Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH FISIKA

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


PELESTARIAN HUTAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN
PEMANASAN GLOBAL

Disusun Oleh :

Nama : Khaulah Alifatunnada Fakhrina


Kelas : XI MIPA 2
Absen : 23

MADRASAH ALIYAH
NEGERI 1 KOTA SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualikum wr.wb

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul “Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan
Sebagai Upaya Pencegahan Pemanasan Global”. Tujuan membuat laporan
penelitian ini adalah untuk dijadikan tugas makalah fisika.

Laporan penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan baik secara moril atau
material dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengcapkan terima kasih
kepada:

1. Bapak H. Tasimin, S.Ag, M.S.I selaku kepala Madrasah Aliyah Negeri 1


Kota Semarang.
2. Ibu Elya Nurcasanah sebagai guru mata pelajaran.
3. Bapak/Ibu guru Madrah Aliyah Negeri 1 Kota Semarang yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
4. Orang tua kami yang telah memeberikan izin.
5. Rekan – rekan siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Semarang.

Peneliti memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada
didalam proposal ini. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam proposal ini untuk itu diperluhkan saran serta masukannya.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum wr.wb

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER JUDUL.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1. Fenomena Pemanasan Global............................................................................3
2.2. Hutan dan Isu Global.......................................................................................4
2.3. Dampak Pemanasan Global...............................................................................5
2.4. Upaya Penanganan Terhadap Penyebab Pemanasan Global.....................7
2.5. Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan..................................9
BAB III PENUTUP....................................................................................................12
3.1. Kesimpulan.................................................................................................12
3.2. Saran.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanasan global telah menjadi isu internasional sejak beberapa dekade yang lalu,
walaupun mungkin sebenarnya masih terdapat ketidakpastian apakah benar akan terjadi
pemanasan global. Sebagai akibat dari pemanasan global, memberikan dampak sangat besar baik
terhadap iklim dunia, maupun kenaikan permukaan air laut.

Dampak iklim global ini akan mengakibatkan perubahan tatanan hujan pada suatu
wilayah; dimana sebagian wilayah hujannya akan bertambah dan di beberapa wilayah lainnya
hujannya akan berkurang. Hal ini memberikan dampak turunan terhadap sistem pertanian
dalam arti luas.

Kenaikan permukaan laut akan menyebabkan terendamnya daerah pantai yang rendah,
hal ini akan menimbulkan kesulitan terhadap negara-negara yang memiliki pulau- pulau kecil,
seperti Maldives, Fiji dan Marshall; negara dengan delta yang luas (Mesir dan Banglades); serta
negara yang memiliki daerah rawa pantai yang luas seperti Indonesia.

Di Indonesia daerah rawa pantai seperti mangrove, tambak udang, daerah pasang surut
dan kota-kota yang berdataran rendah seperti (Jakarta, Surabaya dan Banjarmasin), terancam
akan terendam. Kerugian lain misalnya akan munculnya gelombang badai dan menyusupnya
intrusi air laut.

Mencermati atas uraian tersebut di atas, dalam kaitannya dengan upaya pengendalian
terhadap pemanasan global, memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
membangun kawasan hijau baik dalam bentuk hutan maupun hijauan lainnya, merupakan
alternatif pendekatan yang dinilai efektif dan rasional.

Keberadaan tersebut menunjukkan bahwa pepohonan hutan berpotensi dalam hal


pencegahan pemanasan global; karena jasa-jasa biologis dan hidrologisnya serta mampu
mendaur ulang CO2 secara alami.

Atas dasar itulah dalam paparan ini penulis ingin mencoba mengungkap lebih jauh
proses terjadinya pemanasan global, dampak dan upaya penangannya; serta memberdayakan

1
masyarakat untuk tujuan pencegahannya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana fenomena pemanasan global itu ?

2. Bagaimana kondisi hutan dan isu global itu sendiri ?

3. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global ?

