mempertimbangkan Pre Eklamsia yang berhungan

dengan faktor resiko pada bayi bar lahir .

3. Bagi Subyek

Diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai Preeklamsia pada ibu

yang berhungan dengan faktor resiko pada bayi baru lahir sehingga dapat

mengurangi angka kejadiannya.

4. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dalam penelitian-penelitian

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai