Anda di halaman 1dari 20

CLINICAL SCIENCE SESSION

Diare pada Anak

Disusun oleh:
Nopi Indrianisa
Osler Sutanto

Preseptor:
Dr. Tetty Yuniati, dr., Sp. A(K), M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018
Identitas Pasien

Nama : An. KH

Tanggal lahir : 23 April 2018

Usia : 7 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kp. Cigiringsing Gg. Arim RT 02/17

Tanggal masuk RS : 10 Desember 2018

Tanggal Pemeriksaan : 11 Desember 2018

Anamnesis (Alloanamnesis)

Keluhan utama : Mencret

Pasien juga dikeluhkan mencret sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Dalam 24 jam
pertama, pasien buang air besar sebanyak kurang lebih 12 kali dengan konsistensi cair dengan
ampas yang berwarna kuning kehijauan tanpa lendir dan darah. Mencret kurang lebih sebanyak
½ aqua gelas. Mencret ini di sertai demam dan mual muntah. Demam terus menerus, ibu pasien
tidak mengukur suhunya. Keluhan pasien juga disertai lemas, mata yang cekung dan tidak mau
menyusu. Tidak terdapat keluhan buang air kecil. Keluhan batuk pilek, kejang, penurunan
kesadaran disangkal. Ibu tidak mengetahui apakah terdapat penurunan berat badan selama
mencret.

Pasien baru pertama kali mengalami gejala seperti ini. Tidak terdapat anggota keluarga
yang memiliki gejala yang sama dengan pasien. Tidak terdapat teman-teman di lingkungan
rumah pasien yang memiliki gejala yang sama. Tidak terdapat riwayat alergi pada pasien dan
keluarga pasien.

Pasien merupakan anak ke 1 dari Ibu P1A0. Pasien lahir cukup bulan, lahir normal dan
langsung menangis. Proses kelahiran dibantu oleh bidan dengan berat lahir ± 3200 gram. Saat
kehamilan, ibu pasien tidak mengalami sakit apapun. Ibu pasien sering kontrol ke bidan selama
masa kehamilannya dan mengonsumsi vitamin serta zat besi dari puskesmasnya.

Riwayat imunisasi dasar pasien belum lengkap karena menurut ibu pasien hanya
dilakukan imunisasi BCG saja. Riwayat tumbuh kembang pasien sesuai usia. Pasien sudah
dapat duduk, pasien sudah bangun dari tempat tidur, dan memindahkan benda dari tangan
yang satu ke yang lain. Pasien baru bisa bicara 1 suku kata. “ma” atau “ba”, pendengaran dan
penglihatan dikesankan ibu dalam batas normal.

Riwayat nutrisi pasien diberikan ASI 5 – 7 kali sehari. Pasien sudah diberikan MPASI
sejak umur 6 bulan. Pasien memiliki 2 dot yang dibersihkan menggunakan sabun dan air panas.

Rumah pasien tidak dekat dengan jalan raya. Rumah pasien bisa dimasuki oleh sinar
matahari. Terdapat ventilasi yang cukup. Rumah pasien menggunakan air dari PAM. Rumah
pasien memiliki jamban dan pembuangannya ke septiktank. Ibu selalu mencuci tangan dan
mencuci bahan makanan sebelum makan.
Pemeriksaan Fisik (11 Desember 2018)

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 122 kali/menit
Pernapasan : 30 kali/menit
Suhu : 36,3°C
SpO2 : 98%
CRT : < 2 detik

Antropometri dan Status Gizi


Berat Badan : 6,7 kg
Panjang Badan : 72 cm
Lingkar kepala : 41 cm
BB/U : > -2 SD (median)
PB/U : 2 SD (median)
LK/U : > -2 SD (median)
BB/PB : -2 SD (median)

Kepala dan Leher


UUB : Normal
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok
Wajah : Simetris, tidak ada deformitas
Mata : Konjungtiva tidak anemi, sklera tidak ikterik, tidak
cekung, air mata (+)
Hidung : Pernapasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Mulut : Mukosa tenang, basah, sianosis perioral tidak ada
KGB : Tidak teraba membesar

Thoraks :
Pulmo : Bentuk dan gerak simetris, tidak ada retraksi, VBS kanan= Kiri,
Crackle -/-, wheezing -/-,
Cor : S1-S2 murni reguler
Abdomen :
Datar lembut
Bu (+) Normal
Hepar dan lien tidak teraba
Turgor kembali cepat

Ekstrimitas :
Akral hangat
Akrasianosis ( - )

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah rutin (10 Desember 2018)

• Hb : 12,3 g/dL (N: 11 – 13)

• Hematokrit : 33,7 g/dL (N: 42 – 52)

• Eritrosit : 4,71 juta/mm3 (N: 4,7 – 6,1)

• Lekosit : 8800 /mm3 (N: 4,8 – 10,8)

• Trombosit : 342000/mm3 (N: 130 – 400)

Hitung jenis leukosit (10 Desember 2018)


Basofil : 0 (N: 0-1)

Eosinofil : 0 (N: 0-4)

Netrofil batang : 0 (N:3-5)

Netrofil segmen : 33 (N: 40-74)

Limfosit : 60 (N: 19 – 48)

Monosit : 7 (N: 3,4 - 9)

Feses rutin (11 Desember 2018)

• Warna (Makroskopis) : Kuning


• Konsistensi (Makroskopis) : Lembek

• Darah (Makroskopis) : Negatif

• Lendir (Makroskopis) : Positif

• Leukosit (Mikroskopis) : 3 – 5 /LPB

• Eritrosit (Mikroskopis) : 0 – 3 /LPB

• Amoeba (Mikroskopis) : Negatif

• Kristal (Mikroskopis) : Negatif

• Sisa Pencernaan (Mikroskopis) : Negatif

• Telur Cacing (Mikroskopis) : Negatif

• Lemak (Mikroskopis) : Positif

• Bakteri : Positif

Rencana Pemeriksaan

- Cek darah rutin besok


- Cek elektrolit
- Cek hapusan darah tepi

Diagnosis Banding

- Diare akut non disentri ec. suspek infeksi bakteri DD/ infeksi virus + dehidrasi berat
(Perbaikan) + Susp. Anemia Defisiensi Besi + Malnutrisi

Diagnosis Kerja

- Diare akut non disentri ec. infeksi bakteri + dehidrasi berat (Perbaikan) + Susp.
Anemia Defisiensi Besi + Malnutrisi

Rencana Terapi

 Berikan 50 – 100 cc ORS (larutkan 1 sachet oralit dalam 1 gelas air putih, berikan
setengahnya) setiap BAB. Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu berikan lagi.
 Lanjutkan pemberian ASI, diperpanjang dan dipersering.
 Berikan MPASI berupa bubur atau makanan halus, porsi diperkecil berikan lebih
sering.
 Zinc 20 mg 1x sehari selama 10 hari.
 Antibiotik:
o Cefotaxime 3 x 300mg IV
 Antipiretik:
o Paracetamol 10-15 mg/kgBB/pemberian jika suhu pasien ≥ 38°C
 Edukasi ke ibu mengenai kapan harus kembali dan cara membuat ORS dan
memberikan zinc, serta higenitas.
 Edukasi tanda kembali ke faskes : anak tidak mau minum/ menyusui, keadaan
memburuk, ada demam, BAB berdarah, tanda bahaya seperti: kejang, sesak, lemas,
muntah-muntah persisten, biru, tangan dan kaki dingin.

Prognosis

- Ad Fuctionam : Ad bonam
- Ad Vitam : Ad bonam
- Ad Sanationam : Ad bonam

DIARE

I. Definisi
Diare adalah keadaan dimana buang air besar mengalami perubahan konsistensi
menjadi lebih lunak atau cair yang terjadi dalam frekuensi > 3x dalam 24 jam

II. Klasifikasi
 Berdasarkan klinis : ada atau tidaknya darah
- Disentriform: Shigella sp, Salmonella sp, Campylobacter, Entamoeba
hystolitica
- Non-disentriform: rotavirus
 Berdasarkan waktu
- Akut  < 14 hari
- Kronis  ≥ 14 hari
 Berdasarkan patomekanisme
- Invasive
- Sekretorik
- Osmotik

III. Etiologi
 Infeksi
- Virus  rotavirus, Norwalk-like virus, enteric adenovirus,
astrovirus, calicivirus
- Bakteri  shigella sp, salmonella sp, campylobacter, E.Coli
- Parasit  Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporidium
 Non-infeksi
- Intoleransi karbohidrat
- Alergi makanan
- Keracunan makanan
- Sindroma usus pendek
- Drug-induced
IV. Patomekanisme
 Diare invasive

Merupakan diare yang disebabkan invasi mikroorganisme dalam mukosa usu


sehingga menimbulkan kerusakan mukosa usus
 Diare osmotic

Pada diare osmotik didapatkan substansi intraluminal yang tidak dapat diabsorpsi
dan menginduksi sekresi cairan.24 Biasanya keadaan ini berhubungan dengan terjadinya
kerusakan dari mukosa saluran cerna.31 Akumulasi dari zat yang tidak dapat diserap,
misalnya magnesium (laksan, antasid), karbohidrat atau asam amino lumen usus di dalam
lumen usus menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal, sehingga terjadi
pergeseran cairan plasma ke intestinal.26

Akumulasi karbohidrat merupakan salah satu contoh dari tipe diare ini dan paling
sering terjadi. Karbohidrat seperti laktosa, sukrosa, glukosa dan galaktosa dalam jumlah
cukup besar di intestinal dapat disebabkan oleh gangguan transportasi baik kongenital
maupun dapatan. Misalnya pada laktosa intoleransi, terjadi penurunan fungsi enzim
laktase dari brush border usus halus. Laktosa tidak dapat dipecah sehingga tidak dapat
diabsorpsi. Laktosa yang tidak tercerna menarik air ke dalam lumen sehingga terjadilah
diare. Defisiensi enzim laktase dapat terjadi primer maupun sekunder.

 Diare sekretorik
Peningkatan sekresi intestinal diperantarai oleh hormon (Vasoactive intestinal
polypeptide VIP), toksin dari bakteri (E. coli, Cholera) dan obat-obatan yang dapat
mengaktivasi adenil siklase melalui rangsangan pada protein G enterosit. Akan terjadi
peningkatan cyclic AMP intraseluler pada mukosa intestinal akan mengaktifasi protein
signalling tertentu, akan membuka channel chloride. Stimulasi sekresi khlorida merupakan
respon pada toksin kholera atau cholera-like toxin yang diperantarai oleh peningkatan
konsentrasi cAMP. Enterotoksin lain akan meningkatkan sekresi intestinal dengan
meningkatkan cGMP atau konsentrasi kalsium intraseluler. Nitric-oxide diduga berperanan
dalam pengendalian sekresi Cl. Peningkatan sekresi pada sel kripte dengan hasil akhir berupa
peningkatan sekresi cairan yang melebihi kemampuan absorpsi maksimum dari kolon dan
berakibat adanya diare. Pada diare sekretorik biasanya pengeluaran tinja dalam jumlah besar,
menetap meskipun dipuasakan dan memiliki komposisi elektrolit yang isotonik. Osmolalitas
tinja isotonik dengan plasma. Tipe diare ini banyak terjadi pada diare yang disebabkan oleh
infeksi, misalnya akibat enterotoksin Kolera, E. coli. Karakteristik dari diare osmotik adalah
diare akan membaik bila penderita dipuasakan atau membatasi asupan.

V. Diagnosis
 Anamnesis
- Lama, frekuensi dan volume diare
- Konsistensi tinja, warna, bau, lendir
- Muntah  volume dan frekuensi
- Buang air kecil
- Makanan dan minuman selama diare
- Gejala lain (panas, batuk, pilek, campak)
- Tindakan yang telah dilakukan
- Imunisasi
- Kebersihan diri dan lingkungan

 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan darah : leukosit, hitung jenis leukosit, elektrolit
- Pemeriksaan feses rutin
- Pemeriksaan kultur feses

VI. Diagnosis banding

VII. Tatalaksana
1 • Rehidrasi

2 • Zinc diberikan 10-14 hari

3 • ASI dan makanan lain tetap diteruskan

4 • Antibiotik selektif

5 • Nasehat dan penyuluhan pada orang tua

 Rehidrasi
 Zinc
< 6 bulan  ½ tablet (10 mg)
≥ 6 bulan  1 tablet (20 mg)
Sediaan : tablet 20 mg, syrup 20mg/5ml
Selama 10-14 hari
Cara pemberian : dilarutkan dalam air putih, ASI atau ORS
dikunyah
Mechanism of action: Menghambat c-AMP activated K channel 
mengurangi sekresi air
Meningkatkan regenerasi epitel intestinal
Meningkatkan brush border enzyme
 ASI dan Makanan
ASI tetap diberikan
Jangan dipuasakan
Makanan :
- Untuk bayi ≥ 6 bulan diberikan makanan yang dimasak dan
dihaluskan
- Makanan diberikan dalam porsi lebih kecil tetapi dengan frekuensi
lebih sering, sekitar 6x sehari
- Bisa diberikan jus atau pisang yang dihaluskan untuk memberikan
asupan kalium.
 Antibiotik

 Edukasi
Edukasi pengobatan rehidrasi, zinc, ASI dan makanan, antibiotic
Edukasi tanda-tanda harus kembali :
- Anak tidak mau minum, makan atau menyusui
- Keadaan memburuk
- Ada demam
- BAB berdarah
- Tanda bahaya : kejang, lemas, sesak, muntah-muntah persisten, biru,
tangan dan kaki dingin
 Probiotik
Probiotik adalah suplemen oral atau produk makanan yang mengandung
sejumlah mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mikroflora host dan
memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Mikroorganisme probiotik
biasanya merupakan golongan Lactobacillus, Bifidobacterium, dan
Streotococcus. Bakteri ini bersifat fermentasi, anaerob obligat ataupun
fakultatif, biasanya nonmotil dan memproduksi asam laktat. Probiotik dapat
mendominasi dan mengalahka mikroorganisme patogenik yang berada dalam
saluran cerna. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh produk hasil metabolisme
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki efek yang menguntungkan bagi
fungsi biologis host, contohnya adalah asam lemak rantai pendek seperti butirat.
Bakteri probiotik yang sering diteliti adalah Lactobacillus rhamnosus GG,
Bifidobacterium lactis, dan Streptococcus thermophilus.
Pemberian probiotik dapat mencegah infeksi gastrointestinal akut pada
anak yang sehat. Hal ini ditunjukkan dari penelitian oleh Weizman et al, dimana
dari 201 bayi berusia 4 – 10 bulan mendapatkan probiotik B lactis atau L reuteri
dan grup kontrol yang tidak mendapatkan probiotik, bayi dengan probiotik
memiliki episode diare yang lebih sedikit dan lebih pendek dibandingkan
dengan grup kontrol. Begitu pula dengan penelitian di Perancis, dimana anak
yang diberikan suplementasi probiotik beruta yogurt mengandung L casei
memiliki diare yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak tanpa probiotik.
Pemberian probiotik sebagai pengobatan diare juga memperpendek waktu
rehidrasi intravena hingga 18 jam. Telah dilaporkan bahwa probiotik
mengurangi jumlah kotoran diare dan durasi diare hingga kira-kira 1 hari. Hal
ini juga bergantung pada bakteri yang menguntungkan. LGG adalah probiotik
yang paling efektif dengan dosis lebih besar dari 1010 CFU. Probiotik juga lebih
menguntungkan bila diberi diawal diare dan pada anak dengan diare karena
gastroenteritis viral bukan karena infeksi bakteri non invasif.
Probiotik bekerja secara imunologi dan non imunologi. Secara
Imunologi, probiotik akan mengaktifkan makrofag lokal untuk meningkatkan
presentasi antigen kepada sel T (makrofag merupakan APC/antigen presenting
cell), kemudian sel T merilis sitokin untuk mengaktifkan limfosit B, dan
akhirnya limfosit B mensintesis imunoglobulin, yaitu IgA. Jadi probiotik secara
tidak langsung meningkatkan IgA. Selain efek tersebut, probiotik juga
mempunyai peran imunologik yang lain yaitu memodulasi profil sitokin dan
menginduksi hiposensitifitas tehadap antigen makanan. Secara nonimunologi:
probiotik merupakan kelompok bakteri yang meproduksi asam laktat dari
karbohidrat, sehingga pH lingkungan saluran cerna menurun, dalam suasana
asam bakteri probiotik dapat tumbuh dengan subur, sedangkan bakteri patogen
tak dapat hidup. Selain itu, probiotik juga memproduksi bakteriosin untuk
menghambat patogen, merangsang produksi musin epitel usus MUC2 dan
MUC3 (adanya peningkatan produksi musin ini akan menghambat perlekatan
kuman patogen pada mukosa saluran cerna), serta meningkatkan fungsi barriers
intestinal (fungsi pertahanan usus). Selain itu probiotik juga mengakibatkan
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan
antimikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien.

Probiotik masih menjadi perdebatan karena keamanan dalam


penggunaannya. Beberapa kasus infeksi telah terjadi dan dilaporkan. Pasien
yang berisiko untuk terjadi infeksi tersebut adalah pasien imunokompromis,
termasuk neonatus preterm yang sakit, dan/atau anak dengan kateter intravena
atau alat medis lainnya. Pada kebanyakan kasus, organisme yang
mengakibatkan sepsis berasal dari bakteri flora normal individu tersebut.

VIII. Pencegahan
- ASI eksklusif 6 bulan
- Asupan gizi yang baik
- Penggunaan air bersih
- Cuci tangan dan mencuci bahan makanan
- Imunisasi campak
- Imunisasi rotavirus
- Rotarix
Monovalen
Mengandung porcine circovirus type 1 (PCV-1) yang dilemahkan
Diberikan 2 dosis ( bulan ke 2, 4) interval 4 minggu
Melalui oral (1,5 ml)
- Rotateq
Pentavalen
Mengandung rotavirus strain G1, G2, G3, G4 dan P1
Diberikan 3 dosis (bulan ke 2, 4, 6) interval 4-10 minggu
Melalui oral (2 ml)

IX. Komplikasi

Dehidrasi

Dehidrasi terjadi pada diare karena hilangnya air dan elektrolit (Natrium,
Klorida, Kalium dan Bikarbonat) saat buang air. Air dan elektrolit juga hilang melalui
muntah, keringat, urin, dan pernapasan. Dehidrasi terjadi saat kehilangan tersebut
tidak digantikan secara adekuat dan terjadi deficit air dan elektrolit. Volume
hilangnya cairan melalui buang air besar dalam 24 jam bervariasi dari 5ml/kg hingga
200 ml/kg atau lebih. Konsentrasi hilangnya elektrolit juga bervariasi. Defisit natrium
total pada anak dengan dehidrasi berat karena diare umumnya sekitar 70-110
millimol/liter defisit air. Hilangnya kalium dan klorida juga dalam kadar serupa.
Defisit tersebut dapat terjadi pada diare akut karena etiologi apapun. Penyebab umum
dehidrasi pada diare adalah rotavirus, ETEC, dan Vibrio cholerae O1 atau O139.
Derajat dehidrasi dikelompokkan berdasarkan manifestasi klinis yang merefleksikan
jumlah kehilangan cairan. Pada fase awal dehidrasi terjadi tanpa gejala, semakin
dehidrasi meningkat, gejala haus, rewel, gelisah, turgor kulit berkurang, mata cekung,
dan ubun-ubun cekung mulai muncul. Pada dehidrasi berat, gejala semakin terlihat
dan dapat menunjukkan tanda syok hipovolemik seperti gangguan kesadaran,
berkurangnya output urin, ekstremitas dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah, dan sianosis perifer. Kematian dapat terjadi jika tidak dilakukan rehidrasi
segera

Malnutrisi

Pasien yang meninggal karena diare walaupun tatalaksana yang dilakukan


telah sesuai umumnya mengalami malnutrisi, yang biasanya berat. Saat terjadi diare,
asupan makanan yang berkurang, penyerapan berkurang, dan meningkatnya
kebutuhan nutrisi dapat menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan
pertumbuhan. Status nutrisi anak menurun dan malnutrisi yang sudah ada sebelumnya
menjadi lebih berat. Malnutrisi juga dapat menyebabkan diare menjadi lebih berat,
lebih lama, dan lebih sering terjadi. Hal ini dapat ditangani dengan memberikan
makanan kaya nutrisi saat dan setelah diare, serta pemberian diet kaya nutrisi yang
sesuai usia anak saat anak kembali sehat. Dengan demikian malnutrisi dapat dicegah
dan risiko kematian pada diare dapat berkurang

Gangguan Elektrolit

Hipernatremia
Beberapa anak dengan diare mengalami dehidrasi hipernatremik, khususnya ketika
diberikan minuman hipertonik yang memiliki kandungan gula atau garam yang tinggi.
Cairan tersebut menarik air dari jaringan dan darah ke lumen usus dan menyebabkan
konsentrasi natrium ekstraseluler meningkat. Jika minuman tersebut tidak diserap
sepenuhnya, air akan tetap berada di lumen usus dan menyebabkan diare osmotik.
Anak dengan dehidrasi hipernatremik (Natrium serum > 150 mmol/L) memiliki rasa
haus yang lebih menonjol daripada gejala dehidrasi lain. Masalah serius yang dapat
muncul adalah kejang, yang dapat terjadi jika Natrium serum melebihi 165 mmol/L,
terutama jika terapi intravena juga diberikan. Kejang jarang terjadi jika hipernatremia
diatasi dengan larutan ORS, yang dapat menormalkan konsentrasi Natrium dalam 24
jam.

Hiponatremia
Anak dengan diare yang minum air dengan garam yang sedikit, dapat mengalami
hiponatremia (Na serum < 130 mmol/L). Hiponatremia khususnya terjadi pada anak
dengan shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan edema. Hiponatremia berat
berhubungan dengan letargi dan kejang. Larutan ORS aman dan efektif sebagai terapi
untuk anak dengan hiponatremia secara umum. Pengecualian pada anak dengan
edema, karena larutan ORS akan memberikan Natrium yang terlalu banyak.

Hipokalemia
Penggantian kalium yang tidak adekuat saat diare dapat menyebabkan deplesi kalium
dan hipokalemia (Kalium serum < 3 mmol/L), khususnya pada anak dengan
malnutrisi. Hal ini dapat menyebabkan lemah otot, ileus paralisis, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia diperburuk ketika basa (bikarbonat atau
laktat) diberikan untuk mengatasi asidosis tanpa pemberian kalium. Hipokalemia
dapat dicegah dan defisit kalium dapat dikoreksi dengan pemberian ORS untuk terapi
rehidrasi dan pemberian makanan kaya kalium saat dan setelah diare

Demam
Demam pada anak yang diare dapat disebabkan oleh infeksi lain (contohnya
pneumonia, bakteremia, ISK, OM). Anak juga dapat mengalami demam karena
dehidrasi. Keberadaan demam harus diwaspadai dengan pertimbangan infeksi lain.
Hal ini penting ketika demam tetap ada setelah anak terehidrasi sepenuhnya. Anak
dengan demam atau riwayat demam pada lima hari terakhir dan tinggal pada daerah
endemik malaria harus diberikan antimalaria atau ditangani sesuai program malaria
nasional. Anak dengan demam tinggi (>39 derajat C) harus ditangani dengan
mengatasi infeksi penyebab dan antibiotik yang sesuai beserta antipiretik. Penanganan
demam juga akan meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rewel.

Kejang
Pada anak diare dengan riwayat kejang, perlu dipertimbangkan :
Kejang demam : Umumnya terjadi pada infant, terutama jika demam melebihi 40
derajat C atau meningkat dengan cepat. Tangani demam dengan parasetamol,
kompres juga dapat dilakukan jika suhu melebihi 39 derajat C. Pertimbangkan
meningitis.
Hipoglikemia : Dapat terjadi pada anak dengan diare, karena glukoneogenesis yang
tidak adekuat. Jika dicurigai hipoglikemia pada anak dengan kejang atau koma,
berikan 5 ml/kg larutan glukosa 10% intravena selama 5 menit. Jika penyebabnya
hipoglikemia, pemulihan kesadaran umumnya cepat. Pada kasus seperti itu larutan
ORS harus diberikan (atau larutan glukosa 5% ditambahkan IV) sampai anak dapat
makan, untuk menghindari hipoglikemia simtomatik
Hipernatremia atau hiponatremia : Tangani dehidrasi dengan larutan ORS

Defisiensi Vitamin A
Diare mengurangi penyerapan dan meningkatkan kebutuhan vitamin A. Pada daerah
dengan banyak anak yang memiliki cadangan vitamin A rendah, anak dengan diare
akut atau persisten dapat mengalami lesi pada mata karena defisiensi vitamin A
(Xeroftalmia) dengan cepat dan dapat hingga terjadi kebutaan. Hal ini merupakan
masalah ketika diare terjadi saat atau sesaat setelah campak, atau pada anak
malnutrisi. Pada daerah seperti itu, anak dengan diare harus diperiksa rutin untuk
kekeruhan kornea dan lesi konjungtiva (Bitot’s spot)/ Jika salah satu ada, vitamin A
oral diberikan untuk 2 hari, 200.000 unit/dosis untuk usia 12 bulan – 5 tahun, 100.000
unit untuk usia 6 bulan – 12 bulan, dan 50.000 unit untuk usia kurang dari 6 bulan.
Anak tanpa gejala mata dengan malnutrisi berat atau mengalami campak dalam satu
bulan terakhir juga harus mendapat pengobatan yang sama. Anak harus diberikan
banyak makanan kaya karoten, seperti buah dan sayur kuning atau oranye, dan
sayuran hijau. Jika memungkinkan, berikan telur, hati, atau susu full fat.

Anda mungkin juga menyukai