Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur kadar glukosa darah),
atau ketika tubuh tidak menggunakan insulin yang dihasilkannya secara efektif
(WHO, 2016). Menurut Sudoyo (2014) DM termasuk salah satu penyakit
degeneratif yang diperkirakan akan mengalami peningkatan di masa datang dan
dianggap sebagai salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia. Jumlah
penderita diabetes melitus meningkat dari tahun 1980 sekitar 108 juta orang
menjadi 422 juta orang pada tahun 2014 (WHO, 2016).
Selain itu data terbaru Organisasi International Diabetes Federation (IDF)
menunjukan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia
menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar
9,3% dari total penduduk pada usia yang sama (Kemenkes RI, 2020). Hasil dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan prevalensi penderita
DM di Indonesia tahun 2013 pada umur ≥ 15 tahun sebesar 1,5% dan meningkat
pada tahun 2018 sebesar 2%. Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat
seiring bertambahnya umur (Infodatin, 2020).
Pengetahuan tentang penyakit yang diderita berbanding lurus dengan kepatuhan
pasien terhadap pengobatannya. Menurut Dwajani (2019) Ketidakpatuhan menjadi
salah satu masalah terpenting dalam pengobatan pasien dengan penyakit kronis.
Kurangnya pengetahuan mengenai regimen pengobatan, manfaat obat, ataupun
terapi menyebabkan pasien tidak patuh minum obat (Boyoh, 2015). Kepatuhan
pasien untuk minum obat memegang peranan penting terhadap keberhasilan terapi
untuk menjaga kadar glukosa darah agar tetap berada direntang normal
(Monokolomban, 2018). Karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan terakhir menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan DM (Puspita, 2016).

1
2

Diketahui keberhasilan suatu pengobatan DM sangat dipengaruhi oleh


kepatuhan penderita minum obat antidiabetes untuk menjaga kadar glukosa darah
dalam tubuh. Dengan kepatuhan yang tinggi, pengobatan DM dapat terlaksana
dengan baik dan kualitas kesehatan tetap stabil. Tindakan seseorang terhadap
masalah kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh karakteristiknya. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara tingkat
pengetahuan dan karakteristik pasien DM terhadap kepatuhan minum obat
antidiabetes di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah :
1. Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien diabetes melitus di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon ?
2. Apakah tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien diabetes melitus
mempengaruhi kepatuhan minum obat antidiabetes di Puskesmas Cangkol Kota
Cirebon ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien diabetes melitus
di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon
2. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien diabetes
melitus dengan kepatuhan minum obat antidiabetes di Puskesmas Cangkol Kota
Cirebon
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan informasi mengenai tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien
diabetes melitus di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon
2. Mendapatkan informasi mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan dan
karakteristik pasien diabetes melitus dengan kepatuhan minum obat antidiabetes
di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon
3

1.5 Keaslian Penelitian


Berikut ini penelitian sebelumnya yang membedakan penelitian yang
dilakukan oleh penulis, seperti tercantum pada Tabel 1.1 berikut ini :

Nama Judul Hasil

A
Boyoh, M,A., Hubungan Tingkat Berdasarkan hasil uji chi-
Kaawoan, A., Pengetahuan dengan square diperoleh p = 0,001,
dan Bidjuni, H., Kepatuhan Minum hal ini menunjukan nilai p
2015. Obat pada Pasien tidak lebih besar dari α
Diabetes Melitus Tipe (0,05) sehingga terdapat
2 di Poliklinik hubungan antara
Endokrin Rumah Sakit pengetahuan dan kepatuhan
Prof. Dr. R. D. Kandou meminum obat diabetes
Manado. mellitus tipe 2

Nazriati, E., Pengetahuan Pasien Terdapat hubungan yang


Pratiwi, D., dan Diabetes Melitus bermakna antara pengetahuan
Restuastuti, A., Tipe 2 dan pasien DM Tipe 2 dengan
2018. Hubungannya dengan kepatuhan minum obat dengan
Kepatuhan Minum korelasi lemah
Obat di Puskesmas
Manadu Kabupaten
Bengkalis

Sammulia, S,F., Hubungan Pada karakteristik kategori


Elfasyari, T,Y., Karakteristik Pasien usia, jenis kelamin, lama
dan Pratama, Diabetes Melitus dan menderita, dan penyakit
M,R., 2020. Tingkat Kepatuhan penyerta dengan kepatuhan
Minum Obat di tidak memiliki hubungan yang
Rumah Sakit X Kota bermakna dengan nilai p
Batam (0,753; 0,882; 0,908; dan
0,952). Namun pada kategori
tingkat pendidikan dengan
kepatuhan memiliki hubungan
yang bermakna p (0,00).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1 Diabetes Melitus dan Klasifikasinya
Diabetes melitus (DM) disebut juga “ibu segala penyakit” karena banyaknya
komplikasi yang timbul ketika seseorang terkena DM (Badan Litbang Kesehatan,
2019). Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi komplikasi salah satunya
dengan mengontrol kadar glukosa darah pasien (Wibowo, 2021). DM jika
dibiarkan akan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan mengarah pada
komplikasi kesehatan yang mengancam jiwa (Indriani, 2019). Adapun komplikasi
yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus yaitu komplikasi mikrovaskar
yang meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati, serta komplikasi makroaskuler
meliputi jantung koroner, stroke, kardiovaskular, dan pembuluh darah (Dipiro
dkk.,2017).
Faktor resiko DM antara lain riwayat keluarga atau genetika yang disebabkan
oleh keturunan, usia, obesitas, sering minum-minuman yang manis/bersoda,
kurangnya aktivitas fisik, riwayat diabetes gestasional pada ibu hamil, dan
merokok (WHO, 2016). DM memiliki efek berbahaya karena dapat menimbulkan
berbagai komplikasi yang terjadi pada seluruh organ tubuh dengan penyebab
kematian 50% akibat jantung koroner dan 30% akibat gagal jantung (Bustan,
2015). Komplikasi DM menurut International Diabetes Federation (2017)
diantaranya adalah Diabetic Eye Disease (DED), Chronic Kidney Disease (CKD),
penyakit jantung, serta oral health.
Klasifikasi diabetes melitus menururt American Diabetes Association (2020)
dibagi menjadi 4 kategori, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi akibat destruksi sel beta pankreas yang disebabkan oleh
autoimun. Penyebab destruksi ini tidak sepenuhnya diketahui, tetapi kombinasi
kerentanan genetik dan lingkungan seperti infeksi virus, toksin, atau faktor
makanan dapat menyebabkannya. Oleh karena itu, pada DM tipe 1 ini pankreas

5
tidak dapat memproduksi insulin. Pasien dengan DM tipe 1 membutuhkan
suntikan

6
7

insulin setiap hari untuk mengontrol kadar glukosa darah agar tetap dalam kisaran
normal.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel β-pankreas
dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan insulin
untuk merangsang penyerapan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel β-pankreas tidak dapat sepenuhnya
mengkompensasi resitensi insulin, dan kemampuan ini terlihat dari penurunan
sekresi insulin pada rangsangan glukosa.
3. Diabetes Tipe Lain
Menurut Perkeni (2015), diabetes tipe lain terjadi karena banyak faktor antara
lain adalah defek genetik pada fungsi sel beta, defek genetik pada kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, obat dan zat kimia, infeksi, dan faktor imunologi.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi pada masa kehamilan, ketika intoleransi glukosa pertama
kali terdeteksi pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga.
DM Gestasional dikaitkan dengan peningkatan kadar glukosa darah yang pertama
kali diketahui saat kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai Diabetes Melitus
Gestasional.
2.1.1 Penatalaksanaan dan Pengobatan Diabetes Melitus
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) tahun 2015, ada
empat pilar penatalaksanaan pada penderita diabetes mellitus yaitu Terapi Nutrisi
Medis (TNM), edukasi, latihan jasmani yang dilakukan secara teratur sebanyak 3-4
kali perminggu, dan terapi farmakologi. Penatalaksanaan diabetes melitus menurut
Perkeni (2015) meliputi tujuan jangka pendek yang ditujukan untuk
menghilangkan gejala DM, meningkatkan kualitas, mengurangi risiko komplikasi
akut dan tujuan jangka panjang sebagai pencegahan perkembangan mikroangiopati
dan makroangiopati, serta tujuan akhir dalam maanjemen untuk menurunkan
tmorbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan ini kadar glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid harus dikontrol melalui perawatan
pasien yang komprehensif.