4. Apa saja upaya penanganan terhadap penyebab pemanasan global ?

5. Apa saja upaya pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian hutan ?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui fenomena pemanasan global itu sendiri.

2. Untuk mengetahui kondisi hutan dan isu global itu sendiri.

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari adanya pemanasan global.

4. Untuk mengetahui upaya-upaya penanganan terhadap penyebab pemanasan


hutan.

5. Untuk mengetahui upaya pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian hutan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Fenomena Pemanasan Global

Bumi mempunyai suhu yang sesuai bagi kehidupan baik manusia maupun lainnya,
akibat dari efek rumah kaca (ERK). Jika tidak ada ERK di dunia ini, maka bumi akan
mempunyai suhu di bawah titik beku, yang akan berpengaruh terhadap kehidupan di muka
bumi ini. Dengan demikian ERK tidaklah seburuk apa yang diduga oleh setiap insan yang
awam terhadap penge-tahuan tersebut.

Cahaya matahari yang berwarna putih, sebenarnya terdiri atas berbagai macam jenis warna
(merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu). Masing-masing jenis warna mempunyai panjang
gelobang tertentu, cahaya ungu mempunyai panjang gelombang terpendek, dan merah
terpanjang. Di sisi lain ada cahaya yang tidak tampak yaitu “Ultra violet” dengan panjang
gelombang lebih pendek dari pada cahaya unggu; namun sebaliknya cahaya infra- merah
dengan panjang gelombang lebih panjang dari pada merah, dan merupakan sinar yang bersifat
panas.

Di dalam atmosfer, bumi terdapat berbagai jenis gas; dimana gas-gas tersebut dapat
meneruskan sinar matahari yang bergelombang pendek, hingga sinar mata hari dapat sampai ke
permukaan bumi dan akibat yang ditimbulkannya permukaan bumi menjadi panas dan
permukaan bumi memancarkan kembali sinar yang diterimanya. Menurut hukum fisika
panjang gelombang sinar yang dipancarkan sebuah benda tergantung pada suhu benda tersebut.
Makin tinggi suhunya akan semakin pendek gelombangnya. Matahari dengan suhu yang tinggi,
memancarkan sinar dengan gelombang yang pendek. Namun sebaliknya karena permukaan bumi
dengan suhu yang rendah, maka memancarkan sinar dengan gelombang panjang yaitu sinar infra
merah. Sinar infra merah dalam atmosfer terserap oleh gas tertentu, hingga tidak terlepas ke
angkasa luar. Panas yang terperangkap di dalam lapisan bawah atmosfir yang disebut troposfer;
sebagai akibat yang ditimbulkannya permukaan bumi dan tropsfer menjadi naik suhu udaranya;
dan peristiwa inilah yang disebut dengan istilah “efek rumah kaca”.

3
Gas yang menyebabkan terjadinya ERK disebut “gas rumah kaca“ (GRK); yang antara
lain meliputi uap air (H2O); Carbon dioksida (CO2); metan (CH4); N02; Ozon dan CFC (gas
buatan manusia).

Pemantauan terhadap kadar GRK dalam atmosfer, kecuali air menunjukan kecende- rungan
semakin meningkat; oleh karena itu dikhawatirkan intensitas ERK akan menjadi naik, hingga suhu
permukaan bumi akan menjadi lebih tinggi dari keadaan sekarang ini; peristiwa inilah yang
dikenal dengan istilah “pemanasan global”. Menurut Scneirder (1989), jika kecenderungan
seperti sekarang ini terus berlangsung, maka pada abad yang akan datang suhu udara
permukaan bumi akan naik antra 2,3oC sam pai 7,0oC; walaupun kenaikan ini nampaknya kecil,
namun dampaknya akan sangat besar.

2.2. Hutan dan Isu Global

Kerusakan hutan, khususnya hutan hujan tropis, kini ditelaah erat kaitannya dengan isu
global, terutama kepunahan jenis flora dan fauna atau keragaman hayati (biodiversity), dan
pemanasan global. Oleh karena itu dampak hidroorologi akibat kerusakan hutan sifatnya lokal,
regional dan nasional, dan masalah ini kurang disoroti sebagai isu global. Namun demikian
masalah penggurunan, sebagai akibat proses erosi yang berlebihan hingga terbentuk bentang alam
yang menyerupai gurun, telah menarik perhatian internasional, hal ini nampaknya erat kaitannya
dengan dampak negatif akibat pemanasan global yang terjadi.

Isu-isu di atas, dapat dilihat dari dua kepentingan baik internasional maupun nasional.
Terhadap kepentingan internasional, erat kaitannya dengan pembagian biaya penanganan
masalah global. Ditinjau dari segi luasan penyusutan hutan, nampaknya hutan tropis relatif lebih

kecil dibanding dengan hutan non-tropis. Kerusakan hutan tropis tercatat 15,15% (7,01 juta km2),

dan kerusakan padang rumput sebesar 19,1% (6,47 juta km 2), sedangkan kerusakan hutan non-
tropis sebesar 13,6 kali lipat lebih besar dibanding dengan penyusutan pada hutan hujan tropis. Akan
tetapi isu yang terlontar bahwa kerusakan hutan hujan tropis lebih besar dibanding dengan hutan non-
tropik. Dugaan lebih mendasar bagi negara-negara maju saat itu, bahwa kerusakan lapisan ozon di
stratosfer disebabkan oleh rusaknya hutan tropis.

Akhirnya dugaan itu menjadi reda setelah diperolehnya data penyebab rusak-nya
lapisan ozon dan kadar GRK di atmosfer, lebih cenderung disebabkan oleh kenaikan gas CFC (gas

4
buatan manusia, mengkonsumsi 29%) yang banyak digunakan dalam industri (karet, plastik
busa, AC dan alat pendingin lainnya). Kerusakan lapisan ozon seperti yang dikemukakan oleh
Falk dan Brownlow (1989), mempunyai pengaruh naiknya sinar UV-B yang dapat mencapai bumi;
yang berakibat naiknya frekwensi penyakit kangker kulit, katarak dan menurunnya kekebalan pada
tubuh manusia.

Walaupun hutan memberikan dampak yang relatif kecil terhadap pemanasan global
dibanding dengan gas CFC, bukan berarti bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi dianggap aman.
Penebangan hutan secara besar-besaran terutama di negara-negara berkembang cenderung
memberikan pengaruh besar terhadap iklim global. Oleh karena itu harus diakui bahwa hutan
sebagai sumber utama penyebab ERK. Demikian halnya dengan besaran laju erosi yang melebihi
ambang batas erosi yang diijinkan, menimbulkan sedimentasi baik di sepanjang badan sungai
dan atau muara sungai, hingga menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau.

Sedimen yang terjadi pada muara-muara sungai, memberikan dampak negatif


terhadap kelangsungan hidup hutan mangrove, yang erat kaitannya dengan kehidupan biota perairan
laut. Di sisi lain, kerusakan hutan tropis menyebabkan terancamnya degradasi jenis flora dan fauna
khususnya terhadap jenis-jenis endemik.

2.3. Dampak Pemanasan Global

Timbulnya isu pemanasan global, karena dampaknya yang sangat besar, dan seandainya
hal tersebut betul terjadi, akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air
laut, yang secara langsung baik cepat atau lambat akan menimbulkan dampak- dampak turunannya.

a. Perubahan iklim
Para pakar lingkunagan sependapat bahwa pemanasan global akan menyebab-kan
terjadinya perubahan iklim sedunia. Karena kenaikan suhu udara di permukaan bumi,
maka laju penguapan air akan meningkat, dengan demikian jumlah awan dan hujan secara
umum akan meningkat dan menyebabkan distribusi curah hujan secara regional akan
berubah. Di suatu daerah tertentu jumlah hujannya naik, akan tetapi di beberapa tempat
lainnya akan mengalami penurunan.

5
Di Asia Tenggara, curah hujan akan bertambah; sedangkan di wilayah Indonesia bagi
daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, penambahan curah hujan akan menimbulkan
bahaya banjir dan meningkatnya erosi. Sedangkan kenaikan suhu udara karena pemanasan
global akan mempersulit masalah kekurangan air (defisit air) di suatu daerah tertentu.

Mencermati pernyataan Scneirder (1989), terhadap perubahan suhu udara, kecende-


rungan yang kini dirasakan telah menjadi kenyataan. Di beberapa kota di Indonesia, pada

tahun 1970-an rata-rata suhu udara di Jakarta tercatat berkisar antara 24 oC dan 26oC, dan

kini telah berubah antara 28,12oC dan 30,26oC; di Bogor tercatat berkisar antara 24,09 oC dan

25,11oC, kini telah berubah antara 25,14oC dan 27,31oC, sedangkan di kota Bandung tercatat

berkisar antara 18,11oC dan 23,15oC, dan kini telah berubah antara 24,28oC dan 26,22oC.
Perubahan suhu udara di beberapa kota juga berpengaruh terhadap kelembaban relatif, yang
cenderung turun rata-rata dari ketiga kota 6,23% hingga 8,35%.

Perkiraan lainnya yang menyertai perubahan iklim di Asia Tenggara, menurut


Scneirder (1989), naiknya frekuensi dan intensitas badai. Indonesia saat ini masih beruntung
karena terletak di luar daerah badai topan; namun demikian apakah badai yang berlangganan
di bagian wilayah Filipina akan bergeser kearah selatan.

Terhadap perubahan curah hujan, nampaknya juga mulai dirasakan pengaruh-


pengaruhnya. Walaupun curah hujan meningkat dan ditandai dengan peningkatan genangan
(banjir), akan tetapi neraca keseimbangan air setiap tahunnya memperlihatkan defisit air yang
semakin berkelanjutan. Suatu contoh S. Ciliwung di Kota Depok, pada tahun 1970-an,

pada bulan kering (Agustus), tercatat memiliki debit >413 m 3/detik; namun kini pada

bulan yang sama hanya memiliki debit 32,44 m3/detik; S. Serayu di Rawalo (Jembatan

Cindaga), pada bulan Juli tercatat memiliki debit 1.843 m 3/detik, dan kini pada bulan yang

sama hanya memiliki debit 169,65 m3/detik, dan kemungkinan juga terjadi pada beberapa
sungai lainnya. Contoh isu di atas, memperlihatkan adanya perubahan-perubahan yang
terjadi akibat pemanasan global dimuka bumi ini.

b. Kenaikan Permukaan Laut

6
Beberapa pendapat juga masih mempersoalkan ketidak pastian yang besar sebagai
akibat dari pemanasan global; walaun di beberapa tempat secara nyata telah dirasakan
akibat-akibatnya. Suatu prediksi para pakar lingkungan, permukaan air laut akan naik setinggi
satu meter sejak tahun 2045, dan akan terlihat efektif pada tahun 2060. Kenaikan air laut
diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain

a) adanya kenaikan suhu air laut, hingga menyebab-kan pemuaian di atas permukaan; dan
menyebabkan volumenya bertambah;

b) melehnya es abadi di benua Antartika, dan pengunungan-pegunungan tinggi;

c) kenaikan air laut juga disebabkan turunnya permukaan tanah sebagai akibat dari proses
geologi.

Sebagai akibat kenaikan permukaan air laut, menyebabkan

a. terendamnya daerah- daerah genangan (rawa), seperti di daerah pasang surut Pulau
Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan dan Irian Jaya bagian Barat;

b. meningkat dan meluasnya intrusi air laut yang menyusur melalui badan-badan sungai
pada saat musim kemarau.

