Anda di halaman 1dari 68

DK 1 – DIARE

Overview case
Skenario Keterangan
Seorang anak perempuan berusia 1 tahun 1 Identitas pasien
bulan dibawa ke UGD RS GJ
KU: anak muntah sejak 6 jam SMRS. Diare akut → kurang dari 14 hari
Muntah disertai dengan mencret 5x.
Mencret terjadi sejak 9 jam SMRS
DD/
• Diare akut e.c infeksi virus (rotavirus)
• Diare akut e.c infeksi bakteri (e.coli, salmonella, shigella, dan kolera)
• Diare akut e.c infeksi parasit (amoeba, Giardia lamblia, Strongyloides
stercoralis, dan Trichuris trichiura)
• Alergi (protein)
• Intoleransi laktosa (kabrhidrat)
• Penggunaan Obat (antibiotik)
• Keracunan Makanan (dari makanan kaleng maupun mikroorganisme)
Mencret tidak disertai dengan lendir DD/ diare akut non disentriform e.c
ataupun darah infeksi bakteri disangkal
Muntah berisi makanan dan minuman 8x Faktor risiko dehidrasi dan malnutrisi
Pasien juga mengalami batuk pilek sejak 1 Khas infeksi rotavirus → flu like
hari, tidak diserai demam syndrome
BAK terakhir 10 jam SMRS Tanda dehidrasi
ASI eksklusif sampai usia 4 bulan Faktor risiko ASI tidak eksklusif →
selanjutnya susu formula penurunan sistem imun

6-9 bulan → susu formula + MPASI berupa Tidak ada malnutrisi


bubur bayi “Milna”
9-12 bulan → susu formula + nasi tim
12 bulan → susu formula + menu keluarga
Pemeriksaan Fisik
BB: 10kg, PB: 79 cm, Lingkar Kepala: 47,5 Gizi baik → Z-score masih diretntang
cm 0-2 SD
DBN → respirasi tidak ada asidosis
Kesan Sakit: sakit ringan, Kesadaran: metabolic
Kualitatif: Compos Mentis, GCS 15
(E4,V5,M6)
Laju Nadi: 128x/menit, Laju Napas:
28x/menit, tidak ada napas cepat dan dalam, Tanda dehidrasi ringan-sedang
S: 370C

Kepala: Mata Cekung +/+, Air Mata -/-


THT: rhinorrhoe
Mulut: mukosa mulut kering +/+
Jantung dan Paru: tidak ada kelainan
Abdomen: datar,supel , turgor kulit kembali
lambat (1-2”), bising usus meningkat DD/ Intoleransi laktosa disangkal →
Ekstremitas hangat, CRT < 3 detik seharusnya daerah perianal merah
Genitalia: Sekitar anus tidak terlihat warna
kemerahan(diaper rash)
Pemeriksaan Laboratorium

Makroskopis Feses
Warna kuning (N: Kuning)
➔ Perubahan konsistensi feses
Konsistensi encer (N: lembek)
menjadi cair
Lendir (+) (N: -)
➔ Berlendir
Darah (-) (N: -)
➔ Tidak ada darah
Mikroskopis Feses
Sisa Makanan (+) (N: +) ➔ Ada sisa makanan
Amilum (-) (N: -) ➔ DD/ Malabsorbsi disangkal
Leukosit 0-1 (N: -)
Eritrosit (-) (N: -)
Telur Cacing (-) (N: -) ➔ DD/ Diare akut e.c infeksi
Amuba (-) (N: -) parasite disangkal
PH 7
Klini test negatif
Breath hydrogen test negatif ➔ Tidak ada karbohidrat di feses
Hematologi
Hb: 11,8 g/dL (N: 10,7 – 13,1) DBN
Eritrosit: 5,1 x 106/μL (N: 3,5-5,2)
Leukosit: 13,0 x 103/μL (N:6-17,9)
Hematokrit 36,0% (N: 35-43)
Trombosit: 505.103/μL (N: 229-553)
DD/
• Diare akut non disentriform disertai dehidrasi ringan sedang e.c suspect
rotavirus
• Diare akut non disentriform disertai dehidrasi ringan sedang e.c suspect e.
coli
DK/ Diare akut non disentriform disertai dehidrasi ringan sedang e.c suspect
rotavirus
Setelah dilakukan tatalaksana awal (selama Tatalaksana terapi B → rehidrasi,
3 jam). BAB cair 5x, ampas (+), lendir (+), zinc, dan probiotik
darah (-), muntah 1x, dan BAK banyak
KU: kompos mentis Dehidrasi teratasi
Nadi 108x/mnt, napas 26x/mnt, suhu
37,5Oc
Kepala: air mata +/+, mata cekung -/-
Abdomen: turgor kembali cepat
DK/ Diare akut non disentriform tanpa dehidrasi e.c suspect rotavirus

Definisi, Klasifikasi Diagnosis


Klasifikasi berdasarkan durasi
a. Akut <14 hari
b. Kronis >14 hari
Klasifikasi berdasarkan etiologic
a. Diare invasive → Diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukos
ausus sehingga terjadi kerusakan mukosa usus. Diare invasif disebabkan oleh virus
(rotavirus), bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter) atau parasit (Amoeba).
Terbagi menjadi:
- Diare disentriform → berdarah (bakteri)
- Diare non-disentriform → tidak berdarah disertai batuk pilek (rotavirus)
b. Diare osmotic → terjadi peningkatan osmotik isi lumen usus (hasil diare akan
cair/watery seperti di kasus)
c. Diare sekretorik → terjadi peningkatan sekresi cairan usus
Klasifikasi secara konsistensi
a. Watery → diare encer tanpa darah, paling sering terjadi disebabkan biasanya karena
virus
b. Bloody → dengan atau tanpa lender, mengarah ke disentri, biasanya karena bakteri dan
protozoa
IKD
Anatomi
Usus halus
Terbentang dari pilorus hingga caecum. Pada neonatus panjangnya 275 cm sementara
pada dewasa dapat mencapai 5-7 m.
Terletak di foregut hingga midgut dan terdiri dari:
• Duodenum
Berbentuk seperti huruf C. Terletak di dekat caput pankreas, di atas umbilikus.
Panjangnya 20-25 cm dan memiliki lumen paling besar. Duodenum terbagi
menjadi 4 bagian, antara lain pars superior, pars descendens, pars inferior dan
pars ascendens. Pars superior et descendens termasuk ke dalam kelompok
foregut. Pars inferior hingga ileum termasuk ke dalam kelompok midgut.
• Jejunum
⅖ bagian proximal. Diameternya lebih besar dan dindingnya lebih tebal
dibandingkan ileum. Plica circulare banyak dan menonjol.
• Ileum
⅗ bagian distal. Diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis
dibandingkan jejunum. Plica circulares sedikit dan kurang menonjol. Bermuara
di colon.
Vaskularisasi
• Foregut: A. coeliaca atau tripus halleri
V. porta hepatica
• Midgut: A. mesenterica superior
V. mesenterica superior, bermuara ke V. porta hepatica
Inervasi
• Foregut: Parasimpatis → N. Vagus, CN X (otonom)
Simpatis → N. splanchnicus mayor (T5-T9)
• Midgut: Parasimpatis → N. Vagus, CN X (otonom)
Simpatis → N. splanchnicus minor (T5-T9)
Histologi
• Mukosa
o Terdiri dari villi dan pyloric gland
o Villi terdiri dari sel epitel columnar Enterosit serta goblet cell
o Diantara villi terdapat saluran/ celah untuk intestinal gland
yang disebut crypt of lieberkuhn
o Memiliki paneth cell yang berfungsi sebagai innate immunity
yang terletak pada dasar dari Crypt of Lieberkuhn
• Submukosa → Terdiri dari pembuluh kapiler, nodus limfatikus, dan plexus
meissner.
• Muscularis
• Terdiri dari otot sirkuler dan otot longitudinal, serta memiliki
plexusauerbach untuk
peristalsis
• Serosa → Jaringan ikat terluar
daripada usus
Fisiologi
Perpindahan cairan: Dua pertiga H20 tubuh
terdapat di cairan intrasel (CIS). Sisa
sepertiganya terdapat di cairan ekstrasel
(CES) yang terdistribusi antaraplasma (20%
CES) dancairaninterstisium (80% CES)
Biokimia
Proses pencernaan karbohidrat
- Di Mulut: Karbohidrat (polisakarida) diubah jadi Dextrin oleh enzim SalivaryAmylase
- Di Usus Halus (Duodenum): Dextrin diubah jadi Disakarida oleh enzim Pancreatic
Amylase(disakaridase) Lalu Disakarida dipecah jadi monosakarida
- Maltosa menjadi Glukosa+ Glukosa oleh enzim Maltase
- Laktosa menjadi Glukosa+ Galaktosa oleh enzim Laktase
- Sukrosa menjadi Glukosa + Fruktosa oleh enzim Sukrase
Patgen Patfis
Rotavirus masuk dari sal. Napas ke sal. Cerna, terus merasa cocok di mukosa usus halus
sehingga akan rusak vili dan timbul patogenesis

Etiologi → ROTAVIRUS
- Termasuk famili Reoviridae
- Virion: berdiameter 60-80 nm, memiliki dua rangka kapsid yang konsentris,
masing-masing rangka berbentuk ikosahedral (Rotavirus berstruktur tiga lapis
protein)
- Memiliki Protein Virus → VP 1, VP 2,VP 3, VP 4, VP 6, VP 7
- Memiliki Non struktural protein → NSP 1, NSP 2, NSP 3, NSP 4, NSP 5
- Merusak vili enterosit (pada usus halus)
- Termasuk bakteri RNA double stranded.

Faktor Resiko
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan + Resep
Non-farmakologi:

- Nutrisi adekuat RESEP


- Edukasi orang tua pasien R/ Zinc 20 mg tab No. X
- Sanitasi lingkungan dan hidup bersih sehat S 1 dd 1
R/ Oralit No.XX
Farmakologi:
S .u.c
- Rehidrasi dengan oralit R/ Probiotik No.I
- Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut S 1 dd 1
- Probiotik
Komplikasi
Pencegahan
- Memberikan ASI
- Memperbaiki makanan pendamping ASI
- Menggunakan air bersih
- Sering mencuci tangan
- Menggunakan jamban/toilet yang bersih
- Membuang tinja dengan benar
- Imunisasi rotavirus
Prognosis
Epidemiologi
- Penyebab utama diare berat pada anak balita yaitu di negara maju dan berkembang
- Tidak ada perbedaan resiko yang bergantung pada jenis kelamin
- Kelompok usia 1-5 tahun (63,7%) beresiko lebih sering menderita diare rotavirus
dibanding usia bayi (36,2%)
- Diare rotavirus menyebabkan lebih dari 500.000kematian anak usia balita di seluruh
dunia dan lebih dari 80% di negara berkembang setiap tahunnya
- Di indonesia rotavirus menjadi penyebab 60% diare pada balita.
BHP + Primafacie
- Medical Indication → beneficence dan non maleficence
- Patient Preference → autonomy
- Quality Of Life → beneficence
- Contextual Features → justice
- PRIMA FACIE → Non-maleficence
DK 2
Ulkus Duodenum e.c Helicobacter Pylori → SKDI 3A

