Anda di halaman 1dari 43

UNIVERSITAS INDONESIA

Manajemen Risiko Lingkungan


Climate Financial Risk Global

Dosen Pengampu:
Dr. Yuki M.A. Wardhana

RISMA ANISA SYFANI 2206138513

JENJANG MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN SEKOLAH ILMU
LINGKUNGAN
JAKARTA, 2023
I. Summary
Climate-Related Financial Risk bersumber dari dua kategori risiko, yaitu Risiko
Fisik (Physical Risk) dan Risiko Transisi (Transition Risk). Risiko Fisik dan Risiko
Transisi dapat mempengaruhi risiko keuangan bank, diantaranya risiko kredit, risiko
pasar, risiko operasional, dan risiko likuiditas. Sebagai contoh, debitur yang terkena
bencana alam berpotensi mengalami kesulitan pembayaran pinjaman. Perubahan iklim
bersifat tidak dapat didiversifikasi, dalam arti bahwa risiko tersebut akan memengaruhi
seluruh industri dalam perekonomian. Kondisi ini mengakibatkan tidak dapat
terjadinya pengalihan risiko terkait perubahan iklim dengan menggunakan instrumen
derivatif. Saat ini beberapa dampak perubahan iklim terhadap ekosistem lingkungan
telah banyak dirasakan, seperti meningkatnya cuaca ekstrem di benua Amerika dalam
bentuk peningkatan frekuensi terjadinya angin tornado. Selain itu, di benua Eropa juga
mengalami beberapa gelombang panas dalam satu dekade terakhir. Dampak perubahan
iklim terhadap kondisi mencairnya es di kutub utara juga mengakibatkan peningkatan
terhadap permukaan air laut. Dampak dari perubahan ini bersifat sistemik, dalam arti
semua industri akan terpengaruh kendati dengan yang berbeda-beda.
II. Latar Belakang

Perubahan iklim adalah tantangan global utama yang membutuhkan solusi ganda:
adaptasi dan mitigasi adalah dua pendekatan yang saling melengkapi untuk mengatasi
perubahan iklim. Banyak dampak yang dapat dihindari, dikurangi atau ditunda dengan
tindakan mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebagian besar tindakan
awal yang dilakukan di bidang kebijakan iklim di tingkat nasional, Eropa atau nasional
berfokus pada mitigasi. Para pemimpin Uni Eropa telah berkomitmen untuk bergerak
menuju ekonomi rendah karbon dan telah mendukung target untuk mengurangi gas
emisi rumah kaca secara progresif hingga 2050, konsisten dengan tujuan jangka
panjang untuk membatasi pemanasan global hingga 2 ° C dibandingkan dengan tingkat
pra-industri. Menurut data dari Kuala Lumpur menunjukkan indikator untuk iklim saat
yaitu global mencapai 33,5℃ dan diperkirakan pada tahun 2050 akan meningkat
hingga 37,2 ℃, hal ini dapat mengakibatkan risiko global yang cukup kritis.
Gambar 1. Peningkatan suhu
Sumber: Kuala Lumpur Media,2023

Meningkatnya frekuensi bencana alam yang diakibatkan oleh iklim seperti banjir,
kebakaran hutan, dan cuaca ekstrim serta menurunnya kualitas lingkungan hidup
mendorong inisiatif multilateral untuk mengatasi risiko terkait iklim tersebut termasuk
menurunkan tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dunia, yaitu Paris Agreement to
the United Nations Framework Convention on Climate Change (selanjutnya disebut
Paris Agreement) yang disepakati pada tahun 2015 oleh Pemerintah Indonesia bersama
195 negara lainnya pada Conference of the Parties (COP) UNFCCC ke-21.

Laporan World Risk Report 2022 yang dirilis Bündnis Entwicklung Hilft dan IFHV
of the Ruhr-University Bochum menunjukkan, Indonesia menjadi negara paling
rawan bencana ketiga di dunia. Skor Indeks Risiko Global (World Risk Index/WRI)
Indonesia sebesar 41,46 poin pada 2021. Besarnya skor indeks risiko global tersebut
terlihat dari banyaknya angka kejadian bencana alam yang melanda Indonesia dalam
setahun terakhir. Seperti teranyar, erupsi Gunung Semeru uang terjadi pada bulan ini
dan gempa bumi di Cianjur yang terjadi November 2022 lalu. Adapun posisi Indonesia
berada di bawah Filipina dan India. Kedua negara tersebut memiliki skor indeks risiko
global masing-masing sebesar 46,82 poin dan 42,31 poin. Skor WRI Indonesia terdiri
dari lima lingkup. Pertama, lingkup paparan (exposure) bencana dengan skor sebesar
39,89 poin atau masuk kategori sangat tinggi. Kedua, lingkup
kerentanan (vulnerability), Indonesia memperoleh skor sebesar 43,10 poin atau masuk
kategori tinggi. Lingkup ini memperhitungkan jumlah pengungsi, pencari suaka, serta
masyarakat yang terkena dampak bencana alam dalam lima tahun terakhir.
Ketiga, lingkup kerawanan (susceptibility), Indonesia memiliki skor sebesar 33,48
poin atau masuk kategori tinggi. Keempat, lingkup kurangnya kapasitas penanganan
bencana (lack of coping capacities), Indonesia memiliki skor sebesar 50,67 atau
masuk kategori sangat tinggi. Kelima, lingkup terkait kurangnya kapasitas adaptasi
terhadap bencana (lack of adaptive capacities). Di lingkup ini, Indonesia memperoleh
skor sebesar 47,19 poin atau masuk kategori sedang.