7
8

Pengobatan pada penderita DM dapat dilakukan dengan terapi farmakologi


yang dilakukan apabila penatalaksanaan pada terapi non farmakologi belum
berhasil mengendalikan kadar gula darah dalam tubuh. Pengobatan farmakologi
penderita DM dapat diberikan dalam bentuk suntikan seperti insulin dan dengan
obat obatan antihiperglikemia yang dibagi menjadi 5 golongan yaitu pemacu
sekresi insulin atau insulin secretagogue; seperti sulfonylurea dan glinid),
peningkat sensitivitas terhadap insulin; seperti metformin dan tiazolidindion
(TZD), penghambat absorbsi glukosa di saluran pencernaan seperti penghambat
alfa glukosidase, penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV); seperti sitagliptin
dan linagliptin, penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporte 2); seperti
canagliflozin dan empagliflozin. Adapun pengobatan non farmakologis pada
penderita DM adalah dengan olahraga yang teratur, pengaturan diet, berhenti
merokok, dan hindari minuman beralkohol (Perkeni, 2015).
Pengobatan diabetes bertujuan untuk mengendalikan glukosa darah untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang menyebabkan kematian,
2.1.1 Karakteristik Pasien Diabetes Melitus
Karakteristik pasien DM diantaranya yaitu :
1. Usia, pada kelompok usia < 45 tahun memiliki risiko 72% lebih rendah
dibandingkan kelompok usia > 45 tahun. Hal ini terjadi karena seiring
bertambahnya usia maka semakin berkurang kerja dari organ tubuhnya, sehingga
semakin meningkat risiko terkena penyakit (Yosmar, 2018). Hal lain yang
menyebabkan usia > 45 tahun memiliko risiko yang lebih besar terkena DM
karena kondisi tubuh secara fisiologis menurun dan sekresi insulin juga
mengalami penurunan terhadap kemampuan tubuh untuk mengontrol glukosa
darah (Jelantik, 2014).
2. Jenis kelamin, pada wanita lebih beresiko terkena DM karena secara fisik
wanita memiliki lebih besar untuk memiliki indeks masa tubuh yang lebih besar.
Konsentrasi hormon penurunan ekstrogen pada wanita menopause menyebabkan
simpanan lemak terutama di daerah perut meningkat yang menghasilkan pelepasan
asam lemak bebas meningkat, kondisi ini relevan dengan resistensi insulin (Milita,
2021).

8
9

3. Jenis pekerjaan, karena saat tubuh melakukan aktivitas fisik pemanfaatan


glukosa pada otot akan lebih besar dibandingkan ketika tubuh dalam kondisi
istirahat. Aktivitas fisik termasuk pilar penatalaksanaan DM dengan tujuan
perbaikan sensitivitas insulin dan membantu penyerapan glukosa ke sel (Riyanto,
2014). Selama aktivitas fisik, otot menggunkan glukosa yang disimpan, sehingga
glukosa yang disimpan berkurang dan terjadi penurunan kadar glukosa darah
(Cicilia, 2018).
4.Tingkat pendidikan menjadi faktor risiko karena orang yang tingkat
pendidikannya tinggi biasanya memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan,
sehingga akan lebih menjaga kesehatannya (Pahlawati, 2019).
2.1.4 Hubungan Pengetahuan dengan Pengobatan Pasien Diabetes Melitus
Pengetahuan merupakan suatu hasil tau dari manusia atas penggabungan atau
kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Adapun menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki
(mata, hidung, telinga,dansebagainya). Jadi pengetahuan adalah berbagai macam
hal yang diperoleh oleh seseorang melalui panca indera. Ketidakpatuhan pasien
diabetes mellitus disebabkan karena kurangnya pengetahuan (Notoatmodjo,
2012).
Kurangnya pengetahuan mengenai regimen pengobatan, manfaat obat, dan
terapi menyebabkan pasien tidak patuh sepenuhnya melaksanakan anjuran
pengobatan. Hal ini disebabkan karena pengetahuan merupakan dasar bagi
perilaku pengobatan. Pengetahuan yang baik mengenai pengobatan akan
menjadikan perilaku pengobatan baik, sebaliknya pengetahuan yang kurang dapat
menyebabkan perilaku pengobatan yang tidak baik pula (Boyoh, 2015).
Pengetahuan pasien berpengaruh terhadap kepatuhan pasien terhadap
penggunaan obat, semakin tinggi pengetahuan pasien tentang kepatuhan
meminum obat, maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan pasien terhadap
penggunaan obat (Qoni’ah, 2017). Pengetahuan yang dimiliki penderita diabetes
mellitus tentang penyakitnya serta penatalaksanaannya dapat menimbulkan

9
10

kesadaran bagi mereka dan akhirnya menyebabkan mereka berperilaku sesuai


dengan apa yang mereka ketahui, serta meningkatkan peran aktif untuk ikut serta
dalam pengelolaan dan pengendalian penyakit diabetes melitus (Almira, 2019).
2.2 Landasan Teori
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
sel β-pankreas dan resistensi insulin. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh
pankreas untuk menghasilkan glukosa dalam darah (Infodatin, 2020). Sedangkan
resistensi insulin yaitu penurunan kemampuan reseptor insulin untuk merangsang
penyerapan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel β-pankreas tidak mampu mengimbangi resitensi insulin sepenuhnya,
dan kemampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa (Muhammad, 2018).
Faktor karakteristik pasien dan pengetahuan tentang DM menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam meminum obat.
Tingginya pengetahuan seseorang terhadap penyakit yang di deritanya akan
mempengaruhi rasionalitas berfikir dan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.
Seseorang yang berpengetahuan tinggi memiliki kesadaran yang tinggi akan
kesehatan, dan memiliki motivasi yang tinggi pula untuk sembuh (Boyoh, 2015).
2.3 Kerangka Konsep

Tingkat pengetahuan mempengaruhi Pasien DM rata-rata tidak


rasionalitas berfikir (Notoatmodjo, patuh minum obat
2014)

Tingkat kepatuhan minum obat


yang rendah mempengaruhi hasil
pengobatan

Peneliti ingin mengetahui hubungan Data hubungan tingkat


tingkat pengetahuan dan pengetahuan dan karakteristik
karakteristik pasien DM dengan pasien DM dengan kepatuhan
kepatuhan minum obat antidiabetes minum obat antidiabetes

10
11

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


2.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini yaitu :
1. Penderita DM di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon memiliki tingkat
pengetahuan dan karakteristik yang berbeda.
2. Penderita DM dengan tingkat pengetahuan dan karakteristik yang berbeda
mempengaruhi kepatuhan minum obat.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain pada penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan penelitian
cross sectional. Data diambil dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis
dengan melihat adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui
pengujian hipotesis.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon pada bulan Mei-
Juni 2022.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan komponen-komponen yang mempengaruhi
jalannya penelitian. Variabel pada penelitian ini diantaranya adalah :
1. Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat (Ardiyantika, 2019). Pada penelitian ini
variabel bebas meliputi tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien DM di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
2. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas
(Ardiyantika, 2019). Pada penelitian ini yang meliputi variabel terikat adalah
tingkat kepatuhan minum obat pasien DM di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon.
3. Variabel Terkontrol
Variabel terkontrol adalah varibel yang dibuat secara konstan sehingga variabel
bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak
diteliti. Variabel terkontrol pada penelitian ini meliputi penentuan responden
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi serta kuesioner.

12
3.4 Definisi Variabel Operasional
Variabel operasional penelitian terdapat pada Tabel 3.1 berikut ini

Variabel Definisi Hasil Ukur Skala

Tingkat Segala sesuatu yang <55 : Kurang Ordinal


Pengetahuan diketahui pasien 56-70 : Cukup
tentang pengertian, 76-100 : Baik
tanda, gejala, factor
resiko, komplikasi,
dan
penatalaksanaannya
mengenai penyakit
diabetes mellitus

Karakteristik Ciri yang


menggambarkan
perbedaan usia, jenis Informasi responden Ordinal
kelamin, pekerjaan,
pendidikan terakhir,
dan lama menderita
DM
Usia Dewasa awal : 25-
Lama waktu hidup Ordinal
35
sejak dilahirkan
Dewasa akhir : 35-
sampai dengan ulang
45
tahun terakhir
Lansia awal : 46-55
Lansia akhir : 56-
Jenis Kelamin 65
Ciri berdasarkan Ordinal
keadaan sistem Manula : >65
reproduksi
Tingkat Laki-laki
Ordinal
Pendidikan Jenjang pendidikan Perempuan
formal terakhir yang
telah di selesaikan Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana

13
Tingkat Kepatuhan Tingkat kesediaan 3 - 8 : Rendah
Meminum Obat pasien untuk 1 - 2 : Sedang Ordinal
mengikuti pemakaian 0 : Tinggi
aturan dosis yang
sebenarnya

3.5 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus di UPT
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon Tahun 2022 sebanyak 200 pasien
2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria
tertentu. (Lenaini, 2021).
N
n=
1+ N (d 2)
Dimana :

N = Jumlah sampel yang diambil


N = Jumlah populasi
D = Tingkat kepercayaan 0,05 = 95%

Jumlah populasi yang terdapat di UPT Puskesmas Cangkol adalalah 100.


Maka jumlah sampel yang digunakan :
N
n= 2
1+ N (d )
100
n= 2
1+100(0,05 )
100
n=
1,5
n=80
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 responden
3.6 Instrumen Penelitian

14
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang di gunakan untuk pengumpulan data.
Pada penelitian ini menggunakan instrument penelitian kuesioner yaitu metode
pengumpulan data dengan cara menggunakan daftar pertanyaan yang diajukan
kepada responden untuk dijawab, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner tingkat pengetahuan tentang DM (DKQ-24) yang terdapat pada
Lampiran 3 dan kepatuhan pasien dapat diukur menggunakan kuesioner Morisky
Medication Adherence Scale (MMAS-8) yang terdiri dari tiga aspek yaitu
frekuensi kelupaan dalam mengonsumsi obat, kesengajaan berhenti mengonsumsi
obat tanpa diketahui oleh tim medis, dan kemampuan mengendalikan diri untuk
tetap mengonsumsi obat, terdapat pada Lampiran 4. Modifikasi kuesioner Morisky
saat ini telah dapat digunakan untuk pengukuran kepatuhan pengobatan penyakit
yang memerlukan terapi jangka panjang (Apriliyani, 2019).
3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inkulsi
- Pasien yang terdiagnosa oleh dokter menderita DM
- Semua pasien DM di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon
- Pasien DM yang bersedia mengisi kuisioner
2. Kriteria Eksklusi
- Pasien DM yang tidak lengkap mengisi kuisioner
- Pasien DM yang sedang sakit atau memiliki kecacatan yang menyebabkan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi mengisi kuisioner
3.8 Skematika Penelitian

15
Permohonan izin
Perumusan
Kajian Pustaka dan administratif
Masalah
penelitian

Pencatatan data
Pembagian Pembagian
dan pengisian
kuesioner pada informed
kuesioner oleh
pasien DM concent
responden

Kesimpulan

Gambar 3.1 Skematika Penelitian

3.9 Jalannya Penelitian


Tahap penelitian yang akan dilakukan pada penelitan ini antara lain :

Persiapan pengambilan Surat permohonan izin


data Perisiapan kuesioner

Sesuai kriteria inklusi dan eksklusi


Pengambilan data Mengisi informed consent
Mengusi kuesioner

Mencatat jawaban responden


Perekaman dan analisis Diolah menggunakan microsoft office
data excel
Analisis menggunakan SPSS 25
Gam
bar 3.2 Jalannya Penelitian
3.10 Analisis Data

16
Analisis data menggunakan SPSS. Data dilihat normalitasnya menggunakan
analisis normalitas dengan melihat profil responden. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dan taraf kesalahan 5%. Analisis
data secara statitiska diujikan menggunakan analisis chi-square di lanjutkan
dengan analisis korelasi hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan meminum
obat. Jika P < 0,05 menandakan data yang berbeda signifikan.

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian


No Kegiatan Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6
1 Tahap Persiapan Penelitian √
a. Pengajuan Judul Proposal √
b. Penyusunan Proposal √
c. Ujian Proposal √
2 Tahap Pengambilan Data √
a. Pengumpulan Kuisioner √
b. Analisis Kuisioner √
3 Tahap Pengelolaan Data √
4 Ujian Skripsi √

17
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Responden
A. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Pengelompokan usia responden diklasifikasikan ke dalam 5 kategori yaitu
dewasa awal dengan rentang usia (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun),
lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun), dan manula (>65 tahun).
Pengelompokkan berdasarkan usia dilakukan untuk mendapatkan informasi pola
usia responden yang terkena DM di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon. Hasil
analisis karakteristik usia menunjukkan bahwa kategori usia lansia awal paling
banyak menderita DM (37 responden atau 46%), dilanjutkan lansia akhir (28
responden atau 35%) dan manula (9 responden atau 11%). Selain itu, didapatkan
informasi bahwa pada usia dewasa akhir terdapat (6 responden atau 8%). Hasil
analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Responden Total Responden Rata-Rata


Dewasa Awal (26-35) 0
Dewasa Akhir (36-45) 6 80 55,88
Lansia Awal (46-55) 37
Lansia Akhir (56-65) 28
Manula (>65) 9

Persentase Responden Berdasarkan Usia

Manula
11%
Dewasa Akhir
8%

Lansia Akhir Lansia Awal


35% 46%

Dewasa Awal Dewasa Akhir Lansia Awal Lansia Akhir Manula

Gambar 4.1 Persentase Responden Berdasarkan Usia

19
B. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin yang terbagi atas laki-laki
dan perempuan. Pengelompokan jenis kelamin dilakukan untuk mengetahui
perbandingan jumlah pasien yang terdiagnosa DM antara laki-laki dan
perempuan. Hasil karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
bahwa pada jenis kelamin perempuan memiliki persentase lebih banyak (50
responden atau 63%) dari laki-laki (30 atau 37%). Terlihat pada Tabel 4.2 dan
Gambar 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%)


Laki-laki 30 37%
Perempuan 50 63%
Total Responden 80 100%

Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki
38%

Perempuan
63%

Laki-laki Perempuan

Gambar 4.2 Persentase Responden Berdasrkan Jenis Kelamin

C. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan terdiri atas beberapa tingkatan yaitu tidak sekolah, sekolah
dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA),
dan sarjana. Pengelompokkan tingkatan pendidikan dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan responden terhadap penyakit yang dideritanya dengan
berdasarkan pendidikan terakhir yang di tempuh. Hasil analisis karakteristik
berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan bahwa pada tingkat pendidikan SD
sebanyak (48 responden atau 60%), SMA (18 responden atau 23%), SMP (10
responden atau 12%), sarjana (3 responden atau 4%) dan tidak sekolah (1
responden atau 1%). Hasil analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar

20
4.3.
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)


Tidak Sekolah 1 1%
SD 48 60%
SMP 10 12%
SMA 18 23%
Sarjana 3 4%
Total Responden 80 100%

Tingkat Pendidikan

Sarjana
Tidak Sekolah
4%
1%

SMA
23%

SD
60%
SMP
13%

Tidak Sekolah SD SMP SMA Sarjana

Gambar 4.3 Persentase Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan

4.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden


Pengetahuan merupakan suatu rasa ingin tahu melalui proses sensoris,
terutama mata dan telinga terhadap suatu objek tertentu (Donsu, 2019).
Pengetahuan juga merupakan hal penting dalam terbentuknya perilaku. Hasil
analisis data tingkat pengetahuan responden menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan dengan kategori “kurang” memiliki jumlah terbanyak (48 responden
atau 60%), diikuti dengan kategori “cukup” (25 responden atau 31%), dan
kategori “baik” (7 responden atau 9%). Tingkat pengetahuan responden dapat
dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.4.
Tabel 4.4. Tingkat Pengetahuan Responden

Tingkat Pengetahuan Rentang Nilai Jumlah Responden Persentase (%)


Kurang <55 48 59%
Cukup 55-75 25 355
Baik 76-100 7 6%
Total 80 100%

21
Tingkat Pengetahuan

Baik
9%

Kurang
60%

Cukup
31%

Kurang Cukup Baik

Gambar 4.4 Persentase Tingkat Pengetahuan Responden

A. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia


Usia merupakan salah satu faktor penentu tingkat pengetahuan seseorang.
Pengetahuan dipengaruhi oleh besarnya pengalaman yang akan terus bertambah
seiring bertambahnya usia. Hasil yang didapat dari jawaban responden
menunjukkan tingkat pengetahuan kategori “baik” terbanyak terkait penyakit DM
ada pada kategori lansia awal yaitu 4 responden, diikuti lansia akhir, manula dan
dewasa akhir sebanyak masing-masing 1 responden. Jawaban responden yang
menunjukan tingat pengetahuan kategori “cukup” ada pada kategori lansia awal
(12 responden), diikuti lansia akhir (10 responden), dan dewasa akhir sebanyak (2
responden). Adapun pada tingkat pengetahuan dengan kategori “kurang” paling
banyak ada kategori lansia awal (21 responden), lansia akhir (17 responden),
manula (8 responden), dan dewasa akhir (3 responden). Terlihat pada Tabel 4.5
dan Gambar 4.5.
Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Pasien Berdasarkan Usia
Usia Pasien Tingkat Pengetahuan Jumlah Total
Responden Responden
Kurang Cukup Baik
(<55) (56-75) ((76-100)
Dewasa Awal (26-35) 0 0 0 0
Dewasa Akhir (36-45) 3 2 1 6 80
Lansia Awal (46-55) 21 12 4 37
Lansia Akhir (56-65) 17 10 1 28
Manula (>65) 8 0 1 9

22
A. Dewasa Akhir
B. Lansia Awal

Baik
11%
Baik
17%

Cukup
Kurang 32%
50% Kurang
57%
Cukup
33%

Kurang Cukup Baik


Kurang Cukup Baik

Manula
C. Lansia Akhir D.
Kurang
Baik 89%
11%

Baik
4%

Cukup
36%
Kurang
61%

Kurang Cukup Baik


Kurang Cukup Baik

Gambar 4.5 Persentase Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kategori Usia.


(A) Persentase pada dewasa akhir; (B) Persentase Pada Lansia Awal;
(C) Persentase Lansia Akhir; (D) Persentase Manula

B. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin


Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh jenis kelaminnya. Jenis
kelamin merupakan identitas yang didapat untuk membedakan laki-laki dan
perempuan. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada responden dengan
tingkat pengetahuan baik yaitu jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 responden
(17%), diikuti dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 2 responden. Tingkat
pengetahuan cukup dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 13 responden, dan
laki-laki 12 responden. Selanjutnya tingkat pengetahuan rendah terbanyak ada
pada jenis kelamin perempuan (35 responden), dan laki-laki (13 responden). Data
dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.6.
Tabel 4.6 Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Tingkat Pengetahuan Jumlah Total


Responden Responden
Kurang Cukup Baik
(<55) (56-75) (75-100)
Laki-laki 13 12 5 30
80
Perempuan 35 13 2 50

23
Laki-laki
A. B. Perempuan

Kurang
Baik 43%
17% Baik Kurang
20% 58%

Cukup
40% Cukup
22%

Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik

Gambar 4.6 Persentase Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin.


(A) Persentase Laki – Laki; (B) Persentase Perempuan

C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan


Menurut Notoatmodjo (2012), pendidikan seseorang mengenai kesehatan akan
berpengaruh terhadap perilaku kesehatannya. Hal ini dikarenakan dengan adanya
pendidikan maka akan lebih mudah untuk memperoleh pengetahuan dan
terciptanya upaya untuk mencegah suatu penyakit. Hasil dari data yang diperoleh
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori “tinggi” berdasarkan
pendidikan ada pada kategori SMA sebanyak (4 responden), yang di ikuti dengan
pendidikan akhir sarjana (3 responden), dan SD (2 responden). Pengetahuan
dengan kategori “cukup” terbanyak ada pada kategori SMA (10 responden), SMP
(8 responden), dan SD (7 responden). Selanjutnya tingkat pengetahuan dengan
kategori “kurang” ada pada kategori SD dengan jumlah (41 responden), SMA (4
responden), SMP (2 responden), dan tidak sekolah (1 responden). Data dapat
dlihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.7.
Tabel 4.7 Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan

Tingkat Tingkat Pengetahuan Jumlah Total


Pendidikan Responden Responden
Kurang Cukup Baik
(<55) (56-75) (76-100)
Tidak Sekolah 1 0 0 1
SD 41 7 2 50
SMP 2 8 0 10 80
SMA 4 10 4 17
Sarjana 0 0 3 4

24
A. Tidak Sekolah B. Sekolah Dasar (SD)

Cukup
15%

Kurang
100%
Kurang
85%

Kurang Cukup Baik


Kurang Cukup Baik

C. Sekolah Menengah Pertama (SMP)


D. Sekolah Menengah Atas (SMA)

Baik
22% Kurang
Kurang 22%
20%

Cukup Cukup
80% 56%

Kurang Cukup Baik


Kurang Cukup Baik

E. Sarjana

Baik
100%

Kurang Cukup Baik

Gambar 4.7 Persentase Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan.


(A). Persentase Pada Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah; (B). Persentase Pada
Tingkat Sekolah Dasr (SD); (C). Persentase Pada Tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP); (C). Persentase Pada Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA);
(D). Persentase Pada Tingkat Sarjana

4.1.3 Kepatuhan Minum Obat


Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat secara teratur merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan dalam suatu pengobatan (Pameswari, 2016).
Hasil analisis data didapatkan bahwa pada tingkat kepatuhan minum obat di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon menunjukkan pada tingkat kepatuhan kategori
“rendah” memiliki persentase lebih banyak dari kategori lain (51 responden atau

25
64%), diikuti dengan kategori “cukup” (19 responden atau 24%), dan
kategori”baik” (10 responden atau 12%). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel
4.8 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.8. Tingkat Kepatuhan Responden

Tingkat Kepatuhan Rentang Nilai Jumlah Responden Persentase (%)


Rendah 3-8 51 64%
Sedang 1-2 19 24%
Tinggi 0 10 12%
Total Responden 80 100%

Tingkat Kepatuhan

Tinggi
13%

Sedang
24% Rendah
64%

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 4.8 Persentase Tingkat Kepatuhan

A. Kepatuhan Pasien Berdasarkan Usia


Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
seseorang. Hasil yang didapat dari jawaban responden menunjukkan bahwa
tingkat kepatuhan dengan kategori “tinggi” terbanyak ada pada kategori lansia
awal (usia 46-55) sebanyak (4 responden), diikuti dengan lansia akhir (usia 56-65)
sebanyak (3 responden), dewasa akhir (usia 45-55) sebanyak (2 responden) dan
manula (usia >65) sebanyak (1 responden). Tingkat kepatuhan dengan kategori
“sedang” terbanyak ada pada kategori lansia awal (11 responden), lansia akhir (7
responden), dan dewasa akhir (1 responden). Adapaun tingkat kepatuhan dengan
kategori “rendah” terbanyak ada pada kategori lansia awal sebanyak (22
responden), lansia akhir (18 responden), manula (8 responden), dan dewasa akhir
(3 responden). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.9.

26
Lansia Akhir

Tinggi
11%

Rendah
64%

Sedang
25%

Tabel 4.9 Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Usia


Rendah Sedang Tinggi

Usia Pasien Tingkat Kepatuhan Jumla Total


Responden Responden
Rendah Sedang Tinggi
(3-8) (1-2) (0)
Dewasa Awal (26-35) 0 0 0 0
Dewasa Akhir (36-45) 3 1 2 6
Lansia Awal (46-55) 22 11 4 37 80
Lansia Akhir (56-65) 18 10 1 28
Manula (>65) 8 0 1 9

A. A Dewasa Akhir
B. Lansia Awal
Rendah
50%
Tinggi
33% Tinggi
11%

Sedang Rendah
30% 59%

Sedang
17%

Rendah Sedang Tinggi

Rendah Sedang Tinggi

C. C. D. D. Manula

Tinggi
11%

Rendah
89%

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 4.9 Persentase Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Usia. (A). Persentase Pada
Dewasa Akhir; (B) Persentase Pada Lansia Awal; (C). Persentase Pada Lansia Akhir; (D).
Persentase Pada Manula

B. Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Jenis Kelamin


Tingkat kepatuhan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah jenis kelamin. Hasil dari data yang diperoleh menunjukkan tingkat
kepatuhan yang tinggi ada pada jenis kelamin laki-laki sebanyak (6 responden),
dan perempuan (4 responden). Pada tingkat kepatuhan rendah perempuan memiiki
frekuensi lebih banyak yaitu (10 responden), laki-laki (9 responden). Adapun
tingkat kepatuhan rendah terbanyak yaitu dengan jenis kelamin perempuan (36

27
responden), dan laki-laki (15 responden). Data tingkat kepatuhan berdasarkan
jenis kelamnin dapar dilihat pada tabel 4.10 dan gambar 4.10.
Tabel 4.10 Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Tingkat Kepatuhan Jumlah Total


Responden Responden
Kurang Cukup Baik
(<55) (56-75) (76-100)

Laki-laki 15 9 6 30
80
Perempuan 36 10 4 50

A. Laki-laki
B. Perempuan

Tinggi
20% Tinggi
Rendah 8%
50%

Rendah
72%
Sedang
30% Sedang
20%

Rendah Sedang Tinggi

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 4.10 Persentase Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Jenis Kelamin. (A).


Persentase Laki-laki; (B) Persentase Perempuan

C. Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Pendidikan


Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya
tangkap seseorang dalam menerima informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin baik pula kepatuhannya. Hal ini terkait dengan pemberian
informasi kepada pasien yang kemudian dapat mempengaruhi kepatuhannya.
Hasil dari jawaban responden mengenai kepatuhannya dalam minum obat
didapatkan bahwa pada tingkat kepatuhan dengan kategori “tinggi” terbanyak ada
pada tingkat pendidikan akhir sarjana, dan sekolah menengah atas (SMA)
sebanyak (3 responden), diikuti dengan SD dan SMP (2 responden), selanjutnya
dengan kategori kepatuhan “sedang” ada pada SMP (8 responden) dan diikuti
dengan sarjana dan SD masing-masing sebanyak 7 responden. Adapun dengan
kategori kepatuhan rendah yaitu pada tingkat SD (32 responden), diikuti SMA (8
responden), SMP (5 responden), dan tidak sekolah (1 responden). Terlihat pada
Tabel 4.11 dan Gambar 4.11.

28
Tabel 4.11 Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Pendidikan

Tingkat Tingkat Jumlah Total


Pendidikan Pengetahuan Responden Responden
Kurang Cukup Baik
(<55) (56-75) (76-100)

Tidak Sekolah 1 0 0 1
SD 38 7 2 47
SMP 5 8 2 10 80
SMA 8 7 3 18
Sarjana 0 0 3 4

A. B. Sekolah Dasar (SD)


Tidak Sekolah

Tinggi
Sedang
4%
15%

Rendah
100% Rendah
81%

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

C. Sekolah Menengah
Sekolah Atas (SMA)
Menengah Pertama (SMP)
D.

Rendah Rendah
Tinggi Baik 44% 33%
17% 13%

Sedang
Sedang 53%
39%

Rendah Sedang Baik


Rendah Sedang Tinggi

E. Sarjana

Baik
100%

Rendah Sedang Baik

Gambar 11. Persentase Tingkat Kepatuhan Berdasarkan Pendidikan. (A). Persentase


PadaTingkat Tidak Sekolah; (B). Persentase Pada Tingkat Sekolah Dasr (SD); (C).
Persentase Pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP); (C). Persentase Pada
Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA); (D). Persentase Pada Tingkat Sarjana

29
4.1.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Karakteristik Pasien DM dengan
Kepatuhan Minum Obat Antidiabetes
Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh pasien DM tentang penyakitnya akan
berpengaruh terhadap perilaku pasien dalam kepatuhan minum obat. Kepatuhan
itu sendiri berhubungan dengan keberhasilan terapi yang dijalani pasien. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan uji statistika chi-square dengan nilai p<0,05
dan tingkat kepercayaan 95% untuk menentukan signifikansi peringkat nilai
dalam kategori variabel. Selanjutnya hubungan antara variabel tingkat
pengetahuan dan karakteristik dengan kepatuhan minum obat diujikan dengan
menggunakan korelasi bivariate (metode Spearman). Berdasarkan hasil uji
statistika didapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antidiabets dengan nilai p value
(0,00) (p<0.05). Uji hubungan antara karakteristik berdasarkan usia dengan
kepatuhan minum obat antidiabetes di dapatkan hasil tidak bermakna dengan nilai
p value (0.126) (p>0.05) yang berarti tidak ada hubungan antara usia dengan
kepatuhan minum obat. Meskipun demikian jenis kelamin dan tingkat pendidikan
dengan kepatuhan menunjukan hasil yang bermakna dengan p value pada jenis
kelamin (0.012) (p<0.05) dan tingkat pendidikan dengan nilai p value 0,00
(p<0,05) yang menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dan tingkat
pendidikan dengan kepatuhan minum obat. Data hubungan dapat dilihat pada
Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat. *)hubungan
memiliki makna yang signifikan (P<0.05). **)Nilai yang memiliki makna berbeda
signifikan antar kategori (p<0.05)

Variabel Kategori Responden Memiliki Hubungan dengan

30
Tingkat Kepatuhan Minum
Obat
N %
Kategori Pengetahuan*:
Tingkat - Kurang** 48 60% Ya
Pengetahuan - Cukup 25 31%
- Baik 7 9%
Usia :
- Dewasa Awal 0 0%
- Dewasa Akhir 6 8% Tidak
- Lansia Awal** 37 46%
- Lansia Akhir 28 35%
- Manula 9 11%
Jenis kelamin:
Karakteristik - Laki - laki 30 37% Ya
- Perempuan** 50 63%
Tingkat Pendidikan *:
- Tidak sekolah 1 1%
- SD** 48 60%
- SMP 10 12% Ya
- SMA 18 23%
- Sarjana 3 4%

31
4.2 Pembahasan
Kepatuhan minum obat merupakan salah satu komponen dari pasien yang
diperlukan dalam mencapai keberhasilan terapi penyakit pasien. Kepatuhan
minum obat dipengaruhi oleh beberapa macam faktor diantaranya adalah tingkat
pengetahuan dan karakteristik pasien. Menurut Hakim (2021) pengetahuan
adalah faktor penting untuk terbentuknya suatu perilaku yang ditunjukkan
seseorang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dan karakteristik pasien DM dengan kepatuhan minum obat
antidiabetes. Penelitian dilakukan di Puskesmas dalam Cangkol Kota Cirebon
pada tahun 2022, dan difokuskan pada pasien yang terdiagnosa diabetes melitus.
Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini merupakan pasien dari
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon. Responden tersebut dikelompokkan
berdasarkan karakteristik yang meliputi beberapa aspek seperti usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan. Responden tersebut harus
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta terdiagnosa DM di Puskesmas
Cangkol Kota Cirebon. Jumlah total responden yang terlibat dalam penelitian ini
sebanyak 80 responden.
Terjadinya DM dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi obesitas, hipertensi, dan stress atau depresi (Haryono, 2021). Faktor
eksternal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya DM diantaranya adalah dari
karakteristik pasien. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pengamatan
dari beberapa kategori karakteristik berupa usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan.
Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan responden terbanyak ada pada
kategori usia “manula awal” (46-55 tahun) sebanyak 37 responden (46%). Pada
beberapa literatur, pasien DM rata- rata memiliki usia 46-55 tahun, di ikuti
rentang usia 56-65 tahun (Permatasari, 2020). Salah satu faktor penyebab
tingginya prevalensi penderita DM pada usia tersebut adalah karena intoleransi
glukosa dimulai, dan penurunan fungsi organ tubuh yang diakibatkan oleh
aktivitas sel beta pankreas untuk memproduksi insulin dan penurunan sensitifitas
sel (Yosmar, 2018).

32
Karakteristik berdasarkan jenis kelamin yang di dapatkan dari hasil observasi
menunjukkan pada perempuan memiliki jumlah lebih banyak dari laki-laki yaitu
50 responden (63%). Menurut Wibowo (2021) jenis kelamin dapat menjadi
faktor yang dapat meningkatkan resiko DM. Prevalensi perempuan yang
menderita DM memiliki jumlah yang lebih banyak dari laki-laki. Peningkatan
risiko DM disebabkan oleh penurunan hormon estrogen terutama pada masa
menopause, dimana hormon estrogen dan progesteron berfungsi untuk
meningkatkan respon insulin di dalam darah, tetapi saat masa menopause terjadi
menyebabkan respon insulin menurun akibat dari hormon estrogen dan
progesteron yang rendah dan menyebabkan perempuan lebih berisiko terkena
DM dari laki-laki (Harista, 2015).
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada karakteristik dengan
aspek tingkat pendidikan di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon rata rata
berpendidikan akhir “SD” sebanyak 48 responden (60%). Menurut Desy (2016)
pada penelitiannya bahwa sebagian besar penderita DM terjadi pada pasien
dengan tingkat pendidikan rendah. Pendidikan yang dicapai seseorang dapat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Seseorang dengan tingkat
pendidikan tinggi biasanya akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang
kesehatan, sehingga dengan adanya pengetahuan tersebut seseorang dapat
memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatannya (Haryono, 2021).
Karakteristik usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang diobservasi
menunjukkan kesamaan dengan hasil penelitian diatas. Adanya peningkatan yang
signifikan berdasarkan uji chi-square menunjukkan perbedaan kategori yang
signifikan antar variabel dalam masing-masing karakteristik tersebut. Hasil uji
pada karakteristik menunjukkan pola penyebaran pasien DM meningkat secara
signifikan pada kategori “manula awal” (45-55 tahun), tingkat pendidikan “SD”,
serta jenis kelamin “perempuan”. Hal ini menunjukkan secara observasional
karakteristik pasien DM di Puskesmas Cangkol sesuai mengikuti pola
karakteristik pasien DM dengan beberapa literatur yang dijelaskan diatas (Tabel
4.1, 4.2 dan 4.3).
Tingkat pengetahuan respoden mengenai DM dipengaruhi oleh aspek usia,

33
jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Hasil observasi yang didapat menunjukkan
tingkat pengetahuan terbanyak ada pada kategori “kurang” dengan jumlah 51
responden (63%). Kategori tersebut terbagi dalam kelompok lansia awal
sebanyak (37 responden atau 57%); jenis kelamin perempuan dengan
pengetahuan kurang (50 responden atau 58%); serta tingkat pendidikan SD
dengan tingkat pengetahuan kurang (50 responden atau 85%) (Tabel 4.4; 4.5 dan
4.6). Hasil yang didapatkan menjadi tolak ukur penting untuk mengetahui
hubungannya dengan tingkat kepatuhan minum obat.
Tingkat pengetahuan yaitu keseluruhan pemikiran, ide, gagasan, termasuk
manusia dan kehidupannya (Mardiah, 2012). Pengetahuan pasien mengenai
penyakit DM menjadi salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi pasien
dalam menangani penyakitnya. Semakin baik pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya maka semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilaku dalam
kepatuhan minum obatnya. Pasien DM dengan pengetahuan kurang dapat
mempengaruhi efektivitas terapi yang mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi
(Rahayu, 2021)
Kepatuhan responden pada penelitian ini diukur menggunakan aspek yang
sama dengan tingkat pengetahuan (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan).
Hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan kebanyakan pasien “tidak
patuh” yang terbagi dalam kategori usia manula awal (51 Responden atau 49%),
jenis kelamin perempuan (50 responden atau 60%), dan tingkat pendidikan SD
(47 Responden atau 43%) (Tabel 4.7; 4.8, dan 4.9). Tingkat kepatuhan adalah hal
yang berperan penting dalam pengobatan (Widiasworo, 2015). Kepatuhan
pengobatan merupakan kesesuaian pasien terhadap anjuran atas medikasi yang
telah diresepkan terkait dengan waktu, dosis, dan frekuensi. Kepatuhan dapat
digunakan sebagai parameter tingkat pengetahuan pasien melakukan instruksi
dari tenaga medis yang berupa pengetahuan tentang resep, meminum obat secara
teratur dan tepat, serta merubah gaya hidup (Rahayu, 2021). Hasil yang didapat
menunjukkan, adanya kesamaan pola antara hasil yang didapat dengan beberapa
literatur yang digunakan.
Hubungan tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien dengan kepatuhan

34
minum obat antidiabetes mengenai penyakitnya akan mempengaruhi perilaku
pasien itu sendiri. Salah satunya adalah kepatuhan pasien terhadap pengobatan
yang sedang dijalani (Mokolamban, 2018). Kepatuhan juga terkait dengan
keberhasilan terapi. Hasil yang didapat dari penelitian ini dapat memberikan
informasi terkait hubungan antara tingkat pengetahuan dan karakteristik pasien
DM dengan kepatuhan minum obat antidiabetes.
Analisis data dengan uji statistik korelasi menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat
(P<0,05) (Lampiran 6D ). Selain itu, hasil analisis antara dua variabel tersebut
memiliki arah hubungan positif, yang menunjukkan semakin tinggi tingkat
pengetahuan semakin patuh pasien dalam minum obat (Lampiran 6D). Disisi
yang lain hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan) dengan kepatuhan minum obat menunjukkan hasil yang berbeda.
Karakteristik jenis kelamin, dan tingkat pendidikan menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna (P<0.05). meskipun begitu, karekteristik usia tidak
menunjukkan hubungan korelasi dengan kepatuhan secara bermakna (P>0,05)
(Lampiran 6E). Hasil yang didapatkan dari analisis hubungan antara tingkat
pengetahuan dan karakterisik dengan kepatuhan minum obat antidiabetes
menunjukkan pola yang sama dengan beberapa literatur diatas. Hasil ini
memberikan informasi bahwa tingkat kepatuhan minum obat pada pasien DM di
Puskesmas Cangkol Kota Cirebon dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, dan
beberapa karakteristik pasien.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pasien DM di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon sebagian besar perempuan
dengan usia 45-55 tahun (lansia awal). Selain itu, pasien juga sebagian besar
memiliki tingkat pendidikan SD serta pengetahuan mengenai DM yang kurang.
2. Tingkat pengetahuan dan karakteristik pada aspek jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan mempengaruhi kepatuhan minum obat antidiabetes secara
bermakna pada pasien DM di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon. Meskipun
begitu, karakteristik usia tidak mempengaruhi kepatuhan minum obat
antidiabetes pasien DM.
5.1 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk penelitian ini adalah :
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Rutin memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pengetahuan penyakit
dan pengobatan DM, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan minum obat.
2. Peneliti Selanjutnya
a. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan wilayah penelitian yang
lebih luas, sehingga didapatkan informasi mengenai berbagai macam faktor
yang mempengaruhi kepatuhan minum obat dalam ruang lingkup wilayah yang
lebih luas.
b. Melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien DM.

36
DAFTAR PUSTAKA

Almira, N., dkk., 2019., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku


Kepatuhan Minum Obat Antidiabetes pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Teluk Dalam Banjarmasin.
Homeostasis, Vol. 2, No. 1.
American Diabetes Association., 2020., Classification and Diagnosis of
Diabetes Melitus: Standard of Medical Care in Diabetes. Vol. 43,
pp. S14-S31.
Ardiyantika, N, N., 2019., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi di Pobindu PTM Desa
Sidorejo Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Skripsi. Ngawi.
Boyoh, M,A., Kaawonan, A., dan Bidjuni, H., 2015., Hubungan
Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Ejournal Keperawatan (e-kp), Vol. 3, No. 3.
Bustan., 2015., Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Jakarta : Rineka Cipta.
Cicilia, L., Wulan, P,J., dan Fima, L., 2018., Hubungan Aktivitas Fisik
dengan Kejadian Diabetes Melitus pada Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bitung. Jurnal Kesmas, Vol. 7,
No. 5.
Dipiro, J,T., dkk., 2017., Pharmacotheraphy Handbook Tenth Ed. Inggris :
McGraw-Hill Education.
Desi, A, L., dkk., 2016., Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, dan
tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Jurnal Unsrat, Vol. 4, No.
2.
Donsu, J,D,T., 2019., Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta :

37
Pustaka Baru Press.
Dwadjani, S., dkk., 2019., Medication Adherence. Journal of Medical
Science, Vol. 2, No.5.
Endah, C., Muliyandhayanti., dan Puspita, N., 2020., Hubungan
Pengetahuan Tentang Antidiabetika Oral (ADO) dengan
Karakteristik Demografi, Kepatuhan, dan Kontrol Gula pada Pasien
DM Tipe 2. Vol. 4, No. 15.
Harista, A,R., dan Lisiswati, R., 2015., Depresi pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Haryono S., dkk., 2021., Pendidikan Kesehatan Diet Terhadap Kepatuhan
Pasien Diabetes Melitus. Jurnal Riset Kesehatan Poltekes Kemenkes
Jakarta III, Vol. 7, No. 2.
International Diabetes Federation (IDF)., 2017., International Diabetes
Federation Diabetes Atlas Eighth Edition. International Diabetes
Federation.
Ihsan, S., dkk., 2017., Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat ditinjau
dari Indikator Peresepan Menurut World Health Organization
(WHO) di Seluruh Puskesmas Kota Kendari Tahun 2016. Vol. 5,
No. 1.
Ike, N,E., 2018., Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan
Minum Obat Hipoglikemik Oral pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2
di Poli Penyakit Dalam Blub RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
Infodatin., 2020., Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Indriani, S., Amalia, I,A., dan Hamidah., 2019., Hubungan Antar Self Care
dengan Insidensi Neuropaty Perifer pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe II RSUD Cibabat Cimahi 2018. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti
Husada, Vol. 10, No. 01.
Jelantik, I., dan Haryanti, E., 2014., Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis

38
Kelamin, Kegemukan, dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram. ISSN Media
Bina Ilmu.
Milita, F., Handayani, S., dan Setiaji, B., 2021., Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II pada Lanjut Usia di Indonesia (Analisis Riskesdas). Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 7, No. 1.
Mokolomban, C., Wiyono, W, I., dan Mpila, D, A., 2018., Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai dengan
Menggunakan Metode MMAS-8. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi,
Vol. 7, No.4.
Muhammad, A., 2018., Resistensi Insulin dan Disfungsi Sekresi Insulin
Sebagai Faktor Penyebab Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol. 8, No. 2.
Nazriati, E., Pratiwi, D., dan Restuastuti, T., 2018., Pengetahuan Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hubungannya dengan Kepatuhan
Minum Obat di Puskesmas Mandau Kabupaten Bengkalis. Majalah
Kedokteran Andalas, Vol. 41, No. 2.
Notoatmodjo., 2012., Metode Penelitian Kesehatan.. Jakarta : Rineka Cipta.
Pahlawati, A., dan Nugroho, P,S., 2019., Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Palaran Kota Samarinda Tahun 2019. Borneo Student Research.

Perkeni., 2015., Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : Perkeni.

Permatasari, Y., dan Bernadette, S., 2020., Analisis Pesan Persuasif yang
dibangun oleh Kementrian Kesehatan Melalui Video Cegah, Lawan,
Obati Diabetes di Youtube. Jurnal Sosio Dialektika, Vol. 5, No. 2.
Puspita, E., 2016., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Penderita Hipertensi dalam Menjalani Pengobatan. Skripsi,
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Rahayu, D., dan Herlina, N., 2021., Hubungan antara Tingkat

39
Pengetahuan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula
Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2:Literature Review.
Borneo Student Research, Vol.3, No.1.
Ramdini, D, A., Wahidah, L, K., dan Atika, D., 2020., Evaluasi
Rasionalitas Penggunaan Obat Diabetes Melitus Tipe II Pada
Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Pasir Sakti Tahun 2019. Jurnal
Farmasi Lampung. Vol. 9, No. 1.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)., 2018., Laporan Nasional. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Riyanto, M., dkk., Penatalaksanaan 5 Pilar Pengendalian DM Terhadap
Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2. Jurnal Ilmiah Permas, Vol. 9, No.
4.
Roslandari, L,M,W., Illahi, R,K., dan Lawunintyas, A., 2020., Hubungan
antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan Pengobatan
Pasien Hipertensi Rawat Jalan pada Program Pengelolaan
Penyakit Kronis. Pharmaceutical Journal of Indonesia.
Sammulia, S,F., Elfasyari, T,Y., Pratama, M,R., 2020., Hubungan
Karakteristik Pasien Diabetes Melitus dan Tingkat Kepatuhan
Minum Obat di Rumah Sakit X Kota Batam. Jurnal Jumantik, Vol. 5,
No. 2.
Sinuraya, L, D., 2017., Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian ISPA
pada Balita di Desa Singgamanik Kecamatan Sanggar Kabupaten
Bima. Higiene Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Srikartika, V, M., Cahya, A, D., dan Hardiati, R, S, W., 2016., Analisis
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi,
6(3), pp. 205- 212.
Sudoyo, A, W., dkk., 2014., 2014., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta : Interna Publishing. Skripsi. Jakarta.
Trisnawati, 2013; Mutoharoh, 2017., Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit Diabetes Melitus

40
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa Ngadiwarno
Sukorejo Kendal.
Wibowo, M,I,N,A dkk., 2021. Kepatuhan Minum Obat Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Beberapa Puskesmas Kabupaten Banyuwangi.
Jurnal Kefarmasian Indonesia.
Widiasworo, S., dan Fandinata, S., 2015., Pengaruh Kepatuhan Minum Obat
Oral Antidiabetik Terhadap Kadar Gula Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe II. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, Vol. 10, No. 1.
World Health Organization., 2016., Global Reports on Diabetes. World
Health Organization.
Yosmar, R., Almasdy, D., dan Rahma, F., 2018., Survei Risiko Penyakit
Diabetes Melitus Terhadap Masyarakat Kota Padang. Jurnal Sains
Farmasi dan Klini, Vol. 5, No. 2.

41
LAMPIRAN

42
Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)


Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Kode Responden
Nama :
Alamat:
Bersedia untuk dijadikan subyek dalam penelitian yang berjudul :
“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KARAKTERISTIK
DEMOGRAFI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIDIABETES DI PUSKESMAS
CANGKOL KOTA CIREBON” yang dilakukan oleh :
Nama : Een Heniyasa
Nim : 1810201011
Institusi Asal : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Cirebon
Prosedur penelitian ini tidak akan memberikan dampak dan resiko apapun
terhadap saya dan keluarga saya. Saya telah diberikan penjelasan bahwa peneliti
akan menjamin kerahasiaan identitas saya dengan mengubah nama dalam bentuk
kode responden berupa huruf dan angka pada saat penyajian data. Informasi dan
keterangan yang saya berikan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Kuesioner asli akan disimpan oleh peneliti dan hanya diketahui oleh peneliti dan
dosen pembimbing. Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum mengerti dan telah memendapatkan jawaban yang benar dan
jelas.
Dengan ini saya menyatakan dengan sukarela untuk ikut sebagai subyek

43
dalam penelitian ini.
Cirebon, …………….2022

(…………………………..)

Lampiran 2. Data Demografi

Data Demografi Responden


1. Nama Inisial :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :  Perempuan  Laki-laki*
4. Pendidikan Terakhir :  Tidak Tamat SD
 Tidak Sekolah
 SD
 SLTP
 SMA/SLTA/Diploma/Sarjana*
5. Pekerjaan : Pedagang
 Wiraswasta
 Petani
 Ibu rumah tangga
 tidak bekerja
 Lain-lain, sebutkan...................*
6. Lama didiagnosa DM? :...................(dalam tahun)
7. Riwayat DM keluarga :  Tidak Ada  Ada*
8. Pendidikan kesehatan tentang DM :  Tidak  Pernah*

*Beri tanda centang () jawaban yang benar

44
Lampiran 3. Kuesioner Tingkat Pengetahuan DM (DK-24)

Tingkat Pengetahuan Tentang DM (DKQ-24)

Petunjuk pengisian: Pilihlah jawaban sesuai dengan Bapak/Ibu ketahui, dengan


memberi centang (√) pada kolom yang telah disediakan. Jika Bapak/Ibu memberi
centang pada jawaban benar maka dapat skor nilai 4.16, dan jika memberi centang
pada jawaban salah dan tidak tau maka dapat skor nilai 0. Beberapa pernyataan
dibawah ini benar dan beberapa pernyataan salah, semua pertanyaan harus
dijawab dengan satu pilihan.

Tidak
No Pernyataan Benar Salah
Tahu
1 Makan terlalu banyak gula dan makanan manis
lainnya merupakan penyebab diabetes
2 Penyebab umum diabetes adalah kurangnya
insulin yang efektif dalam tubuh
3 Diabetes disebabkan karena kegagalan ginjal
mencegah gula masuk ke dalam kencing
4 Ginjal memproduksi insulin
5 Pada diabetes yang tidak diobati, jumlah gula
dalam darah biasanya meningkat
6 Jika saya menderita diabetes, anak-anak saya
berpeluang lebih besar menderita diabetes juga
7 Diabetes Mellitus dapat disembuhkan
8 Kadar gula darah puasa 210 adalah terlalu tinggi
9 Cara terbaik untuk memeriksa diabetes adalah
dengan tes urin
10 Olahraga teratur akan meningkatkan kebutuhan
atas insulin atau obat diabetes lainnya
11 Ada dua jenis utama diabetes: Tipe 1

45
(tergantung paad insulin) dan Tipe 2 (tidak
tergantung pada insulin)
12 Insulin bekerja disebabkan karena makan terlalu
Banyak
13 Obat lebih penting daripada diet dan olahraga
untuk mengendalikan diabetes
14 Diabetes sering menyebabkan peredaran darah
yang tidak baik
15 Luka dan lecet pada penderita diabetes
sembuhnya lama

16 Penderita diabetes harus sangat berhati-hati saat


memotong kuku kaki
17 Penderita diabetes harus membersihkan luka
dengan yodium (Betadine) dan alcohol
18 Cara memasak makanan sama pentingnya
dengan makanan yang dimakan oleh penderita
Diabetes
19 Diabetes dapat merusak ginjal
20 Diabetes dapat menyebabkan mati rasa pada
tangan, jari-jari dan kaki
21 Gemetaran dan berkeringat merupakan tanda
tingginya kadar gula darah
22 Sering kencing dan haus merupakan tanda
rendahnya kadar gula darah
23 Kaos kaki yang ketat boleh dipakai oleh
penderita diabetes
24 Diet diabetes sebagian besar terdiri dari
makanan-makanan khusus

Kuesioner DKQ-24 (Diabetes Knowledge Questionaire) merupakan kuesioner

tentang pengetahuan pasein tentang diabetes mellitus. Daftar pertanyaan DKQ-24

(Diabetes Knowledge Questionnaire) terdapat 24 item pertanyaan dengan pilihan

jawaban benar (4,16), jawaban salah dan tidak tahu (0). Cara pengukuran

kuesioner DKQ-24 dengan cara menjumlahkan semua pertanyaan dari no 1-24

dengan kategori <55 yaitu pengetahuannya kurang 56-75 pengetahuannya cukup,

dan 76-100 pengetahuannya baik.

46
Lampiran. 4 Kuesioner Tingkat Kepatuhan MMAS-8

Kuisioner Tingkat Kepatuhan MMAS-8


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Lama DM :
Obat yang dikonsumsi :

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakan Bapak/Ibu/Saudara/ terkadang lupa
minum obat diabetes?
2. Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu
pada suatu hari tidak meminum obat diabetes ?
3. Apakah Bapak/Ibu pernah menguragi atau
menghentikan penggunaan obat tanpa memberi tahu
ke dokter karena merasakan kondisi lebih
buruk/tidak nyaman saat menggunakan obat
diabetes?
4. Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan
rumah, apakah Bapak/Ibu terkadang lupa untuk
membawa serta obat diabetes?
5. Apakah Bapak /Ibu kemarin
meminum semua obat diabetes?
6. Saat merasa keadaan membaik, apakah Bapak/Ibu
terkadang memilih untuk berhenti meminum
obatdiabets?
7. Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus
meminum obat diabetes setiap hari, apakah
Bapak/Ibu pernah merasa terganggu karena keadaan
seperti itu.?

47
8. Berapa kali Bapak/Ibu lupa minum obat diabetes?
a. Tidak pernah
b. Sekali-sekali
c. Terkadang
d. Biasanya
e. Setiap sangat

48
Lampiran 5. Penilaian Kuesioner Tingkat Kepatuhan MMAS-8

Penilaian Kuesioner Tingkat Kepatuhan MMAS-8

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Apakan Bapak/Ibu/Saudara/ terkadang lupa minum obat? Ya 1
Tidak 0
2 Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu pada suatu Ya 1
hari tidak meminum obat ? Tidak 0
3 Apakah Bapak/Ibu pernah menguragi atau menghentikan Ya 1
penggunaan obat tanpa memberi tahu ke dokter karena Tidak 0
merasakan kondisi lebih buruk/tidak nyaman saat
menggunakan obat?
4 Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan rumah, Ya 1
apakah Bapak/Ibu terkadang lupa untuk membawa serta Tidak 0
obat?
5 Apakah Bapak /Ibu kemarin meminum semua obat? Ya 0
Tidak 1
6 Saat merasa keadaan membaik, apakah Bapak/Ibu Ya 1
terkadang memilih untuk berhenti meminum obat? Tidak 0
7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus meminum Ya 1
obat setiap hari, apakah Bapak/Ibu pernah merasa Tidak 0
terganggu karena keadaan seperti itu.?
8 Berapa kali Bapak/Ibu lupa minum obat? a. Tidak pernah 0
b. Sekali-kali 1
c. Terkadang
d. Biasanya 1
e. Setiap saat 1

Keterangan :
Skor > 2 : Rendah
Skor 1 atau 2 :
Sedang Skor 0 :
Tinggi
50

Lampiran 6. Uji Statistika


a. Uji Reabilitas Tingkat Pengetahuan

b. Uji Reabilitas Tingkat Kepatuhan

c. Uji Chi-Square

50
51

d. Uji Korelasi Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan

e. Uji Korelasi Karakteristik dengan Kepatuhan

51
52

52
53

Lampiran 7. Surat Perizinan


a. Surat Izin STIKes Muhammadiyah Cirebon untuk Kesatuan Bangsa dan
Politik Kota Cirebon (Kesbangpol)

53
54

b. Surat Izin STIKes Muhammadiyah Cirebon untuk Kepala Satgas Covid


Kota Cirebon

54
55

c. Surat Izin Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Cirebon (Kesbangpol)

55
56

d. Surat Izin Satgas Covid

56
57

57
58

e. Surat Izin Dinas Kesehatan Kota Cirebon

58
59

Lampiran 8. Dokumentasi

59

Anda mungkin juga menyukai