3/TL/PP/2018
Disusun Oleh :
21080115140065
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik yang berjudul
“Sistem Pengolahan Limbah Cair WWTP (Waste Water Treatment Plant) PT. Djarum
Kudus”. Dalam Laporan Kerja Praktik ini, penulis membahas tentang karakteristik
influent, debit, kualitas effluent, kesesuaian kriteria desain IPAL, dan kesesuaian
pelaksanaan operasional-pemeliharaan terhadap Standar Operation Procedure (SOP)
PT. Djarum Kudus.
Terselesaikannya Laporan Kerja Praktik ini tidak terlepas dari peran serta
dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Badrus Zaman, S.T, M.T selaku Ketua Departemen Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang;
2. Ibu Pertiwi Andarani, S.T, M.Eng. selaku koordinator Kerja Praktik periode lalu
dan Pak Bimastyaji Surya Ramadan, S.T, M.T selaku koordinator Kerja Praktik
periode ini pada Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang;
3. Bapak Dr. Ing. Sudarno S.T, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan dalam pelaksanaan kerja Praktik maupun
penyelesaian laporan ini;
4. Bapak Theo selaku Corporate Affair PT. Djarum yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk melaksanakan Kerja Praktik di PT. Djarum Kudus.
5. Bapak Setyo Pamungkas selaku pembimbing lapangan yang senantiasa membantu
saya dengan memberikan informasi mengenai WTCP OASIS.
6. Pak Deni, Pak Susilo,Mas Indra, Mas Joko dan Mas Ihsan selaku karyawan dan
operator WTCP OASIS PT. Djarum atas segala bantuannya sehingga saya bisa
menyelesaikan laporan ini.
7. Mama yang telah menemani saya selama seminggu berada di Kudus yang
senantiasa menjaga, merawat, memberi semangat serta selalu mendoakan saya.
8. Bu Sandi dan Pak Sokhib selaku karyawan IPAL Krapyak yang mengizinkan kami
melakukan uji COD, TSS, pH dan Amoniak di laboratorium IPAL Krapyak.
iii
9. Steven Gunawan, Edgar, Albert Sander, William, Dio, Ivander dan Joice selaku
teman-teman Kerja Praktik saya. Terima kasih karena telah menemani saya selama
di Kudus dan mewarnai hari-hari saya.
10. Teman-teman Teknik Lingkungan 2015 yang selalu memberikan suport dan
semangat.
11. Serta seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa Laporan Kerja Praktik ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca.
Akhir kata, penulis berharap Laporan Kerja Praktik ini akan bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
iv
ABSTRAK
PT. Djarum merupakan salah satu industri yang bergerak dibidang rokok yang
berpusat di Kudus, Jawa Tengah. PT. Djarum memiliki beberapa pabrik di Kudus,
diantaranya ialah PT. Djarum OASIS Kretek Factory atau biasa disebut Djarum
OASIS. Dalam proses produksinya, Djarum OASIS menghasilkan limbah cair sebagai
hasil samping dari produksi rokok. Sehingga, perusahaan ini mengunakan WTCP
(Water Treatment and Composting Plant) sebagai instalasi pengolahan limbah cairnya
agar limbah cair yang dihasilkan dapat dilepas ke badan air penerima dan dapat
memenuhi baku mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012. Unit
pengolahan limbah cair pada WTCP Djarum OASIS adalah Bak Turbo Koagulator, Bak
Domestik, Bak Oxidation Ditch, Bak Sedimentasi , Bak Penjernihan (Clarifier), Bak
Sludge Thickener, dan Filter press. Pengolahan limbah cair pada Djarum OASIS sudah
dapat menghasilkan effluent yang sesuai dengan baku mutu Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012. Parameter kualitas effluent rata-rata berdasarkan data
sucofindo pada rentang waktu Januari 2017 – April 2018 adalah sebagai berikut TSS =
27,067 mg/L , Amonia = 0,4249 mg/L , BOD5 = 17,313 mg/L , COD = 54,36 mg/L ,
Fenol <0,02 mg/L , Minyak dan Lemak = <0,8 mg/L , pH = 7,133. Memenuhinya
kualitas effluent yang sesuai dengan baku mutu yang ada menandakan jika pengolahan
limbah cair pada WTCP Djarum OASIS sudah berjalan dengan baik.
v
ABSTRACT
PT. Djarum is one of the industry engaged in the cigratte which is located in
Kudus, Central Java. PT. Djarum has several factories in Kudus, PT. Djarum OASIS
Kretek Factory or usually called as Djarum OASIS is one of Djarum’s Factories in
Kudus. In the production process, Djarum OASIS produces liquid waste as a by-product
of cigarette production. Thus, the company uses WTCP (Water Treatment and
Composting Plant) as waste water treatment’s installation so that processing of
wastewater produced can be released into the receiving river and have met the quality
standards of Central Java Provincial Regional Regulation No, 5 of 2012. Wastewater
unit that WTCP Djarum OASIS using such as Turbo Koagulator Tank, Domestic Tank,
Oxidation Ditch Tank, Sedimentation Tank, Clarifier Tank, Sludge Thickener Tank, and
Filter Press. Djarum OASIS’s wastewater effluent already met the quality standard Java
Provincial Regional Regulation No, 5 of 2012. The average effluent quality parameter
based on sucofindo’s data in period of January 2017 – April 2018 such us TSS = 27,067
mg/L , Ammonia = 0,4249 mg/L , BOD5 = 17,313 mg/L , COD = 54,36 mg/L , Phenol
<0,02 mg/L , Oils and Fats = <0,8 mg/L , pH = 7,133. Fulfillment of effluent quality
with existing quality standards indicates that wastewater treatment at WTCP Djarum
OASIS has been going well.
vi
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantarii
Abstract
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabelxi
Daftar Gambar iii
Daftar Lampiranxv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Praktik
1.4 Ruang Lingkup Kegiatan Kerja Praktik
1.5 Manfaat Pelaksanaan Kegiatan Kerja Praktik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair
2.2 Karakteristik Limbah Cair
2.2.1 Karakteristik Fisik
2.2.1.1 Total Suspended Solids (TSS)
2.2.1.2 Temperatur
2.2.2 Karakteristik Kimia
2.2.2.1 pH
2.2.2.2 Biological Oxygen Demand (BOD)
2.2.2.3 Chemical Oxygen Demand (COD)
2.2.2.4 Dissolved Oxygen (DO)
2.2.2.5 Minyak dan Lemak
2.2.3 Karakteristik Biologi
2.3 Sumber Limbah Cair Industri Rokok
2.4 Baku Mutu Limbah Cair Industri Rokok
2.5 Unit Pengolahan Limbah Cair
2.5.1 Koagulasi
vii
2.5.2 Flokulasi
2.5.3 Oxidation Ditch
2.5.4 Sedimentasi
2.5.4 Clarifier (Secondary Sedimentation)
2.6 Unit Pengolahan Lumpur
2.6.1 Sludge Thickener
2.6.2Filter Press
2.6.3Sludge Drying Bed (SDB)
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK
3.1 Tujuan Operasional Kerja Praktik
3.2 Diagram Alir Kerja Praktik
3.3 Tahapan Kegiatan Kerja Praktik
3.3.1 Tahapan Persiapan
3.3.2Tahapan Pelaksanaan
3.3.3 Tahapan Penyusunan Laporan
3.4 Metode Pengambilan Data
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis Kuantitas dan Kualitas Air limbah
3.5.2 Analisis Kesesuaian IPAL dengan Kriteria Design
3.5.3 Analisis Operasional dan Pemeliharaan IPAL
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Singkat PT. Djarum
4.2 Djarum OASIS Kretek Factory
4.3 Visi dan Misi PT. Djarum
4.4 Stuktur Organisasi
4.5 Proses Produksi PT. Djarum
4.5.1 Bahan Baku Produksi
viii
4.5.2.4 Proses Pengepakan dan Distribusi Rokok
4.9 Pengomposan
4.9.1 Vermikompos
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Karakteristik Air Limbah
5.2 Analisis Kuantitas Air Limbah
5.3 Analisis Kualitas Efluen Air Limbah
5.3.1 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
5.3.2 COD (Chemical Oxygen Demand)
5.3.3Minyak dan Lemak
5.3.4 Derajat Keasaman (pH)
3.5.5 Amonia (NH3-N)
3.5.6 Fenol
5.3.7 TSS (Total Suspended Solid)
5.4 Neraca Massa
5.4.1 Effisiensi Pengolahan
5.4.2 Grafik Neraca Massa
5.5 Unit Pengolahan Limbah Cair
5.5.1 Pengolahan Primer
5.5.2 Pengolahan Sekunder
ix
5.5.3 Pengolahan Lumpur
5.6 Operasional dan Pemeliharaan
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Rokok Berdasarkan Perda
Jateng No. 5 Tahun 2012
Tabel 2. 2 Tipikal Desain Proses Pengadukan Cepat
Tabel 2. 3 Kriteria Desain Unit Flokulasi
Tabel 2. 4 Tipikal Desain Bak Pengendap
Tabel 2. 5 Tipikal Desain Bak Clarifier
Tabel 2. 6 Tipikal desain Sludge Thickener
Tabel 2. 7 Kriteria Perencanaan untuk Gravity Thickener
Tabel 3. 1 Tujuan Operasional dan Data yang Dibutuhkan
Tabel 3. 2 Rincian Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Tabel 3. 3 Metode Pengumpulan Data Primer
Tabel 3. 4 Pengumpulan Data Sekunder
Tabel 4. 1 Perbedaan Casing dengan Flavour..............................................................IV-9
Tabel 5. 1 Perbandingan Karakteristik Limbah Cair PT. Djarum OASIS Kretek Factory
Kudus Bulan April 2018 dengan Baku Mutu
Tabel 5. 2 Debit WTCP 9 Juni- 9 Juli 2018
Tabel 5. 3 Data Kualitas BOD Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP PT. Djarum pada
bulan Januari 2017 – April 2018
Tabel 5. 4 Data Kualitas COD Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP PT. Djarum pada
Januari 2017 – April 2018
Tabel 5. 5 Pengukuran COD Inlet-Outlet Setiap Unit di WTCP OASIS Pada Tanggal 3
Juli 2018
Tabel 5. 6 Data Kualitas Minyak dan Lemak Inlet dan Outlet WTCP OASIS
Tabel 5. 7 Data Kualitas pH Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP OASIS Kudus
Tabel 5. 8 Pengukuran pH Inlet-Outlet Setiap Unit di WTCP OASIS Pada Tanggal
3Juli 2018
Tabel 5. 9 Data Kualitas Amoniak Inlet-Outlet Air Limbah WTCP OASIS Kudus
Tabel 5. 10 Pengukuran Ammonia Inlet-Outlet Setiap Unit di WTCP OASIS Pada
Tanggal 3 Juli 2018
Tabel 5. 11 Data Kualitas Fenol Inlet-Outlet Air Limbah di WTCP OASIS Kudus
Tabel 5. 12 Data Kualitas TSS Inlet-Outlet Air Limbah di WTCP OASIS Kudus
xi
Tabel 5. 13 Pengukuran TSS Inlet-Outlet Setiap Unit di WTCP OASIS Pada Tanggal 3
Juli 2018
Tabel 5. 14 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah Pada 3 Juli 2018
Tabel 5. 15 Effisiensi Removal
Tabel 5. 16 Kesesuaian Proses Koagulasi Pada Bak Turbo Koagulator Terhadap Tipikal
Desain
Tabel 5. 17 Kesesuaian Proses Flokuasi Pada Bak Turbo Koagulator Terhadap Tipikal
Desain
Tabel 5. 18 Kesesuaian Bak Domestik Terhadap Tipikal desain
Tabel 5. 19 Kesesuaian Bak Oxidation Ditch terhadap Tipikal desain
Tabel 5. 20 Kesesuaian Unit Sedimentasi Terhadap Tipikal Desain
Tabel 5. 21 Kesesuaian Unit Clarifier terhadap Tipikal Desain
Tabel 5. 22 Perbandingan Desain Sludge Thickener dengan Tipikal desain
Tabel 5. 23 Operasional dan Maintanance WTCP OASIS
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skema proses Oxidation Ditch
Gambar 2. 2 Zona Aerob dan Zona Anoxic dalam Oxidation Ditch
Gambar 2. 3 Arah aliran bak sedimentasi
Gambar 3. 1 Diagram Alir Kerja Praktik
xiii
Gambar 4. 28 Outlet Kolam Indikator 2....................................................................IV-27
Gambar 4. 29 Bak Pengental Lumpur........................................................................IV-28
Gambar 4. 30 Filter Press WTCP OASIS..................................................................IV-29
Gambar 4. 31 Sludge Drying Bed..............................................................................IV-30
Gambar 4. 32 Rumah Pembuatan Kompos dengan Metode Vermicomposting........IV-31
Gambar 4. 33 Tahapan Pembalikan Kompos Pada Proses Wind Row......................IV-33
Gambar 4. 34 Kompos Yang Sudah Dikemas...........................................................IV-34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Perhitungan
Lampiran B Gambar Unit Pengolahan
Lampiran C Administrasi
xv
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia saat ini dinobatkan sebagai negara dengan penduduk terbanyak nomer
empat di dunia berdasarkan majalah The Spectator Index. The Spectator Index
merupakan majalah harian Negara Inggris yang berisikan politik, budaya dan peristiwa
terkini. Berdasarkan data BPS tahun 2018, Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebesar
265.015.300 jiwa. Sedangkan data Badan Statistik Amerika Serikat, jumlah penduduk
dunia saat ini mencapai 7,53 miliar jiwa. Dari data tersebut dapat dilihat jika Indonesia
mempunyai 3,52 % populasi manusia di dunia.
Indonesia mempunyai 3,52 % populasi manusia di dunia dan masuk dalam Negara
dengan populasi manusia paling banyak nomer 4 didunia tahun 2018. Pertumbuhan
penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data
BPS 2018, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2017 dan 2018 sebesar 261.890.900
jiwa dan 265.015.300 jiwa. Dari data ini dapat dilihat bila pertumbuhan penduduk
Indonesia tahun 2017-2018 ialah sebesar 1,2 %. Peningkatan jumlah penduduk
menyebabkan peningkatan tingkat konsumsi penduduk Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari, termasuk juga peningkatan konsumsi rokok.
Peningkatan konsumsi rokok menyebabkan meningkatnya juga proses pembuatan rokok
pada setiap industri rokok di Indonesia.
PT. Djarum merupakan salah satu industri rokok terbesar di Indonesia yang
berdiri pada 25 Agustus 1950. PT. Djarum memiliki misi yaitu “Kami hadir untuk
memuaskan kebutuhan merokok para perokok”. PT. Djarum sendiri berpusat di Kudus,
Jawa Tengah. Untuk memenuhi kebutuhan merokok para perokok, PT. Djarum
memiliki beberapa pabrik di kota Kudus diantaranya ialah PT. Djarum OASIS Kretek
Factory yang dibangun sejak tahun 2008 dan diresmikan tanggal 19 April 2013 .
Djarum OASIS ini terletak di lima desa yang ada di Kudus diantaranya Desa Gondang
manis , Desa Bae, Desa Pedawang, Desa Purworejo dan Desa Bacin. Pabrik tersebut
memproduksi dan mendistribusikan rokok ke berbagai penjuru daerah di Indonesia dan
juga luar negeri.
I-1
Djarum OASIS menghasilkan air limbah dalam aktivitas produksi rokok. Adapun
beberapa kegiatan produksi yang menghasilkan limbah yaitu proses steam cengkeh
(pelunakan cengkeh), proses casing (pemberi rasa rokok), dan proses pengeleman
batang rokok. Air limbah hasil proses produksi biasanya disebut air limbah proses.
Selain itu, terdapat juga air limbah dari aktivitas karyawan disana (kegiatan domestik).
Air limbah tersebut disebut air limbah domestik. Berdasarkan data yang diperoleh
Djarum OASIS, pada rentang waktu 9 Juni – 9 Juli 2018, didapatkan jumlah maksimum
debit limbah proses sebesar 249 m3/hari dan debit limbah domestik sebesar 323 m3/hari.
Air limbah yang ada didalam Djarum OASIS mengandung TSS, BOD dan COD yang
tinggi sehingga perlu diolah sebelum dibuang ke lingkungan.
Air limbah proses maupun domestik yang dihasilkan diolah terlebih dahulu agar
tidak membahayakan ketika masuk badan air . Instalasi pengolahan air limbah yang
terdapat pada Djarum OASIS ini bernama WTCP (Water Treatment and Composting
Plant). WTCP OASIS ini mengolah limbahnya berdasarkan Peraturan Daerah Jawa
Tengah No. 5 Tahun 2012 tentang industri rokok. Parameter yang wajib memenuhi
baku mutu menurut peraturan tersebut ada 7 yaitu TSS, COD, BOD, Amoniak, Minyak
dan Lemak, pH dan Fenol. Terdapat empat unit pengolahan limbah cair untuk mengolah
air limbah agar memenuhi baku mutu yang diijinkan. Unit tersebut diantaranya adalah
turbo koagulator, oxidation ditch , sedimentasi dan clarifier (penjernih). Adapula 2 unit
pengolahan lumpur yakni sludge thickener dan filter press.
Pada laporan kerja praktik ini, penulis akan menganalisis sistem pengolahan
limbah cair dengan membandingkan hasil effluent dengan baku mutu yang berlaku,
menghitung efisiensi pengolahan, membandingkan kondisi eksisting bangunan WTCP
dengan kriteria sesuai dengan literature pada unit WTCP serta menganalisa operasional
dan maintenance dari WTCP.
1. Karakteristik air limbah yang dihasilkan oleh PT. Djarum OASIS Kretek Factory,
Kudus,Jawa Tengah.
2. Kuantitas air limbah yang dihasilkan oleh PT. Djarum OASIS Kretek Factory,
Kudus,Jawa Tengah.
I-2
3. Kualitas effluent air limbah yang dihasilkan oleh PT. Djarum OASIS Kretek
Factory, Kudus bila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 untuk Industri Rokok
4. Kesesuaian unit-unit pengolahan air limbah PT. Djarum OASIS Kretek Factory,
Kudus terhadap tipikal desain.
5. Kesesuaian pelaksanaan operasional dan pemeliharaan unit-unit pengolahan air
limbah dengan Standar Operation Procedure (SOP) PT. Djarum OASIS Kretek
Factory, Kudus,Jawa Tengah.
I-3
2. Sarana untuk lebih mengetahui secara mendalam sistem operasi Instalasi
Pengolahan Air Limbah di PT. Djarum Kudus.
3. Mengenalkan dunia kerja sesuai dengan bidang yang diminati dan dipelajari, yaitu
pengolahan limbah cair di industri.
4. Sarana untuk mendapatkan data-data tentang instalasi pengolahan air limbah untuk
kemudian diolah dan dianalisis dalam laporan kerja praktik.
I-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah cair berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan manusia dan hewan,
limbah industri, limpasan hujan dan infiltrasi air tanah. Dasarnya, limbah cair
merupakan suatu aliran dari air sisa penggunaan oleh masyarakat. Limbah cair
mengandung 99,94 % air dari massanya dan 0,06 % adalah material terlarut atau
tersuspensi dalam air. Kegiatan domestik merupakan penyumbang terbesar limbah cair
(Lin, 2001).
Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan manusia memiliki karakteristik yang
berbeda, tergantung dari jenis kegiatan dan bahan-bahan yang digunakan.limbah cair
dari kegiatan domestik memiliki kandungan organik yang lebih tinggi dibandingkan
limbah industri. Limbah industri cenderung memiliki kandungan yang bersifat toksik
dan berbahaya bagi lingkungan.
II-1
2.2.1 Karakteristik Fisik
Menurut Metcalf & Eddy Inc. (2003:42), karakteristik fisik yang paling utama
dalam air limbah adalah total solids, dimana terkandung di dalamnya benda terapung,
benda mengendap, koloid, dan benda lainnya. Karakteristik fisik lainnya yang juga
penting untuk dikaji adalah distribusi ukuran partikel, turbiditas, warna, transmitansi,
temperatur, konduktivitas; dan densitas, dengan spesifikasi gravitasi dan berat. Bau juga
terkadang menjadi karakteristik fisik.
Suatu sampel limbah cair yang telah disaring dengan kertas saring kemudian
dipanaskan dengan oven dengan suhu 105 derajat celcius akan meninggalkan ampas
kering yang merupakan suspended solid atau dapat juga merupakan dissolve solid.
Ampas kering tersebut apabila dipanaskan lebih lanjut dengan temperature yang lebih
tinggi yaitu hingga mencapai 600 derajat celcius maka akan menghasilkan ampas yang
lebih sedikit lagi. Padatan ampas yang telah menguap setelah dipanaskan dengan oven
untuk kedua kalinya dengan suhu yang lebih tinggi tersebut merupakan padatan
tersuspensi dan terurai (volatile suspended solids). Besarnya volatile suspended solids
banyak digunakan untuk memperkirakan jumlah mikroorganisme pengurai (biomass)
dalam limbah cair karena dapat mengindikasi besarnya kandungan organik dalam air.
2.2.1.2 Temperatur
Temperatur merupakan parameter yang penting dalam pengoperasian unit
pengolahan limbah karena berpengaruh terhadap proses biologi dan fisika. (Siregar,
2005).
Air limbah yang keluar dari suatu industri mungkin mempunyai suhu panas atau
dingin. Perbedaan suhu ini dapat terjadi karena proses produksi yang dilakukan oleh
II-2
industri tersebut. Apabila dalam prosesnya dilakukan pemanasan maka air limbah yang
keluar akan mempunyai suhu yang panas, demikian juga sebaliknya. Suhu merupakan
parameter yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, proses penguraian biologis, dan
kelarutan oksigen dalam air limbah (Tchobanoglous et al, 2003).
2.2.2.1 pH
Konsentrasi ion hidrogen menjadi parameter penting untuk air dan air limbah
yang alami. Yang menjadi indikator konsentrasi ion hidrogen adalah pH, yang
didefinisikan dengan rumus pH = - 10
log [H+]. Kondisi yang memungkinkan adanya
kehidupan biologis adalah pH antara 6-9. Air limbah dengan kondisi ion hidrogen yang
ekstrim akan sulit untuk diolah secara biologis dan jika konsentrasi tidak berubah
setelah pengolahan, effluent dari air limbah tersebut akan mengubah pH dari badan air.
pH yang biasa di badan air antara 6,5-8,5 (Tchobanoglous et al, 2003).
Konsentrasi ion hidrogen yang tidak baik pada air limbah dapat mengakibatkan
sulitnya pengolahan secara biologis. Apabila konsentrasi tersebut tidak diubah terlebih
dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan, maka dapat mempengaruhi konsentrasi pada
air alam (Tchobanoglous et al, 2003).
II-3
NH4+ + OH- ⇌ NH3 +H2O
a. pH dibawah 7, hampir semua ammonia akan terlarut dalam bentuk ion
b. pH diatas 12, hampir semua ammonia hadir sebagai gas terlarut
c. pH antara 7-12 ion ammonium dan gas terlarut hadir secara bersamaan
II-4
BOD paling tidak memerlukan waktu lima hari (Siregar, 2005). COD dapat juga
diartikan sebagai jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K 2Cr2O7 digunakan
sebagai sumber oksigen (Alerts dan Santika, 1987)
COD digunakan untuk mengukur kadar materi air limbah dan air bersih. COD
digunakan juga untuk mengukur materi pada industri dan limbah yang mengandung
senyawa beracun dan biotik. COD biasa digunakan sebagai kontrol treatment plant dan
operasi (Tchobanoglous et al, 2003).
II-5
2.3 Sumber Limbah Cair Industri Rokok
Limbah produksi rokok dihasilkan dari proses primer basah dan/atau primer
kering. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu yang dimaksud
dengan proses primer basah adalah proses pengolahan cengkeh dan/atau tembakau yang
menggunakan air dalam proses perendaman, sedangkan proses primer kering adalah
proses pengolahan cengkeh dan/atau tembakau yang menggunakan steam untuk
melembabkan olahan cengkeh dan/atau tembakau. Selain proses primer terdapat juga
proses sekunder atau proses lanjutan. Proses tersebut meliputi proses pelintingan,
pengepakan sampai dengan proses akhir.
Selain itu, pada industri rokok juga terdapat limbah domestik. Definisi limbah
domestik menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu adalah air limbah yang
berasal dari limbah domestik industi rokok dan/atau cerutu seperti limbah yang berasal
dari penggunaan air lainnya yang diperuntukan untuk karyawan industri tersebut.
Tabel 2. 1 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Rokok Berdasarkan PERDA
JATENG No. 5 Tahun 2012
II-6
PT. Djarum mengolah limbah cair yang mana sumbernya berasal dari limbah
proses kering dan/atau basah serta limbah cair domestik dimana baku mutu effluent
yang diharapkan nantinya masuk dalam kategori 2 Perda Jateng No. 5 Tahun 2012
seperti yang terlihat pada table 2.1.
2.5.1 Koagulasi
Koagulasi dilakukan untuk menyisihkan material pencemar yang tersuspensi dan
berbentuk koloid. Koloid adalah partikel dengan rentang ukuran 1 nm (10 -7cm) sampai
0,1 nm (10-8cm). Partikel-partikel tersebut tidak mengendap dengan sendirinya dan tidak
dapat disisihkan oleh proses pengolahan fisika konvensional (Eckenfelder,2000).
Koloid memiliki sifat elektrik yang menimbulkan gaya tolak menolak serta
mencegah penggabungan dan pengendapan (Eckenfelder,2000). Partikel koloid yang
terdapat di air limbah umumnya memiliki permukaan dengan muatan negatif. Ukuran
koloid yang kecil menyebabkan gaya tarik menarik antar partikel lebih kecil dari gaya
tolak menolak antar muatan listrik yang terkandung pada permukaan koloid. Pada
kondisi yang stabil tersebut, gerak Brown menjaga partikel dalam keadaan tersuspensi.
Gerak Brown (yaitu gerakan acak) terjadi karena benturan termal partikel koloid dengan
molekul air yang relatif kecil yang mengelilinginya (Tchobanoglous et al, 2003).
Koagulasi adalah reaksi dan mekanisme yang terjadi pada proses destabilisasi
kimia partikel dan pembentukan partikel yang lebih besar melalui proses flokulasi
perikinetik (penggabungan partikel pada rentang ukuran 0,01 sampai 1 μm). Koagulan
yang umumnya digunakan terdiri dari polimer organik alami dan sintetis, garam-garam
logam seperti alum atau besi sulfat, dan garam-garam logam terhidrolisis seperti
polyaluminum klorida (PACl) dan polyiron klorida (PICl) (Tchobanoglous et al, 2003).
Pada proses koagulasi terjadi pengadukan cepat secara kontinyu untuk
mencampurkan koagulan dengan air limbah secara merata. Tipikal desain untuk proses
pengadukan cepat menurut Tchobanoglous et al (2003) dapat dilihat pada table 2.2.
II-7
Tabel 2. 2 Tipikal Desain Proses Pengadukan Cepat
G=
√ P
μV
..........................................................................................(2.1)
Keterangan :
G : gradien kecepatan, s-1
P : tenaga pengadukan, W
μ : viskositas dinamik, N.s/m2
V : volume air yang akan diproses, m3
2
D nρ
Nre = ......................................................................................(2.3)
μ
II-8
Keterangan :
Nre : bilangan reynold
(Tchobanoglous et al, 2003).
2.5.2 Flokulasi
Flokulasi umumnya mengikuti proses pengadukan cepat dimana bahan kimia
ditambahkan untuk mendestabilisasi partikel. Terdapat dua jenis flokulasi yaitu,
mikroflokulasi dan makroflokulasi. Perbedaan kedua jenis flokulasi tersebut
berdasarkan ukuran partikel yang terlibat dalam proses.
Mikroflokulasi (disebut juga flokulasi perikinetik) adalah istilah yang digunakan
untuk mengacu penggabungan partikel-partikel yang terjadi karena gerakan acak termal
molekul fluida (gerak Brown). Mikroflokulasi berpengaruh besar terhadap partikel
dengan rentang ukuran 0,001 sampai 1 μm. Sedangkan makroflokulasi (disebut juga
orthokinetik flokulasi) adalah istilah yang digunakan untuk mengacu pada
penggabungan partikel yang lebih besar dari 1 atau 2 μm. Makroflokulasi dapat
disebabkan oleh induksi gradien kecepatan dan perbedaan kecepatan pengendapan.
Partikel dapat digabungkan (terflokulasi) dengan cara menginduksikan gradien
kecepatan ke fluida yang mengandung partikel yang akan diflokulasi. Parikel yang
bergerak lebih cepat akan mendekati partikel yang bergerak lebih lambat. Jika partikel
yang berbenturan bergabung, partikel lebih besar yang lebih mudah disisihkan dengan
pemisahan secara gravitasi akan terbentuk.
Pada markoflokulasi karena perbedaan kecepatan pengendapan, partikel yang
lebih besar mendekati partikel yang lebih kecil pada saat proses pengendapan dengan
gravitasi. Ketika dua partikel berbenturan dan bergabung, partikel lebih besar yang
mengendap dengan kecepatan lebih tinggi terbentuk.
Flokulasi dilakukan dengan pencampuran lambat oleh pengaduk yang bergerak
lambat. Meningkatnya kontak antar partikel menyebabkan pembesaran flok, tetapi jika
pencampuran terlalu kuat, gaya geser meningkat dan akan memecah flok menjadi
partikel yang lebih kecil. Pengaduk harus dikontrol dengan hati-hati sehingga flok akan
memiliki ukuran yang sesuai dan mengendap dengan cepat.
Tipikal desain unit flokulasi menurut Tchobanoglous et al (2003) dapat dilihat
pada table 2.3.
II-9
Tabel 2. 3 Kriteria Desain Unit Flokulasi
Tipikal
No. Parameter
Desain
II-10
Sumber : Lin, 2007
Aerator berfungsi untuk menyediakan pencampuran dan sirkulasi di parit, serta
transfer oksigen. Selain aerator, juga terdapat sikat mekanik (mechanical brush)
sehingga membuat cairan bergerak pada kecepatan dari 0,24 sampai 0,37 m/s
(0,8 sampai 1,2 ft/s), cukup untuk mencegah pengendapan padatan. Sebagian
besar dari oksigen yang dibutuhkan dipasok melalui kontak udara dan permukaan
air limbah bukan dengan aerasi (Lin,2007). Adanya perputaran rotor dari aerator
permukaan menyebabkan terjadinya pergerakan aliran sehingga kontak dengan
udara
II-11
Sumber: Tchobanoglous et al, 2003
2.5.4 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya
gravitasi . Proses ini terutama bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan
mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-
partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisahkan. Tabel 2.4 merupakan tipikal
desain dari bak pengendap.
Pada bak sedimentasi yang berbentuk circular tank biasanya terdapat lingkaran
di bagian tengah bak yang berfungsi untuk tempat scrapper dan equalisasi debit dari
limbah yang masuk. Lingkaran di tengah bak biasanya berkisar 15-20 % dari total
diameter bak sedimentasi, dan sekitar 1-2,5 m. Skema aliran pada bak sedimentasi dapat
dilihat pada gambar 2.3.
II-12
Gambar 2. 3 Arah aliran bak sedimentasi
Waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir dari awal zona pengendapan
sampai air keluar dari zona tersebut disebut waktu detensi. Dalam waktu detensi ini
partikel seluruhnya sudah mengendap dalam zona lumpur. persamaan
V
θ=
Q
dengan :
θ = HRT (hari)
II-13
Vo x R
Nre=
v
Dengan :
υ = viskositas air
Dalam proses pengolahan air, lumpur merupakan hasil dari unit sedimentasi dan
juga clarifier (sedimentasi lanjutan). Menurut Rahardjo (2000) lumpur yang dihasilkan
dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk mengurangi sebayak mungkin air yang
masih terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur secara umum dibagi menjadi
II-14
3 kategori yaitu thickening (pengentalan lumpur), stabilisasi dan dewatering
(Spellman ,2009). PT. Djarum OASIS mempunyai 3 unit pengolahan lumpur yakni
Sludge Thikener (Bak Pengental Lumpur), Filter Press, dan Sludge Drying Bed (SDB).
Berikut merupakan penjelasan dari ketiga unit pengolahan lumpur yang ada di PT.
Djarum OASIS.
Gravity thickening merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk
proses pengentalan lumpur dan prosesnya terjadi di tangki dengan bentuk mirip tangki
sedimentasi konvensional. Karakteristik gravity thickening bervariasi menurut sifat
padatan yang akan dipadatkan. Pengendapan dan pemadatan akan terjadi dengan
berbagai proses tergantung oleh konsentrasi dan sifat flokulan padatan yang akan
diolah. Teori yang digunakan dalam perencanaan gravity thickener adalah berdasarkan
zona pengendapan, dengan laju pengendapan bergantung oleh konsentrasi padatan.
Pergerakan padatan ke bawah pada gravity thickener disebabkan oleh gravitasi dan
gerakan massal yang dihasilkan dari pemompaan dari bawah tangki. Jumlah dari kedua
mekanisme ini merupakan total laju aliran padatan.
II-15
Tabel 2. 6 Tipikal desain Sludge Thickener
Beban
Konsentrasi Beban Padatan Overflow
Jenis Konsentrasi Hidraulik
setelah Solid tertahan TSS
Lumpur Masuk (m3/m2.d
Thickener (kg/m2.d) (%) (mg/Liter)
)
Primary 1,0-7,0 5,0-10,0 24-33 90-144 85-98 300-1000
Trickling
1,0-4,0 2,0-6,0 2,0-6,0 35-50 80-92 200-1000
Filter
Waste
activated 0,2-1,5 2,0-4,0 2,0-4,0 10-35 60-85 200-1000
sludge
Combined
primary
and waste 0,5-2,0 4,0-6,0 4,0-10,0 25-80 85-92 300-800
activated
sludge
II-16
Sumber: Siregar,2005:69
Terdapat dua macam filter press yaitu belt press dan plate and frame press. PT
Djarum menggunakan filter press tipe plat and frame dimana lumpur dipompa dengan
tekanan hingga 225 psi kemudian melewati lubang yang ada di setiap plat. Air akan
melewati filter cloth, sedangkan padatan akan tertahan dan membentuk cake pada
permukaan cloth. Pengisian lumpur akan terus berlanjut hingga plat-plat pada filter
press penuh dengan cake . Plat penampung padatan pada cloth dan memudahkan saat
melepas cake dari cloth. Factor kimia untuk pengkondisian, tekanan pada saat
pengoperasian , dan jenis serta jumlah precoat (Spellman,2009).
II-17
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK
III-18
No Tujuan Operasional Data yang Dibutuhkan
pengolahan air limbah terhadap Operation Procedure (SOP)
Standar Operation Procedure (SOP) Pelaksanaan operasional dan
PT. Djarum OASIS Kretek Factory pemeliharaan unit pengolah air
Kudus, Jawa Tengah. limbah
Mulai
Tahap Persiapan
Proses Proses
Administrasi Administrasi
Studi
Pengumpulan data sekunder Literatur
Selesai
III-19
3.3 Tahapan Kegiatan Kerja Praktik
Berdasarkan gambar diagram alir kerja praktik yang tertera pada bagian
sebelumnya, kegiatan kerja praktik terbagi menjadi tiga tahapan sebagai berikut:
III-20
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
- Uji sample di IPAL Krapyak
- Melakukan percobaan klorinasi
- Mengambil sampel air limbah tiap
unit
4. Kamis, 5 Juli 2018
- Uji COD turbo koagulator,domestic
dan OD di Lab IPAL Krapyak
- Mengambil sampel uji tiap unit
5. Jumat, 6 Juli 2018 - Uji COD unit sedimentasi dan
clarifier di IPAL Krapyak
III-21
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
18. Kamis, 19 Juli 2018 - Menyicil Laporan
- Wawancara operator mengenai
19. Jumat, 20 Juli 2018 pompa dan maintenance serta
operasional WTCP
- Menyicil laporan perhitungan
20. Sabtu, 21 Juli 2018
- Melihat panel mesin WTCP
21. Minggu, 22 Juli 2018 LIBUR
- Wawancara dengan operator
22. Senin, 23 Juli 2018
- Berbincang dengan pembimbing
23. Rabu, 24 Juli 2018 - Menyicil Laporan
- Menyicil ACAD WTCP
24. Kamis, 25 Juli 2018 - Mengambil sampel air tiap unit
- Mengukur besar amoniak tiap unit
25. Jumat, 26 Juli 2018 - Menyicil ACAD WTCP
26. Sabtu, 27 Juli 2018 - Menyicil perhitungan bab 5
27. Minggu, 28 Juli 2018 LIBUR
28. Senin, 29 Juli 2018 - Menyicil Laporan Bab 5
29. Selasa,30 Juli 2018 - Menyicil Laporan Bab 5
- Dokumentasi WTCP
30. Rabu,31 Juli 2018 - Bantu percobaan spirulina
- Cicil pembuatan PPT
31. Kamis,1 Agustus 2018 - Finishing Presentasi
32. Jumat, 2 Agustus 2018 - Presentasi Kerja Praktek
Sumber : Analisis Penulis, 2018
III-22
Memberikan kesimpulan dan rekomendasi bagi perusahaan. Adapun metodologi
penyusunan laporan kerja praktik akan disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi deskripsi PT Djarum OASIS Kudus, antara lain gambaran umum, struktur
organisasi, aktivitas proses produksi di PT. Djarum OASIS Kudus.
Berisi analisis sekaligus pembahasan yang dilakukan berdasarkan data yang telah
diperoleh pada pelaksanaan kerja praktik mengenai penerapan sistem produksi bersih
di PT Djarum OASIS Kudus
III-23
3.4 Metode Pengambilan Data
3.4.1 Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, kajian pustaka terus dilakukan untuk melihat hubungan antara
observasi lapangan dengan teori. Dilakukan pengumpulan data yang dibedakan menjadi:
III-24
Data sekunder dikumpulkan dari dokumen-dokumen dan referensi-referensi
yang ada. Pengumpulan data sekunder yang ada dibutuhkan dalam kerja praktik dapat
dilihat pada table 3.4 .
Metode
No Data Sumber Data Pengambilan Data
Data Laboratorium
Karakteristik Air Limbah PT. Djarum OASIS
1. Paper
harian dan Dokumen
Sucofindo)
Data Unit Meliputi Detail S-Building WTCP
2. Paper
Desain OASIS
Data Pemantauan Kualitas
3. Paper Dokumen Sucofindo
Influen dan Effluen
Standar Operation
Sistem Operasional dan
4. Paper Procedure (SOP)
Pemeliharaan
Unit)
III-25
3.5.2 Analisis Kesesuaian IPAL dengan Kriteria Design
Analisis kesesuaian desain IPAL dilakukan dengan cara menghitung efisiensi
penyisihan serta berbagai perhitungan lainnya sesuai literatur untuk selanjutnya
dibandingkan dengan tipikal desain dan teori yang yang ada.
III-26
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Pada awal berdirinya Oei Wie Gwan hanya memiliki 70 pekerja dan alat
tradisional dalam pembuatan rokok. Untuk menjaga kualitas, beliau membuat formula
campuran tembakau dengan cengkeh yang menjadi kunci keberhasilan perusahaan ini.
Pada saat itu, produk rokok yang dihasilkan adalah merk Djarum, Merata, Kotak
Ajaib, dan Kembang Tanjung.
Pada Tahun 1955, Pabrik Rokok Djarum mengembangkan usahanya dengan
memproduksi rokok klobot dan memperluas usaha menjadi dua lokasi produksi, dan
meningkat lagi pada tahun 1962 menjadi tiga lokasi produksi. Namun diperkenalkan
produk baru dengan nama “Filtra”.
PT Djarum berkembang semakin pesat, sehingga padat tahun 2003 perusahaan ini
menyandang predikat “Superbrand”, yaitu predikat yang diberikan kepada merk yang
berkualitas. PT Djarum juga masuk kedalam 10 besar perusahaan terbaik (Company
Leader) versi majalah Global Far Eastern Review.
IV-1
PT Djarum merupakan salah satu perusahaan rokok terbesar yang ada di
Indonesia. Kegiatan produksi di PT Djarum tidak hanya berada pada satu lokasi saja,
tetapi menyebar ke berbagai daerah di Kabupaten Kudus. Salah satu unit produksi PT
Djarum adalah Djarum OASIS Kretek Factory atau yang lebih dikenal dengan OASIS.
Djarum OASIS Kretek Factory dibangun sejak tahun 2008 dan diresmikan tanggal 19
April 2013 .
Pabrik ini dibangun diatas tanah seluas 82,05 hektar dan berada di lima desa yang
ada di Kabupaten Kudus yakni Desa Gondang manis, Desa Bae, Desa Pedawang, Desa
Purworejo dan Desa Bacin. Lokasi Djarum OASIS Kudus dapat dilihat pada gambar 4.2
dibawah ini.
Produksi rokok yang dilakukan di OASIS mengunakan mesin. Pabrik ini memiliki
mesin-mesin yang modern dan diselaraskan dengan konsep green company karena
40% dari lahan pabrik digunakan untuk daerah penghijauan. Selain itu, bangunan-
bangunan perkantoran di dalamnya juga didesain supaya hemat energi.
IV-2
Memasuki gerbang OASIS terdapat tugu OASIS dan Monumen Kretek
Indonesia yang tingginya mencapai 26 meter. Monumen ini melambangkan
keuletan, ketangguhan dan kualitas. Bentuk dari Monumen Kretek Indonesia tersebut
dapat dilihat pada gambar 4.3 . Pada green area OASIS juga dibangun Djarum
Foundation Park yang di dalamnya terdapat monument simbol-simbol program
Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu Djarum Bakti Sosial, Bakti Olahraga
(Plasa Bulutangkis), Bakti Lingkungan, amphitheater budaya (Bakti Budaya) dan
Djarum Bakti Pendidikan. Bentuk dari Monumen Djarum Bakti Sosial dapat dilihat
pada gambar 4.4.
IV-3
Kepemimpinan dalam pasar dengan cara menghasilkan produk-produk yang
berkualitas tinggi secara konsisten dan inovatif untuk memuaskan konsumen.
Penciptaan citra positif yang kuat dan manajemen professional yang
berdedikasi serta SDM yang kompeten.
IV-4
Setiap bagian dari organisasi memiliki tanggung jawab masing-masing untuk
menjaga keberlangsungan perusahaan. Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab dari
masing-masing bagian:
1. Chief Executive Officer (CEO)
Jabatan ini merupakan jabatan tertinggi dalam struktur organisasi perusahaan.
Bertugas mengawasi jalannya perusahaan dalam segala bidang. Mengontrol
perkembangan perusahaan juga merupakan tanggung jawabnya.
IV-5
9. Departemen Pembelian (Purchasing)
Departemen pembelian bertugas mengurusi masalah pembelian bahan baku
yang digunakan untuk proses produksi, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pembelian untuk keperluan perusahaan.
10. Departemen Biztech
Bertugas mengurus perkembangan teknologi informasi dalam perusahaan.
11. Departemen Marketing
Bertugas mengurus pemasaran dari produk-produk perusahaan.
IV-6
4.5.1 Bahan Baku Produksi
a. Tembakau (Nicotina tabaccum)
Tembakau adalah produk pertanian yang merupakan komoditas perkebunan.
Setiap jenis tembakau memiliki kandungan kimia yang berbeda untuk
menghasilkan karakteristik yang berbeda. Terdapat 4 jenis tembakau yaitu:
1. Virginia
Tembakau Virginia memiliki lembaran yang besar dan jumlah helainya paling
banyak dari jenis lainnya. Tembakau ini sering dijuluki tembakau terang karena
warnanya yang kuning ke oranye yang diperoleh dari proses flue curing. Jenis
tembakau ini memiliki kandungan gula yang tinggi namun kandungan nikotin
yang rendah. Karena kandungan nikotin yang rendah maka jenis ini dinilai terlalu
ringan bagi para perokok, namun memiliki aroma yang harum ketika dinikmati.
Tembakau Virginia ini merupakan tembakau yang paling banyak di dunia. Di
Indonesia, jenis dapat ditemukan di Bojonegoro dan Lombok.
2. Maryland
Tembakau jenis ini banyak ditemukan di negara-negara yang memiliki iklim
subtropics.
3. Oriental
Tembakau ini memiliki daun yang kecil dan beraroma tinggi dibantu proses
sun curing. Merupakan jenis tembakau dengan kandungan gula sebesar 7-9 % dan
kandungan nikotin sebesar kurang lebih 2,5 %. Tembakau jenis oriental ini
memiliki komposisi gula dan nikotin yang ideal sehingga menciptakan cita rasa
yang dinilai nikmat bagi para pekokok. Tembakau jenis ini banyak ditemukan di
daerah Madura, Weleri dan Mranggen.
4. Burley
Jenis tembakau ini memiliki kandungan nikotin yang sangat tinggi (mencapai
9%) dan kandungan gula yang sangat rendah (kurang lebih 1 %). Jenis ini
berbahaya apabila dihisap secara langsung karena kandungan nikotinnya sangat
tinggi. Tembakau jenis ini dapat ditemukan di daerah Temanggung, Muntilan
dan Wonosobo. Tembakau Burley berwarna cokelat setelah melewati proses air
curing.
IV-7
Ada dua macam tembakau yang dibeli dari petani tembakau yang dapat
dibedakan berdasarkan keadaan fisiknya yaitu tembakau krosok dan tembakau
ranjang. Tembakau krosok adalah tembakau yang daunnya masih berbentuk
lembaran. Sedangkan tembakau ranjang adalah tembakau yang sudah tidak lagi
berbentuk lembaran daun melainkan potongan halus memanjang. Sebelum dibeli
oleh perusahaan, petani melakukan proses curing yaitu proses pengeringan
tembakau. Terdapat beberapa proses curing yaitu flue curing, sun curing dan air
curing. Untuk tembakau krosok dilakukan flue curing yaitu proses pengeringan
dengan menggunakan panas buatan yang disalurkan melalui pipa besi atau flue.
Sedangkan tembakau ranjang dapat dikeringkan dengan dua cara yitu sun curing
dan air curing. Sun curing merupakan pengeringan dengan cara dijemur dibawah
sinar matahari dan air curing merupakan pengeringan dengan cara diangin-
anginkan.
b. Cengkeh (Eugenia caryophyllus)
Cengkeh yang dalam bahasa inggris di sebut clove yang berasal dari keluarga
Myrtaceae merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak ditemukan di
kepulauan Maluku dan Sulawesi bagian utara. Bagian yang paling dicari dari
tanaman cengkeh adalah bunganya, terutama bunga cengkeh yang belum merekah
kelopaknya. Di dalam bunga cengkeh terdapat 17 % minyak cengkeh (clove oil).
Kandungan dari minyak cengkeh yaitu eugenol 70%, eugenol asetat caryopylene
α,β dan ethyl vanillin. Cengkeh yang dipergunakan oleh PT. Djarum berasal dari
Aceh, Padang, Lampung, Bogor, Purwokerto, Weleri, Tulungagung, Manado,
Makasar, Ambon, dan impor dari Madagaskar dan Zanzibara.
c. Saos
Saos merupakan komponen penting dalam membuat rokok, karena saos
menentukan karakteristik rasa dan aroma dari rokok. Saos sendiri terbagi menjadi
dua, yaitu:
1. Pemberi rasa (Casing)
Casing terbuat dari ekstrak rempah-rempah dan bumbu yang dilarutkan dalam
air (water base).
2. Pemberi aroma (Flavour)
IV-8
Flavour merupakan aroma yang digunakan dengan menggunakan senyawa
aldehid , ester dan keton (solvent based) yang bersifat volatile. Untuk memahami
lebih lanjut mengenai casing dan flavour, Hendy dan Rendy membuat perbedaan
antara keduanya. Perbedaan antara casing dan flavour dapat dilihat pada table 4.1.
Tabel 4. 1 Perbedaan Casing dengan Flavour
No Casing Flavour
1. Pelarutnya berupa air Pelarutnya bersifat solvent
2. Bersifat Non-Volatile Bersifat Volatile
3. Penambahan dalam jumlah yang Penambahan dalam jumlah yang
besar kecil
4. Ditambahkan pada awal proses Ditambahkan pada akhir proses
primary primary
Sumber : Hendy & Rendy ,2009
PT. Djarum memproduksi rokok dengan berbagai varian rasa. Oleh karena itu
casing (pemberi rasa) yang digunakan juga berbagai macam tergantung varian
rasanya. Derajat keasaman pada limbah casing ini tergolong rendah dan bersifat
asam. Air buangan yang dikeluarkan dari proses casing akan masuk kedalam bak
buffer bersama dengan limbah proses lainnya yaitu limbah lem dan limbah clove.
Air pada bak buffer tersebut pada level air tertentu dipompa ke bak turbo
koagulator yang merupakan bak proses pertama pada instalasi pengolahan air
limbah (Water Treatment and Composting Plant).
d. Kertas
Bahan baku berupa kertas yang digunakan untuk pembungkus rokok dibagi
menjadi empat,yaitu:
1. Siggaret Paper
Siggaret paper adalah kertas pembungkus rokok yang digunakan untuk
membungkus campuran tembakau dan cengkeh yang kemudian menjadi satu bagian
yang disebut tobacco root.
2. Tipping Paper
Tipping paper merupakan kertas pembungkus terluar dari filter. Umumnya pada
bagian filter root memiliki rasa manis, hal ini disebabkan karena adanya
penambahan pemanis pada tipping paper.
IV-9
3. Plug Paper
Plug paper adalah kertas pembungkus filter. Plug paper digunakan untuk
membungkus filter sebelum dibungkus kembali oleh tipping paper.
4. Inner
Merupakan pembungkus pada batang rokok. Pada campuran tembakau dan
cengkeh yang telah dibungkus sigarret paper dilapisi lagi oleh inner paper. Lapisan
ini bertujuan untuk menghindari yellow spot yang timbul pada rokok. Yellow spot
adalah bercak kuning yang timbul karena minyak cengkeh pada rokok mulai rusak.
Proses pembungkusan rokok menggunakan lem yang mengandung bahan yang
biodegradable yaitu Polivinil Asetat untuk rokok filter dan lem kanji untuk rokok
non-filter. Lem yang digunakan untuk membungkus rokok berada pada suatu wadah.
Wadah yang digunakan untuk menampung lem jika dicuci akan menghasilkan
limbah cair yang nantinya akan ditampung di bak buffer bercampur dengan limbah
proses lainnya yakni dari limbah clove dan casing . Air pada bak buffer tersebut pada
level air tertentu dipompa ke bak turbo koagulator yang merupakan bak proses
pertama pada instalasi pengolahan air limbah (Water Treatment and Composting
Plant).
e. Filter
Fungsi filter adalah menyaring asap dari partikel-partikel yang tidak diinginkan.
Adapun kriteria dari filter yang akan digunakan adalah sebagai berikut.
1. Filter harus terbuat dari bahan yang tidak berbahaya (sampai saat ini filter
rokok terbuat dari sellulosa asetat yang biasa disebut acetat tow)
2. Dapat diproduksi dalam skala besar dengan kecepatan yang tinggi karena
filter hanya dapat dipakai sekali saja.
4.5.2 Proses Produksi
IV-10
Gambar 4. 6 Diagram Alir Proses Produksi
Terdapat beberapa proses produksi rokok, yaitu pra proses, primary proses,
secondary proses, pengepakan dan distribusi. Diantara beberapa proses produksi rokok
tersebut yang menghasilkan limbah cair adalah pra-proses, proses primer dan sekunder.
Gambar 4.6 merupakan diagram alir proses produksi rokok di PT. Djarum OASIS
Kudus.
IV-11
- Proses Strip
Proses strip bertujuan untuk mengolah tembakau yang masih dalam bentuk
lembaran menjadi tembakau dalam bentuk ranjangan.
- Proses Pre-Cut
Proses utama dari Precut Tobacco Process adalah klasifikasi. Tembakau
ranjang petani dipisahkan antara daun tembakau (lamina) dari gangang (stem)
dan material asing lainnya seperti kerikil , pake , pembungkus tembakau dan
lain-lain.
Setelah itu cengkeh masuk dalam proses admoist yaitu proses pelunakan cengkeh
dengen menggunakan steam yang mana menggunakan prinsip penguapan pada suhu 700
Celcius selama 15 menit. Proses ini bertujuan agar cengkeh tidak hancur pada saat
perajangan. Cengkeh yang sudah diuapkan kemudian dimasukan kedalam proses
perajangan . Hasil samping dari steam cengkeh adalah adanya air sisa proses yang
selanjutnya ditampung dalam bak buffer untuk kemudian di olah pada WTCP.
IV-12
Gambar 4. 8 Diagram Alir Proses Primary
Primary process memiliki tujuan utama untuk mengolah material dari bagian pra
proses dan clove proses menjadi TFB (Tembakau Finished Blend). Pada primary proses
terdapat dua proses utama yaitu pre blending dan blending. Gambar 4.8 merupakan
diagram alir proses primary. Pada proses pre-blending dilakukan pencampuran
tembakau ranjang dan tembakau krosok. Di lain sisi, sebagian tembakau strip diproses
dengan tobacco expansion process. Proses tersebut adalah proses mengembangkan
tembakau yang nantinya akan menjadi rokok dengan kadar nikotin dan tar yang rendah.
Kemudian , pada proses blending tembakau berbagai jenis seperti Virginia, Burley dan
Oriental dicampur dengan rasio tertentu. Selain itu, dilakukan penambahan material lain
seperti gagang tembakau supaya rokok yang dihasilkan jadi lebih kokoh.
Selanjutnya campuran tembakau diberi rasa dan aroma (assembling flavor)
dalam sebuah casing drum. Setiap jenis produk rokok memiliki rasa dan aroma yang
berbeda, oleh karena itu sebelum dilakukan proses produksi jenis rokok yang berbeda
perlu dilakukan pencucian terlebih dahulu. Setelah dilakukan assembling flavor,
cengkeh yang telah dilunakkan dan dirajang dicampur dengan tembakau yang sudah
diberikan aroma dan rasa. Hasil akhir dari proses blending yaitu tobacco finished blend.
IV-13
Pada proses pemberian rasa (casing) dan proses steam cengkeh menghasilkan
limbah cair yang nantinya akan ditampung di bak buffer bersama limbah lem. Pada
level air tertentu limbah cair tersebut dipompa ke bak turbo koagulator yang ada pada
instalasi pengolahan limbah cair (Water Treatment and Composting Plant).
IV-14
Proses produksi SKT dilakukan di brak-brak yang tersebar di berbagai lokasi di
Kabupaten kudus.
IV-15
Vanilla, Djarum Cherry, Djarum Special, Djarum Black Tea, Djarum Bali Hai, dan
sebagainya. Sedangkan produk cerutu yang diekspor yaitu Cigarillos dan Dos
Hermanos. Gambar 4.10 merupakan produk PT Djarum yang dipasarkan ke luar
negeri.
IV-16
koagulan (kapur), urea, dan phospat. Pengolahan secara biologis dengan proses aerasi
menggunakan Oxidation Ditch yang didalamnya terdapat bakteri pengurai.
Unit instalasi pengolahan air limbah ini beroperasi setiap hari selama 24 jam atau
sesuai dengan berjalannya proses produksi, oleh karena itu unit pengolahan limbah cair
ini membutuhkan operator untuk mengawasi jalannya proses pengolahan. Dalam sehari
terdapat dua shift dan pegawai harian yang bertugas dalam mengawasi proses
pengolahan air limbah.
WTCP OASIS Kudus ini memiliki laboratorium sendiri untuk pemeriksaan
terhadap parameter pengolahan air linbah. Pemeriksaan ini dilakukan oleh operator
yang bekerja di bagian WTCP. Adapun pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan harian yang berfungsi untuk memeriksa parameter harian yaitu pH
tiap bak, Sludge Volume, dan Dissolve Oxygen (DO) pada bak Oxidation Ditch,
debit inlet dan outlet, serta Suspended Solid.
2. Pemeriksaan mingguan meliputi pemeriksaan COD dan MLVSS.
3. Pemeriksaan bulanan, merupakan pemeriksaan seluruh parameter yang ada di baku
mutu air limbah industri rokok yaitu TSS, BOD, COD, Minyak dan Lemak,
Fenol,Ammoniak dan pH. Pemeriksaan bulanan dilakukan oleh pihak ketiga yaitu
sucofindo.
4. Pemeriksaan sidak,yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini
yaitu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kudus dengan kurun waktu 3 bulan
sekali.
2. Limbah Proses
IV-17
Limbah proses merupakan limbah hasil proses pembuatan rokok yang
berasal dari tiga sumber yaitu limbah casing, limbah clove dan juga limbah
lem.
Sumber limbah cair di WTCP dapat dilihat lebih rinci pada gambar 4.11
Proses Produksi
Lem Cengkeh Saos
IV-18
4.8.2.1 Pengolahan Primer (Primary Treatment)
A. Turbo Koagulator
Limbah dari proses produksi ditampung pada buffer tank sedangkan limbah
domestik ditampung dalam domestik tank. Limbah dari proses produksi kemudian
masuk ke bak turbo koagulator. Turbo Kogulator di WTCP OASIS ini memiliki
diameter 7,5 meter dan tinggi ± 4 meter dengan tinggi muka air 3,5 meter. Gambar 4.13
merupakan gambar bak koagulator yang ada pada WTCP OASIS.
Pada bak turbo koagulator ini ditambahkan kapur untuk menetralisir pH dan
dilakukan pengadukan cepat-lambat (koagulasi-flokulasi). Pengadukan cepat
menggunakan rotor pengerak dengan 1500 watt dan bergerak dengan kecepatan 50 rps.
Pengadukan cepat berguna untuk meratakan limbah proses dengan kapur yang diberikan
agar proses destabilisasi partikel koloid dapat terjadi serta dapat membentuk mikroflok
dan pH limbah proses yang asam dapat menjadi netral. Lokasi tempat pemberian kapur
pada bak turbo koagulator yang dilakukan secara manual oleh operator setiap harinya
dapat di lihat pada gambar 4.14.
IV-19
Tempat penuangan
kapur secara manual
Pengadukan lambat dilakukan dengan rotor penggerak dengan daya 180 watt
dan bergerak dengan kecepatan 4 rps. Pengadukan lambat berguna agar mikroflok dapat
membentuk flok-flok besar yang nantinya turun dan mengendap pada dasar bak
koagulasi. Gambar 4.15 merupakan gambar penampang atas dari bak turbo koagulator.
Pipa Inlet
Proses Koagulasi
Proses Flokulasi
B. Bak Domestik
Air limbah domestik yang berasal dari kegiatan domestik masuk kedalam bak
domestik. Bak domestik yang ada pada WTCP Djarum ini memiliki ukuran panjang 7
IV-20
meter, lebar 6 meter, tinggi 4,8 meter dan tinggi muka air 2,5 meter. Tampak atas dari
bak domestik dapat dilihat pada gambar 4.16. Pada bak domestik ini air limbah hanya
masuk dan ditampung sementara sebelum nantinya dipompa ke bak Oxidation Ditch.
Pemompaan tersebut tidak 24 jam, tetapi pemompaan tersebut dilakukan secara
otomatis ketika air limbah sudah mencapai level air tertentu.
IV-21
ditambahkan kapur seperti bak Turbo Koagulator juga ditambahkan urea dan
phospat yang mana merupakan makanan bagi bakteri aerob. Gambar 4.17 merupakan
gambar dari bak Oxidation Ditch.
Air Limbah yang masuk kedalam OD berasal dari turbo koagulator (air limbah
proses) dan bak domestik (air limbah domestik). Kedua nya masuk kedalam Oxidation
Ditch dengan inlet yang berbeda. Air limbah dari bak Gambar 4.18 merupakan gambar
dari inlet OD dari limbah domestik dan gambar 4.19 gambar dari inlet OD dari limbah
proses. Serta saluran pembawa dari bak domestik pada gambar 4.20.
Gambar 4. 18 Inlet OD dari Bak Domestik Gambar 4. 19 Inlet OD dari Turbo Koagulator
IV-22
Gambar 4. 20 Saluran Pembawa
dari Bak Domestik
Pemberian kapur
manual
IV-23
Gambar 4. 21 Saluran Pembawa Limbah Proses Bak Oxidation Ditch
Selanjutnya air limbah yang sudah diproses akan masuk kedalam bak
sedimentasi. Gambar 4.22 merupakan gambar dari outlet bak OD.
B. Bak Sedimentasi
Dari bak OD kemudian air mengalir melalui pipa dan masuk kedalam bak
sedimentasi. Bak Sedimentasi di WTCP djarum ini berbentuk lingkaran dengan
diameter 12 meter, tinggi 4,17 meter dan tinggi muka air 3 meter. Pada bak sedimentasi
ini cairan akan dipisahkan dengan padatan. Cairan yang bebas dari padatan selanjutnya
akan keluar dari zona sedimentasi dan mengalir ke kolam Clarifier (bak sedimentasi 2).
Sedangkan padatan yang mengendap pada bak sedimentasi sebagian dikirimkan ke
Thickener atau bak pengental lumpur dan sebagian lagi dikembalikan ke Oxidation
Ditch sebagai lumpur balik (Return Sludge) untuk proses biologis. Gambar 4.23
merupakan tampak atas dari bak sedimentasi dan gambar 4.24 pipa oulet air yang telah
diolah pada bak sedimentasi untuk mengalir ke bak clarifier.
IV-24
Pipa Inlet
Pipa Outlet
IV-25
Gambar 4. 25 Bak Clarifier
Pipa Inlet
D. Kolam Indikator
Setelah air limbah selesai diolah nantinya akan masuk kolam indikator. Sebagai
mana namanya kolam ini sebagai indikator apakan air yang telah diolah tersebut sudah
baik/belum. Pada kolam indikator juga terdapat sampling point untuk mengukur kualitas
air limbah olahan. Terdapat juga indikator seperti ikan nila yang ditempatkan pada
kolam ini yang menandakan jika air olahan tersebut sudah dapat dikatakan baik.
Gambar 4.27 merupakan tampak dari kolam indikator 2.
IV-26
Air yang telah diolah WTCP OASIS setelah masuk kedalam kolam indikator 2
akan dialirkan ke badan air dimana badan air yang dimaksud disinin adalah sungai.
Gambar 4.28 Merupakan gambar dari outlet kolam indikator 2.
IV-27
Sludge Thickener merupakan bak yang berfungsi mengumpulkan lumpur dari unit
proses (turbo koagulasi, OD, sedimentasi dan clarifier) sebelum nantinya diolah di filter
press. Sludge Thickener yang ada di WTCP OASIS ini memiliki luas penampang
berupa lingkaran berdiameter 7 meter dan tinggi muka air 3,5 meter. Lumpur yang
sudah mengendap dari tiap unit dikirimkan ke bak Thickener atau bak pengental
lumpur. Air limbah yang tidak mengental menjadi lumpur dialirkan lagi ke Oxidation
Ditch untuk diproses kembali. Sedangkan lumpur yang mengendap dikirimkan ke filter
press untuk menghilangkan kadar air yang ada pada lumpur. Gambar 4.29 merupakan
tampak depan dari bak Sludge Thickener.
B. Filter Press
WTCP OASIS Kudus menggunakan filter press untuk menghilangkan kandungan
air yang masih terkandung pada lumpur yang sudah dikentalkan dari bak pengental
(thickener). Cara kerja dari filter press ini yaitu lumpur yang masuk dipompakan masuk
ke katup (plat) yang ada pada filter press. Kemudian cairan akan masuk melalui kain,
sementara solidnya tertahan pada plat tersebut. Pada saat ruangan diantara plat terisi ,
maka filter press akan mengepressnya dengan tekanan yang tinggi. Adanya tekanan
yang tinggi tersebut menyebabkan air terpisah dari lumpur. Air sisa dari proses
pengepressan tersebut kemudan dikembalikan lagi ke unit pengolahan (masuk kedalam
IV-28
Oxidation Ditch) . Sedangkan lumpur yang kadar airnya sudah rendah itu kemudian di
proses untuk menjadi kompos.
Pada WTCP OASIS Kudus filter press biasanya mengepress lumpur sebanyak 3
kali dengan total lumpur yang dihasilkan 300 kg dalam satu kali pengepresan. Ketika
sedang menjalankan kerja praktik disana, filter press hanya berjalan satu hari sekali
(satu kali pengeperesan) hal ini dikarenakan lumpur yang dihasilkan sebagian
dikirimkan ke IPAL Djarum Krapyak. Filter press yang ada pada WTCP OASIS dapat
dilihat pada gambar 4.30.
Untuk pengolahan lumpur sendiri selain Sludge Thikener dan Filter Press yaitu
Sludge Drying Bed. Namun sampai saat ini fungsi SDB sebagai pengolah lumpur belum
berjalan karena Filter Press masih bekerja dengan baik dan masih mampu mengolah
semua lumpur yang dihasilkan. Adanya pengolahan lumpur oleh SDB untuk
mengantisipasi apabila filter press tidak mampu mengolah lumpur yang dari bak
pengental karena jumlahnya yang banyak dan mengantisipasi apabila filter press sedang
rusak sehingga tidak mampu melakukan pengolahan lumpur. Adanya SDB di WTCP
OASIS juga direncakan untuk mengantisipasi peningkatan produksi rokok Djarum
IV-29
OASIS dimasa yang akan datang. Gambar 4.31 merupakan tampak dari SDB WTCP
OASIS tahun 2018.
4.9 Pengomposan
Kompos yang dihasilkan di Water Treatment and Composting Plant (WTCP) ini
adalah sebenarnya pemanfaatan dari hasil samping pengolahan air limbah. Proses
pengolahan limbah cair tersebut menghasilkan produk samping berupa lumpur padat.
Komponen utama lumpur tersebut adalah bahan padat organik yang dapat berfungsi
sebagai penyubur tanah. Ada dua macam proses pengolahan kompos, yaitu:
4.9.1 Vermikompos
Vermin kompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang
melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya.
Walaupun sebagian besar penguraian dilakukan oleh jasad renik, kehadiran cacing tanah
justru memperlancar proses dekomposisi. Karena bahan yang akan diurai oleh jasad
renik pengurai, telah diurai terlebih dahulu oleh cacing. Proses pengomposan denga
melibatkan cacing tanah tersebut dikenal dengan istilah vermicomposting. Gambar 4.32
merupakan pembuatan kompos dengan metode vermikompos.
IV-30
Gambar 4. 32 Rumah Pembuatan Kompos dengan Metode Vermicomposting
IV-31
2. Perendaman
Tikar yang sudah dipotong kecil-kecil selanjutnya direndam selama 3 jam. Tujuan
perendaman adalah untuk melunakan stuktur tikar agar mudah hancur. Tikar yang lunak
akan mudah hancur dan remah pada saat fermentasi. Tikar akan menyimpan air berguna
dalam proses pengomposan. Proses pengomposan membutuhkan kadar air tinggi , yaitu
40-60%. Tikar yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan selanjutnya akan masuk
ke proses fermentasi.
3. Fermentasi
Pada proses fermentasi tikar siwalan ini, ditambahkan jamur Trichoderma sp.
Perbandingan antara dan promi 500 kg:0,5 kg . Tikar difermentasi selama 2 minggu,
setiap 6 hari dilakukan pembalikan untuk meratakan proses fermentasi.
IV-32
Gambar 4. 33 Tahapan Pembalikan Kompos Pada Proses Wind Row
6. Penyaringan
Kompos matang memiliki bau, warna dan struktur yang berbeda dari
sebelumnya. Setelah 5 minggu, limbah yang menjadi kompos akan berubah strukturnya
menjadi lebih lembut dan remah (seperti tanah). Untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik maka perlu dilakukan penyaringan. Kompos yang remah dan lembut akan lolos
penyaringan. Kompos yang remah dan lembut akan lolos penyaringan. Kompos yang
remah dan lembut akan lolos penyaringan, yang gagal tidak lolos karena pengumpulan.
7. Pengemasan
Setelah melalui proses pengomposan selama 5 minggu, kompos matang melalui
analisis terhadap beberapa parameter, yaitu analisis pH , kelembaban dan C/N
rasio,unsur hara makro dan kandungan logam berat akan dikemas dan dibagikan kepada
petani tembakau dan untuk program Djarum Bakti Lingkungan. Gambar 4.34
merupakan gambaran dari kompos yang sudah matang dan sudah dikemas. Kompos
tersebut siap digunakan untuk keperluan tanaman yang ada di OASIS maupun
dibagikan kepada warga sekitar maupun petani tembakau sebagai program CSR
Djarum.
IV-33
Gambar 4. 34 Kompos Yang Sudah Dikemas
IV-34
BAB V
PEMBAHASAN
V-1
Konsentrasi Baku Mutu
Paremeter Metode
(mg/L) (mg/L)
pH 8,1 6,0 – 9,0 SNI. 06-6989.11 : 2004
Sumber : Sucofindo, 2018
Berdasarkan tabel 5.1, air limbah yang dihasilkan oleh PT. Djarum OASIS Kretek
Factory, Kudus kadar TSS, Amonia, BOD, dan COD masih belum memenuhi baku
mutu yang ditetapkan. Oleh karena itu, limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan.
V-2
Debit air limbah yang masuk dan keluar dari WTCP PT.Djarum di cek secara
otomatis di panel yang mengontrol secara 24 jam pada ruang kantor WTCP. Debit pada
tanggal 9 Juni - 9 Juli 2018 dapat dilihat pada tabel 5.2 .
Tabel 5. 2 Debit WTCP 9 Juni- 9 Juli 2018
Debit (m3/hari)
No. Tanggal Inlet Inlet Total
Outlet
Domestik Turbo Inlet
1 9 Juni 2018 163 176.9 339.9 330.14
2 10 Juni 2018 77 46.1 123.1 41.28
3 11 Juni 2018 20 5.2 25.2 0.02
4 12 Juni 2018 15 7 22 0.88
5 13 Juni 2018 29 38.4 67.4 4.74
6 14 Juni 2018 14 0 14 6.1
7 15 Juni 2018 30 3.9 33.9 0.25
8 16 Juni 2018 16 0 16 2.72
9 17 Juni 2018 14 11.9 25.9 0.69
10 18 Juni 2018 15 2.9 17.9 0.41
11 19 Juni 2018 31 0 31 46.51
12 20 Juni 2018 15 19.3 34.3 0.06
13 21 Juni 2018 68 55.9 123.9 13.41
14 22 Juni 2018 50 62.7 112.7 65.37
15 23 Juni 2018 17 3.6 20.6 0
16 24 Juni 2018 29 9.9 38.9 9.63
17 25 Juni 2018 31 3.6 34.6 37.12
18 26 Juni 2018 209 206.8 415.8 144.08
19 27Juni 2018 226 215.2 441.2 207.74
20 28 Juni 2018 0 16.8 16.8 0.31
21 29 Juni 2018 249 200 449 381.32
22 30 Juni 2018 221 161.7 382.7 372.64
23 1 Juli 2018 146 58.3 204.3 78.82
24 2 Juli 2018 49 28.5 77.5 3.36
V-3
Debit (m3/hari)
No. Tanggal Inlet Inlet Total
Outlet
Domestik Turbo Inlet
25 3 Juli 2018 235 182.9 417.9 334.46
26 4 Juli 2018 204 154 358 275.85
27 5 Juli 2018 241 323 564 196.3
28 6 Juli 2018 217 175 392 2.3
29 7 Juli 2018 205 157 362 101.74
30 8 Juli 2018 98 5 103 20.63
31 9 Juli 2018 68 0 68 11.37
Total 3002 2331.5 5333.5 2690.25
Rata-rata 96.83871 75.20968 172.0484 86.78226
Maksimum 249 323 564 381.32
Minimum 0 0 14 0
Sumber : Data Sekunder WTCP PT.Djarum, 2018
Grafik perbandingan debit inlet turbo koagulator dengan bak domesik terhadap
debit outletnya pada 9 Juni-9 Juli 2018 dapat dilihat pada gambar 5.2.