Sementara itu, Kolombia berada di bawah Indonesia dengan skor WRI sebesar
38,37 poin pada 2021. Berikutnya, ada Meksiko yang mencatatkan skor WRI sebesar
37,55 poin pada tahun lalu. Kemudian, ada pula Myanmar, Mozambik, dan Tiongkok
dengan skor WRI masing-masing sebesar 35,49 poin, 34,37 poin dan 28,70 poin. Lalu,
Bangladesh dan Pakistan masing-masing memiki skor WRI sebesar 27,90 poin dan
26,75 poin.

Gambar 2. Skor Indeks Risiko Global


Sumber: katadata,2022
Gambar 3. Peta Bencana Global
Sumber: moody’s rating, 2023

Risiko terkait iklim telah menjadi perhatian utama bagi regulator keuangan dan
dapat menimbulkan ancaman signifikan terhadap stabilitas keuangan. Perubahan iklim
semakin cepat dan jumlah dan biaya bencana alam terkait iklim meningkat. Efek
ekonomi dari peristiwa ini jelas. Setiap tahun, bencana alam seperti angin topan,
kebakaran hutan, kekeringan, dan banjir menimbulkan kerugian finansial yang besar
pada rumah tangga dan bisnis. Efek fisik dari perubahan iklim bersama dengan biaya
transisi terkait menimbulkan risiko signifikan bagi ekonomi dan sistem keuangan.

III. Kajian Pustaka


Risiko global adalah Lintas batas, seperti perubahan iklim, krisis kesehatan global,
dan konflik geopolitik. Risiko dalam konteks global yang terkait dengan tantangan-
tantangan baru yang dihadapi oleh masyarakat modern. Beck berpendapat bahwa
risiko-risiko global tidak lagi hanya terkait dengan faktor-faktor lokal atau nasional,
tetapi telah menjadi fenomena global yang tidak dapat diatasi oleh batas-batas negara.
(Beck, U. 2009).

Risiko keuangan terkait iklim (Climate-Related Financial Risk) diidentifikasi oleh


Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) sebagai akibat dari perubahan iklim
dan perubahan menuju ke perekonomian yang lebih aman terhaap lingkungan atau
dikenal sebagai Climate-Related Financial Risk terdiri dari dua kategori risiko, yaitu
Risiko Fisik dan Risiko Transisi. Risiko fisik akut adalah hal-hal yang terjadi dan
menyebabkan kerusakan yang temporary. seperti badai (tornado atau angin topan),
banjir, dan kebakaran hutan; hal ini dapat merusak infrastruktur fisik secara real-time
dan menimbulkan gangguan bisnis (penutupan pabrik, masalah transportasi, dll.) serta
dampak finansial lainnya (seperti rusaknya inventaris, penurunan jaminan fisik, dll.).