1. Overview case

SKENARIO KETERANGAN
Laki-laki, 50 tahun Identitas pasien (insidensi pria>wanita)
Decade 2-5
KU/ Nyeri ulu hati DD/
1. Dispepsia Fungsional
2. Ulkus duodenum
3. Gastritis erosifa hemoragic
4. Keganasan ➝ karsinoma gaster
1 bulan yang lalu nyeri ulu hati, seperti di - Gejala klinis dari gastritis dan ulkus
iris terutama saat perut kosong/terlambat peptikum
makan dan hilang saat diisi makanan, - Gejala klinis ulkus duodenum:
timbul 1-3 jam setelah makan. • Hunger Pain Food Relief
(nyeri hilang bila diisi
makanan)
• Nyeri timbil setelah 1-3 jam
postprandial
- Gejala mengarah ke ulkus duodenum
- Mual dan Muntah - Gejala klinis ulkus duodenum : mual,
- Kembung, cepet kenyang/begah, muntah, kembung, cepet kenyang
kadang sampai sesak nafas - Gejala klinis dyspepsia : sesak nafas ➝
gas meningkat ➝ menekan
diafragma
Pasien adalah seorang pekerja yang sibuk Faktor risiko dyspepsia (pencernaan
sehingga sering terlambat makan terganggu)
Pasien suka makan-makanan pedas dan Makanan dan minuman tersebut dapat
asam juga minum kopi meningkatkan HCl lambung ➝ faktor
resiko dyspepsia (faktor presipitasi ulkus
peptikum)
Pasien tidak pernah menggunakan obat Menyingkirkan DD gastritis e.c OAINS
anti nyeri/rematik
Muntah darah (-) Tidak ada kerusakan saluran pencernaan
atas
- Tidak ada penurunan BB - Menyingkirkan keganasan
- Tidak pernah menjalani operasi - Tidak ada Riwayat nyeri akibat operasi
BAB hitam 2 hari yang lalu Melena →Tanda ulkus
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Umum : composmentis, sakit - Tidak ada penurunan kesadaran
sedang - Bibir kering ➝ tanda dehirdrasi
Kepala : conjungtiva anemis (-) , sklera
ikterik (-), bibir kering, papil lidah atrofi
Thorax : cor/pulmo t.a.k - Thorax normal
Abdomen : datar, lembut, bising usus (+) - Meteorismus : akumulasi gas
normal, lien tidak teraba, nyeri tekan di berlebih dalam saluran pencernaan
epigastrium meteorismus (+) (kembung)
Pemeriksaan Labororium :
- Hb : 10 mg/dl - Tanda anemia (N : 13-17 g/dl)
- Leukosit : 7500 𝑚𝑚3 - Normal (4000-10.000 sel/𝑚𝑚3)
- Trombosit : 278.000 𝑚𝑚3 - Normal (150.000-450.000 sel/𝑚𝑚3
- HJL : 0/2/4/50/36/8 - Basofil : 0-1
- Eritrosit penuh - Eosinofil : 2-4
- Batang Neutrofil : 3-5
- Segmen Neutrofil : 50-70
- Limfosit : 25-40
- Monosit : 2-8
- Eritrosit penuh → feses terdapat darah
DK/ Ulkus Duodenum e.c Helicobacter Pylori
2.Jelaskan diagnosis banding secara klinis pada kasus ini!
Ulkus duodenum (luka terbuka/lesi pada dinding usus halus)
Etiologic :
1) Endogen→ HCl, pepsinogen/pepsin dan garam empedu
2) Eksogen → obat-obatan, alcohol, bakteri
Tanda dan gejala → nyeri saat perut kosong, membaik bila diisi makan atau antasida (HPFR =
Hunger pain food relif), nyeri kambuh 1-3 jam setelah makan, nyeri pada malam hari, mual
muntah, nyeri di sebelah tangan pada garis perut.
Dyspepsia fungsional
Tanda dan gejala berikut : Nyeri epigastrium atau rasa terbakar, cepat kenyang, muntah
darah, melena dan kepenuhan postprandial. Tidak adanya perubuhan structural pada
endoskopi.
Gastritis erosifa hemoragic :
kelainan gaster yang disebabkan oleh kerusakan pertahanan mukosa
yang superfisial namun tidak menembus lapisan mukosa muskularis.
Gastritis erosif merupakan salah satu penyebab perdarahan saluran
cerna atas.
Keganasan ➝ Karsinoma Gaster :
Karsinoma gaster merupakan suatu tumor epitel pada mukosa gaster
yang bersifat malignan dengan diferensiasi kelenjar.

3.Patofisiologi dan IKD


Patofisiologi
Ilmu Kedokteran Dasar
1. DUODENUM

Anatomi

Vaskularisasi
Arteri : (suplai dari a. coeliaca)
- pars superior oleh a. gastroduodenale
- pars descendens, transversa, dan ascenden oleh a. pancreaticaduodenale
superior
- bagian distal : a. mesenterica superior

Vena :
- Bag. proximal bermuara kevena porta via v.gastrica dekstra
- Bag.distal bermuara ke v mesenterica superior via v.pancreoticoduodenale
inferior
- Transperitoneal anastomose denganvena cava inferior melalui vena Retzius
(vena retroperitoneal) → vena porta cava

Limpatik:
Paralel dengan vena, bermuara ke nodus limpatikus coleacus, mesenterica superior
dan cisterna chylii.

Inervasi :
Parasimpatis : n.vagus via plexus coleacus
Simpatis : n.splanchnicus mayor → ggl coleacu →plexus coleacus
Histologi
1) Tunica mucosa
- epitel silindris selapis
- lamina propia
- muscularis mucosa
2) Tunica submucosa
- glandula duodenale (brunner)
- jaringan ikat
- pembuluh darah, limfe
3) Tunica muscularis
• m. longitudinal → luar
• m. sirkular → dalam
4) Tunica serosa
• Jaringan ikat tipis, kaya jaringan lemak.
FISIOLOGI
• Motilitas
Segmentasi dan kompleks motilisasi bermigrasi. Tujuan → membersihkan
sisa-sisa makanan, bakteri dan debris yang menuju kolon.
• Sekresi
Setiap hari usus halus mensekresikan mucus entrikus ke lumen usus.
• Digesti
Dipengaruhi enzim dan empedu
• Absorpsi
Penyerapan zat-zat makanan (glukosa, asam amino, asam lemak)

2. HELICOBACTER PYLORY

3. Proses pembentukkan cairan dan enzim-enzim pada organ yang terganggu padakasus
tersebut
SEKRESI HCL
SEKRESI ENZIM PEPSIN

4. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium
Jika leukosit meningkat → ada kemungkinan infeksi H. pylori
• Endoskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan organik pada lumen saluran
cerna, biopsi dan pengambilan spesiemen untuk biakan helicobacter pylori (Hp). Gambaran
endoskopi : luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal dosertai lipatan
yang teratur keluar dari pinggiran tukak.
• Biopsi
diambil dari pinggiran dan dasar tukak, dengan ditemukannya H.pylori
• Radiologi
Gambaran radiologi tukak berupa kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur
keluar dari pinggiran tukak.
• Urea breath test
o Pemeriksaan non invasive gold standar untuk deteksi infeksi H.pylori
o Dilakukan dengan menggunakan sample nafas dan dilaksanakan pada
kemampuan Helicobacter Pylori dalam mengeluarkan enzim urase yang
dapat mengubah urea menjadi CO2 dan ammonia.
5. Farmakologi dan non Farmakologi
FARMAKOLOGI
Diberikan 1 PPI + 2 Antibiotik
PPI
• Contoh : Omeprazole, Lansoprazole
• Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum
yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H.
pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Sitoproteksi → melindungi luka dari asam lambung
• Contoh : Sucralfat
• Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum
Antibiotic (Jika etiologi karena infeksi H. pylori)
Durasi pemakaian: 7 – 10 hari atau 7 – 14 harI Kombinasi obat:
1) Omeprazole 40 mg 1x1 + Amoxicillin 1000 mg 1x1 + Klaritromisin 500 mg 2x1
Lansoprazole 30 mg 2x1. Jika pasien alergi Amoxicillin dapat diganti dengan
Metronidazole 500 mg 2x1
2) Alternatif
PPI + Bismut 240 mg 2x1 + Metronidazole 400 mg 3x1 + Tetrasiklin 400 mg
4x1

RESEP
R/ Omeprazol 40mg no. VII
S 1 dd 1 ac
R/ Amoxixilin 1000mg no. VII
S 1 dd 1 pc
R/ Klaritromisin 500mg no. XIV
S 2 dd 1 pc
R/ Sucralfat syr 500gr fl no.I
S 3 dd 1

NON-FARMAKOLOGI
• Diet
• Makan dalam jumlah porsi kecil dan diulang
• Menghindari makanan mengandung tinggi lemak dan makanan yang
memicu kekambuhan
• Menghindari makanan yang bersifat iritatif (pedas atau asam)
• Terapi eradikasi H. pylori dapat memberikan symptom jangka panjang
• Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin &
NSAIDs lain,bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan)
• Menghindari stress
• Menghindari merokok & alcohol
• Menghindari kafein (stimulan asam lambung)
• Menghindari makanan dan minuman soda
• Menghindari makan malam
6. PBHL, Edukasi, Komplikasi, Epidemiologi, Prognosis

PBHL :
Medical Beneficence : menerapkan golden rule principle (mampu menegakan
Indication diagnosis ulkus peptikum melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik,pemeriksaan penunjang)
Patient Autonomi : Menghargai hak pasien, memberikan informed consent langsung
Preferences kepada pasien
Quality of life : Beneficence : Meminimalisasi akibat buruk (mencegah komplikasi dengan
memberikan penatalaksanaan yang tepat kepada pasien)

Contextual Justice : Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar


Features SARA,status social, dsb

Primafacie Beneficence : menerapkan golden rule principle


E
DUKASI :
• Pemahaman tentang dispepsia dan bahaya komplikasinya
• Penggunaan obat
• Menjaga pola makan dan aktifitas fisik yang sesuai dengan penyakit dan kondisi pasien
• Edukasi untuk rajin kontrol ke pelayanan kesehatan terdekat bila keluhan timbul kembali
• Menjaga dan mengatur pola tidur
• Hindari konsumsi alcohol dan rokok
• Berhati-hati dalam mengonsumsi NSAID

EPIDEMIOLOGI :
- Prevelensi pasien datang ke pelayanan Kesehatan dokter umum 30%, dan ke
dokter spesialisgastroenterology 50%
- Prevelensi laki-laki 2 : perempuan 1
- Penyebab : OAINS, Infeksi Helicobacter Pylori (95%)
- Merokok dapat memperparah keadaan
- Di Indonesia, data prevelensi infeksi helicobacter pada pasien ulkus duodenum
bervariasi ataupasien virus praktikum

KOMPLIKASI :
- Luka pada lambung ➝ kanker lambung
- Perdarahan massif kasrena :
o Perndarahan kronik menyebabkan Anemia Difisiensi Besi
o Perforasi
o Obstruksi saluran kantungan kembung
o Stenosis
o Kanker lambung
PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam : ad bonam
- Quo Ad Fungsionam ➝ dubia ad bonam
DK 3
DEMAM TIFOID

“OVERVIEW CASE”

SKENARIO ANALISIS

Wanita, usia 23 tahun ● Identitas pasien (jenis kelamin dan


Datang ke UGD RS usia)
● Insidensi demam tifoid: dekade 1 dan
dekade 2

KU/ DD/
Panas badan Diagnosis demam dibagi menjadi 2 :

1. Demam < 7 hari :


● DBD
● Filariasis
● Leptospirosis
● Influenza (flu like syndrome)
● Covid - 19 (SARS)
2. Demam > 7 hari
● Demand typhoid
● Malaria
● TBC

Panas badan tersebut timbul sejak 7 hari yang ● Demam > 7 hari
lalu yang berlangsung terus menerus disertai ● Menyingkirkan DD/ demam < 7
badan panas menggigil. hari (DBD, filariasis, leptospirosis,
covid-19,influenza)
● Demam tipe remitten/step ladder:
bertahap
● Demam menggigil → kompensasi
tubuh terhadap panas

Penderita sudah pernah berobat ke dokter ● Pengobatan simptomatik


praktek umum 3 hari yang lalu, diberi minum (menghilangkan gejala) dan tidak
obat parasetamol, panasnya berkurang, namun adekuat
tidak sampai ke suhu normal. ● Gejala khas demam tifoid →demam
remitten (fluktuasi 0,5-0,8oC, tetapi
tidak turun sampai normal)

Penderita juga mengeluh sering mual dan Gejala dari infeksi S.typhi yang menyerang
muntah sebanyak 3 kali, cair berwarna kuning GIT terjadi mual muntah
campur makanan.