450
400
350
300
Debit (m3/hari)
250
200
150
100
50
0
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 1 3 5 7 9
Tanggal
Gambar 5. 2 Grafik Debit Inlet Turbo Koagulator dan Domestik Terhadap Debit
Outlet Tanggal 9 Juni – 9 Juni 2018
V-4
Grafik perbandingan antara nilai debit inlet-outlet total dan rata rata yang ada pada WTCP OASIS tanggal 9 Juni – 9 Juli 2018 dapat
dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.
600
500
400
Debit (m3/hari)
300
200
100
0
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tanggal
Inlet (m3/hari) Inlet Rata-Rata (m3/hari) Outlet (m3/hari) Outlet Rata-Rata (m3/hari)
Gambar 5. 3 Grafik Perbandingan Debit Inlet – Outlet Total dan Rata-Rata WTCP OASIS Pada 9 Juni – 9 Juli 2018
V-5
Berdasarkan data pada tabel 5.2, didapatkan debit rata-rata inlet dari turbo
koagulator dan domestik pada 9 Juni – 9 Juli 2018, berturut-turut adalah 75.20968
m3/hari dan 96.83871 m3/hari. Debit maksimum dan minimum dari inlet bak turbo
koagulator pada 9 Juni – 9 Juli 2018 adalah 323 m3/hari dan 0 m3/hari. Sedangkan Debit
maksimum dan minimum dari inlet bak domestik pada 9 Juni – 9 Juli 2018 adalah 249
m3/hari dan 0 m3/hari. Debit outlet rata-rata dari WTCP OASIS pada 9 Juni – 9 Juli
2018 adalah 86.78226 m3/hari. Untuk debit maksimum dan minimum outlet WTCP
OASIS pada 9 Juni – 9 Juli 2018 adalah sebagai berikut 381,32 m3/hari dan 0 m3/hari.
Berdasarkan hasil analisis data pada debit harian inlet dan outlet yang masuk,
terdapat selisih yang besar antara debit inlet rata-rata dengan debit inlet yang masuk.
Setiap harinya PT. Djarum OASIS memproduksi jenis rokok yang berbeda. Jumlah
produksi rokok yang diproduksi setiap harinya juga tidak sama tergantung dari jenis
rokok yang dibuat. Jumlah rokok yang diproduksi setiap harinya mempengaruhi jumlah
penggunaan air yang digunakan. Pada data terdapat data nilai minimum dari inlet dan
outlet sebesar 0 m3/hari yang menandakan tidak adanya air limbah yang masuk dan
keluar dari WTCP OASIS Kudus. Tidak adanya air yang masuk dan keluar dari WTCP
ini dikarenakan tidak adanya aktivitas di perusahaan (libur).
Perbedaan yang besar antara debit inlet rata-rata yang masuk dengan debit inlet
harian tentu mempengaruhi proses yang ada pada WTCP OASIS, terutama proses
biologis karena jika limbah yang masuk sedikit bakteri yang ada akan kekurangan
makanan dan akan mati. Untuk menangulangi debit yang sangat kecil dibangunlah bak
buffer (bak pengumpul limbah proses) dan bak domestik (bak pengumpul limbah
domestik). Bak buffer ini merupakan bak yang menampung limbah proses produksi
sebelum nantinya dipompakan ke bak turbo koagulator yang terdapat di WTCP OASIS.
Sedangkan bak domestik merupakan bak penampung air limbah domestik sebelum
nantinya dipompakan ke Oxidation Dicth. Pada bak pengumpul ini air limbah tidak
diberi perlakuan khusus. Pada level air tertentu, air limbah baik dari bak buffer dan bak
domestik akan dipompakan dengan pompa submersible ke bak turbo koagulator (dari
bak buffer) dan Oxidation Ditch (dari bak domestik). Adanya bak buffer dan bak
domestik dengan pompa submersible yang memompakan air nya pada level waktu
tertentu ke unit proses ini merupakan upaya ketika air debit air limbah proses sedikit air
limbah tetap bisa masuk kedalam WTCP.
V-6
5.3 Analisis Kualitas Effluent Air Limbah
Analisis kualitas air limbah yang dihasilkan oleh PT. Djarum diketahui dengan
melakukan pengujian parameter pada limbah cair setiap hari. Hasil yang diperoleh dari
pengujian ini dapat digunakan untuk menentukan apakah unit pengolahan limbah
perusahaan ini telah memenuhi standard baku mutu yang telah ditetapkan . Parameter
yang telah diuji berada pada parameter-parameter yang terdapat pada baku mutu dan
digunakan sebagai acuan yang akan dijelaskan lebih jelas pada penjelasan berikutnya.
V-7
BOD Inlet BOD Outlet Baku Mutu
Bulan Keterangan
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
6000 120
5000 100
4000 80
BOD Outlet (mg/L)
BOD Inlet (mg/L)
3000 60
2000 40
1000 20
0 0
Okt
Ags
Nov
Des
Jul
Jan
Feb
Jun
Sep
Jan
Feb
Jun
Mei
Mei
Mar
Mar
Apr
Apr
2017 2018
V-8
Gambar 5. 4 Grafik BOD Inlet-Outlet WTCP OASIS Januari 2017-April 2018
V-9
Berdasarkan data di atas, konsentrasi BOD outlet WTCP OASIS pada rentang
waktu Januari 2017-April 2018 sudah jauh memenuhi baku mutu dengan rata-rata nilai
BOD outlet sebesar 17,313 mg/L dari baku mutu BOD berdasarkan Perda Jateng No. 5
Tahun 2012 sebesar 100 mg/L. Konsentrasi BOD maksimum dan minimum dari outlet
BOD berdasarkan data dari sucofindo pada rentang waktu tersebut sebesar 31,5 mg/L
dan 10,1 mg/L.
Efisiensi pengolahan unit WTCP terhadap parameter BOD adalah sebesar
98,96%. Berikut merupakan perhitungan efisiensi pengolahan terhadap parameter BOD.
inlet−outlet
Efisiensi = x 100 %
inlet
1326,30mg /l−17,313 mg /l
= x100 % = 98,96 %
1326,30 mg/l
Tingginya efisiensi pengolahan unit WTCP terhadap parameter BOD sehingga
memenuhi baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2012 Tentang Industri Rokok dan/atau
cerutu ini menandakan bila proses pengolahan yang dilakukan sudah sangat baik.
V-10
pengukuran COD diambil dari inlet bak turbo koagulator (sebelum limbah masuk
kedalam WTCP) dan outlet dari bak penjernihan. Tabel 5.4 merupakan data kualitas
COD inlet-outlet dari hasil analisis sucofindo pada rentang waktu Januari 2017 – April
2018.
Tabel 5. 4 Data Kualitas COD Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP PT. Djarum
pada Januari 2017 – April 2018
COD
COD Inlet Baku Mutu
Bulan Outlet Keterangan
(mg/L) (mg/L)
(mg/L)
Januari 4365 88.9 200 Memenuhi
Februari 1649 82.1 200 Memenuhi
Maret 2703 49.3 200 Memenuhi
April 3574 51.3 200 Memenuhi
Mei 516 32.7 200 Memenuhi
Juni 6082 35.4 200 Memenuhi
Juli 1693 46.1 200 Memenuhi
Agustus 5230 52.9 200 Memenuhi
September 565 43.5 200 Memenuhi
Oktober 5557 53.4 200 Memenuhi
November - - 200 -
Desember 12986 57.8 200 Memenuhi
Januari 2720 54.1 200 Memenuhi
Februari 1332 55.6 200 Memenuhi
Maret 2623 60.6 200 Memenuhi
April 2544 51.7 200 Memenuhi
Rata-rata 3609.3 54.36 200 Memenuhi
Maksimum 12986 88.9 200 Memenuhi
Minimum 516 32.7 200 Memenuhi
Sumber :Data Sucofindo,2017-2018
V-11
Grafik kualitas COD inlet-outlet dari data diatas dibandingkan dengan baku
mutu dari Perda Jawa Tengan No. 5 Tahun 2012, dapat dilihat pada grafik 5.5 berikut :
14000 250
12000
200
10000
8000
6000
100
4000
50
2000
0 0
Okt
Jul
Mei
Ags
Des
Mei
Nov
Jan
Feb
Jun
Sep
Jan
Feb
Jun
Mar
Apr
Apr
Mar
2017 2018
Berdasarkan data di atas, konsentrasi COD pada outlet WTCP OASIS pada
rentang waktu Januari 2017-April 2018 sudah jauh memenuhi baku mutu dengan rata-
rata nilai COD outlet sebesar 54,36 mg/L dari baku mutu COD berdasarkan Perda
Jateng No. 5 Tahun 2012 sebesar 200 mg/L. Konsentrasi COD maksimum dan
minimum dari outlet COD berdasarkan data dari sucofindo pada rentang waktu tersebut
sebesar 88,90 mg/L dan 32,70 mg/L.
Efisiensi pengolahan unit WTCP terhadap parameter COD adalah sebesar
98,61%. Berikut merupakan perhitungan efisiensi pengolahan terhadap parameter COD.
inlet−outlet
Efisiensi = x 100 %
inlet
3609,30 mg/l−54,36 mg/l
= x100 % = 98,61 %
3609,30 mg/l
Berdasarkan data dari tabel dan data perhitungan efisiensi COD perbulannya
dapat dilihat jika air limbah yang akan di buang ke badan air (air limbah output)
V-12
semuanya telah memenuhi baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2012. Efisiensi
pengolahan terhadap COD terhitung sangat baik karena dapat menyisihkan COD
sebesar 98,61 %.
Grafik COD Inlet-Outlet tiap unit di WTCP OASIS terhadap baku mutu dapat
dilihat pada gambar grafik 5.6. Baku mutu yang digunakan ialah baku mutu Perda
Jateng No. 5 Tahun 2012.
V-13
1,400.00
1,200.00
1,000.00
COD (mg/L)
800.00
600.00
400.00
200.00
-
D+T OD1 - Sed OD2 - Sed OD Total Sed - Clarif Out Clarif
Berdasarkan data dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai COD telah
memenuhi baku mutu setelah melewati unit sedimentasi. Penurunan yang kecil pada bak
OD bukan berarti proses pengolahan limbah pada OD tidak baik, akan tetapi proses
penurunan COD pada bak OD tidak bisa lepas dari bak sedimentasi.
Bak OD merupakan salah satu sistem lumpur aktif (mengolah limbah dengan cara
mengembangbiakkan bakteri aerobik dengan aerasi yang bertujuan untuk menurunkan
kandungan organik karbon atau organik nitrogen). Bakteri menggunakan organik kabon
dalam air (COD) sebagai sumber energi untuk mengoksidasi senyawa organik.
Proses lumpur aktif didasarkan pada penggunaan sejumlah bakteri dalam bentuk
flok tersuspensi akibat agitasi (proses pengadukan). Pengadukan yang ada pada OD
WTCP OASIS menggunakan penggadukan mekanik menggunakan 4 buah mammoth
motor. Proses aerasi dan agitasi yang terdapat pada OD menjaga mikroba tetap dalam
keadaan yang tersuspensi dan larutan tetap homogen. Pada proses aerasi, terjadi
penguraian zat organik oleh air limbah secara biokimia oleh mikroba yang terkandung
dalam lumpur aktif menjadi gas CO2 dan sel baru. Jumlah mikroba semakin banyak
karena terdapat sel-sel baru.
Proses aerasi yang menyebabkan mikroba dalam keadaan flok tersuspensi
menyebabkan penurunan nilai COD output dari OD terhitung kecil. Karena nilai COD
yang digunakan bakteri terbaca sebagai kekeruhan. Pada bak sedimentasi flok tersebut
mengendap secaca gravitasi, sehingga nilai COD yang keluar dari bak sedimentasi turun
V-14
drastis. Oleh karena itu, proses penurunan COD bak Oxidation Dicth tidak bisa
dipisahkan dengan bak sedimentasi.
Efisiensi pengolahan unit WTCP terhadap parameter COD tiap unit adalah
sebagai berikut.
inlet OD−outlet sedimentasi
Efisiensi OD - Sedimentasi = x 100 %
inlet OD
1238,36 mg/l−109 mg /l
= x100 %
1238,36 mg/l
= 91,20 %
= 36,69 %
inlet−outlet
Efisiensi Total == x 100 %
inlet
1238,36 mg/l−69 mg/l
= x100 %
69 mg/l
= 94,43 %
Berdasarkan data dari tabel dan data perhitungan efisiensi COD perbulannya dapat
dilihat jika air limbah yang akan di buang ke badan air (air limbah output) semuanya
telah memenuhi baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2012. Efisiensi pengolahan
terhadap COD terhitung sangat baik karena dapat menyisihkan COD sebesar 94,43 %.
V-15
oleh mikroba. Selain itu, minyak dan lemak dapat merusak sistem perpipaan pada
instalasi pengolahan air limbah.
Data mengenai nilai minyak dan lemak dapat dilihat pada dokumen sucofindo PT.
Djarum perbulannya. Karena pada pelaksanaan kerja praktik tidak dilakukan
pengukuran terhadap nilai minyak dan lemak tiap unit dan juga sucofindo merupakan
badan yang bertugas untuk mengukur nilai minyak dan lemak WTCP Djarum setiap
bulannya. Data mengenai minyak dan lemak pada rentang waktu Januari 2017 sampai
dengan April 2018 dapat dilihat pada tabel 5.6 di bawah ini.
Tabel 5. 6 Data Kualitas Minyak dan Lemak Inlet dan Outlet WTCP OASIS
Inlet
Outlet Baku Mutu
Bulan (mg/L Keterangan
(mg/L) (mg/L)
)
Januari <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Februari <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Maret <0.8 <0.8 5 Memenuhi
April <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Mei <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Juni <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Juli <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Agustus <0.8 <0.8 5 Memenuhi
September <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Oktober <0.8 <0.8 5 Memenuhi
November - - 5 -
Desember <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Januari <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Februari <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Maret <0.8 <0.8 5 Memenuhi
April <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Rata-rata <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Maksimum <0.8 <0.8 5 Memenuhi
Minimum <0.8 <0.8 5 Memenuhi
V-16
Sumber : Data Sucofindo,2017-2018
Grafik kualitas minyak dan lemak outlet dari data diatas dibandingkan dengan
baku mutu dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012, dapat dilihat
pada grafik 5.7 dibawah ini.
6 1
5 0.8
4 0.7
0.6
3 0.5
0.4
2 0.3
1 0.2
0.1
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Nov Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2017 2018
Berdasarkan data di atas, konsentrasi minyak dan lemak rata-rata pada inlet dan
outlet air limbah adalah kurang dari 0,8 mg/L. Sedangkan konsentrasi minyak
minimum dan maksimum adalah kurang dari 0,8 mg/L. Nilai-nilai tersebut telah
memenuhi baku mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012
dimana batas maksimum konsentrasi minyak pada effluent adalah 5 mg/L.
V-17
pH meter pada laboratorium WTCP mengalami masalah karena belum dikalibrasi dalam
waktu lama yang menyebabkan pH yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang
seharusnya. Untuk mengetahui pH inlet-outlet tiap unit dilakukan pengukuran langsung
dengan membawa sample tiap unit ke Laboratorium IPAL Krapyak pada 3 Juli 2018.
Sucofindo merupakan badan yang bertugas untuk mengecek kualitas limbah pada
inlet dan outlet WTCP OASIS. Baku Mutu yang digunakan ialah baku mutu
berdasarkan Perda Jateng No. 5 Tahun 2012. Tabel 5.7 dan Grafik 5.9 dibawah ini
merupakan nilai pH yang diukur oleh sucofindo pada rentang waktu Januari 2017-April
2018.
Tabel 5. 7 Data Kualitas pH Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP OASIS Kudus
November - - - -
V-18
Bulan Inlet Outlet Baku Mutu Keterangan
Grafik perbandingan kualitas pH inlet-outlet dengan baku mutu dari Perda Jateng
No.5 Tahun 2012 , dapat dilihat pada grafik 5.8 berikut :
9 10
8 9
7 8
7
6
6
5
pH Inlet
5
pH Outlet
4
4
3
3
2 2
1 1
0 0
Okt
Des
Jul
Mei
Jun
Ags
Mei
Jan
Feb
Sep
Jan
Feb
Jun
Nov
Mar
Mar
Apr
Apr
2017 2018
Ph Inlet Ph Outlet
Baku Mutu Batas Bawah Baku Mutu Batas Atas
V-19
Berdasarkan data di atas, konsentrasi pH rata-rata pada inlet dan outlet air
limbah adalah 6,187 dan 7,113 . Sedangkan konsentrasi pH minimum dan maksimum
adalah kurang 8,1 dan 5,2 untuk inlet dan 7,6 dan 6,69 untuk outlet. Nilai-nilai outlet
tersebut telah memenuhi baku mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5
Tahun 2012 dimana batas maksimum konsentrasi pH pada efluen adalah 6-9 mg/L.
Sesuainya nilai pH dengan baku mutu yang ada menandakan jika proses pengolahan
limbah pada WTCP OASIS berjalan dengan baik.
Untuk mengetaui besar nilai inlet-outlet tiap unit pada WTCP OASIS, dilakukan
pengukuran pH pada 3 Juli 2018 di Laboratorium IPAL Krapyak. Berdasarkan
pengukuran tersebut didapatkan nilai pH seperti pada tabel 5.8 dan gambar 5.10 di
bawah ini.