Perubahan iklim memengaruhi kondisi perekonomian dan perusahaan melalui


terjadinya dua jenis risiko, yaitu risiko fisik dan risiko transisi. Risiko fisik terkait erat
dengan kerusakan ekosistem yang akhirnya memengaruhi kegiatan perekonomian
(Bebbington et al., 2020). Misalnya dengan peningkatan karbon pada atmosfer yang
berpotensi meningkatkan terjadinya gagal panen akibat kenaikan temperatur.
Akumulasi karbon pada atmosfer juga meningkatkan tingkat keasaman air laut yang
berpotensi mengancam keragaman ekosistem laut. Beragam jenis spesies sangat penting
bagi perekonomian dunia karena sekitar 40% perekonomian global (terutama pada
industri makanan dan obat) bergantung pada keberagaman spesies (Bebbington &
Harrison, 2017).
Sedangkan risiko transisi terkait erat dengan proses yang dijalankan untuk
mengalihkan ketergantungan perekonomian pada energi fosil menuju energi terbarukan
(EBT). Proses transisi tersebut bukanlah tanpa risiko karena tidak dilandaskan pada
kesiapan infrastruktur akan memicu krisis keuangan dan krisis energi. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa semakin besar ketergantungan suatu ekonomi pada energi
fosil akan memicu semakin besar terjadinya risiko transisi. Hal ini disebabkan potensi
terjadinya stranded assets akibat penerapan kebijakan emisi karbon seperti pajak karbon
dan perdagangan emisi karbon.
Terjadinya stranded asset yaitu ketika cadangan minyak, gas, dan batubara tidak
ekonomis untuk ditambang akibat mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh
konsumen karena penerapan kebijakan pajak karbon dan perdagangan emisi karbon.
Kondisi ini akan membuat konsumen akan menghindari konsumsi bahan bakar fosil
yang berakibat permintaan akan bahan bakar fosil akan menurun. Terjadinya stranded
assets berpotensi mengganggu sistem keuangan karena meningkatkan potensi risiko
kredit akibat penyaluran kredit dari perbankan ke perusahaan energi fosil (Painter,
2020). Kondisi ini berpotensi membuat kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim
dapat memengaruhi industri perbankan dan kestabilitas sistem keuangan. Kemungkinan
terjadinya gangguan pada sistem keuangan juga berpotensi memicu krisis keuangan
yang disebabkan oleh usaha untuk mengatasi isu perubahan iklim (Moretti et al., 2021;
Scholten et al., 2020).
Hal lain yang harus disadari bagi manajemen perusahaan adalah risiko yang
diakibatkan perubahan iklim bersifat tidak dapat didiversifikasi, dalam arti bahwa risiko
tersebut akan memengaruhi seluruh industri dalam perekonomian. Kondisi ini
mengakibatkan tidak dapat terjadinya pengalihan risiko terkait perubahan iklim dengan
menggunakan instrumen derivatif. Instrumen derivatif dapat memperkecil risiko terkait
perubahan harga ketika memang terdapat sifat saling mengkompensasi antara transaksi
dasar dengan instrumen derivatif (Mahardika, 2018). Sehingga jika tidak terdapat
instrumen derivatif yang diterapkan, maka upaya memperkecil risiko terkait perubahan
iklim sangat mungkin tidak menjadi efektif berdasarkan perhitungan efektivitas lindung
nilai (Datt et al., 2019).
Dengan sifat risiko tersebut, Task Force on Climate-Related Financial Disclosure
(TFCD) mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan isu perubahan iklim dalam
laporan keuangan.Walau menginternalisasi perubahan iklim dalam laporan keuangan
merupakan suatu kebutuhan, tidak adanya standar global menjadi hambatan bagi
akuntan untuk mengungkapkan isu perubahan iklim dalam laporan keuangan, sehingga
dibutuhkan adanya standarisasi dalam proses pengungkapan agar laporan keuangan
dapat disusun secara konsisten untuk kemudian dapat dibandingkan, baik antarperiode
maupun antarperusahaan.
Setiap industri tentunya akan terpengaruh perubahan iklim, tetapi yang
membedakannya adalah kadar dampaknya pada masing-masing industri. Adapun
industri yang akan terpengaruh secara signifikan adalah industri yang bergerak di
bidang atau terkait dengan energi fosil, karena aset terbesarnya berupa cadangan aset
dengan kandungan karbon tinggi (seperti batubara, minyak, dan gas bumi), sehingga
pengungkapan informasi mengenai dampak dari isu perubahan iklim terhadap kondisi
kelangsungan usahanya merupakan suatu hal yang material. Selain itu, industri yang
bergantung pada kondisi kestabilan iklim (seperti industri pertanian, peternakan, dan
perikanan) juga akan terdampak secara material dari terjadinya perubahan iklim.
Industri keuangan secara tidak langsung juga berpotensi terpengaruh perubahan iklim
melalui transmisi yang berbeda dengan industri energi fosil ataupun industri pertanian
dan perkebunan. Pengaruh atau dampak yang dirasakan oleh industri keuangan ialah
melalui ketersediaannya dalam memberikan fasilitas keuangan kepada industri yang
rentan terdampak perubahan iklim. Misalnya seperti industri asuransi yang harus
memberikan perlindungan kepada industri energi fosil yang akan menghadapi
peningkatan klaim akibat potensi meningkatnya tuntutan dari lembaga swadaya
masyarakat terhadap produk perusahaan yang telah merusak ekosistem lingkungan
(Cho et al., 2020; Dosinta & Brata, 2020). Peningkatan klaim juga akan memengaruhi
tingkat kesehatan industri asuransi yang tercermin dari penurunan rasio risk based
capital. Industri perbankan yang memberikan fasilitas kredit kepada industri energi
fosil juga akan terpengaruh dari pengurangan konsumsi bahan bakar fosil sebagai
sumber energi, yang kemudian akan menurunkan arus kas serta memengaruhi
kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutang atau kredit yang telah
diberikan.

IV. Profil Climate Financial Risk Global


Selama sepuluh tahun ke depan, perubahan iklim dan konsekuensinya akan
menimbulkan risiko terbesar bagi dunia. krisis biaya hidup (yaitu inflasi) sebagai
masalah yang paling mendesak selama dua tahun ke depan, mereka tidak
mengharapkan kenaikan harga menimbulkan ancaman besar 10 tahun dari sekarang,
ketika empat risiko paling parah yang dihadapi oleh dunia semuanya diprediksi terkait
dengan perubahan iklim. Bagan berikut dengan baik menggambarkan perbedaan antara
apa yang para ahli anggap sebagai risiko jangka pendek dan tantangan mana yang akan
membentuk dunia selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun yang akan datang.
Kenaikan harga menimbulkan ancaman besar 10 tahun dari sekarang, ketika empat
risiko paling parah yang dihadapi oleh dunia semuanya diprediksi terkait dengan
perubahan iklim. Bagan berikut dengan baik menggambarkan perbedaan antara apa
yang para ahli anggap sebagai risiko jangka pendek dan tantangan mana yang akan
membentuk dunia selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun yang akan datang.
Gambar 4. The Largest Risk by The World
Sumber : statista,2022
Fenomena pemanasan global sudah terasa, dimana rekor suhu terpanas pada 3 Juli
2023 mencapai 17,01℃. suhu rata rata global mencapai 1,5℃ lebih panas
dibandingkan suhu praindustri. Hal ini didorong oleh kombinasi pemanasan global
yang cepat dan oleh peristiwa El Nino. Perubahan iklim ini mengakibatkan berbagai
risiko global yang mempengaruhi ekosistem, manusia, dan ekonomi di seluruh dunia.
Oleh karena itu, mitigasi risiko keuangan akibat perubahan iklim menjadi kritis untuk
menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan suatu negara.
Gambar 5. Peningkatan suhu temperature
Sumber : ECMWF,Des 2023

• Dampak Perubahan iklim pada perbankan


Perubahan iklim adalah fenomena global dan berdampak pada berbagai sektor, pasar,
dan yurisdiksi. Namun, dampak perubahan iklim dapat bervariasi secara substansial antara
lokasi geografis dan lingkungan ekonomi. Untuk secara akurat menangkap potensi eksposur
lembaga keuangan terhadap risiko iklim, lembaga dan regulator akan memerlukan data baru dan
terperinci. Misalnya, menilai paparan iklim tingkat perusahaan akan membutuhkan data
terperinci tentang emisi tingkat perusahaan, rencana transisi, dan lokasi aset. Analisis yang
konsisten di seluruh industri dan negara akan membutuhkan data yang sebanding –
misalnya, emisi perlu diukur dengan cara yang sama. Dalam beberapa kasus, analisis akan
memerlukan data yang sebelumnya tidak dikumpulkan oleh regulator, seperti informasi
tentang pertanggungan asuransi.
Sebagai contoh yaitu adanya risiko perubahan iklim terhadap bank-bank Australia
Pekerjaan Reserve Bank sebelumnya Bellrose, Norman dan Royters (2021)
memberikan penilaian awal risiko perubahan iklim kepada bank-bank Australia.
Pekerjaan ini meneliti eksposur bank terhadap risiko iklim fisik yang terkait dengan
hipotek bank dan risiko transisi dari pinjaman bisnis bank. Akun hipotek perumahan
untuk sekitar dua pertiga dari portofolio pinjaman bank-bank besar Australia, dengan
jaminan perumahan mendukung pinjaman. Jika nilai properti saat ini tidak sepenuhnya
mencerminkan risiko jangka panjang dari perubahan iklim, bank akan lebih rentan
terhadap risiko kerugian kredit dalam kasus gagal bayar peminjam. Penelitian ini
menemukan bahwa kerugian keseluruhan untuk sistem keuangan karena penurunan
nilai properti terkait iklim cenderung dapat dikelola, dan hanya sebagian kecil
perumahan di daerah yang paling terpapar cuaca ekstrem akan mengalami penurunan
harga yang dapat memperburuk kerugian kredit ke bank.

Akun hipotek perumahan untuk sekitar dua pertiga dari portofolio pinjaman bank-bank
besar Australia, dengan jaminan perumahan mendukung pinjaman. Jika nilai properti
saat ini tidak sepenuhnya mencerminkan risiko jangka panjang dari perubahan iklim,
bank akan lebih rentan terhadap risiko kerugian kredit dalam kasus gagal bayar
peminjam. Penelitian ini menemukan bahwa kerugian keseluruhan untuk sistem
keuangan karena penurunan nilai properti terkait iklim cenderung dapat dikelola, dan
hanya sebagian kecil perumahan di daerah yang paling terpapar cuaca ekstrem akan
mengalami penurunan harga yang dapat memperburuk kerugian kredit ke bank.

• Dampak Perubahan iklim pada non perbankan


Sebagai contoh, studi kasus diambil pada daerah di Filipina yaitu Quenzon City.
Pada daerah ini memiliki 3 Juta Populasi dengan luas daerah 161.1 km2 dengan PDB
daerah yaitu $93.8 Miliar.

Gambar 6. Profil Quenzo City, Filipina


Sumber : CDP,2022

Gambar 7. Titik Panas Baranghay


Sumber: CDP,2022

Kota Quezon adalah salah satu kota pertama yang mengadopsi kerangka kerja C40
CCRA untuk melakukan penilaian risiko dan kerentanan iklim, langkah pertama adalah
mengidentifikasi bahaya paling relevan yang mungkin dihadapi kota tersebut. Penilaian
banjir kota menunjukkan bahwa total 700.000 orang saat ini diperkirakan akan terkena
dampak banjir, di mana 16% di daerah dengan kerentanan rendah, 30% sedang dan
54% di daerah kerentanan banjir tinggi. Namun, model Japan International Corporation
Agency (JICA) memperkirakan bahwa perubahan iklim dan peningkatan suhu dapat
meningkatkan potensi daerah yang terkena dampak di Kota Quezon pada tahun 2050
sebanyak 7%. Banjir sekali dalam satu abad akan menyebabkan jatuhnya sekitar 111
korban di kota, dengan satu korban tambahan untuk setiap 1.500 bangunan di
permukiman liar. Sekitar 68.600 orang diperkirakan akan mengungsi dalam skenario
tersebut, dan tingkat penyebaran penyakit yang tinggi dapat diperkirakan, di samping
kegagalan sistemik dalam sistem layanan kesehatan, dan infrastruktur paralel seperti
sistem air dan sanitasi. Mempertimbangkan siklus banjir 100 tahun, kerugian ekonomi
total yang disimpulkan dari studi ini yaitu $319 juta, di mana sekitar $245 juta terkait
dengan persediaan modal.(CDP,2022).
Studi kasus kedua yaitu, pada daerah Surat yang terletak di Gujarat India. Surat
adalah kota yang terletak di bagian barat India di negara bagian Gujarat. Kota ini adalah
salah satu kota paling dinamis di India. Surat adalah salah satu kota terbersih dan juga
dikenal dengan beberapa nama lain seperti “The Silk City”, “The Diamond City”, “The
Green City”, dll. Kota ini dipenuhi oleh suasana masa kini yang hidup dan warisan
masa lalu yang beragam. Basis ekonomi kota Surat terdiri dari manufaktur tekstil,
perdagangan, industri pemotongan dan pemolesan berlian, seni Zari yang rumit,
industri kimia dan industri berbasis petrokimia dan gas alam.
Gambar 8. Profil Surat City
Surat sangat rentan terhadap perubahan iklim karena latar belakang ekologi dan
lokasi geografisnya. Daerah dan bagian populasi yang berbeda di Surat terpapar
berbagai bahaya iklim dengan frekuensi dan intensitas yang berbeda. Bahaya ekstrem
adalah kenaikan suhu, kenaikan kelembapan, dan banjir.
Analisis suhu dan kelembapan menunjukkan bahwa periode berbahaya dari panas
ekstrem dengan lonjakan suhu maksimum yang kerap muncul dan peningkatan
kelembapan cenderung lebih sering terjadi. Dengan demikian diperlukan tindakan
untuk melindungi penduduk kota, terutama yang berkaitan dengan kesehatan. Panas
juga berdampak pada ekonomi, menghalangi pekerja, dan mempengaruhi
produktivitas.
Kota ini memiliki sejarah panjang akan peristiwa banjir, yaitu banjir yang terjadi
setiap dua setengah tahun antara tahun 1869 dan 1884, dan setiap empat tahun sekali
antara tahun 1949 dan 1979. Sejak saat itu, telah terjadi lima kali banjir besar (1979,
1990, 1994, 1998, dan 2006), di mana banjir tahun 2006 menggenangi 75% kota
dengan korban jiwa yang sangat besar (perkiraan korban tewas berkisar antara 150
hingga 500 orang) dan kerugian ekonomi (mencapai ratusan miliar rupee).

V. Analisa Climate Financial Risk Global


Perkembangan teknologi dalam konteks perubahan iklim dapat membawa risiko
dan dampak yang signifikan terhadap Climate Financial Risk. Meskipun teknologi bisa
menjadi solusi untuk mengatasi tantangan lingkungan, ada risiko yang terkait dengan
perkembangan ini yang dapat mempengaruhi stabilitas keuangan, investasi, dan sektor
bisnis secara keseluruhan. ada Risiko Investasi Teknologi Rendah Karbon yang Gagal.
Perkembangan teknologi baru, terutama yang terkait dengan energi terbarukan atau
teknologi rendah karbon, dapat menjadi investasi yang berisiko. Dalam mengelola
risiko ini, perusahaan dan investor harus mempertimbangkan secara cermat teknologi
yang diadopsi, memahami potensi risiko yang terkait, dan mengembangkan strategi
diversifikasi portofolio investasi untuk mengurangi dampak yang mungkin timbul dari
risiko tersebut. Penilaian risiko pada risiko transisi ini cepat atau lambat pasti terjadi.
Climate financial risk, atau risiko keuangan terkait perubahan iklim, memiliki dampak
yang signifikan yang dapat berpengaruh baik secara positif maupun negatif terhadap
stabilitas ekonomi, investasi, dan sektor keuangan.
Dalam proses pengukuran Risiko Keuangan Terkait Iklim, perlu ditetapkan
indikator untuk mengetahui seberapa besar dampak iklim terhadap risiko keuangan
bank. Indikator yang digunakan akan tergantung pada tingkat kerincian data yang
dimiliki. BCBS memahami bahwa belum terdapat data yang memadai untuk mengukur
Risiko Keuangan Terkait Iklim dapat mengakibatkan hasil pengukuran risiko tidak
sepenuhnya akurat. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan mengukur dan
menetapkan peringkat dampak iklim. Dalam proses pengukuran dan penyusunan
peringkat tersebut, bank perlu menetapkan indikator dan parameter, misalnya
komposisi portofolio aset yang dimiliki bank yang terdampak Risiko Keuangan Terkait
Iklim. Bank dapat menggunakan beberapa cara pengukuran lainnya dengan kapabilitas
modelling yang kompleks, seperti scenario analysis, stress testing, dan sensitivity
analysis.
Dalam menganalisis climate financial risk, dapat juga dilakukan dengan cara
Financial Stability, Implementasi (Overview), Transisi The New Climate Economy dan
Climate Action. Dimana financial stability sendiri meliputi :
• Governance. Mengungkapkan tata kelola organisasi terkait risiko iklim dan
peluangnya Strategy. Mengungkapkan dampak aktual dan potensial dari risiko
dan peluang terkait iklim terhadap bisnis, strategi, dan perencanaan keuangan
organisasi, di mana informasi tersebut bersifat material..
• Risk Management. Mengungkapkan metrik dan target yang digunakan untuk
menilai dan mengelola risiko dan peluang terkait iklim yang relevan di mana
informasi tersebut bersifat material.
• Metrics and Targets. Mengungkapkan bagaimana organisasi mengungkapkan
metrik dan target, mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko terkait iklim.

Sedangkan untuk implementasi overview dapat dilihat dari Indikator Mitigasi seperti:

• Pajak lingkungan
• Pengeluaran perlindungan lingkungan
• Energi terbarukan
• Perdagangan teknologi rendah karbon
• Hutan dan karbon

untuk Transisi The New Climate Economy dapat seperti:

• Pajak Karbon Insentif pada transisi menuju perekonomian rendah karbon


• Pendanaan Iklim Obligasi hijau untuk mendukung proyek iklim dan
lingkungan > 'pembiayaan ramah lingkungan', memitigasi dampak ekonomi
dan sosial akibat perubahan iklim melalui cara-cara berbasis pasar.

Climate action dapat di analisis melalui :

• Kebijakan publik (Keterikatan kebijakan & Pengurangan CPU)


• Perubahan teknologi
• Perubahan preferensi konsumen
• Aksi sektor swasta

Dari hasil analisis risiko financial risk , kita dapat melihat adanya peningkatan atau
perubahan, seperti sebagai berikut:

Dimana akan ada peningkatan keuntungan jika melakukan tindakan terhadap perubahan
iklim terhadap perekonomian dunia.
VI. Kesimpulan
Perubahan iklim merupakan isu besar yang dihadapi oleh umat manusia saat ini.
Penanganan isu perubahan iklim memerlukan adanya kerja sama dari beragam pihak
karena isu ini begitu kompleks. Salah satu pasal dalam Perjanjian Paris 2015
menyatakan secara eksplisit untuk mengarahkan aliran dana pada sektor dengan emisi
rendah karbon dan sektor yang mengembangkan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Pengarahan aliran dana tersebut memerlukan peran akuntan berupa internalisasi isu
perubahan iklim dalam laporan keuangan. Internalisasi tidak hanya sekadar
menguraikan strategi dalam menghadapi perubahan iklim, namun juga harus meliputi
kuantifikasi dampak perubahan iklim terhadap kondisi keuangan perusahaan.
Perubahan iklim dari dampaknya terhadap makroekonomi dan mikroekonomi telah
dilakukan secara konsisten dan terus beradaptasi dengan perubahan yang terukur dalam
skala global dan Implementasi strategi dalam Public policies (Policy bindingness),
Technological change, Change in consumer preferences, Private sector action harus
tetap dinamis.
Pada sektor perbankan juga sangat terpengaruh dengan adanya perubahan iklim
dimana Bank dapat terkena dampak Risiko Keuangan Terkait Iklim terlepas dari
perbedaan ukuran, kompleksitas atau model bisnis. Risiko Keuangan Terkait Iklim
dapat mempengaruhi risiko bank yang sudah ada. Bank harus mempertimbangkan
dampak pemicu Risiko Keuangan Terkait Iklim sesuai model bisnis dan menilai
dampak keuangan dari risiko ini. Bank harus mengatur risiko Risiko Keuangan Terkait
Iklim secara proporsional, sesuai skala dan kompleksitas aktivitas yang dilakukan dan
keseluruhan tingkat risiko yang dapat diterima oleh bank.

VII. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat di terapkan untuk mengurangi dampak adanya climate
financial risk yaitu :
Untuk sektor perbankan bisa menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko dari ojk:
 Untuk tata kelola dapat menggunakan Prinsip 1 : Bank harus mengembangkan dan
mengimplementasikan proses untuk memahami dan menilai potensi dampak Risiko
Keuangan Terkait Iklim terhadap bisnisnya. Dan Prinsip 2 : Direksi dan manajemen
harus mendelegasikan tanggung jawab perihal Risiko Keuangan Terkait Iklim kepada
seluruh jajarannya dan/atau komite, dan melakukan pengawasan efektif terkait
Risiko Keuangan Terkait Iklim. Sebagai upaya mitigasi yang efektif
 Untuk internal dapat menggunakan Prinsip 3 : Bank harus mempunyai kebijakan,
prosedur, dan kontrol yang tepat untuk manajemen Risiko Keuangan Terkait Iklim
yang efektif. Dan Prinsip 4 : Bank harus memperhitungkan Risiko Keuangan Terkait
Iklim dalam kerangka pengendalian internal melalui tiga lini pertahanan (three lines
of defence) untuk memastikan identifikasi, pengukuran, dan mitigasi Risiko
Keuangan Terkait Iklim yang baik, komprehensif, dan efektif.
 Untuk kecukupan permodalan dan likuiditas, prinsip 5 : Bank harus mengidentifikasi
dan memperhitungkan Risiko Keuangan Terkait Iklim dalam perhitungan internal,
seperti capital dan liquidity adequacy assessment processes, termasuk melakukan
stress testing
 Untuk proses manajemen risiko , prinsip 6 : Bank harus memastikan risk appetite dan
kerangka manajemen risiko telah memadai untuk mengatasi Risiko Keuangan Terkait
Iklim dan menentukan pendekatan dalam mengidentifikasi, mengukur, memonitor
dan mengelola risiko tersebut
Untuk Perusahaan non perbankan (Borrower) dapat menerapkan:
 Meningkatan kapasitas dan pemahaman SDM secara integratif dalam upaya aksi
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
 Memasukkan secara akurat asumsi-asumsi dan analisis ekonomi yang terkait
dengan risiko iklim yang dinamis.
 Memperluas cakupan kerja sama bilateral dan multilateral serta meningkatkan
inklusivitas sektor
VIII. Referensi
Alford, B. A., & Beck, A. T. (2009). The Integrative Power of Cognitive Therapy. New
York: Guilford Press

Bartling, H. (2017). Climate Policy and Leadership in a Metropolitan Region: Cases


from the United States. Local Economy, 32(4), 336-351. https://doi.
org/10.1177/0269094217707278

Bebbington, J., & Harrison, J. (2017). Global Climate Change Responsiveness in the
USA: An Estimation of Population Coverage and Implications for Environmental
Accountants. Social and Environmental Accountability Journal, 37(2), 137-143.
https://doi.org/ 10.1080/0969160X.2017.1300101

Bebbington, J., Schneider, T., Stevenson, L., & Fox, A. (2020). Fossil Fuel Reserves
and Resources Reporting and Unburnable Carbon: Investigating Conflicting Accounts.
Critical Perspectives on Accounting, 66, 102083.
https://doi.org/10.1016/j.cpa.2019.04.004