Suatu pendapat para pakar lingkungan bahwa peranan fungsi jasa biologis, ekologis dan
hidrologis komunitas vegetasi hutan dinilai mampu dalam mengendalikan degradasi
lingkungan yang erat kaitannya dengan pemanasan global. Atas dasar itulah dalam
paparan ini juga akan diungkap fenomen pelestarian hutan. Adapun keterkaitan dengan
makna pemberdayaan masya-rakat dalam kaitannya dengan pelestarian hutan, dimaksudkan
untuk memacu keperduliannya untuk ikut berkiprah dalam pelestarian lingkungan
melalui pembudidayaan hutan; karena hutan merupakan sumber oksigen yang sangat
esensial dibutuhkan oleh setiap insan manusia, dan atau kehidupan lainnya.

2.4. Upaya Penanganan Terhadap Penyebab Pemanasan Global

Apabila benar kenaikan kadar GRK akan menyebabkan pemanasan global, maka
fenomena yang terjadi tidak dapat dihindari lagi, akan tetapi harus diatasi serta ditangani seraca
cermat berkelanjutan. Oleh karena itu usaha pertama yang harus ditempuh adalah dengan
mengurangi emisi karbon ke atmosfer; dengan demikian upaya-upaya yang dapat dilakukan

7
antara lain;

(a) menaikan efesiensi penggunaan energi bahan bakar fosil;

(b) mengikat dan mendaur ulang C02;

(c) pengendalian pemanfaatan hutan secara tidak terkontrol;

(d) pening-katan reboisasi dan penghijauan yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:

1. Efesiensi Penggunakan Energi Bahan Bakar Fosil

Bahan bakar fosil, merupakan sumber cemaran CO 2 terbesar. walaupun sebagian


mampu diikat oleh jasa biologis pepohonan dalam proses fotosintesis. Namun demikian
kandungan lainnya yang tercampur dengan bahan cemaran tersebut seperti aerosol, kadar debu
dan kandungan kimiannya, cenderung meningkatkan GRK. Melalui kesadaran untuk efesiensi
dalam penggunaan bahan bakar fosil, nampaknya merupakan alternatif yang dinilai positif.
Kesadaran tersebut mulai muncul dengan perancangan pemanfaatan energi surya sebagai
sumber penerangan dan atau kini sedang diuji pemanfaatanya untuk kepentingan otomotif.

2. Mengikat dan Mendaur Ulang CO2

Secara umum telah diketahui bahwa secara alamiah dalam kaitannya dengan CO 2
terdapat dua proses yang berlawanan; yaitu proses fotosintesis dan pernafasan. Dalam proses
fotosistensis hanya dapat dilakukan oleh hijau daun; dimana CO 2 diolah menjadi gula dengan
bantuan cahaya matahari sebagai sumber energinya. Sedangkan hasil samping yang diperoleh adalah
O2 (oksigen). Selanjutnya gula dimanfaatkan untuk membentuk bagian dari tubuh tumbuhan (batang,
akar dan daun), dengan demikian semakin banyak biomassa hijau, berarti pula semakin banyak CO2
yang diikat (diserap), demikian halnya dengan oksigen yang diproduksi.

Dalam proses pernafasan adalah sebaliknya; bahwa dalam tubuh memerlukan energi untuk
pembakaran. Kedua proses tersebut berjalan bersamaan, dan secara lamiah bahwa hasil proses
fotosintesis lebih besar dibanding dengan proses pernafasan. Oleh karena itu jumlah CO2 yang
diserap jauh lebih besar, berarti proses fotosintesis membantu dalam mengurangi jumlah CO2
pada atmosfer.

Jika menggunakan bahan bakar kayu untuk kepentingan rumah tangga dan atau

8
lainnya, maka jumlah CO2 yang dihasilkan cukup besar. Dengan dalih bahwa kayu yang
dimanfaatkan diimbangi dengan laju pertumbuhan hutan, maka besaran emisi CO2 di udara
jumlahnya akan tetap dan tidak menjadi bertambah.