V-20
10
7
pH (Derajat Keasaman)
0
Inlet Turbo - Domestik OD1 - Sed OD2 - Sed OD Total Sed - Out Clarif
Turbo OD - OD Clarif
Berdasarkan data pengkuran pH tiap unit WTCP OASIS, didapatkan bila nilai pH
hampir semuanya berada pada rentang 6-9. Hal ini dikarenakan pada tiap unit proses pH
air limbah yang ada dijaga agar tetap berada pada range 6-9. Nilai pH dijaga agar sesuai
dengan baku mutu yang ada agar proses biologis pengolahan air limbah tidak tergangu.
Karena, apabila pH air limbah tidak sesuai bisa menyebabkan bakteri pendegradasi
limbah dapat mati atau tidak berkerja dengan optimal.
Penjagaan pH agar berada pada range tersebut dengan ditambahkannya kapur
pada bak turbo koagultor dan juga pada Oxidation Ditch. Hal ini dikarenakan air limbah
proses yang berasal dari proses produksi rokok yang masuk ke turbo koagulator
sebelumnya tidak diberi perlakuan khusus dan masih mengandung kadar asam yang
lumayan tinggi. Sesuainya pH pada range baku mutu yang ada menandakan proses
pengolahan air limbah WTCP OASIS ini berjalan dengan lancar.
V-21
sekali oleh sucofindo. Tabel 5.9 dan Gambar grafik 5.10 merupakan data pengukuran
ammonia yang dilakukan sucofindo untuk WTCP OASIS pada Januari 2017-April
2018.
Tabel 5. 9 Data Kualitas Amoniak Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP OASIS
Kudus
November - - 10 -
V-22
Inlet Outlet Baku Mutu*
Bulan Keterangan
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
10
20
15
10
4
5
2
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Nov Okt Des Jan Feb Mar Apr
2017 2018
Berdasarkan data di atas, konsentrasi Amonia pada outlet WTCP OASIS pada
rentang waktu Januari 2017-April 2018 sudah jauh memenuhi baku mutu dengan rata-
rata nilai Amonia outlet sebesar 0,4249 mg/L dari baku mutu Amonia berdasarkan
Perda Jateng No. 5 Tahun 2012 sebesar 10 mg/L. Konsentrasi Amonia maksimum dan
minimum dari outlet Amonia berdasarkan data dari sucofindo pada rentang waktu
tersebut sebesar 2,914 mg/L dan 0,069 mg/L.
V-23
Efisiensi pengolahan unit WTCP terhadap parameter Amonia adalah sebesar
95,00 %. Berikut merupakan perhitungan efisiensi pengolahan terhadap parameter
Amonia.
inlet−outlet
Efisiensi = x 100 %
inlet
8,5136 mg /l−0,4249 mg/l
= x100%
8,5136 mg/l
= 95,00%
Berdasarkan data dari tabel dan data perhitungan efisiensi Amonia perbulannya
dapat dilihat jika air limbah yang akan di buang ke badan air (air limbah output)
semuanya telah memenuhi baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2012. Efisiensi
pengolahan terhadap Amonia terhitung sangat baik karena dapat menyisihkan Amonia
sebesar 95,00 % .
Inlet-Turbo 0 10 Memenuhi
Turbo-OD 0 10 Memenuhi
OD1-Sedimentasi 0 10 Memenuhi
OD1-Sedimentasi 0 10 Memenuhi
OD Total 0 10 Memenuhi
V-24
Amonia Baku Mutu*
Proses Keterangan
(mg/L) (mg/L)
Sedimentasi-Clarifier 0 10 Memenuhi
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
Ammonia (mgL)
0.08
0.06
0.04
0.02
0
l if if
bo
-O
D
-O
D +T ed ed ta lar lar
Tur o k D -S -S To - C t C
1 2
let rb es
ti
OD OD OD d Ou
In Tu m Se
Do
Pada grafik diatas dapat dilihat bila pada tanggal 3 Juli 2018 nilai amoniak
muncuk hanya pada outlet domestik menuju bak oxidation ditch sebesar 0,16 mg/L.
Amonia pada domestik berasal dari limbah domestik karyawan PT. Djarum Oasis.
Setelah melalui oxidation ditch, nilai amonia sudah mencapai nilai 0 mg/L. Bak OD
merupakan salah satu sistem lumpur aktif (mengolah limbah dengan cara
mengembangbiakkan bakteri aerobik dengan aerasi yang bertujuan untuk menurunkan
kandungan organik karbon atau organik nitrogen). Bakteri menggunakan organik kabon
dalam air (COD) sebagai sumber energi untuk mengoksidasi senyawa organik.
Pengoksidasian yang terjadi menyebabkan kandungan nitrogen organik yang terdapat
pada senyawa organik menurun bahkan dapat hilang pada konsetrasi ammonia yang
kecil.
Berdasarkan data pengukuran amonia diatas baik input maupun output amoniak tiap
unit tidak ada yang melebihi baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2012 sebesar 10
V-25
mg/L. Presentasi Amoniak terbesar ada pada output bak domestik ke bak Oxidation
Ditch sebesar 0,16 mg/L. Sedangkan pada unit lain amoniak yang terukur sebesar 0
mg/L. Nilai ammoniak yang berada dibawah baku mutu ini menandakan bila
pengolahan air limbah pada WTCP OASIS ini sudah berjalan dengan baik.
3.5.6 Fenol
Fenol merupakan salah satu parameter yang disyaratkan dalam baku mutu Perda
Jateng No. 5 Tahun 2012. Karena fenol merupakan karakteristik kimia anorganik yang
tidak dapat mengurai dengan sendirinya maka harus diolah terlebih dahulu. Di PT.
Djarum fenol dihasilkan dari eugenol yang merupakan salah satu zat pada cengkeh. Di
WTCP analisis fenol dilakukan sebulan sekali oleh sucofindo. Hasil analisis fenol dapat
dilihat pada tabel 5.11 dibawah ini.
Tabel 5. 11 Data Kualitas Fenol Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP OASIS
Kudus
V-26
Inlet Outlet Baku Mutu
Bulan Keterangan
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
November - - 0.5
-
Desember <0.02 <0.02 0.5
Memenuhi
Januari <0.02 <0.02 0.5
Memenuhi
Februari <0.02 <0.02 0.5
Memenuhi
Maret <0.02 <0.02 0.5
Memenuhi
April <0.02 <0.02 0.5
Memenuhi
<0.02 <0.02 0.5
Rata-Rata Memenuhi
<0.02 <0.02 0.5
Maksimum Memenuhi
<0.02 <0.02 0.5
Minimum Memenuhi
Sumber : Data Sucofindo,2017-2018
Grafik 5.12 merupakan data kualitas fenol outlet dari data diatas dibandingkan
dengan baku mutu dari Perda Jateng No. 5 Tahun 2012, adalah sebagai berikut :
1 0.6
0.9
0.5
0.8
0.7
0.4
Fenol Outlet (mg/L)
Fenol Inlet (mg/L)
0.6
0.5 0.3
0.4
0.2
0.3
0.2
0.1
0.1
0 0
Okt
Ags
Mei
Jun
Mei
Jul
Nov
Des
Jan
Feb
Sep
Jan
Feb
Jun
Apr
Mar
Mar
Apr
2017 2018
V-27
mutu Fenol berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012
ialah sebesar 0,5 mg/L. Dengan nilai input-output sebesar <0,02 mg/L , maka tidak ada
diperlukan pengolahan khusus .
Tabel 5. 12 Data Kualitas TSS Inlet dan Outlet Air Limbah di WTCP OASIS
Kudus
V-28
Inlet Outlet Baku Mutu
Bulan Keterangan
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
Data input-output TSS berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dengan grafik
seperti pada gambar 5.13 .
1600 120
1400
100
1200
80
1000
800 60
600
40
400
20
200
0 0
Okt
Ags
Des
Mei
Jul
Mei
Jan
Feb
Jun
Sep
Jan
Feb
Jun
Nov
Mar
Apr
Mar
Apr
2017 2018
Berdasarkan data diatas dapat dilihat jika TSS Inlet pada rentang waktu Januari
2017-April 2018 memiliki nilai maksimum pada bulan Maret 2017 sebesar 345,73 mg/L
dan terendah pada bulan Juli 2018 sebesar 110 mg/L. Untuk nilai TSS Outlet memiliki
nilai terbesar 50 mg/L dan terkecil 11 mg/L dengan rerata outlet TSS sebesar 27,067
mg/L. Nilai TSS Outlet sudah memenuhi baku mutu TSS Perda Jateng Tahun 2012
dengan nilai baku mutu sebesar 100 mg/L.
V-29
Efisiensi pengolahan unit WTCP terhadap parameter TSS adalah sebesar 92,17 %.
Berikut merupakan perhitungan efisiensi pengolahan terhadap parameter TSS.
inlet−outlet
Efisiensi = x 100 %
inlet
345,73 mg /l−27,067 mg /l
= x100 % = 92,17 %
345,73 mg/l
Berdasarkan data dari tabel dan data perhitungan efisiensi TSS perbulannya
dapat dilihat jika air limbah yang akan di buang ke badan air (air limbah output)
semuanya telah memenuhi baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2012. Efisiensi
pengolahan terhadap COD terhitung sangat baik karena dapat menyisihkan COD
sebesar 92,17 %.
Dilakukan juga pengukuran terhadap nilai TSS tiap unit pada tanggal 3 Juli
2018 untuk mengetahui efisiensi penyisihan TSS tiap unit. Pengukuran dilakukan di
IPAL Krapyak dengan mengunakan spektrofotometer. Langkah yang dilakukan untuk
melakukan pengukuran terhadap TSS dengan spektrofotometer ini ialah dengan
memasukan uji sample uji kedalam kuvet sebesar 10 ml. Kemudian masukan kedalam
spektrofotometer dengan panjang gelombang 650 nm. Tabel 5.13 dan grafik 5.11
dibawah merupakan TSS inlet-outlet tiap unit WTCP OASIS pada tanggal 3 Juli 2018.
Inlet
118,49 100 Tidak Memenuhi
(Turbo + Domestik)
V-30
TSS *Baku Mutu
Proses Keterangan
(mg/L) (mg/L)
800
700
600
500
400
TSS (mg/L)
300
200
100
0
l if if
rb
o
OD OD +T ed ed ta lar lar
Tu - - D -S -S To C C
let rb
o tik 1 2
OD
- t
In Tu es OD OD Se
d Ou
m
Do
Gambar 5. 14 Nilai TSS Inlet-Outlet Tiap Unit WTCP OASIS 3 Juli 2018
Berdasarkan data diatas dapat dilihat nilai TSS dari bak turbo ketika masuk
kedalam bak OD mengalami penurunan dari 635 mg/L menjadi 105 mg/L dengan
efisiensi penurunan sebesar 83,46 %. Penurunan nilai TSS tersebut dikarenakan pada
bak Turbo Koagulator ditambahkan kapur yang selain berfungsi untuk menaikan pH
berfungsi juga sebagai koagulan untuk menyisihkan partikel dalam air limbah.
Perhitungan efisiensi penyisihan TSS pada bak turbo koagulator adalah sebagai berikut:
V-31
inlet−outlet
Efisiensi = x 100 %
inlet
635 mg/l−105 mg/l
= x100 % = 83,46 %
635 mg /l
Kemudian TSS naik kembali setelah melalui proses biologis. Hal ini dikarenakan
bakteri yang berfungsi untuk mendegradasi limbah bertambah besar dan terhitung
sebagai TSS. Nilai TSS terbesar berada pada outlet OD 1 dengan nilai 728 mg/L.
Setelah melalui bak sedimentasi nilai TSS turun secara drastis, hal ini dikarenakan TSS
dari OD mengendap bak sedimentasi. Bakteri yang terhitung sebagai TSS juga
mengendap dibak sedimentasi yang kemudian menjadi lumpur dan dipompa lagi ke bak
OD sebagai lumpur balik untuk proses biologis.
Output TSS dari bak sedimentasi sebesar 28 mg/L diikuti dengan output dari bak
penjernihan (clarifier) sebesar 13 mg/L. Output dari clarifier ini menjadi akhir dari
penyisihan TSS pada WTCP. Besar efisiensi penyisihan TSS total WTCP adalah 97,95
%. Berikut merupakan perhitungan dari efisiensi penyisihan TSS total WTCP.
inlet−outlet
Efisiensi = x 100 %
inlet
635 mg/l−13 mg /l
= x100 % = 97,95 %
635 mg/l
Besarnya efisiensi penyisihan TSS yang ada dan output TSS yang jauh dibawah
baku mutu Perda Jateng No. 5 Tahun 2015 menandakan bila proses penyisihan TSS
WTCP OASIS berjalan dengan sangat baik.
V-32
5.4 Neraca Massa
Berdasarkan sampel yang dianalisa pada 3 Juli 2018, didapatkan data pada tabel 5.14 berikut:
Bak Turbo Bak Domestik Bak Oxidation Ditch Bak Sedimentasi Bak Penjernih
Parameter Satuan Outlet
Inlet Outlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet
TSS mg/L 635 105 129 118,49 648.5 648.5 28 28 13 13
PH 5,1 6,8 7,1 6,95 7,3 7,3 7,5 7,5 7,4 7,4
COD mg/L 2260 2250 451 1238,36 1192 1192 109 109 69 69
Amoniak mg/L 0 0 0,16 0 0 0 0 0 0 0
Debit m3/jam 46,5 46,5 23 34,75 69,5 69,5 69,5 69,5 69,5 69,5
V-33
5.4.1 Effisiensi Pengolahan
Dari hasil analisa pada tanggal 3 Juli 2018 dapat dihitung effisiensi pengolahan tiap
bak dari parameter COD dan TSS.
V-34
c. Bak Sedimentasi
TSS influent = 648,5 mg/L
TSS effluent = 28 mg/L
TSS influent−TSS effluent
Effisiensi removal = x 100 %
TSS influent
mg mg
648,5 −28
l l
= x 100 %
mg
648,5
l
= 95,68 %
d. Bak Penjernihan
TSS influent = 28 mg/L
TSS effluent = 13 mg/L
TSS influent−TSS effluent
Effisiensi removal = x 100 %
TSS influent
mg mg
28 −13
l l
= x 100 %
mg
28
l
= 53,57 %
COD influent = 109 mg/L
COD effluent = 69 mg/L
CODinfluent −COD effluent
Effisiensi removal = x 100 %
COD influent
mg mg
109 −69
l l
= x 100 %
mg
109
l
= 36,69 %
Besarnya effisiensi removal TSS dan COD tiap unit pada WTCP OASIS ini
berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat pada tabel 5.15 dibawah ini.
Paramete Removal
Unit
r Efficiency
Turbo Koagulator TSS 83.46%
V-35
Paramete Removal
Unit
r Efficiency
COD 0.44%
OD + Sedimentasi COD 91.19%
Sedimentasi TSS 95.68%
TSS 53.57%
Clarifier
COD 38.69%
COD 94.89%
Total
TSS 96.60%
V-36
5.4.2 Grafik Neraca Massa
Grafik neraca massa dapat dilihat pada gambar 5.15 yang didapatkan dari hasil analisis pada tanggal 3 Juli 2018.
V-37
5.5 Unit Pengolahan Limbah Cair
PT. Djarum OASIS Kretek Factory atau OASIS mengolah limbah cair nya pada
suatu instalasi bernama WTCP (Water Treatment and Composting Plant). Unit
pengolahan limbah yang ada didalam WTCP dibagi kedalam 3 bagian yaitu pengolahan
primer (primary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment) dan
pengolahan tersier (tertiary treatment).
Pengolahan primer merupakan pengolahan awal ketika limbah itu dihasilkan dan
masuk ke dalam suatu instalasi. Pengolahan primer yang terdapat pada WTCP ini terdiri
dari turbo koagulasi dan domestik. Setelah limbah diolah melalui pengolahan primer,
proses pengolahan limbah lanjut ke proses pengolahan sekunder. Pengolahan sekunder
terdiri dari tiga unit yaitu Oxidation Ditch , Sedimentasi dan Penjernihan (Clarifier).
Pengolahan tersier merupakan pengolahan yang dilakukan setelah pengolahan sekunder.
Pengolahan tersier terdiri dari Sludge thickener (Pengental Lumpur).
V-38
berbentuk circular dengan diameter besar sebesar 7,5 m dan diameter kecil untuk proses
koagulasi sekitar 1,725 m. Bak turbo koagulasi ini memiliki tinggi muka air 3,5 m.
Volume efektif dari bak turbo koaguator ini sebesar 154,625 m3.
Pada bak turbo koagulator juga terdapat 2 pompa lumpur, yakni pompa sirkulasi
lumpur dari turbo koagulator kembali ke turbo koagulator dan pompa lumpur buang
yaitu pompa lumpur yang di buang ke bak thickener. Pemompaan lumpur pada bak
turbo koagulator tidak dijalankan 24 jam tetapi pada waktu waktu tertentu. Pompa
sirkulasi lumpur turbo-turbo di setting 5 menit on dan 720 menit off dengan debit
lumpur yang dipompakan sebesar 10 m3/jam. Untuk pompa lumpur buang di setting on
pada 3 waktu pemompaan selama 10 menit. Waktu pemompaan lumpur buang yakni
08.00-08.10 . 12.00-12.10, 17.00-17.10.
PERHITUNGAN
Data perhitungan untuk proses koagulasi
Luas Permukaan
Luas Permukaan (A) = 0,25 x π x D2
= 0,25 x 3,14 x (2,4)2
= 4,524 m2
Volume
1
Volume eff =( π D2 H )
4
1
=( x 3,14 x (2,4 m)2 x 1,750 m )
4
V-39
= 3,063 m3
Waktu detensi
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah
3,063m3
=
46,5 m3 / jam
= 0,066 jam
= 237,6 detik
Gradien kecepatan =
√ Daya pengaduk
viskositas dinamis air x volume unit
√
1500 watt
= s 3
0,000718 N . 2 x 3,063 m
m
= 825,830 / s
Bilangan Reynold
D 2 nρ
Nre =
υ
1,750 m2 x 50 rps x 993,3316 kg /m3
=
7,18 x 10−4 N . s / m2
V-40
= 211843873 > 10000, aliran dalam keadaan turbulen
Hasil analisis kesesuaian proses koagulasi pada bak turbo koagulator terhadap
tipikal desain menurut Tchobanoglous et al (2003) dapat dilihat pada table 5.16
dibawah ini.
Tipikal Kondisi
No. Parameter Keterangan
Desain Eksisting
Proses pengadukan dalam koagulasi merupakan hal yang penting. Tujuan dari
pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan turbulensi air
sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan dalam air. Oleh
karena itu, gradien kecepatan pada bak koagulasi merupakan sesuatu hal yang penting
karena memengaruhi perubahan kecepatan aliran fluida. Sesuainya gradien kecepatan
pada perhitungan diatas dengan tipikal desain yang ada yaitu berada pada range 500-
1500 s-1 menandakan proses koagulasi pada bak turbo koagulasi sudah baik.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan didapatkan apabila waktu detensi
untuk proses koagulasi tidak sesuai dengan tipikal desain yang ada. Hal ini bukan
berarti proses koagulasi pada bak turbo koagulasi tidak berjalan dengan tidak baik.
Besarnya nilai waktu detensi yang didapatkan dikarenakan volume yang besar dan debit
limbah yang masuk kecil. Pada perencanaan bak turbo koagulasi memang desain
volume pada baknya di perbesar. Menurut sumber yang ada diperbesarnya bak tersebut
untuk mengantisipasi tingkat produksi pembuatan rokok dimasa yang akan datang.
V-41
Bilangan reynold berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan lebih dari 10000
yang menandakan aliran dalam keadaan turbulen. Semakin turbulen maka semakin baik
proses pencampuran yang terjadi (Tchobanoglous et al, 2003).
Luas Permukaan
Luas Permukaan (A) = 0,25 x π x D2
= 0,25 x 3,14 x (7,5)2
= 44,179 m2
Volume
1
Volume effektif bak turbo =( π D2 H )
4
1
=( x 3,14 x (7,5 m)2 x 3,5 m )
4
= 154,625 m3
Volume eff flokuasi = volume eff bak turbo – volume eff bak koagulasi
= 154,625 m3 - 3,063 m3
= 151,562 m3
Waktu detensi
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah+ Debit pompa sirkulasi
V-42
3
151,562 m
=
46,5 m / jam+25 m3 / jam
3
= 2,12 jam
= 7631,1 detik
Gradien kecepatan =
√ Daya pengaduk
viskositas dinamis air x volume unit
√
180 watt
= s 3
0,000718 N . 2 x 154,625 m
m
= 40,67 / s
Bilangan Reynold
D 2 nρ
Nre =
υ
2 3
7,40 m x 4 rps x 993,3316 kg /m
= −4
7,18 x 10 N . s/m 2
= 303035311,50 > 10000, aliran dalam keadaan turbulen
V-43
Hasil analisis kesesuaian proses flokuasi pada bak turbo koagulator terhadap
tipikal desain menurut Tchobanoglous et al (2003) adalah dapat dilihat pada table 5.17.
Tabel 5. 17 Kesesuaian Proses Flokuasi Pada Bak Turbo Koagulator Terhadap
Tipikal Desain
Kondisi
No. Parameter Tipikal desain Keterangan
Eksisting
1800-3600
2. Waktu Detensi 7631,1detik Tidak Sesuai
detik
Pengadukan dalam proses flokulasi atau pengadukan lambat merupakan salah satu
hal yang penting. Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk
menghasilkan gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak partikel untuk
membentuk gabungan partikel hingga berukuran besar. Gradien kecepatan dalam
pengadukan merupakan salah satu hal yang penting karena besarnya gradien kecepatan
dapat mempengaruhi flok yang dihasilkan. Berdasarkan perhitungan diatas gradien
kecepatan tidak memenuhi tipikal desain yakni 50-100 s-1. Tidak sesuainya gradien
kecepatan dengan tipikal desain yang ada bukan pertanda bila pengolahan limbahnya
tidak baik. Karena selama ini pengolahan limbah pada WTCP OASIS sudah berjalan
baik. Tidak sesuainya gradien kecepatan yang ada dikarenakan volume bak pada awal
perencanaan dibuat lebih besar. Hal ini merupakan antisipasi bila dimasa yang akan
datang terjadi peningkatan jumlah produksi pembuatan rokok. Besarnya volume bak
turbo koagulasi juga yang menyebabkan waktu detensi tidak sesuai dengan tipikal
desain yang ada. Bilangan reynold berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan lebih
dari 10000 yang menandakan aliran dalam keadaan turbulen. Semakin turbulen maka
semakin baik proses pencampuran yang terjadi (Tchobanoglous et al, 2003).
Perhitungan Lumpur
V-44
Perhitungan lumpur yang dihasilkan oleh bak turbo koagulator akan dihitung dari
besarnya pemompaan lumpur yang dilakukan setiap harinya. Berikut merupakan data
yang dibutuhkan untuk menghitung lumpur hasil pengendapan partikel tersuspensi yang
terdapat pada bak turbo koagulator.
Pompa (Turbo-Thickener)
Qpompa = 10 m3/jam
t = 0,5 jam/hari
V lumpur buang = Q pompa x t
= 25 m3/jam x 0,5 jam/hari
= 12,5 m3/hari
Pompa (Turbo-Turbo)
Qpompa = 25 m3/jam
24 jam x 60 menit
t =
725 menit
= 1,98 kali pemompaan
= 1,98 x 5 menit
= 9,9 menit
= 0,165 jam per hari
B. Bak Domestik
Air Limbah yang berasal dari kegiatan karyawan (non-kegiatan proses
pembuatan rokok) sebelum diolah di tampung terlebuh dahulu dalam bak domestik. Bak
ini menampung sementara air dari kegiatan domestik kemudian juga waktu tertentu
(kondisi level air tertentu) di pompa dengan pompa submersible ke Oxidation Ditch.
Pada bak domestik ini tidak ada perlakuan khusus terhadap air limbah. Bak domestik ini
memiliki luas penampang persegi panjang dengan panjang 7 meter dan lebar 6 meter.
PERHITUNGAN
V-45
Data bak domesik adalah sebagai berikut :
Panjang (L) : 7 meter
Lebar (B) : 6 meter
Tinggi muka air (H1): 2,5 meter
Tinggi Total (H2) : 4,8 meter
Debit Maks : 23 m3/jam = 0,0064 m3/s
T : 280C
Luas Permukaan
Luas Permukaan (A) = L x B
= 7 m x 6 m = 42 m2
Volume
Volume eff = A x H1
= 42 x 2,5
= 105 m3
Volume total = A x H2
= 42 x 4,8
= 201,6 m3
Volume efektif bak domestik adalah 105 m3 dan volume total bak domestik adalah
201,6 m3, rasio volume efektif terhadap volume total bak domestik adalah :
Volume efektif
% = x 100%
Volume total
3
105 m
= 3 x 100%
201,60 m
= 52,08 %
Waktu detensi
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah
105 m3
= 3
23 m / jam
= 4,565 jam = 164334,78 detik
V-46
Kecepatan Overflow (Vo)
Q
Vo =
A
3
23 m / jam
=
42 m2
= 0,55 m/jam = 0,00015 m/detik
Jari-jari hidrolis ( R )
A A
R = =
P ( 2 x H 1) + B
2
42 m
R =
{ ( 2 x 2,5 ) +6 } m
R = 3,82 m
V-47
Tipikal Kondisi
No. Parameter Keterangan
Desain Eksisting
Beton, Besi,
4. Konstruksi Bak Beton Sesuai
Tanah
Berdasarkan table 5.18 diatas, bentuk dan konstruksi bak ekualisasi (domestik)
telah memenuhi tipikal desain. Sedangkan waktu detensi pada bak domestik tidak sesuai
dengan tipikal desain. Hal ini dikarenakan debit air yang dipompa ke Oxidation Ditch
dari bak ekualisasi dilakukan secara otomatis ketika tinggi muka air pada bak tersebut
sudah berada pada batas tertentu. Selain karena debit air yang masuk dipengaruhi oleh
pompa , volume bak yang besar juga menjadi faktor penyebab waktu detensi tidak
sesuai dengan tipikal desain yang ada. Besarnya volume bak didesain untuk
mengantisipasi peningkatan produksi rokok dimasa yang akan datang. Tidak sesuainya
waktu tinggal dengan tipikal desain yang ada bukan pertanda bila pengolahan yang ada
buruk. Karena sampai saat ini pengolahan limbah di WTCP berjalan dengan baik.
Agar waktu detensi dapat memenuhi tipikal desain yang ada, maka perlu
penambahan unit bak domestik cadangan untuk mengatasi keadaan pada saat kuantitas
debit limbah kecil. Agar waktu detensi dapat memenuhi tipikal desain yang ada yakni 2
jam (120 menit) maka didapatkan volume sumur pengumpul yaitu 46 m 3. Dimensi bak
domestik cadangan yaitu sebagai berikut:
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah
Volume Efektif
2 jam =
23 m3 / jam
V-48
Volume Efektif = 2 jam x 23 m3/jam
= 46 m3
A = BxL
Asumsi : B=L
A = B2
18,4 m2 = B2
B = 4,3 m
H = 4,3 m
Jadi rekomendasi desain untuk penambahan bak domestik cadangan dengan tinggi muka
air 2,5 meter adalah:
B = 4,3 m
L = 4,3 m
V-49
Untuk memenuhi kebutuhan udara mikroorganisme (bakteri aerob), pada WTCP
ini menggunakan dua buah rotor untuk satu OD untuk menstabilkan kadar oksigen
dalam air. Rotor pada OD ini di setting secara otomatis menggunakan detektor kadar
DO (Dissolve Oxygen) dalam air. Jika kadar DO dalam air kurang dari 4 ppm, maka
rotor akan menyala secara otomatis. Tetapi jika kadar DO sudah lebih dari 7 ppm, maka
rotor akan mati secara otomatis. Adanya detector kadar DO dalam bak ini merupakan
upaya untuk mengefisiensikan penggunaan listrik pada WTCP, menggingat listrik yang
digunakan untuk OD ini terhitung besar yakni 22 kW untuk satu rotor nya dan bergerak
dengan kecepatan 72 rpm.
Karena nilai BOD tidak dilakukan tiap bak, maka mengunakan nilai BOD
pendekatan dari data sucofindo yang ada. Di dalam data sucofindo, biasanya nilai BOD
adalah 35 – 40 % dari kadar COD yang ada. Maka, pada bak OD ini menggunakan nilai
BOD yang didapatkan dari 35 % dari nilai rata-rata COD dari bulan Januari 2017
sampai dengan April 2018 sebesar 1263,325 mg/L untuk BOD inlet dan 19,026 mg/L
untuk BOD outlet.
PERHITUNGAN
Data bak Oxidation Ditch adalah sebagai berikut :
Panjang Total (Ltot) : 55,7 meter
Lebar (B) : 10,6 meter
Diameter (D) : 10,6 meter
Tinggi muka air (H1) : 2,35 meter
Tinggi Total (H2) : 3,15 meter
Debit Masuk : 34,75 m3/jam
Temperatur (T) : 29,3 0C
BOD influent (So) : 1263,325 mg/L = 1263,325 gr/m3
BOD effluent (S) : 19,026 mg/L = 19,026 gr/m3
SV 30 : 130 ml/L
MLSS di bak aerasi : 2500 mg/L (dari 2000 – 3000 mg/L)
TSS effluent : 1192 mg/L
Luas Permukaan
V-50
Luas Permukaan (A) = (Ltot – D) x B + (3,14 x 0,25 x D2)
= (55,7 – 10,6) x 10,6 + (3,14 x 0,25 x (10,6)2)
= 566,31 m2
Volume
Volume eff = A x H1
= 566,31 x 2,35
= 1330,82 m3
Volume total = A x H2
= 566,31 x 3,15
= 1783,88 m3
Volume efektif dan total bak Oxidation Ditch adalah 1330,82 m3 dan 1783,88 m3,
rasio volume efektif terhadap volume total bak Oxidation Ditch adalah :
Volume efektif
% = x 100%
Volume total
1330,82m3
= x 100%
1783,88m3
= 74,60 %
Waktu detensi
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah
1330,82m3
=
34,75 m3 /hari
= 39,297 jam
Kecepatan Overflow (Vo)
Q
Vo =
A
34,75 m3 / jam
=
566,31 m2
= 0,061 m/jam
= 1,7 x 10-5 m/detik
Volume BOD Loading
V-51
So x Q
Volume BOD Loading =
V
3 3
1263,325 gr /m x 34,75 m /hari
= 3
1330,82 m
= 32,75 gr/.m3.hari
= 0,3275 kg/.m3.hari
Sludge Volume Index (SVI)
SV 30
SVI = 1000 mg/gr x
MLSS
130 ml / L
= 1000 mg/gr
2500 mg/L
= 52 ml/gr (< 150, tidak terjadi bulking sludge)
Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
MLVSS = 0,7 x MLSS
= 0,7 x 2500 mg/L
= 1750 mg/L
f/m ratio
Q.(So−S )
f/m ratio =
V . MLSS
3 3
34,75 m .(1263,325−19,026) gr /m
= m3
1330,82 . 2500 mg/L
hari
= 0,13 mg/mg.hari
V-52
Solid Content Lumpur yang ada pada OD, diasumsikan dengan 3 kali TSS
Oxidation Ditch.
Solid Content OD = 3 x 648,5 mg/L
= 1945,5 mg/L
Umur lumpur pada bak OD dapat dihitung dengan perhitungan dibawah ini:
= 12,84 hari
Hasil analisis kesesuaian bak Oxidation Ditch terhadap tipikal desain menurut Shun
Lin 2007 dan Japan Sewage Work Assosiation dapat dilihat pada table 5.19 berikut.
Tabel 5. 19 Kesesuaian Bak Oxidation Ditch terhadap Tipikal desain
Tipikal Kondisi
No. Parameter Keterangan
Desain Eksisting
V-53
Tipikal Kondisi
No. Parameter Keterangan
Desain Eksisting
V-54
apabila umur lumpur lebih dari 15 hari akan menyebabkan partikel flok yang
dihasilkan terlalu kecil dan fraksi kehidupan dalam biomassa menjadi lebih
rendah. Berdasarkan perhitungan SRT diatas didapatkan umur lumpur sebesar
12,84 hari dan telah memenuhi tipikal desain menurut Shun Lin yakni sekitar 5-
15 hari.
3. F/M adalah perbandingan jumlah makanan (BOD harian yang masuk dengan
jumlah mikroorganisme dalam air limbah. Berdasarkan perhitungan, didapatkan
rasion f/m sebesar 0,13. Nilai tersebut lebih kecil daripada tipikal desain yang
ada yaitu berada pada rentang 0,2 sampai dengan 0,6. Rasio f/m yang rendah
menunjukan bahwa kandungan BOD harian yang masuk terlalu kecil sehingga
mikroorganisme dalam bak OD dalam kondisi kekurangan nutrisi. Hal ini dapat
diatasi dengan melakukan penambahan nurtisi berupa Phospat
4. BOD Volume Rate atau beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air
limbah yang masuk dibagi dengan volume reactor. Berdasarkan perhitungan
didapatkan nilai beban BOD sebesar 0,3275 kg. BOD 5/m3.hari . Beban BOD
yang kecil menunjukan bahawa BOD harian yang masuk ke bak OD kecil,
menyebabkan mikroorganisme kekurangan makanan. Hal ini dapat ditangani
dengan melakukan penambahan nutrisi. Pada WTCP pemberian nutrisi untuk
mikroorganisme sudah dilakukan dengan pemberian Phospat dan Urea pada
waktu yang sudah dijadwalkan.
5. MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) adalah campuran antara air limbah
dengan biomassa mikroorgansme serta padatan tersuspensi lainnya. Konsetrasi
MLSS pada bak OD sudah memenuhi tipikal desain yang ada yaitu 2500-6500
mg/L.
6. Sludge Volume Index (SVI) yaitu, volume sludge yang mengendap 30 menit
dalam 1 liter sampel dibagi berat sludge kering per satu liter sludge. SVI
merupakan cara untuk mengamati kemampuan pengendapan lumpur. Apabila
nilai SVI > 150 ml/gr, lumpur tidak dapat mengendap karena terjadi kondisi
bulking sludge. Berdasarkan perhitungan , nilai SVI sudah dibawah 150 ml/gr
yaitu sebesar 52 ml/gr.
C. Bak Sedimentasi
V-55
Merupakan bak yang berfungsi untuk memisahkan partikel lumpur dengan air yang
berasal dari Oxidation Ditch. Bak ini mengendapkan partikel secara gravitasi dan air
yang keluar nantinya akan mengalir menuju bak penjernihan. Lumpur yang diendapkan
dipompa kembali ke bak Oxidation Ditch sebagai return sludge untuk membantu proses
biologis agar mikroorganisme tetap hidup dan sebagian lumpur dipompa ke bak
thickener (bak pengental lumpur).
Bak sedimentasi pada WTCP Djarum OASIS ini berbentuk lingkaran (circular)
dengan diameter 12 meter dan memiliki kedalaman air setinggi 3 meter. Bak
sedimentasi ini juga memiliki untuk supernatan air yang nantinya akan mengalir ke bak
clarifier (penjernihan). Lebar dari saluran tersebut sekitar 0,3 meter dengan tinggi 0,3
meter.
PERHITUNGAN
Luas Permukaan
Luas Permukaan (A) = 0,25 x π x D2
= 0,25 x 3,14 x (12)2
= 113,097 m2
Volume
V-56
1
Volume eff =( π D2 H1 )
4
1
=( x 3,14 x (12 m)2 x 3 m )
4
= 339,292 m3
1 1 1
Volume total = ( π D2 H1 ) + ( π D2 H kerucut)
4 3 4
1 1 1
=( x 3,14 x (12 m)2 x 3 m ) + ( x 3,14 x (12 m)2 x1,71 m )
4 3 4
= 403,725 m3
Volume efektif dan total unit sedimentasi adalah 339,292 m3 dan 403,725 m3, rasio
volume efektif terhadap volume total unit koagulasi adalah :
Volume efektif
% = x 100%
Volume total
3
339,292 m
= 3 x 100%
403,725 m
= 84,04 %
Waktu detensi
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah
3
339,292m
=
69,5 m3 / jam
= 4,88 jam
V-57
Viskositas air berdasarkan trend line excel
υ = -3 x 10-9 x (29,1)3 + 6 x 10-7 x (29,1)2 - 5 x 10-5 x 29,1+ 0,0018
= 7,79 x 10-4 N.s/m2
Tipikal Kondisi
No. Parameter Sumber Keterangan
desain Eksisting
Bilangan
3. <2000 2,62 Sesuai Kawamura,1991
Reynold
Tchobanoglous,
4. Kedalaman (m) 3-4,9 4,17 Sesuai
2003
Tchobanoglous,
5. Diameter (m) 3-60 12 Sesuai
2003
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat apabila bilangan reynold, kedalaman dan
diameter sudah memenuhi kriteria yang ada.
V-58
1. Berdasarkan perhitungan overflow rate belum sesuai dengan tipikal desain yang
ada, yakni belum berada pada rentang 48 – 70 m 3/m2.hari. Perhitungan
menggunakan perhitungan debit puncak. Ketidaksesuaian overflow rate yang ada
diperngaruhi oleh debit yang masuk pada hari itu tidak terlalu besar dan luas
permukaan bak yang besar.
2. Waktu tinggal berdasarkan perhitungan tidak sesuai dengan tipikal desain yang ada
yakni 1,5-2,5 jam. Tidak sesuainya waktu tinggal dengan tipikal desain yang ada
dapat menyebabkan lumpur yang terlalu lama mengendap pada bak sedimentasi
akan terdekomposisi kedalam keadaan anaerobic, sehingga dapat menimbulkan gas
yang menyebabkan lumpur yang terendap akan kembali ke permukaan. Dalam
kasus di WTCP OASIS ini tidak sesuai nya waktu tinggal dengan tipikal desain
yang ada tidak menjadikan pengolahan disana buruk. Tidak sesuainya waktu
tinggal yang ada dikarenakan volume bak yang pada awal perencanaan memang
diperbesar untuk mengantisipasi peningkatan produksi rokok dimasa yang akan
datang. Lamanya waktu tinggal yang ada tidak menjadikan lumpur yang dihasilkan
mengendap pada waktu yang lama dan menyebabkan bau. Karena pada bak
sedimentasi ini terdapat 2 pompa lumpur, yakni pompa lumpur balik ke Oxidation
Ditch dan pompa lumpur buang ke bak pengental.
Jika ingin disesuaikan dengan tipikal desain yang ada maka dapat dilakukan
dengan memodifikasi tinggi muka air dalam bak tersebut harus diubah. Perhitungan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Td = A x H1/Q
2,5 jam = 113,09 m2 x H1/ 0,0193 m3/s
H1 = 1,54 meter
Sehingga dengan debit 0,0193 m3/s dan luas permukaan 113,09 m2 didapatkan
tinggi muka air baru (H1’) sebesar 1,54 meter yang dapat digunakan untuk
memperoleh waktu tinggal yang sesuai dengan tipikal desain yang ada.
V-59
merupakan aliran yang laminar. Aliran laminar menyebabkan pengendapan lebih
mudah terjadi.
PERHITUNGAN LUMPUR
Perhitungan lumpur yang dihasilkan oleh bak sedimentasi akan dihitung dari
besarnya pemompaan lumpur yang dilakukan setiap harinya. Berikut merupakan data
yang dibutuhkan untuk menghitung lumpur hasil sedimentasi.
Pompa (Sedimentasi-OD)
Qpompa = 25 m3/jam
t = 24 jam
V lumpur balik = Q pompa x t
= 25 m3/jam x 24 jam
= 600 m3/hari
Pompa (Sedimentasi-Thickener)
Qpompa = 25 m3/jam
(ket: 10 menit pemompaan dalam 190 menit)
24 jam x 60 menit
t =
190 menit
= 7,57 kali pemompaan
= 7,57 x 10 menit
= 75,7 menit = 1,26 jam per hari
= 631,58 m3/hari
V-60
D. Bak Clarifier (Penjernihan)
Air limbah yang masih mengandung partikel tersuspensi dan belum terendapkan
pada bak sedimentasi kemudian akan diendapkan kembali pada bak penjernihan
(clarifier) atau biasa disebut bak pengendapan kedua. Bak penjernihan ini memiliki
prinsip yang kurang lebih sama dengan bak sedimentasi yaitu mengendapkan partikel
secara gravitasi dan air yang keluar nantinya akan mengali menuju kolam indikator dan
setelahnya akan dibuang ke badan air. Partikel tersuspensi yang mengendap dan
menjadi lumpur nantinya akan dipompa ke bak thickener (pengental lumpur).
Pemompaan lumpur dari bak penjernihan ke bak thickener dilakukan 4 kali dalam satu
hari dengan waktu satu kali pemonpaan selama 15 menit dan dilakukan secara otomatis.
Adapun jam pemompaan dari bak penjernihan ke bak thickener yaitu 07.00-07.15,
10.00-10.15, 13.00-13.15, 16.00-16.15.
Bak penjernihan pada WTCP Djarum OASIS ini berbentuk lingkaran (circular)
dengan diameter 12 meter dan memiliki kedalaman air setinggi 3 meter. Bak clarifier
ini juga memiliki untuk supernatan air yang nantinya akan mengalir ke kolam indikator
1,2 dan selanjutnya akan dialirkan ke badan air (Sungai) . Lebar dari saluran tersebut
sekitar 0,3 meter dengan tinggi 0,3 meter.
PERHITUNGAN
Luas Permukaan
Luas Permukaan (A) = 0,25 x π x D2
= 0,25 x 3,14 x (12)2
= 113,097 m2
V-61
Volume
1
Volume eff =( π D2 H1 )
4
1
=( x 3,14 x (12 m)2 x 3 m )
4
= 339,292 m3
1 1 1
Volume total = ( π D2 H1 ) + ( π D2 H kerucut)
4 3 4
1 1 1
=( x 3,14 x (12 m)2 x 3 m ) + ( x 3,14 x (12 m)2 x1,71 m )
4 3 4
= 403,725 m3
Volume efektif dan total unit clarifier adalah 339,292 m3 dan 403,725 m3 , rasio volume
efektif terhadap volume total unit clarifier adalah :
Volume efektif
% = x 100%
Volume total
3
339,292 m
= 3 x 100%
403,725 m
= 84,04 %
Waktu detensi
Volume efektif
Waktu detensi =
Debit air limbah
339,292m3
= 3
69,5 m / jam
= 4,88 jam
V-62
Viskositas air berdasarkan trend line excel
υ = -3 x 10-9 x (29,1)3 + 6 x 10-7 x (29,1)2 - 5 x 10-5 x 29,1+ 0,0018
= 7,79 x 10-4 N.s/m2
Tipikal Kondisi
No. Parameter Sumber Keterangan
Desain Eksisting
Bilangan
3. <2000 2,62 Sesuai Kawamura,1991
Reynold
Tchobanoglous,
4. Kedalaman (m) 3-4,9 4,17 Sesuai
2003
Tchobanoglous,
5. Diameter (m) 3-60 12 Sesuai
2003
V-63
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat apabila bilangan reynold, kedalaman dan
diameter sudah memenuhi kriteria yang ada.
1. Berdasarkan perhitungan overflow rate belum sesuai dengan tipikal desain yang ada,
yakni belum berada pada rentang 16-28 m3/m2.hari. Perhitungan menggunakan
perhitungan debit puncak. Ketidaksesuaian overflow rate yang ada diperngaruhi oleh
2 faktor. Pertama, debit yang masuk pada hari itu tidak terlalu besar. Kedua, yakni
luas permukaan nya yang besar. Desain awal semua unit WTCP OASIS memang
diperbesar, hal ini guna mengantisipasi peningkatan produksi rokok dimasa yang
akan datang.
2. Waktu tinggal berdasarkan perhitungan tidak sesuai dengan tipikal desain yang ada
yakni 1,5-2,5 jam. Tidak sesuainya waktu tinggal dengan tipikal desain yang ada
dapat menyebabkan lumpur yang terlalu lama mengendap pada bak sedimentasi akan
terdekomposisi kedalam keadaan anaerobic, sehingga dapat menimbulkan gas yang
menyebabkan lumpur yang terendap akan kembali ke permukaan. Dalam kasus di
WTCP OASIS ini tidak sesuai nya waktu tinggal dengan tipikal desain yang ada
tidak menjadikan pengolahan disana buruk. Tidak sesuainya waktu tinggal yang ada
dikarenakan volume bak yang pada awal perencanaan memang diperbesar untuk
mengantisipasi peningkatan produksi rokok dimasa yang akan datang. Lamanya
waktu tinggal yang ada tidak menjadikan lumpur yang dihasilkan mengendap pada
waktu yang lama dan menyebabkan bau. Karena pada bak clarifier ini terdapat
pompa lumpur buang dari clarifier ke bak pengental lumpur pada waktu tertentu.
Jika ingin disesuaikan dengan tipikal desain yang ada maka dapat dilakukan
dengan memodifikasi tinggi muka air dalam bak tersebut harus diubah. Perhitungan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Td = A x H1/Q
2,5 jam = 113,09 m2 x H1/ 0,0193 m3/s
H1’ = 1,54 meter
V-64
3. Bilangan reynold menunjukan adanya turbulensi atau tidak. Berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan bilangan reynold yang didapatkan sudah
memenuhi tipikal desain yakni <2000 yang menandakan bila aliran tersebut
merupakan aliran yang laminar. Aliran laminar menyebabkan pengendapan lebih
mudah terjadi.
PERHITUNGAN LUMPUR
Perhitungan lumpur yang dihasilkan oleh bak penjernihan akan dihitung dari
besarnya pemompaan lumpur yang dilakukan setiap harinya. Berikut merupakan data
yang dibutuhkan untuk menghitung lumpur hasil penjernihan.
Merupakan bak yang berfungsi untuk mengumpulkan lumpur dari bak turbo
koagulator, bak sedimentasi dan bak penjernihan sebelum nantinya diolah di filter press.
Bak Thickener memiliki diameter 7 meter, kedalaman air sebesar 3,5 meter dan
memiliki volume effektif sebesar 134,69 m3. Pada bak thickener terjadi pengendapan
dengan bantuan scraper yang digerakan oleh gear box secara perlahan . Lumpur yang
telah mengental kemudian dialirkan ke filter press. Sedangkan supernatan dari bak
thickener ini nantinya akan dikembalikan lagi ke unit proses untuk diproses kembali.
Perhitungan:
V-65
Bak Sedimentasi (Q1) : 31,58 m3/hari
= 31,58 + 25 + 12,5
= 74330,08 kg/hari
= 2973,2 kg/hari
Berat Solid
Volume Solid =
Densitas
2973,2kg /hari
= = 2763,2 liter/hari
1,076 kg / L
= 2,7632 m3/hari
= 0,25 x 3,14 x 72
= 38,465 m2
V-66
2973,2kg /hari
=
38,465 m2
= 77,29 kg/m2.hari
3. Waktu Tinggal Lumpur
Volume Lumpur
Td =
Debit Lumpur
3
2,7632 m
= = 0,04 hari
69,08 m3 /hari
Data diatas apabila dibandingkan dengan tipikal desain dapat dilihat pada tabel 5.22
dibawah ini.
Solid Loading
77,29 kg/m2.hari 25-80 Sesuai
(Kg/m2.hari)
Sumber: Siregar,2005
Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bila nilai solid loading sudah sesuai
dengan tipikal desain. Hal tersebut menandakan juga bila proses pengolahan lumpur
pada Bak Pengetal Lumpur (Thickener) berjalan dengan baik.
V-67
5.6 Operasional dan Pemeliharaan
Tabel 5. 23 Operasional dan Maintanance WTCP OASIS
Unit Jenis Kegiatan Aktifitas Jadwal yang telah ditetapkan Kondisi Eksisting
Buffer Tank Cleaning - Cleaning seluruh bak kontrol Seminggu sekali Dilakukan setiap seminggu sekali
V-68
Unit Jenis Kegiatan Aktifitas Jadwal yang telah ditetapkan Kondisi Eksisting
Oil
- Ganti oli gear box scraper Sebulan sekai Dilakukan setiap minggu ke-2
Replacement
Oil
- Pengantian oli mammoth Sebulan sekali Dilakukan setiap awal bulan
Replacement
V-69
Unit Jenis Kegiatan Aktifitas Jadwal yang telah ditetapkan Kondisi Eksisting
Oil
Penggantian oli scraper Sebulan sekali Dilakukan pada minggu ke-2
Replacement
Filterpress Schadule -Cek oli hydrolis Sebulan sekali Dilakukan pada minggu ke-3
Unit Maintanance
-Cek mekanik dan elektrik
V-70
Unit Jenis Kegiatan Aktifitas Jadwal yang telah ditetapkan Kondisi Eksisting
pompa booster
Oil
Penggantian oli hydrolis Sebulan sekali Dilakukan pada minggu ke-3
Replacement
V-71
Bangunan penunjang WTCP
Selain unit-unit pengolahan limbah cair, di sekitar WTCP juga terdapat bangunan-
bangunan penunjang yang berfungsi untuk mengoptimalkan sistem kerja pada
pengolahan limbah cair . Contoh bangunan penunjang yang ada yaitu:
a. Ruang Kantor
Bangunan yang digunakan sebagai ruang kantor berlantai dua dengan dinding
kaca pada lantai dua, sehingga dapat mengawasi unit-unit agar bisa bekerja lebih
optimal .Selain itu, di ruang kantor juga terdapat perekap data debit otomatis dan
tempat pengaturan pompa maupun mammoth motor yang ada.
b. Ruang maintenance
Ruang maintenance di WTCP digunakan untuk menyimpan peralatan yang
mungkin sewaktu-waktu digunakan dalam proses perbaikan, seperti pipa , palu,
sapu , kawat dan lain sebagainya.
c. Rumah pompa
Rumah pompa dibangun di bawah tanah di antara unit-unit yang ada, dan berisi
6 pompa. Pompa-pompa ini yang digunakan sebagai pompa lumpur untuk ke bak
thickener dan pompa lumpur balik.
V-72
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengolahan air limbah di Water
Treatment and Composting Plant (WTCP) maka dapat di ambil kesimpulan:
1. Sumber air limbah PT. Djarum OASIS Kretek Factory berasal dari limbah proses
dan domestik . Air limbah yang diolah WTCP Djarum memiliki karakteristik
fisik,kimia dan biologis. Terdapat 7 parameter dari karakteristik tersebut yang
diolah yaitu TSS , COD, BOD , Amonia , Minyak dan Lemak, Fenol dan pH.
2. Berdasarkan data yang sekunder yang diperoleh berdasarkan dokumen sucofindo
rentang waktu Januari 2017 sampai April 2018 didapatkan besar kuantitas rata-rata
limbah influent PT. Djarum adalah sebagai berikut: BOD5= 1326,3 mg/L , COD =
3609,3 mg/L , TSS = 345,73 mg/L , Amoniak = 8,51 mg/L , Fenol <0,020 mg/L ,
Minyak dan Lemak < 0,8 mg/L , dan pH = 6,18. Debit air limbah rata-rata yang
didapatkan pada rentang waktu 9 Juni-9 Juli 2018 ialah sebesar 96,838 m3/hari.
3. Kualitas effluent rata-rata air limbah PT. Djarum OASIS Kretek Factory Kudus
pada rentang waktu Januari 2017 sampai dengan April 2018 adalah sebagai berikut:
TSS = 27,067 mg/L , Amonia = 0,4249 mg/L , BOD5 = 17,313 mg/L , COD =
54,36 mg/L , Fenol <0,02 mg/L , Minyak dan Lemak = <0,8 mg/L , pH = 7,133.
Berdasarkan data rata-rata effluent yang ada, semua parameter telah diolah sesuai
dengan baku mutu Perda Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012.
4. Waktu detensi berdasarkan perhitungan lebih besar dari kriteria desain yang ada.
Hal ini untuk mengantisipasi faktor-faktor eksternal seperti peningkatan produksi
dan shock loading.
5. Kesesuaian operasional dan pemeliharaan unit pada WTCP OASIS terhadap SOP
sudah baik, karena pemeliharaan dan operasional dilakukan sesuai dengan jadawal
yang ada.
6.2 Saran
Saran atau rekomendasi yang dapat diberikan terhadap pengolahan air
limbah PT. Djarum OASIS Kretek Factory adalah sebagai berikut:
VI-1
1. Terdapat beberapa alat laboratorium yang rusak seperti pH meter dan juga
spektrofotometer. Ada baiknya apabila kedua alat tersebut segera diperbaiki agar
pemantauan limbah setiap harinya dapat terpantau dengan baik dan apabila ada
yang kurang sesuai dapat segera diatasi.
2. Pengelompokan dokumen pada WTCP yang baik diharapkan dapat
mempermudah proses pencarian data yang diinginkan.
3. Perlu adanya pengkajian mengenai output air limbah yang sudah diolah agar dapat
menjadi air untuk menyiram tanaman. Hal ini mengingat air yang digunakan
untuk menyiram tamanan di PT. Djarum OASIS sangat besar.
VI-2
DAFTAR PUSTAKA
Alaetrs dan Santika, S.S. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Davis, Keith. 2010. Organizational Behavior – Human Behavior at Work 13th Edition.
New Delhi: Mcgraw Hill Company.
Japan Sewerage Works Asosiation (JSWA) dalam Aris Nurhidayah (2014). “Laporan
Kerja Praktik Sistem Pengolahan Limbah Cair WWTP (Waste Water Treatment
Plant) PT. Djarum Kudus”. Semarang.
Lin, Shun Dar. 2001. Water and Wastewater Calculations Manual. New York :
McGraw-Hill.
MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4th
ed., McGraw Hill Book Co., New York.
Peraturan Daerah Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu
Air Limbah.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan/ atau Cerutu.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Soemirat, Juli, 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Spellman, Frank R. 2009. Water and wastewater treatment plant operations. United
states of America. CRC Press.
Rahardjo, P. Nugro. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri. BPPT : Jakarta.
LAMPIRAN