Nyeri kepala, badan pegal-pegal, nafsu makan Tanda dan gejala dari demam tifoid
berkurang serta gangguan BAB sejak sakit. ● Nyeri kepala, myalgia, arthralgia
● gangguan GIT : nafsu makan
berkurang , gangguan BAB (khas
pada tifoid defekasi tidak normal
diare/konstipasi)

Penderita adalah seorang karyawan Faktor presipitasi


perusahaan swasta dengan kebiasaan sering ● Hygine personal kurang baik jarang
jajan diluar serta jarang mencuci tangan cuci tangan → Penularan dari
sebelum makan. makanan → khas infeksi S.typhi
orofecal

Hasil Pemeriksaan ● KU: sadar sepenuhnya


● Kesadaran : Komposmentis ● IMT :
● BB 50 Kg ; TB 160 cm TTV:
Tanda vital: ● Nadi: DBN
● Nadi 102x/menit, ● TD: DBN
● Tensi 100/70 mmHg ● Respirasi: DBN
● Pernapasan 24x/menit ● Suhu: Febris
● suhu 39.2˚C

● Mata cekung: dehidrasi ringan


Kepala-leher: mata cekung, mulut basah. ● Thorax: DBN
Anemia -/ikterus -/Cyanosis -/ dispnea – ● Abdomen: DBN Hepatomegaly (-),
splenomegaly (-)
Thoraks : Cor S1S2 Tunggal, murmur - ; ● Ekstremitas: DBN tidak ada syok
Pulmo Vesiculer +/+ : Rh -/- ; Whz -/-

Abdomen : Perut datar, soupel , nyeri tekan -


; Hepar / Lien tak teraba

Ekstremitas : Acral hangat, oedema -/- , CRT


< 2 detik

Hasil Laboratorium

Darah lengkap : ● Hb: DBN (N: 12-16 gr/dL)


● Hb 12,7 gr % ● Leukosit: Leukopenia → tanda
● leukosit 3.500/ mm³ khas demam typhoid (N:
● Hct 38,1 % 3.200-11.000)
● trombosit 200.000/ mm³ ● Hct: DBN (N: 35-45 gr/dL)
● LED 35 mm/jam ● Trombosit: DBN (N:
150.000-450.000)
● LED: Meningkat → terjadi infeksi
bakteri (akut/kronis)
Urine lengkap : ● Urin kuning kecoklatan → dehidrasi
● Warna kuning agak kecoklatan ● Berat jenis DBN (N: 1.003-1.030)
● Berat jenis 1.015 ● pH DBN
● pH 7
● glukosa dan urobilinogen -

Sedimen urin : ● Sedimen urine DBN


● eritrosit 1 -2/Lp
● lekosit 2 – 3/Lp
● epitel 0 – 1/Lp
● Kristal -
● silinder -
● Bakteri –
● Feses: DBN
Feses : tidak didapatkan kelainan

Kimia darah: ● Kimia darah:


● GDP 105 mg/dl - GDP DBN (N: <120 mg/dL)
● SGOT 26 U/L - SGOT DBN (N wanita: <35)
● SGPT 25 U/L - SGPT DBN (N: <35)
● Ureum 20 - Ureum DBN
● Serum Creatinin 0.9 mg/dl - SC DBN

Serologi:Tes Widal Antigen O 1/320, ● Tes Widal (+) → Salmonella typhi


Antigen H 1/160

DD/
1. Demam typhoid
2. Malaria
3. TBC

DK/
Demam typhoid dengan dehidrasi

KLASIFIKASI
- Demam < 7 hari :
● DBD
● Filariasis
● Leptospirosis
● Influenza (flu like syndrome)
● Covid - 19 (SARS)
- Demam > 7 hari
● Demand typhoid
● Malaria
● TBC
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Tepi


Pada pemeriksaan darah perifer lengkap:
- Leukopenia (leukosit menurun), dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis. Leukositosis dapat terjadi berkaitan dengan adanya abses pyogenic atau
adanya infeksi sekunder pada usus.
- Anemia ringan → ENDOTOKSIN (sitokin dan mediator inflamasi) menyebabkan depresi
sumsum tulangdan kerusakan eritrosit
- Trombositopenia → pengaruh sitokin dan mediator inflamasi sehingga menyebabkan
depresi sumsum tulang belakang
- Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi eosinofilia maupun limfopenia.
- Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat
2. Kultur Gall → GOLD STANDAR
Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold standard dalam menegakkan diagnosis demam
tifoid. Pemeriksaan kultur memiliki tingkat spesifisitas 100%.
1. Pemeriksaan kultur Salmonella typhi dari darah dan feses pada minggu pertama infeksi
memiliki tingkat sensitivitas sebesar 85-90%
2. Pemeriksaan kultur juga dapat dilakukan dengan menggunakan sampel urin dan cairan
aspirasi sumsum tulang belakang. Pemeriksaan kultur dari sampel urin umumnya kurang
sensitif (25 – 30%) pemeriksaan kultur dari sampel cairan aspirasi sumsum tulang
belakang memiliki sensitivitas 90% sampai pasien mendapatkan terapi antibiotik selama
5 hari.

3. Uji Widal → dilakukan pada minggu pertama


Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri S. typhi. Pada uji Widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri S. typhi dengan antibodi yang disebut
aglutinin. Antigen yang digunakan pada Uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium.
❖ Aglutinin O (dari tubuh bakteri)
❖ Aglutinin H (flagella bakteri)
❖ Aglutinin Vi (simpai bakteri)
Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid, namun aglutinin O paling spesifik. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan terinfeksi bakteri ini.

4. Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik, mudah, dan cepat.
Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D walau tidak
secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.

5. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar
Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifkasi secara spesifk antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi yang terdapat
pada strip nitroselulosa.
6. Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum
atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.
typhoid dan anti IgM(sebagai kontrol).

❖ DEFINISI
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam tifoid ditularkan melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi, selain itu penyakit ini dapat
ditularkan melalui kontak langsung dengan feses, urin atau sekret penderita demam tifoid. Masa
inkubasi dari S.typhi adalah 10-14 hari.
❖ MANIFESTASI KLINIS DAN PERJALANAN PENYAKIT
● Minggu 1: Bakterimia I, gangguan GIT, demam remiten, rose spot di dada, nyeri kepala,
myalgia, arthralgia, anorexia, kontipasi/diare, rasa tidak nyaman di perut.
● Minggu 2: Splenomegaly, hepatomegaly, typhoid tongue (berselaput kotor pinggirnya
hiperemi dan tremor ), keterlibatan retikuloendotelial (Bacteriemia II), demam kontinu
(menetap), bradikardi relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1°C tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit)
● Minggu 3: Mulai timbulnya komplikasi seperti ulserasi di plak peyer
● Minggu 4: Healing berkoloni di kandung empedu

❖ Kriteria demam tifoid:


1. Probable (suspect): demam 38 derajat 5 hari , ada gejala seperti sakit kepala, demam, dsb.
Namun belum melakukan uji widal
2. Confirm: demam kontinu, > 5 hari sudah dilakukan pemeriksaan u/ menegakkan S.typhi kultur
darah (+)
3. Carrier: S.typhi (+) pada feses, urin, kultur, namun gejala dari demam itu sendiri
tidak ada

EPIDEMIOLOGI
● Demam tifoid umumnya menyerang seseorang pada decade 1 dan 2
● Insidensi demam tifoid tinggi di Asia Tenggara > 100 kasus per 100.000 populasi per
tahun
● Depkes RI tahun 2010 melaporkan demam tifoid menempati urutan ke -3 dari 10 pola
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap
● Demam tifoid bersifat endemik dan sporadik di Indonesia , dapat ditemukan sepanjang
tahun dengan insidens tertinggi pada anak-anak
FAKTOR RISIKO
● Bekerja di atau bepergian ke daerah di mana demam tifoid terjadi
● Bekerja sebagai ahli mikrobiologi klinis yang menangani bakteri Salmonella typhi
● Memiliki kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi atau baru saja terinfeksi demam
tifoid
● Minum air yang tercemar oleh limbah yang mengandung Salmonella typhi
● Populasi yang kekurangan akses ke air bersih dan sanitasi yang memadai.
● Komunitas sosioekonomi yang rendah

PATOFISIOLOGI

ILMU KEDOKTERAN DASAR (IKD)


ANATOMI JEJUNUM DAN ILEUM

● Panjang 6m.
● Vaskularisasi:
Arteri: Aa. Jejenalis & ilealis.
Vena: parallel dengan arteri.
● Limfe: Nodus limfoidei mesentrica superior.
● Inervasi:
Simpatis: N. Splancnicus minus (T10-T11).
Parasimpatis: N. Vagus.

HISTOLOGI

Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri atas 4 lapisan
utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.
1) Lapisan mukosa, terdiri atas;
(1) epitel pembatas
(2) lamina propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah
kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga kelenjar-kelenjar dan
jaringan limfoid
(3) muskularis mukosa.

• Terdapat enterosit, yaitu sel silindris tinggi yang memiliki brush border (microvilli) untuk
mengabsorbsi nutrient yang diserang retrovirus sel absorptive/enterosit
• Banyak goblet cell di antara enterosit untuk menyekresi mucus
• Di antara vili terdapat muara kelenjar tubular pendek yang disebut kriptuslieberkuhn
• Sel Paneth, sel eksokrin dengan granul sekresi eosinofilik besar. Melepaskan lisozim,
fosfolipase A2, dan peptide hidrofobik yang disebut defensin yang berfungsi untuk mengikat dan
memecah membrane mikroorganisme dan dinding sel bakteri
• Sel enteroendokrin, menyekresi hormone peptide
• Sel M, sel epitel khusus pada ileum, mengendositosis antigen dan mengangkutnya ke limfosit
dan sel dendritic di bawahnya, kemudian berpindah ke limfonodus
2) Submukosa, terdiri atas:
• jaringan penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah dan limfe
• pleksus saraf submukosa (juga dinamakan Meissner)
• kelenjar-kelenjar duodenal (brunner) pada ileum
• jaringan limfoid
• banyak plak payer di bawah sel M sebagai limfonodulus
Sel M berfungsi untuk menangkap antigen yang berada di permukaan ileum, kemudian akan
dikirimkan pada plak peyer yang berada dibawahnya.
3) Lapisan otot, tersusun atas:
(1) sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah
utama sel-sel otot yaitu sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler);
pada sub lapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal).
(2) kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2
sublapisan otot.
(3) pembuluh darah dan limfe.
4) Serosa, merupakan lapisan tipis yang terdiri atas
(1) jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa
(2) epitel gepeng selapis (mesotel).

FISIOLOGI DEMAM
ETIOLOGI
Etiologi : Salmonella Typhi
Salmonella ditularkan melalui rute fekal-oral melalui air yang terkontaminasi, makanan yang
kurang matang, fomites dari pasien yang terinfeksi, dan lebih sering terjadi di daerah dengan
kepadatan penduduk, kekacauan sosial, dan sanitasi yang buruk.

Klasifikasi :
● Kingdom : Bacteria
● Filum : Proteobacteria
● Ordo : Gamma Proteobacteria
● Class : Enterobacteriales
● Family : Enterobacteriaceae
● Genus : Salmonella
● Spesies : Salmonella enteric
● Subspesies : enteric I
● Serotipe : typhi

Morfologi
● Gram (-) bentuk batang
● Bersifat motil flagel peritrik (memiliki flagel di seluruh tubuh untuk bergerak)
● Bersifat fakultatif anaerob
● Tidak berspora
● Tidak memfermentasi laktosa
● Parasite pada saluran pencernaan manusia dan hewan Resistant pada bile salts.
● Dapat bertahan dalam air dan makanan berminggu-minggu. Mati pada suhu 60C dalam
15-20 menit.