Sebuah aspek yang cukup menarik adalah pohon randu (Ceiba petandra), dulu diman-
faatkan sebagai pengisi kasur dan bantal; akan tetapi sekarang justru tersingkir oleh karet busa.
Karet busa diproduksi dengan menggunakan CFC di pabrik, dan merupakan sumber ozon di
stratosfer. Untuk itu mempromosikan kembali untuk menggunakan kasur dan bantal dengan kapuk
merupakan cara yang sehat dan membantu mengurangi ERK.

3. Pengendalian Pemanfaatan Hutan

Penebangan hutan yang tidak terkontrol, perladangan berpindah dan aktifitas perhu- tanan
lainnya. Penebangan hutan selain mengurangi jumlah biomassa yang berperanan fungsi sebagai
pengikat CO2 namun demikian akan dinilai wajar apabila terciptanya kese-imbangan antara
biomassa yang diproduksi dengan biomassa yang dibangun.

Perladangan berpindah seperti yang dilakukan oleh masyarakat nomadik di sekitar


kawasan hutan, walaupun metode pendekatan bercocok tanamannya dengan cara melakukan
pembakaran; akan tetapi cara-cara yang dilakukan secara tertib dan terkontrol; karena pemba-
karan dilakukan bertepatan menjelang 2-3 hari datangnya hujan, luasannya terbatas 0,5-1,5 ha,
hingga cemaran CO2 cenderung dapat dikendalikan. Berbeda halnya dengan pembangunan
hutan tanaman industri, dimana lahan yang dibuka relatif luas dan melakukan pembakan yang tidak
terkontrol, hingga menyebabkan cemaran udara, yang cenderung mendukung terjadinya
pemanasan global.

4. Peningkatan Reboisasi dan Penghijauan

Kegiatan ini selain memperbaiki kerusakan tanah, juga merupakan sumber oksigen
yang diperoleh dari proses pengikatan (penyerapan) CO2 di alam bebas. Semakin luas
implentasi reboisasi yang dibangun, berarti pula memberikan efektifitas terkendalinya ERK.

Dalam kenyataanya bahwa kegiatan reboisasi dan atau penghijauan juga sering
meman-faatkan pendekatan melalui pembakaran hutan. Cara-cara pembangkaran yang
menimbulkan polusi udara, nampaknya sudah mulai tidak lagi dilakukan. Dengan reboisasi dan

9
penghijauan, selain memberikan manfaat terhadap pengendalian ERK, juga bermanfaat dalam hal
pemulihan dan peningkatan produktifitas lahan.

2.5. Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan

Masyarakat baik di pedesaan dan atau diperkotaan dan peralihannya, pada hakekatnya
cenderung mendambakan atas kenyamanan lingkungan hidupnya. Oleh sebab itu masyarakat juga
berkepentingan terhadap sumber-sumber kenyamanannya yang berarti pula masyarakat tergolong
salah satu stake holder. yang harus bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan untuk
ikut serta bertanggung-jawab terhadap upaya-upaya pengen dalian pemanasan global. Di
lingkungan perkotaan, kenyamanan nampaknya kini menjadi persyaratan mutlak yang harus
dipenuhi, terlebih lagi di kawasan-kawasan permukiman, dimana keteduan, keredupan dan kesan
pandang menjadi idaman bagi para huniannya. Secara alami makana kenyamanan lingkungan
hidup diilustrasikan sebagai berikut:

cahayamata hari
C02 02
+ H2 0 C6 H12 06 +

sumber polutan (jumlah Kenyamanan lingkungan


Luas kawasan hijau
kendaraan bermotor)

Dengan mencermati rumus fotosistesis yang sederhana di atas, nampaknya jelas bahwa
kenyamanan lingkungan permukiman sangat dipengaruhi oleh kemampuan kawasan hijau untuk
mengikat dan atau mendaur ulang jumlah polutan yang didominan oleh C02 .

Dalam kaitannya dengan pelestarian hutan dan atau kawasan hijau di wilayah
perkotaan, yang dinilai mampu sebagai pengendali dan pencegah terhadap pemanasan global,
tampaknya partisipatif masyarakat perlu digalang dan dipacu untuk ikut serta dalam
pelestariannya dalam pada itu aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan
masyarakat meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Aspek kesadaran pentingnya hutan (kawasan hijau) sebagai salah satu penyangga
kenyamanan lingkungan hidup.