Cho, C. H., Kim, A., Rodrigue, M., & Schneider, T. (2020). Towards a Better
Understanding of Sustainability Accounting and Management Research and Teaching
in North America: A Look at the Community. Sustainability Accounting, Management
and Policy Journal, 11(6), 985-1007. https://doi.org/10.1108/ SAMPJ-08-2019-0311

Datt, R. R., Luo, L., & Tang, Q. (2019). The Impact of Legitimacy Threaton the Choice
of External Carbon Assurance: Evidence from the US. Accounting Research Journal,
32(2), 181-202. https://doi.org/10.1108/ARJ-032017-0050

Dosinta, N. F., & Brata, H. (2020). Politik Penamaan dalam Pelaporan Korporat
Pascaimplementasi Integrated Reporting. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 11(1),
138-158. https:// doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.09

Mahardika, D. P. K. (2018). Berbahayakah Instrumen Derivatif dalam Konteks


Akuntansi? Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(3), 417–436. https://doi.org/10.18202/
jamal.2018.04.9025

Mahardika, D. P. K. (2020). Meninjau Peran Akuntan Dalam Menanggulangi Isu


Perubahan Iklim. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 11(3), 581–599.
https://doi.org/10.21776/ ub.jamal.2020.11.3.33

Moretti, M., Vanschoenwinkel, J., & Van Passel, S. (2021). Accounting for
Externalities in Cross-Sectional Economic Models of Climate Change Impacts.
Ecological Economics, 185, 107058, https://doi.org/10.1016/j. ecolecon.2021.107058

Painter, M. (2020). An Inconvenient Cost: The Effects of Climate Change on Municipal


Bonds. Journal of Financial Economics, 135(2), 468-482.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2019.06.006
Referensi lain:

Samuel Kurian, Geordie Reid and Maxwell Sutton. Climate Change and Financial
Risk. Reserve Bank Australia. Bulletin. June 2023.
https://www.rba.gov.au/publications/bulletin/2023/jun/pdf/climate-change-and-
financial-risk.pdf

Consultative Paper. Prinsip Manajemen yang Efektive atas Risiko Keuangan Terkait
Iklim. Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan .
2022.https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/implementasibasel/Documents/Pages/
ConsultativePapers/Consultative%20Paper%20Prinsip%20Manajemen%20Efektif%2
0Atas%20Risiko%20Keuangan%20terkait%20Iklim.pdf

https://www.carbonimpacts.info/article/july-set-to-be-the-hottest-month-ever-
courtesy-climate-change-reports-64c74809d7b0d diakses pada 14/12/2023. pukul.
20.19 WIB.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/05/indonesia-masuk-daftar-3-
teratas-negara-paling-rawan-bencana-di-dunia. Diakses pada 13/12/2023. pukul 09.00
WIB.

https://www.weforum.org/agenda/2022/01/global-risks-report-2022-radio-davos/.
Diakses pada 14/12/2023. pukul 22.09 WIB.

https://www.statista.com/chart/29197/the-most-severe-global-risks-over-the-next-2-
and-10-years/. Diakses pada 12/12/2023. pukul 11.09 WIB.

.
RismaAnisaSyfani_MRL_Climate
_Financial_Risk_Global_1612202
3.pdf
by 18 .

Submission date: 16-Dec-2023 08:23AM (UTC+0530)


Submission ID: 2260416616
File name: RismaAnisaSyfani_MRL_Climate_Financial_Risk_Global_16122023.pdf (849.17K)
Word count: 4183
Character count: 27240
4
1

2
3
RismaAnisaSyfani_MRL_Climate_Financial_Risk_Global_1612…
ORIGINALITY REPORT

2 %
SIMILARITY INDEX
2%
INTERNET SOURCES
2%
PUBLICATIONS
2%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
openrepository.aut.ac.nz
Internet Source 1%
2
Submitted to Bridgepoint Education
Student Paper 1%
3
Submitted to Monash University
Student Paper 1%
4
gorontalo.tribunnews.com
Internet Source 1%

Exclude quotes On Exclude matches < 1%


Exclude bibliography On
RismaAnisaSyfani_MRL_Climate_Financial_Risk_Global_161220
GRADEMARK REPORT

FINAL GRADE GENERAL COMMENTS

/0
PAGE 1

PAGE 2

PAGE 3

PAGE 4

PAGE 5

PAGE 6

PAGE 7

PAGE 8

PAGE 9

PAGE 10

PAGE 11

PAGE 12

PAGE 13

PAGE 14

PAGE 15

PAGE 16

PAGE 17

PAGE 18

PAGE 19

PAGE 20

Anda mungkin juga menyukai