Faktor virulensi
● Antigen O (LPS dinding sel/ antigen somatik ) → terletak di lapisan luar bakteri
berfungsi merangsang pembentukan antibody IgM → sangat penting
● Antigen H (flagel) → Antigen yang terletak di flagel bakteri
● Antigen Vi (kapsul/envelope) → Polisakarida bersifat asam yang terletak di selaput
dinding bakteri untuk melindungi diri dari fagositosis
● Endotoksin (lipopolisakarida) → menyebabkan demam, leukopenia, perdarahan,
hipotensi, syok
● Eksotosin → menyebabkan diare
● Kapsul → mencegah fagositosis

PENATALAKSANAAN
NON FARMAKOLOGI :
● Istirahat tirah baring → mencegah komplikasi perforasi
● Diet : konsistensi lunak, rendah serat, protein tinggi, dan cukup kalori
→ Pemberian bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna atau perforasi usus.
● Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan
yang dipakai.
● Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta
higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

FARMAKOLOGI
RESEP

PENCEGAHAN
- Cuci tangan sebelum makan
- Hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
- Menjaga higienitas pribadi
- Menjaga kebersihan tempat tidur, pakaian, perlengkapan yang dipakai
- Hindari susu mentah dan produk yang terbuat dari susu mentah. Minum hanya susu yang
dipasteurisasi atau direbus.
- Perbaiki sanitasi lingkungan
- Pencegahan dengan vaksin
a) Vaksin suntik antigen yang dimurnikan untuk orang berusia di atas 2 tahun (jenis
vaksin: vaksin parenteral ViCPS vaksin kapsul polisakarida)
b) Vaksin oral hidup yang dilemahkan dalam formulasi kapsul untuk orang berusia di atas
5 tahun (contoh vaksin oral: Ty21a)

KOMPLIKASI
Komplikasi Intestinal
1. Pendarahan intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk
tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila
tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi.
2. Perforasi usus
Tanda-tanda perforasi adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi. Bila pada
gambaran foto polos abdomen ditemukan udara pada rongga peritoneum atau
subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya
perforasi usus pada demam tifoid.

Komplikasi Ekstra Intestinal


1. Komplikasi hematologi
Berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial
thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation product sampai koagulasi intravaskular
diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pada pasien demam tifoid.
Trombositopenia sering dijumpai karena menurunnya produksi trombosit di sumsum
tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di sistem
retikuloendotelial.
2. Hepatitis tifosa
Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin
(untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien
dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang.
3. Pankreatitis tifosa
Jarang terjadi. Dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun
zat-zat farmakologik.
4. Miokarditis
Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit
dada, gaga1 jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Kelainan ini disebabkan kerusakan
miokardium oleh bakteri S. typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya
dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.
5. Manifestasi neuropsikiatrik / tifoid toksik
Dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, Parkinson ,
ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, dan psikosis. Sindrom
klinis ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik / tifoid berat / demam tifoid
ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia.

PROGNOSIS

Prognosis untuk pasien dengan demam tifoid tergantung pada seberapa cepat diagnosis dibuat dan
antibiotik dimulai. Tingkat kematian rata-rata kurang dari 1% di seluruh dunia
● Quo ad Vitam → ad bonam → belum ada komplikasi
● Quo ad Functionam → ad bonam → masih minggu awal fungsi tubuh masih kembali
normal
● Quo ad Sanationam → dubia ad bonam

BHP
● Medical indication
Beneficence: menerapkan Golden Rule Principle → dokter mampu melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat
menegakkan diagnosis “Demam Tifoid”
● Patient preference
Autonomy: dokter melakukan informed consent kepada pasien dan menghargai hak
pasien → dokter memberikan informasi, melaksanakan informed consent dengan pasien
karena usia pasien yang sudah kompeten
● Quality of life
- Beneficence: meminimalisasi akibat buruk dan mengetahui prognosis
- Non-maleficence: mencegah komplikasi → dokter mencegah komplikasi dengan
melakukan penanganan dan pengobatan yang tepat
● Contextual feature
Justice: mendistribusikan keuntungan dan kerugian → dokter memberikan edukasi terkait
penyakit serta kekurangan dan kelebihan penanganan tersebut, menganalisis faktor risiko
lain seperti stress psikologis dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
pasien, diberitahukan plus minus rawat inap
Prima Facie → Non-Maleficence : Mencegah Komplikasi
DK 7 ABSES HEPAR AMOEBA
KOMPETENSI: 3A

OVERVIEW CASE
SKENARIO KETERANGAN
Laki-laki, 43 tahun Identitas pasien
Keluhan utama: DD/ organ yang ada di perut kanan atas
Nyeri perut kanan atas timbul sejak 7 hari (hepar, kandung empedu, dan duodenum)
yang lalu. 1. Abses hepar
2. Hepatitis
3. Ca Hepar
4. Kolesistitis
5. Ulkus duodenum
7 hari  akut
Menjalar ke arah punggung  Tanda gejala Abses Hepar Amuba dan
kolesistitis
 Menyingkirkan DD/Abses Hati
Piogenik (karena biasanya menetap
dan dapat menyebar/menjalar ke bahu
kanan)
Penderita mengeluh panas badan menggigil  Tanda dan gejala klinis Abses Hati
(ada infeksi), berkurang setelah minum Amuba dan kolesistitis. Panas 
parasetamol. adanya infeksi
 Self medication  untuk
menghilangkan rasa nyeri
(simptomatik).
Penderita juga mengeluh sering mual dan  Faktor presipitasi dehidrasi
muntah sebanyak 3 kali. Nyeri kepala, badan  Tanda dan gejala Abses Hati Amuba
pegal-pegal, nafsu makan berkurang. dan kolesistitis
Penderita adalah pegawai buruh pabrik yang Faktor risiko  higien dan sanitasi yang
tinggal di daerah padat penduduk dan dengan buruk
sanitasi hygiene buruk.
Hasil Pemeriksaan
Kesadaran: Komposmentis Sadar sepenuhnya
Tanda vital: Nadi 102x/menit, Tensi 100/70 Takikardi, febris (n: 36,5-37,5 ̊C)
mmHg, Pernapasan 24x/menit, suhu 38.2 ̊C

Kepala-leher: mata cekung, mulut kering.  Cekung, mulut kering  tanda


Anemia -/ikterus +/Cyanosis -/ dispnea – dehidrasi
 Ikterus  hiperbilirubinemia
(peningkatan bilirubin)  tanda
kerusakan hati
 Ikterus  menyingkirkan DD/ Ulkus
duodenum

Thoraks: Cor/Pulmo tidak didapatkan DBN


kelainan
Abdomen: Perut kanan atas agak tegang,  Hepar 2 jari bac (bawah arcus
Hepar 2 jari bac, tepi tajam, permukaan licin costarum)  Hepatomegali
dan konsistesi padat kenyal/ Lien tak teraba (pembesaran hepar)
 konsistesi padat kenyal 
mengeliminasi DD/ keganasan
(harusnya padat dan keras)

Ekstremitas : Acral hangat, oedema -/- , CRT Normal


< 2 detik
Hasil pemeriksaan Laboratorium  Hb menurun (N: 14-18)
Darah lengkap: Hb 12,7 gr %, lekosit 12.500/  Leukositosis (N : 4000-11000) 
mm³, Hct 38,1 %, trombosit 344.000/ mm³, gejala abses hepar amoeba dan
LED 35 mm/jam kolesistitis
 LED meningkat (N: 0-20 mm/jam)

Urine lengkap: Warna kuning agak  Warna kuning kecoklatan  tanda


kecoklatan, Berat jenis 1.015, pH 7, glukosa dehidrasi ringan-sedang
dan urobilinogen +. Sedimen urin: eritrosit 1 -  Dbn
2/Lp, lekosit 2 – 3/Lp, epitel 0 – 1/Lp, Kristal
-, silinder -. Bakteri –

Kimia klinik:
GDP 105 mg/dl;  GDP meningkat (N : 70-100 mg/dl) 
SGOT 54;  SGPT Meningkat (N: 5-40)
SGPT 60;  SGOT meningkat (N: 7-56)
Ureum 20;
 Ureum normal (6-24)
SC 0.9;
 Serum creatinin N (0,74 -1,35 mg/dl)
Bili T 3,2;
 Bili tot meningkat (N: 0,1-1,2 mg/dl)
Bili D 2.1,
 Bili direk meningkat (N: <0,3 mg/dl)
HBsAg non reaktif;
 HBsAg non reaktif; anti HCV non
anti HCV non reaktif;
reaktif  menyingkirkan DD/
Hepatitis
 Na: Hiponatremi → akibat hipovolemi
Na 125; Kalium 3.7; Cl 105
(kekurangan cairan tubuh) karena
Feses: tidak didapatkan kelainan
pasien muntah-muntah

 Gambaran khas Abses Hepar Amoeba


USG Abdomen: Didapatkan gambaran “space
biasanya mengenai lobus kanan hati,
occupying lesion” dengan diameter 8 x 10 cm
abses hepar piogenik disangkal karena
pada lobus kanan hepar
harusnya lobus kiri
 Tidak ada obstruksi kandung empedu
 DD/ kolesistitis disingkirkan
DK/ Abses hepar e.c susp Entamoeba histolytica dengan dehidrasi ringan sedang
DEFINISI DAN MANIFESTASI KLINIK
 Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh suatu mikroorganisme
yang bersumber dari sistem GIT yang ditandai dengan adanya pus hati sebagai proses
invasi dan multiplikasi yang masuk secara langsung dari cedera pembuluh darah atau
sistem duktus biliaris. Abses hati yang paling sering ditemukan adalah piogenik, lalu
amoebic ataupun campuran infeksi keduanya. Abses hati amuba adalah penimbunan atau
akumulasi dari nekro-inflamantori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh
amoeba, terutama Entamoeba histolytica.
 Manifestasi Klinis
- Nyeri perut kanan atas, Demam, Menggigil, Mual muntah, Hepatomegali, Ikterus,
Astenia, Diare, batuk, dan mialgia

IKD

Anatomi
Intraperitoneal di abdomen atas kanan. Secara morfologis dibagi menjadi lobus dekster dan
sinister, dengan lobus caudatus dan quadratus di belakang.
Vaskularisasi
 Arteri: A. Hepatica propria (cabang trunkus coeliacus)
 Vena portae: aliran masuk vena dari hampir seluruh traktus gastrointestinalis melalui v.
Portae hepatis (vas publicum)
 Vena: Vv. Hepaticae (biasanya tiga) bermuara di v. Cava inferior.
Inervasi
 Parasimpatis: N. Vagus kanan (trunkus vagalis)
 Simpatis: Nn. Splanchnici majores (T7-T10)
Histologi
Hepat dibagi menjadi 2 dimensi:
1. PORTAL TRIAD
Terdapat ductus interlobularis pada tiap strukturnya, terdapat pula pembuluh darah
2. PARENKIM
Yaitu hepatosit, sel kupffer (makrofag), sel endotel sinusoid liver (mensekresi
prostaglandin, dan sitokin berupa IL-1, IL-6, interferon, TNF-α, dan endothelin), sel stela
(tempat penyimpinan vitamin A, lemak), pit sel (natural killer)
Hepar terdiri dari bermacam-macam komponen:
 Hepatosit  Sel utama fungsional hati, yang terdiri dari :
- Sel epitel khusus dengan 5-12 sisi
- 80% volume hati adalah hepatosit
- Tersusun dalam barisan yang disebut hepatic laminae  lempengan hepatosit, 1 sel
yang tebal yang dibatasi di kedua sisi ruang vascular endotel yang disebut sinusoid
hepatica
 Kanalikulus hepatica
Ductus antara hepatosit yang mengoleksi empedu yang diproduksi hepatosit. Cairan
empedu  saluran empedu/kanalikulus biliaris  saluran empedu bergabung membentuk
saluran hati kanan dan kiri  saluran empedu komunis  usus halus
 Sinusoid hepatica
Menerima darah beroksigen dari cabang arteri hepatica dan darah deoksigenasi yang kaya
nutrisi dari vena porta hepatica
Sel kupffer: sel makrofag yang menghancurkan sel darah putih dan yang sudah usang,
bakteri, benda asing lainya dalam vena dari saluran pencernaan
Fisiologi
 Absorbsi
Kolon menyerap garam dan H20  Natrium diserap secara aktif  CL- mengikuti secara
pasif menuruni gradien listrik (air bergerak melintasi sel) dan mengikuti secara osmotik 
Kolon menyerap sejumlah elektrolit lain serta vit. K yang disintesis oleh bakteri kolon
melalui absorbsi garam dan H2O berbentuk massa tinja yang padat  dari 500 ml bahan
yang masuk ke kolon setiap hari dari usus halus  normalnya hanya menyerap sekitar 350
ml, meninggalkan 150 ml feses  dikeluarkan tubuh setiap hari.
 Sekresi
Usus besar tidak mengeluarkan enzim pencernaan apapun. Tak ada yang diperlukan karena
pencernaan telah tuntas sebelum kismus sampai kolon. Sekresi kolon terdiri dari larutan
mukus basa (NaHCO3) yang berfungsi melindungi mukosa usus besar dari cedera mekanis
dan kimiawi  Mukus menghasilkan pelumasan untuk mempermudah feses bergerak 
NaHCO3 menetralkan asam-asam iritan yang diproduksi oleh fermentasi bakteri lokal.
Sekresi sebagai respon terhadap stimulasi mekanis dan kimiawis mukosa kolon yang
diperantai oleh refleks pendek dan persarafan parasimpatis.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Cr: logbook kel7

ETIOLOGI
Kingdom: Protozoa
Phylum: Protozoa/Sarcomastigophora
Subphylum: Sarcodina
Class: Lobosea
Order: Amoebida
Family: Entamoebidae
Genus: Entamoeba
Species: Entamoeba histolytica
Habitat: caecum,
rectosigmoid

 Trofozoit: inti tunggal, eksentrik, terdapat butir kromatin halus, kariosom kecil di sentral,
ektoplasma lebar, dan pseudopodia tipis. Ukuran 10-60 µm bergerak aktif
 Prekista: Bulat, ukuran lebih kecil dari trofozoit, gerakan tidak progresif
 Kista: Oval, bulat, membias cahaya. Inti bisa 1, 2, atau 4. Kista matur punya 1 inti dengan
vakuola glikogen dan benda kromatid untuk cadangan makanan

FAKTOR RISIKO
Higien dan sanitasi  penularan secara orofecal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Ultrsonografi (USG)  Pemeriksaan awal yang baik dengan ketepatan
mencapai 90%. Pemeriksaan ini untuk membantu diagnosis serta menentukan lokasi dan
besarnya abses
 Pemeriksaan Serologi
- Pemeriksaan Indirect Hemagglutination (IHA) memberikan nilai spesifitas tinggi yaitu
99,1%
- Indirect Immunofluresence Assay (IFA): pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 93%
dan spesifitas 96,7%. Pemeriksaan ini dapat membedakan infeksi lama dan baru
- Tes ELISA: memiliki sensitivitas 97,9% dan spesifitas 94,8%. Pemeriksaan ini paling
sering digunakan di laboratorium
 Polymerase Chain Reaction (PCR)  Mendeteksi amuba & lebih sensitif dibanding
ELISA. Namun, kekurangan dari teknik ini adalah memerlukan waktu pemeriksaan yang
cukup lama dan biaya yang dikeluarkan cukup besar.
 Mikro feses  Menggunakan spesimen segar karena motilitas stadium trofozoit akan
menghilang dalam waktu 20-30 menit. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan trofozoit
yang bergerak dan mungkin berisi sel darah merah namun metodeini kurang efektif
 Kultur feses  sensitif tetapi terbatas

PENATALAKSANAAN DAN RESEP


 Non Farmakologi: Istirahat, rawat inap, diet tinggi kalori dan protein, menjaga hygiene,
makanan dalam bantuk lunak, aspirasi serum perkutan, drainase perkutan, drainase operasi
 Farmakologi:
- Metronidazole  menghambat sintesis asam nukleat dengan merusak DNA,
metrodinazole mendestruksi protozoa tersebut (sebagai anti-protozoa) merusak sel
yang tidak diinginkan (radiasi - sensitizer)
- Paromomycin  bekerja langsung pada amoeba. Memiliki aktivitas antibacterial
terhadap organisme normal dan patogenik pada GI tract dan mengganggu sintesis
protein bakteri dengan cara mengikat kepada 30S ribosomal subunit
- Metronidazole dan paromomycin tidak boleh diberikan bersamaan karena akan
menyebabkan efek samping diare.

KOMPLIKASI
 Ruptur abses kedalam:
- Regio thorax menyebabkan: Fistula Hepatobronkial, abses paru, empiema ameba (20-
30%)
- Perikardium menyebabkan: gagal ginjal, perikarditis, temporade jantung
- Peritoneum menyebabkan: peritonitis, ascites
 Infeksi sekunder (biasanya bersifat latrogenik setelah tindakan aspirasi)
 Lain-lain (jarang): gagal hati fulminan, hemobilia, syndrome Budd-Chiari

PENCEGAHAN
 Perbaiki pola hidup bersih dan sehat (cuci tangan)
 Perbaiki sanitasi lingkungan
 Mengkonsumsi buah dan sayur dengan dicuci terlebih dahulu
 Kurangi atau bahkan hindari mengkonsumsi buah dan sayur tanpa dikupas

PROGNOSIS
Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam

EPIDEMIOLOGI
 Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum di daerah tropis dan
subtropis
 Penyakit ini sering diderita di usia dewasa muda.
 Amebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab kematian setelah Skhistosomiasis
dan Malaria.
 Insidensi abses hati amuba di Amerika mencapai 0,05% sedangkan di India dan Mesir
mencapai 10%-30% per tahun dengan perbandingan 3 (laki-laki) : 1 (perempuan) sampai
12 : 1.
 WHO menyatakan infeksi entamoeba histolytica 50 juta kasus dan 70-100 ribu kematian
pertahun di dunia

BHP DAN PRIMAFACIE


 Medical Indication  Beneficience (menerapkan golden rule principle)
 Patient Preference  Autonomy (informed consent)
 Quality of Life  Non-maleficience (meminimalisir akibat buruk/mencegah komplikasi)
 Contextual Features  Justice (mendistribusikan keuntungan dan kerugian)
 PRIMAFACIE  Non-Maleficience
SKETSA DK 8 B9
HERNIA INGUINALIS
- Overview Case (DD (harus ada 3) - DK akhir)
Data Pasien Interpretasi
Laki-laki, 40 thn, pekerja kuli bangunan • Insidensi L>P, usia dekade 4-6
• Kulià mengangkat beban berlebihà peningkatan
tekanan intraabdomen à faktor risiko hernia
KELUHAN SEKARANG:
KU: benjolan di lipatan paha sebelah kiri DD/:
1. Hernia inguinalis
2. Hernia femoralis
3. Hydrocele terinfeksi sekunder (pembengkakan karena
cairan peritoneum)
4. Neoplasma (lipoma, limfadenopati)
• Keluhan disertai nyeri terus menerus, • Tanda gejala hernia inkarserata karena usus sudah masuk
• mual, muntah, ke cincin hernia à ditandai ada obstruksi/kasase usus
• tidak bisa BAB/ flatus, dan • Faktor resiko: tekanan intraabdomen meningkat saat
• perut kembung muntah
KELUHAN 10 HARI YANG LALU:
10 hari yll, benjolan tidak bisa masuk kembali tapi tidak disertai • Hernia irreponible (menetap) karena sudah melekat ke
nyeri dan muntah2 pertioteneum
• DD/: hydrocle disangkal karena tidak ada mual muntah
KELUHAN AWAL MULA TERJADI:
Benjolan mula2 muncul di lipat paha yang hilang-timbul sejak 1 thn • Kronis
yg ll • Hernia reponible (tdk menetap)
• Menyangkal DD/: Lipoma, limfadenopati
Keluhan dirasa setelah melakukan aktivitas dan masuk kembali saat • Gejala hernia inguinalis irreponible
berbaring
Mual muntah (-) • Belum ada komplikasi hernia inkarserata
BAB TAK
PEMFIS:
• Ku: compos mentis • Sadar penuh
• TD: 120/80mmHg • Dbn à ttv tdk terlalu buruk= blm ke komplikasi hernia
• Nadi: 110x/ menit strangulata
• Resp: 28x/ menit • Takikardi
• Suhu: 38,1C • Takipnea
• Status generalis dbn • Febris
• Status lokalis: ad regio inguinal sinistra: ada massa, nyeri • Dbn
tekan (+), hiperemis (+), edema (-) • Dd/: hernia femoralis disangkal
• Nyeri dan hiperemis (kemerahan) sudah mengarah ke
komplikasi hernia strangulata
Two finger test à tidak dapat dilakukan • Fungsi two finger test= membedakan hernia inguinalis
lateral or medial
• Pada kasus sudah termasuk irreponible sedangkan test ini
hanya bisa dilakukan pada hernia reponible
PEM. LAB:
Darah rutin :
Hb : 13,59% • N (14-18)
Ht : 40% • N (39-49)
Leukosit : 12.500/mm^3 • Lekositosis (4000-10000)
Trombosit : 350.000/mm^3 • N (150.000-400.000)
DD/:
1. Hernia inguinalis sinistra inkarserata
2. Hidrokel terinfeksi sekunder
3. limfadenitis
DK/: Hernia inguinalis sinistra inkarserata
➢ Manifestasi Klinis :

o - Penonjolan pada daerah inguinal (lipat paha)


o - Inkarserata: usus tidak bisa balik lagi, , nyeri, ada tanda kasase usus (mual, muntah, perut kembung, tdk bisa bab, flatus)
o - Bising usus pada benjolan
o - Konstipasi
o - Leukositosis bila ada gejala toksik dan demam

- Definisi, Klasifikasi Diagnosis

• hernia inguinal= penonjolan intestinum tenue/ omentum yang masuk ke rongga melalui dinding dari cincin inguinalis
A. Berdasarkan lokasinya:
1. Hernia femoralis à masuk melalui anulus femoralis nanti ke canalis femoralis
2. Hernia Umbilikalis à kongenital
3. Hernia Paraumbilikalis à masuk melalui celah di tepi atas umbilikus
4. Hernia Epigastrika à masuk melalui linea alba umbilkus dan processus xiphoideus
5. Hernia Lumbalis à di daerah costa XII dan krista iliaka
6. Hernia obturatoria à melalui foramen obturatorium
B. Berdasarkan sifatnya:
1. Hernia reponible (tidak menetap)
2. Hernia irreponible (menetap)
3. Hernia inkarserata (isi usus sudah masuk ke cincin hernia ditandai dengan ada obstruksi usus, nyeri, tidak toksik)
4. Hernia strangulata (disertai gg. Vaskularisasi, bisa nekrosis, nyeri, toxic, ttv buruk)
5. Hernia indirect / lateralis
o Lebih sering pd wanita
o Indirect>direct
o Kongenital karena isi hernia merupakan sisa dari proc. Vaginalis (dimana dia itu mensupport embriologi kanalis inguinal)
o Hernia ini tidak langsung membentuk benjolan, tetapi harus ke canalis inguinalis dulu à awalnya masuk ke anulus inguinal
profundus à melewati funiculus spermaticum, N. genitofemoralis à keluar ke anulus inguinal superficial à ke skrotum
(kalo di cowo bisa kemungkinan terjadi h. skrotalis)
o Knp bisa masuk ke canalis inguinalis? Karena disitu area lemah, dan biasanya di janin itu, isi hernia berasal dari proc
vaginalis (dimana dia itu embriologi kanalis inguinal yg ga sempurna) à jadi aja proc vaginalis/ embriologi canalis inguinal
masih terbuka
6. Hernia direct / medialis
o Terjadi karena kelemahan otot intraabdomen à usia >40thn
o Lebih sering di laki2
o Langsung merobek dan membuat bejolan di trigonum hasselbach
- IKD (anat, histo, faal)
➢ Anatomi
Batas Ligamentum Inguinalis
- Terbentang dari SIAS ke tuberculum pubicum melanjutkan ke posterolateral jadi ligamentum pectineal.

Canalis Inguinalis
• Isi : pembuluh darah, limfa, nervus ilioinguinal
• Batas-batas kanalis inguinalis:
v Anterior: terdiri dari aponeurosis oblikus eksterna
v Lateral: otot oblikus interna
v Posterior: fasia transversalis dan otot transversus abdominis
v Superior: otot oblik interna
v Inferior: ligamentum inguinalis
Kanalis inguinalis memiliki lubang di setiap ujungnya:
• Cincin inguinalis dalam (internal) adalah pintu masuk ke kanalis inguinalis.
• Cincin inguinalis superfisial (eksternal) adalah jalan keluar

Myopectineal Orificium of Fruchaud (MPO)

v Batas MPO
• Superior : aponeurosis M oblique internus abdominis dan m. transversus abdominis
• Media : m. rectus abdominis
• Inferior : lig. Coopers
• Lateral : M. Iliopsoas
v Inervasi Motorik : N. ilioinguinal dan N. iliofemoralis
v Serabut Saraf Aferen : Dari plexus lumbalis (L1-2) : N. cutaneous lateralis, dan L1 : N. ilioinguinal
v Otot Dinding Abdomen
- M. obliqus externus abdominis
- M. obliqus externus abdominis
- M. transversus abdominis
BATAS TRIGONUM HASSELBACH à gambar di atas
o Inferior: kanalis inguinalis.
o superolateral: pembuluh darah epigastrik inferior,
o medial: tepi lateral otot rektus abdominis,
o inferior berupa ligamen inguinal.
Segitiga ini menjadi tempat terjadinya hernia direk.

- Patgen Patfis

- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan penunjang:
1. USG à gold standard
o Sesitivitas 80%, & spesifitas 77%
o Harus dilakukan manuver valsava untuk meningkatkan tekaan intraabdominal
o Paling tdk invasif

- Penatalaksanaan + Resep
• ➔ Tatalaksana awal :
1. Rehidrasi menggunakan Ringer Laktat → karena kan usus terjepit
2. Meminta pasien untuk puasa
3. Pemasangan NGT
4. Pemasangan kateter urine
5. Pemberian antibiotik → cephalosporin generasi III (spektrum luas).
diberikan Ceftriaxone 1 x 2 g IV.
6. Pemberian analgetik -> untuk terapi simptomatik
diberikan Dexketoprofen 2 x 50 mg IV.
7. Tambahkan PPI→agar tidak terjadi keluhan naiknya asam lambung.
Bisa diberikan Omeprazole 1 x 40 mg IV.
8. Rujuk ke dr spB untuk hernioplasty/ hernirafi/herniotomi
• ➔ Contoh surat rujukan à waitt yaa

Tanggal Pembuatan surat


KEPADA RS:…
Mohon untuk memberikan pengobatan lebih lanjut kepada:..

- IDENTITAS PASIEN –

- ANAMNESA –

- PEMERIKSAAN FISIK –

- DIAGNOSA SEMENTARA –

- OBAT YANG SUDAH DIBERIKAN –

TINDAKAN PEMBEDAHAN:
a. Herniotomi: membuka kantung hernia à memasukkan kembali isi nya ke rongga abdomen à memotong dan mengikat
kantong hernia
b. Herniorafi: membuang kantong henia dan memperkuat dinding perut belakang kanalis inguinalis
c. Hernioplasty: memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuar dinding perut belakang kanalis inguinalis
- Komplikasi
- Hernia Srangulata : gangguan vaskuler karena ada penekanan pada cincin hernia à nekrosis
- Nekrosis -> apabila isi hernia transudat
- Hematoma à karena ada vena yg terbendung
- Perforasi usus -> perdarahan usus karena ususnya malah masuk ke cincin hernia
- Pencegahan
- Lakukan operasi sedini mungkin (saat masih reponible, isi hernia dimasukkan kembali)
- Menjaga BB agar tetap ideal dan sehat
- Kurangi aktivitas berat
- Berhenti merokok
- Mengonsumsi makanan yang tinggi serat agar saat BAB tida mengejan terlalu keras
- Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Epidemiologi
➢ 90% terjadi pada pria. risiko seumur hidup menjadi 27% pada pria,
➢ Hernia inguinalis menyumbang 75% dari semua hernia dinding perut.
➢ indirect>direct (2:1)
➢ Biasanya pada dekade 4 hingga 6.
- BHP + Primafacie
DK 11
SIROSIS HEPATIS
Level Kompetensi : 2

OVERVIEW CASE

SKENARIO INTERPRETASI

Laki laki 30 tahun Identitas pasien


Faktor insidensi :
- Paling banyak pada laki-laki
- Seringnya pada usia 30-59 tahun

KU: Muntah hitam muntah hitam (hematemesis) → campuran darah


+ asam lambung dan isi muntahan
→ tanda perdarahan SCBA

DD/ Perdarahan saluran cerna bagian atas


variceal bleeding:
1. varises esofagus :
non-variceal bleeding:
1. ulkus peptikum
2. gastritis erosif
3. sindrom mallory weiss
4. karsinoma/keganasan
5. Cirrhosis hepatis

Empat jam SMRS penderita mengalami muntah ● 4 jam → akut


darah sebanyak 3 x sekitar 1 mangkok, berwarna ● hematemesis : muntah darah warna
hitam seperti kopi yang bercampur dengan hitam bercampur dengan asam lambung
makanan dan terdapat pula bagian darah yang (HCl) → perdarahan SCBA
bergumpal ● onset secara tiba-tiba, frekuensi
meningkat, volume meningkat → curiga
pendarahan pembuluh darah besar
● muntah hitam mengental seperti serbuk
kopi : Coffee ground vomitus → tanda
klinis varises esofagus

Sebelumnya penderita sejak 2 hari yang lalu melena → BAB berwarna gelap seperti aspal
mengeluh mual yang disertai dengan adanya BAB Tanda perdarahan SCBA
seperti aspal sebanyak 2 kali.

Keluhan ini juga disertai dengan adanya nyeri manifestasi klinis sirosis hepatis, ulkus peptikum,
pada perut. Nyeri perut sudah dirasakan 1 hari gastritis erosif, karsinoma (keganasan)
sebelumnya dan sudah sulit untuk makan disertai Nyeri → keluhan penyerta → inflamasi abdomen
rasa pusing. rasa pusing → kemungkinan anemia akibat
perdarahan yg banyak

Penderita baru pertama kali mengalami muntah Menyingkirkan DD/ Sindrom Mallory Weiss →
darah muntah darah berulang

Tidak ada riwayat sakit kuning ataupun transfusi Menyangkal Hepatitis B dan Hepatitis C
sebelumnya

Tidak ada riwayat sebagai peminum alkohol Menyingkirkan DD/ Cirrhosis hepatitis alkoholik

Tidak ada riwayat penggunaan obat atau jamu Menyingkirkan drug induced hepatitis
anti nyeri sebelumnya

Riwayat ibu penderita dengan sakit kuning dan Faktor risiko tertular → hepatitis b atau sirosis
perut besar, sudah meninggal 4 tahun yang lalu hepatis
karena penurunan kesadaran dan muntah darah.

Pemfis :
KU : compos mentis, sakit sedang
TTV :
- TD: 100 / 60 mmHg → hipotensi (N: 120/80 mmHg)
- R: 24x/menit → normal (N: 16-24x/menit)
- N: 108x/menit → takikardi (N: 60-100x/menit)
- S: 37,3 C → normal (N: 36,5-37,5 C)
TB: 165 cm
BB: 40 kg → IMT = 14,7 → underweight

Kepala : ● konjungtiva anemis : tanda anemia -


Konjungtiva anemis, sklera sub ikterik. ● sklera sub ikterik : hiperbilirubinemia
tanda kelainan hepar (riwayat penyakit
hati kronis)
Leher :
Tekanan vena jugularis 5-2 cm H2O, tidak ada ● JVP normal (< 8 cm H2O)
pembesaran kelenjar getah bening leher, kelenjar ● spider nevi (-)
tiroid dalam batas normal. tidak ada spider nevi

Thorax :
Bentuk dan gerak simetris, tidak ada spider nevi, ● gynecomastia (+) (pembesaran pada
gynecomastia (+) payudara laki laki) → peningkatan
- Jantung: konfigurasi jantung tidak estradiol karena fungsi detoksifikasi hati
membesar, bunyi jantung normal, tidak menurun → manifestasi klinis sirosis
ada gallop maupun murmur. hepatis
- Paru: sonor, bunyi nafas vesikuler, tidak ● Jantung dan paru normal
ada mengi mapun ronki

Abdomen :
● Cembung, tampak venektasi dan caput ● asites, venektasi (dilatasi vena), caput
medusa, medusa (dilatasi vena abdomen) →
● lembut lingkar perut 75 cm, akibat hipertensi portal → riwayat
● tidak nyeri tekan, penyakit hati kronis tanda klinis sirosis
● hepar tak teraba hepatis)
● lien teraba S II, ● Hepar tidak teraba → Menyingkirkan DD/
● terdapat pekak samping dan pekak Ca Hepar dan mendukung DD/ Sirosis
pindah, Hepatis
● tidak didapatkan fenomena papan catur ● splenomegaly → manifestasi klinis sirosis
● bising usus (+) normal hepatis
● cembung, pekak samping pekak pindah
→ ascites manifestasi klinis sirosis
hepatis
Ekstremitas : ● fenomena papan catur (-) →
Akral hangat, tidak sianosis, terdapat eritema menyingkirkan DD/ Peritonitis TB
palmaris. Edema tungkai, Tidak ditemukan ● palmar eritema → riwayat penyakit hati
pembesaran kelenjar getah bening, aksila, kronis , manifestasi klinis sirosis hepatis
maupun inguinal. (akibat hipertensi portal)
● edema tungkai → tanda hipoalbumin
RT : (akibat hipertensi portal)
Sfingter kuat, ampula tidak kolaps, mukosa licin,
massa (-), sarung tangan melena (+) ● melena (+) → tanda adanya pendarahan
SCBA

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
● Hb 6,7, ● Hb rendah (N: 13-18 gr/dL) → anemia →
karena ada pendarahan
● leukosit 4500, ● leukosit dbn (N: 3.500-10.000 mm3)
● trombosit 105.000, ● trombositopenia (N: 150.000- 450.000)
● hematokrit rendah (N: 40-54%)
● hematokrit 20 ● ureum dbn (N: 6-24 mg/dl)
● ureum 6 mg/dL, ● kreatinin rendah (N: 0,6-1,2 mg/dl)
● kreatinin 0,4 mg/dL, ● GDS dbn ( N: <200 mg/dl)
● glukosa darah sewaktu 81 mg/dL, ● albumin rendah (N: 3,5-5,5, g/dl) →
● Albumin 2.5 gr/dL, hipoalbumin → penyebab asites
● Hyperglobulin (N: 2,0-3,5 g/dl)
● globulin 3,7 gr/dL, ● bilirubin direk tinggi (N: 0,1 - 0,4) →
● bilirubin direk 3,1 mg/dL, (gangguan intra dan post hepatic) →
● bilirubin indirek 0,2 mg/dL, tanda sirosis hepatis
● bilirubin indirek normal (N: 0,2- 0,9
● HBsAg positif. mg/dl)
● HBsAg (+) → hepatitis B kronis

EKG menunjukkan sinus takikardi. → detak jantung teratur, namun lebih cepat dari
normal → merupakan bentuk kompensasi
perdarahan

PT (prothrombin time), perpanjangan PT → 7 Meningkat → memicu pengenceran darah →


INR → 3 meningkatkan risiko perdarahan SCBA

DD/
1. Sirosis hepatis e.c Hepatitis B kronik
dengan perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas e.c ruptur Varises esofagus dengan
anemia
2. Sirosis hepatis e.c Hepatitis B kronik *((nanti kalo osoca jangan bilang SCBA, bilangnya
dengan perdarahan Saluran Cerna Bagian saluran cerna bagian atas okey, jgn disingkat))
Atas e.c Ulkus peptikum dengan anemia

DK/
Sirosis hepatis e.c Hepatitis B kronik dengan Kalo ditanya batas SCBA : batas duodenum &
perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas e.c ruptur jejunum → duodenojejunal flexure → ligament
Varises esofagus dengan anemia
treitz

DEFINISI & KLASIFIKASI DIAGNOSIS


Klasifikasi sirosis hepatis
a. Dekompensata → sirosis dgn komplikasi encephalopathy, ascites, atau perdarahan varises
Gejala sudah jelas

b. Kompensata → sirosis tanpa komplikasi diatas


Gejala blm terlihat nyata
Tingkat keparahan

Total skor 15 → pasien ini masuk ke dalam klasifikasi Child-Pugh C → cirrhosis hepar sudah parah
IKD → hepar
Anatomi
Letak : regio hypochondrium dextra dan epigastrium, meluas ke dalam regio hypochondrium sinistra
Facies hepar :
- facies diaphragmatica ke arah anterior, superior, dan posterior
- facies visceralis ke arah inferior
Lobus :
- Sinistra
- Dextra
- Caudatus
- Quadratus
Vaskularisasi :
- Arteria hepatica dextra dan sinistra dari arteria hepatica propria (cabang dari arteria hepatica
communis dari truncus coeliacus)
- Vena porta hepatica → v. cava inferior
Inervasi :
- Simpatis : n.splanchnicus mayor T5-T9
- Parasimpatis : n.vagus

Histologi
Hepar memiliki bagian terpenting yakni sinusoid. didalam sinusoid terdapat 2 sel :
- sel kupffer → berperan sebagai makrofag yang dapat mendeteksi dan memfagosit eritrosit tua
- sel penimbun lemak stelata → produksi matriks ekstraseluler sitokin yang membantu mengatur
aktivitas sel kupffer
Trias porta :
- Cabang venula dari vena portal
- Cabang arteri dari arteri hepatika
- Satu atau dua duktus empedu kecil epitel kuboid, cabang dari sistem hantaran empedu

Vaskularisasi esophagus yg relate :


Vena esophageal ber-anastomosis dengan vena azygos.
Anastomosis porto cava yg salah satunya ada di distal esophagus ini yg dilatasi jd varises
PATFIS
Tahapan-tahapan :
1. Inflamasi
2. Fibrosis → timbul jaringan parut untuk menggantikan sel hepar yg rusak
3. Sirosis → jaringan parut menumpuk, parah, fungsi hepar terhambat
4. Liver failure → hepar tdk bisa melakukan fungsinya, cm bisa ditangani dgn transplantasi
Pada pasien :
Hepatitis B → inflamasi → fibrosis → sirosis → hipertensi portal → varises esophagus → ruptur →
perdarahan scba

ETIOLOGI

Faktor virulensi :
- HBsAg → surface : protein plg luar, plg pertama ditemukan
- HBcAg → core : protein struktural utama, letak di nukleokapsid ikosahedral HBV
- HBeAg → envelope : letak di antara inti nukleokapsid ikosahedral dan membran lipid
Karakteristik :
- Masa inkubasi: 15 – 180 hari, rata-rata 60 – 90 hari
- Uncomplete double stranded DNA
- Berbentuk sirkuler
- Ukuran: 40 – 42 nm
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

a.
*Prothrombin Time → meningkat artinya pada pasien ini waktu pembekuan darah memanjang
b. Pemeriksaan Serologi Virus Hepatitis
● HBV : HbsAg, HBeAg, Anti HBc, HBV-DNA → HBsAg positif
● HCV : Anti HCV, HCV-RNA → negatif
2. Esophago-gastro-duodenoscopy (EGD/endoscopy) gold standard
Intinya untuk melihat lokasi sumber perdarahan → varises esophagus
3. Pencitraan
a. Ultrasonografi (USG) abdomen
- Hati mengecil → karena sirosis jadi hepar mengkerut, menciut
- Permukaan hati ireguler karena fibrosis
- Splenomegali
- Pelebaran vena lienalis dan vena porta
- Vena hepatika gambaran terputus-putus
b. MRI dan CT scan
Untuk menentukan derajat beratnya SH.
- Splenomegaly
- Asites
4. Biopsi hati → PA/histopatologi
- Ada kelainan vaskular, tidak ada traktus portal
- Tampak nodul-nodul dgn septa fibrosa
- Variasi ukuran sel hepar
TATALAKSANA
Non farmakologi
● Primary Survey : Airway, Breathing, Circulation
● Pasien stabil → rawat untuk terapi lanjutan/persiapan endoskopi
● Pasang NGT
● Rehidrasi secara IV, dengan kateter yang besar → No. 18
● Pasang kateter urine
● Monitoring TTV dan intake-output pasien.
● Persiapkan untuk transfusi darah
● Bilas lambung untuk mempermudah endoskopi.
● Tirah baring

Farmakologi
● PPI → menekan sintesis asam lambung, mengurangi perdarahan
● Vitamin K → koagulasi darah
● Somatostatin → perdarahan
● Transfusi darah dengan PRC (Packed Red Cell)

Resep

PENCEGAHAN
● Vaksinasi hepatitis B
● Tidak berbagi jarum suntik dan barang pribadi (terutama alat makan) dengan orang lain
● Hindari minuman beralkohol dan merokok
● Menjaga BB ideal
● Pembatasan obat- obatan hepatotoksik dan neurotoksik (OAINS, Isoniazid)
KOMPLIKASI
● Hipertensi portal
● Ascites
● Varises gastroesofagus
● Peritonitis bakterial spontan
● Ensefalopati hepatikum
● Sindrom hepatorenal
● Koagulopati
● Sindrom hepatopulmonar

PROGNOSIS
Karena pasien ini masuk klasifikasi Child-Pugh C → cirrhosis hepatis sudah parah (dekompensata) →
prognosis nya buruk, mortality 76%
Tapi ini di diskel ga dibahas, semoga ga muncul di osoca

EPIDEMIOLOGI
● Penderita sirosis hepatis lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan (1,6 : 1)
● Umur rata-rata penderitanya terbanyak pada golongan usia 30 – 59th dan puncaknya pada 40 –
49th
● Di seluruh dunia, sirosis hepatis menempati urutan ke – 7 penyebab kematian
● Angka kejadian sirosis hepatis di indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2 - 46,9%

PBHL
1. Medical Indication
Beneficence : Golden Rule Principle → Melakukan penegakkan diagnosis secara tepat dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
2. Patient Preferences
Autonomy : Informed Consent → Menjelaskan kepada pasien saat dokter akan melakukan
tindakan dan menanyakan kesediaan pasien sebelum melakukan pemeriksaan, membiarkan
pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri. Pada skenario pasien sadar penuh
dan sudah dewasa sehingga pasien dapat mengambil keputusan pengobatannya sendiri.
3. Quality of Life
Non Maleficence : Mencegah komplikasi → dengan memberikan tatalaksana yang adekuat
Beneficence : Meminimalisir akibat buruk → dengan mencegah komplikasi
4. Contextual Features
Justice : Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian → memberitahu pasien tentang
keuntungan dan kerugian dari tatalaksana yang akan dilakukan

Prima facie : non-maleficence


DK 14 – ALERGI MAKANAN

Overview case

Skenario Keterangan

Perempuan 19 tahun Identitas

KU/ gatal-gatal hampir seluruh DD/


tubuh setelah 30 menit yang lalu • Alergi makanan
makan ikan yang dijual di warung • Intoleransi makanan
• Intoksisitas makanan

Keluhan disertai mual-mual, muntah dan Sindroma → keluhan pada sistem


mencret dan dada terasa sesak gastrointestinal dan sistem respirasi

Penderita baru merasakan keluhan seperti Fase aktivasi terjadi setelah fase
ini, padahal sebelumnya penderita sensitisasi yang cukup lama
sering makan ikan.

Riwayat alergi makanan sebelumnya Pasien kemungkinan tidak mengetahui


disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Composmentis, sakit sedang. Sadar penuh

Tampak kemerahan hampir seluruh Urtikaria generalisata


tubuh

TD 85/60 mmHG, Hipotensi


Nadi 110x/menit, Takikardi
Respirasi 30x/menit, Takipnea
Suhu 36°C. DBN

Mukosa hidung bengkak dan pucat (-) Tanda khas rhintitis alergi

Pulmo: wheezing +/+, ronki -/- Wheezing → kemungkinan penyempitan


Extremitas : eritema +/+, kulit kering (- jalur napas
), bersisik(-), likenifikasi (-) Tanda dan gejala urtikaria dan DD/
CRT >2 detik, akral dingin Dermatitis aktopik disangkal
Tanda syok anafilaktik

Pemeriksaan Laboratorium

Basofil 5% (N 0-1%) Basofilia


Eosinophil 10% (N 1-3%) Eosinofilia
Neutrofil batang 4% (N 0-5%) Leukosit meningkat → shift to the left
Neutrofil segmen 50%(N 50-65%), (tanda inflamasi)

Limfosit 25% (N 25-35%)


Monosit 6% (N 4-6%)
IgE 250 iu/ml (N< 100iu/ml) Peningkatan IgE → respon tubuh
terhadap alergi bisa karena infeksi atau
kondisi sistem imun

DK/ Syok Anafilaktik e.c Alergi makanan

Definisi, Klasifikasi Diagnosis


Penyakit terbagi menjadi dua, yaitu
- Toksik
- Non toksik →imunologis (alergi) dan non-imun (intoleransi, spt defisiensi laktosa dan
tiramin pada keju)
Alergi makanan → respons imunologis yang menimbulkan reaksi terkait makanan dikaitkan
dengan beragam tanda dan gejala. Alergi makanan adalah penyebab utama anafilaksis.
Klasifikasi derajat klinisnya, sebagai berikut
- Ringan: hanya melibatkan kulit dan jaringan di bawah kulit
- Sedang: melibatkan sist. respirasi, kardiovaskuler, dan pencernaan
- Berat: hipoksia, hipotensi, syok, dan manifestasi neurologis
Syok anafilaktik → merupakan reaksi alergi degranulasi sel mast dan basophil yang dimediasi
oleh IgE. Syok Anafilaktik termasuk ke dalam reaksi hipersensitifitas tipe I (tiba-tiba). Cirinya
reaksi timbul dalam beberapa detik-menit dan timbul gejala di berbagai organ.
IKD\
Anatomi dan histologi sama seperti DK 1 tentang usus halus
Imunobiologi
Patgen Patfis

Etiologi

Pada kasus itu etiologinya ikan, awalnya udah ada paparan allergen tapi baru kena efeknya di
paparan kedua. Biasanya bisa dipengaruhi oleh genetic juga.
Faktor Resiko
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan + Resep
- Lakukan ABCD:
A → jaga saluran napas, pada kasus normal
B → pemberian oksigen
C → pemberian cairan infus
D → pemberian adrenalin berupa epinefrin (untuk syok)
- Pemberian antihistamin (diphenhydramine 50 mg)
- Pemberian kortikosteroid → bekerja di sel mast untuk mencegah terjadinya degranulasi
- Terapi IgE (anti-alergen) dan imunoterapi
Komplikasi
Pencegahan
Pada intinya adalah hindari alergen dan makanan yang akan sebabkan alergi
Prognosis
• QAV: ad bonam
• QAF : ad bonam
• QAS : dubia ad bonam → tergantung dari patuhnya menghindari makanan yang
sebabkan alergi

Epidemiologi
BHP + Primafacie
- Medical Indication → beneficence dan non maleficence
- Patient Preference → autonomy
- Quality Of Life → non maleficence
- Contextual Features → justice
- PRIMA FACIE → Non-maleficence
Matur 2
Pankreatitis akut

Overviewcase

Skenario Keterangan
Laki laki usia 40 tahun Identitas

KU : nyeri ulu hati yang parah sejak 8 jam 8 jam  akut


SMRS DD/
1. Pankreatitis akut
2. Obstruksi gastrointestinal
3. Sirosis hepar

Muntah-muntah berupa cairan dengan warna Menyangkal DD/ obstruksi gastrointestinal


kehijauan (biasanya muntah berwarna kuning)
Penderita diketahui sebagai peminum - Factor risiko pankreatitis akut :
alcohol, tidak sedang mendapat pengobatan, alcohol
dan tidak ada keluarga dengan keluhan - Tidak ada konsumsi obat 
serupa menyangkal DD/ pankreatitis yang
diinduksi obat
- Tidak ada factor genetic 
menyangkal DD/ pankreatitis
herediter

Pemeriksaan fisik :

Detak jantung 110 x/menit Takikardi  tanda pankreatitis akut


Tekanan darah 80/60 mmHg Hipotensi  tanda pankreatitis akut
Abdomen : epigastric teraba nyeri dan Adanya syok hipovolemik
didapatkan adanya warna keunguan
disekitar umbilicus

Pemeriksaan Laboratorium
Amilase serum : 1500 IU/L Meningkat  N : 140 IU/L
Lipase serum : 2300 IU/L Meningkat  0-160 IU/L
Hitung leukosit : 20.500 mm3 Meningkat  N 3500-10.500/mm3
Amilase srum dan lipase serum meningkat 
tanda Pankreatitis akut

Hematokrit : 49% Normal (pria dewasa 38,8 – 50%)


DK/ pankreatitis akut

Definisi dan klasifikasi diagnosis


Pankreatitis akut terjadi karena peradangan pancreas yang menyebabkan aktivasi enzim
pancreas dalam sel pancreas sehingga terjadi kerusakan jaringan. Didiagnosa terkena
pankreatitis akut jika memenuhi 2 dari 3 kriteria :
1. Nyeri hebat di abdomen, onset akut, kadang menjalar ke punggung
2. Enzim pancreas (amilase atau lipase) meningkat > 3x normal
3. Ada gambaran karakteristik pankreatitis akut pada CT scan dengan kontras, MRI/USG
transabdominal
Klasifikasi
Terdiri dari 2 spektrum :
1. Interstitial oedematous pancreatitis
- Ringan dan sirna dalam 1 minggu
- Terjadi edema inflamatorik parenkim pancreas yang menyebabkan pankreas membesar
secara difus
- Dapat ditemukan juga cairan peripankreatikus.

2. Necrotising pancreatitis
terjadinya nekrosis pada parenkim pankreas, jaringan peripankreas atau keduanya.
Diagnosis pankreatitis
Anamnesis ditemukan :
1. Nyeri hebat abdomen yang akut di daerah mid epigastrium dan dapat menjalar ke
punggung
2. Mual dan muntah
Pemeriksaan:
Fisik  ada efusi pleura hemoragik, obesitas, hipotensi (sistol <90mmHg),
takikardi(>130/menit)
Lab  ureum/kreatinin meningkat, kalsium serum menurun (<1,9 mmol/L), serum albumin
(<3,2g/dL)

IKD
ANATOMI
Letak  region epigastrika dan hipokondria sinistra
Struktur luar terdiri dari Caput, corpus dan cauda

VASKULARISASI LIMFE
Arteri : • Caput dan corpus: nod.pyloric, splenicus, dan
• a.pancreaticoduodenale superior mesenterica superior.
• a.pancreaticoduodenale inferior • Cauda : nod .splenicus
• a. pancreatica mayor • Cysterna chylii
• a. pancreatica caudalis Inervasi:
Vena : • Parasimpatis : n.vagus
• paralel dengan arteri • Simpatis: T 7-11, ggl coleacus
• Via v.Retzius beranastomose dengan v • Afferent: via serabut simpatis
cava
• Referred pain : regio dermatome 7-11inferior
inferior
HISTOLOGI
Pancreas terdiri dari dua jenis jaringan utama, yakni :
1. Asini
Menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
2. Pulau Langerhans
Menyekresi insulin dan glucagon ke darah. Terdapat 3 sel utama ;
a. Sel alfa  sekresi glucagon
b. Sel beta  sekresi insulin
c. Sel delta  sekresi somatostatin

FISIOLOGI
Fungsi pancreas  menghasilkan getah pancreas yang mengandung enzim trypsinogen, amilase
dan lipase serta menghasilkan hormone insulin dari pulau langerhans
Pathogenesis

Etiologi
1. Batu empedu (paling sering)
2. Konsumsi alcohol
3. Trauma
4. Metabolic
5. Toksin
6. Obat-obatan
7. Infeksi  virus,bakteri,fungi,parasite
8. Kelainan kongenital
9. Penyakit vascular
10. Mutase genetic gen CFTR
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium, ditemukan :
1. Amilase serum
Serum amilase awalnya meningkat tetapi kembali normal dalam 48-72 jam.
2. Lipase serum
Jika konsentrasi lipase > 3x batas atas normal  diagnosis pankreatitis aku
3. Pemeriksaan tripsinogen urin
pemeriksaan tripsinogen urin bisa digunakan untuk mendiagnosis, tetapi
sensitivitasnya masih kurang (53-96%) dan spesifisitas 85%.

4. leukosistosis, hiperglikemia ringan karena penurunan dari insulin dan peningkatan


glukagon, peningkatan kadar SGOT dan SGPT ringan pada pankreatitis alkoholik serta
peningkatan serum ALT > 150 IU/L.
Pemeriksaan Radiologi :
1. Foto polos abdomen; ditemukan gambaran ileus dari segmen usus halus "sentinel loop",
atau "colon cutoff sign"
2. Rontgen toraks
3. USG abdomen; pembesaran difus dan pankreas hipoekoik.
4. CT scan
5. MRI dan MRCP
Tatalaksana
1. Resusitasi cairan agresif dini
Larutan Ringer Laktat dengan bolus awal 15 hingga 20 mL/kg dan laju berikutnya 3
mL/kg per jam (biasanya sekitar 250 hingga 500 mL per jam) selama 24 jam pertama

2. Dukungan nutrisi
Nutrisi parenteral harus dimulai, dan keseimbangan nitrogen positif harus diperoleh
dalam 72 jam pertama
3. Antibiotic
4. Intervensi bedah pada pankreatitis akut
5. Konseling alcohol
Komplikasi, Prognosis,Epidemiologi, BHP
Komplikasi
Komplikasi local ;
1. acute peripancreatic fluid collection,
2. pseudokista,
3. acute necrotic collection,
4. walled-off necrosis.
5. disfungsi gastric outlet.
6. trombosis vena porta
7. splenikus dan nekrosis kolon.
Komplikasi sistemik ;
1. jantung coroner
2. paru kronik yang dipresipitasi pankreatitis akut
Prognosis
Umumnya, pasien dengan usia >55 tahun, BMI >30 kg/m'. adanya kegagalan organ, atau efusi
pleura termasuk dalam kelompok risiko tinggi yang membutuhkan perawatan intensif dari
awal. Skor APACHE-II dan Kriteria Ranson dapat digunakan untuk memprediksi beratnya
keadaan pasien dalam 48 jam sejak pasien masuk rumah sakit.
Epidemiologi
1. lnsiden pankreatitis akut di dunia adalah 5 hingga 80 per I 00.000 penduduk dengan
tingkat insiden tertinggi di Amerika Serikat dan Finlandia.
2. Di negara Eropa dan negara berkembang, pankreatitis akut yang terjadi diakibatkan
oleh batu empedu,
3. Di Amerika Serikat umumnya pankreatitis akut terjadi akibat alkohol.
4. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan.
5. Pada laki-laki biasanya disebabkan oleh alkohol sedangkan pada perempuan umumnya
disebabkan oleh gangguan saluran bilier.
BHP
• medical indication
→ benefincence: golden rule principle (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)
→ dokter harus mampu menegakkan diagnosis
• patient preference
→ autonomy: informed consent (melakukan informed consent kepada pasien) → mempunyai
kewajiban untuk menghargai hak-hak pasien
• quality of life
→ non maleficence: mengobati secara proporsional (meminimalisir akibat buruk) → mencegah
Komplikasi
• contextual features
→ justice: mendistribusikan keuntungan dan kerugian kepada pasien → mampu memberikan
edukasi kepada pasien dan keluarga pasien dan menjelaskan kekurangan serta kelebihan tata
laksana
• primafacie → non maleficence

Semangaaaatt ol!! Bismillah one shoot <33


SKETSA MATUR 6 B9
MUMPS/ Parotitis Epidemika/ gondongan
Baca ppt mumps dr yoke yaa, tp overall aku rangkum dr situ si
- Overview Case (DD (harus ada 3) - DK akhir)
SKENARIO KETERANGAN
Anak laki2, 6 thn 6 bln Insidensi (usia 2-12 tahun, L>P), karena mobilias anak lebih beas dr
pd dewasa
KU: bengkak di kedua leher 1 hari yll DD:/
• Parotitis epidemika à dari virus
• Parotitis bakterial (suporative) à biasanya pada dewasa
• Batu ductus parotis
• Tumor parotis
• Sindrom sirogen à autoimun

Fase replikasi di glandula parotid à pembengkakan


B mengalami demam 3 hari yll, disertai batuk, pilek, sakit menelan • akut
• Tanda gejala DD:/ Parotitis epidemika (MUMPS)
• Gejala prodormal: mialgia, malaise, sakit kepala,
demam suhu rendah, Anoreksia
• Gejala prodormal muncul 12-25 hari setelah pertama kali
virus masuk
• Menyingkirkan
Teman bermain B, sekitar 1 mg yll, punya keluhan yg sama • Faktor resiko penularan virus MUMPS
• Transmisi virus paramyxoviruses: droplet menyebar
melalui udara atau kontak langsung
Pemfis:
• Keadaan umum: kompos mentis, sakit sedang, • Sadar penuh, belum ada komplikasi ensefalitis/ meningitis
• Suhu 40C • Febris à tanda inflamasi
• Nafas cepat • Takikardi
• Nadi cepat dan isi cukup • Takipnea
• Tekanan 110/70mmHg • Dbn (n pada anak: 95-110/56-70 mmHg)
• Teraba benjolan di kedua leher, nyeri tekan, kedua telinga • Bilateral, à menyingkirkan DD:/ parototis suporative
terangkat karena unilateral
• Nyeri tekan à menyingkirkan DD:/ tumor parotis
(biasanya tidak nyeri)
• Anterior telinga terdapat organ glandula parotid
• Bilateral, nyeri tekan, kedua telinga terangkat à tanda
gejala DD:/ MUMPS

• Pemeriksaan lain dbn • Menyingkirkan DD:/ Sindrom sirogen à karena mata dan
mulut kering

DK;/ Parotitis epidemika (MUMPS)


DIAGNOSIS:
pemfis:
• ada kelenjar bengkak di dekat garis rahang bawah telinga / Chipmunk cheeck selama 5 hari
• (90% kasus bilateral, nyeri, kedua telinga terangkat) + gejala prodormal di oc
• Amilase serum meningkat,
• PCR untuk mendeteksi virusnya
• Tes serologis: IgG dan IgM positif

- IKD (anat, histo, faal)


ANATOMI GLANDULA PARTIROIDEA:
• adalah kelenjar paling besar antara tiga glandula saliva. Letak di regio capitis, di anterior inferior auris,

• Vaskularisasi

A. auricularis posterior dari A maxillaris dari carotid externa


A. maxxilaris dari a. carotid externa
A. temporalissuperficialis dari a. carotid externa

Vena: vretromandibularis
• Inervasi:
Simpatis: N. auriculotemporalis dan N. fascialis (VII)

HISTOLOGI

• Terdiri atas sel2 serosa (yg terang kalo di mikroskop) dan duktus sekretorius
• Sel serosa mengandung granula sekretori mengeluarkan enzim amilase
• Sel serosa tersebut digolongkan sebagai kelenjar tubuloasiner kompleks
• Virus bereplikasi di sel epitel ductus
FISIOLOGI

- Patgen Patfis
Masuk ke saluran napas à replikasi à viremia à gejala prodormal à menyebar ke parotid gland à di sini replikasi di sel epitel
ductus à pembengkakan à komplikasi tadi disebutin

- Etiologi
ª Virus ssRNA
ª famili: Paramyxoviridae
ª genus: paramyxoviruses
ª 2 glikoprotein yg akan menyebabkan imunitas
ª Tahan suhu panas, tapi mati <4C
ª Masa infektivitas: sebelum gondok dan saat gondok
ª Tidak menular lagi setelah pembengkakan mereda
- Penatalaksanaan + Resep
NON FARMAKOLOGIS
• Tidur yg banyak,
• minum yg cukup,
• Mengompres es batu/ air hangat secara intermitten,
• kumur air garam, 7
• makan makanan yg lunak
FARMAKOLOGIS
• Pengobatan simtomatik:
Antipiretik à utk demam dan nyeri tekan
1. Paracetamol à 10-15g/kgBB/kali
• Berikan antivirus à isoprinosin àdosis: 100cc/kgBB

Contoh soal: 9 kg anak, diberikan:


900cc isoprinosis (DENGERIN RECORD YA)

- Komplikasi
1. Komplikasi kelenjar (epididymoorchitis pada cowo, oophoritis & mastitis pada cewe, pankreatitis, tiroiditis)
2. Komplikasi neurologis (meningitis, ensefalitis, arthritis)
3. Komplikasi lain: Miokarditis, tuli, nefritis
- Pencegahan
• Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) (sudah ada vaksin gondongan) à blm di subsidi pemerintah
Vaksin hidup yang dilemahkan, Dengan injeksi sc, 2 rangkaian dosis pada usia 12-15 bulan dan usia 4-6 tahun.
1x vaksin= melindungi 10 tahun
Ada efek samping: demam, atralgia, kejang
- Prognosis
ª Semua Ad bonam pada anak
ª Menimbulkan permanen imunitas.
ª Beberapa anak Bisa terinfeksi ulang
- Epidemiologi
ª Endemik
ª Tidak ada karier
ª Penularan: kontak langsung, droplet, urin,
- BHP + Primafacie

Anda mungkin juga menyukai