10
2. Aspek peningkatan pengetahuan masyarakat dalam kaitannya dengan multiguna peranan
fungsi hutan (kawasan hijau).

3. Aspek ekonomi, memberikan informasi dan peluang untuk bekerja dan berusaha pada
sektor perhutanan.

4. Aspek sosial, dimana hutan merupakan bagian hidup bagi masyarakat, karena produk
oksigen dari pepohonan hutan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap insan kehidupan.

5. Aspek pengaman, dimana hutan (kawasan hijau) merupakan kawasan penyangga baik
terhadap kesuburan tanah, air dan kehidupan satwa liar.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dampak pemanasan global akibat efek rumah kaca, nampaknya kini menjadi tanggung-
jawab bersama mengingat bahwa ancaman-ancamanya mulai dapat dirasakan.

Upaya pengendalian terhadap pemanasan global dinilai belum terlambat serta


keyakinan para pakar lingkungan bahwa pepohonan baik dalam bentuk hutan, budidaya pertanian
dan atau lainnya mampu untuk mengegah dan mengendalikannya. Untuk itu menggalakan
partisipasi masyarakat untuk ikut berkiprah merupakan pendekatan yang dinilai cukup strategis.

Penyuluhan atas peranan fungsi jasa biologis, ekologis dan hidrologis kawasan hijau,
nampaknya perlu diperdayakan kepada masyarakat secara luas mengingat bahwa pepohonan
merupakan bagian dari kehidupan setiap insan.

3.2. Saran

Sebaiknya tidak hanya pemerintah yang turut serta dalam upaya pengendalian
terhadap pemanasan global tp juga masyarakat harus ikut berpartisipasi karena tidak hanya
bumi mereka yang dijaga tapi juga bumi kita semua.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonimuos., 1994. Sea level rise. A selective retrospection. Delft Hydraulics. Nederland. Falk., J,.
and Brownlow, 1989. The Greenhouse challenge. Penguin Books Australia.

Graedal., TE,. 1989. The Changging Atmosfer. Scientific American.

UNEP, 1989. Criteria for assessing vunerability to sea level rise. Wind,. MG., Impact and
level rise on society.

Waryono., Tarsoen,. 1990. Konsepsi Pembangunan Hutan Kota Berwawasan Lingkungan.

Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia.

1990. Peran Fungsi Jasa Bio-eko-hidrologis Pepohonan Terhadap Lingku-ngan Fisik Kritis
Perkotaan. Publikasi HK-02/1990. Pelaksanaan Program Pembangunan Hutan Kota Universitas
Indonesia.

1997. Aspek Pemberdayaan Atas Kekurang Perdulian Masyarakat Terhadap Pengelolaan


Keanekaragaman Hayati. Publikasi HK-07/1997. Pelaksanaan Program Pembangunan Hutan Kota
Universitas Indonesia.

2000. Kajian Spatial Elemen Iklim Mikro di Beberapa Kota di Jawa; (Studi Kasus Jakarta,
Bogor dan Bandung). Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia.

2001. Analisis Debit Aliran Sungai Ciliwung dan Serayu; (Studi Kasus Hubungan
Aliran Debit dan Tutupan Vegetasi). Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia.

2002. Konsepsi Pengelolaan Kawasan Resapan Air Secara Terpadu Berkelanjutan


(Studi kasus wilayah Kota Depok sebagai kawasan resapan air). Makalah pada seminar Nasional
Forum Masyarakat Air Indonesia, tanggal 12 Maret 2002, Kedutaan Belanda Jakarta.

2002. Fenomena Banjir di Wilayah Perkotaan. Diskusi Forum Masyarakat Air Indonesia,

13
tanggal 18 Maret 2002, Gedung Kindo Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai