Anda di halaman 1dari 94

PENGARUH FAKTOR – FAKTOR MANAJEMEN PENINGKATAN

MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS) TERHADAP MUTU


PENDIDIKAN SMPN/MTS SE KECAMATAN TAMBANG ULANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan

nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya

manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai

faktor pendukung upaya manusia dalam mengarungi kehidupan yang penuh

tantangan. Dalam kerangka inilah pendidikan diperlukan dan dipandang

sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju, demikian halnya

bagi masyarakat Indonesia.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat

mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk

meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan; sudah pasti kualitas

pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sebagai faktor penentu

keberhasilan pembangunan, pada tempatnyalah kualitas SDM ditingkatkan

melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis

71
72

dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dilandasi iman dan taqwa.

Pendidikan memberikan kontribusi sangat besar terhadap kemajuan

suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

konstitusi serta sarana dalam metnbangun watak bangsa (Nation Character

Building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuasa kehidupan yang

cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat

bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang ke luar dari

krisis dan menghadapi dunia global.

Setiap lembaga pendidikan, dituntut untuk memberikan pelayanan

sebaik mungkin kepada " pelanggannya ". Agar tugas ini terwujud, sekolah

perlu didukung sistem manajemen yang baik. Beberapa ciri sistem

manajemen yang baik adalah adanya pola pikir yang teratur (administrative

thinking) pelaksanaan kegiatan yang teratur (administrative behaviour), dan

penyikapan terhadap tugas-tugas kegiatan secara baik (administrative

attitude).

Manajemen berasal dari kata " to manage " yang artinya mengatur.

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari

fungsi-fungsi manajemen itu, jadi manajemen itu merupakan suatu proses

untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan ( Hasibuan, 2004:12).

Manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif

untuk mencapai sasaran (kamus besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, 1988).


73

Didalam penggunaan sumber daya termasuk kegiatan perencanaan, mengor-

ganisasi, koordinasi, pengarahan, pengendalian dan supervisi (Webster

dictionary, 1966 ).

Untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada di lingkungan

pendidikan Manajemen Mutu Terpadu yang akan memberi solusi para

professional pendidikan untuk menjawab tantangan masa kini dan masa

depan. Karena Manajemen Mutu Terpadu dapat digunakan untuk

membangun aliansi antara pendidikan, bisnis dan pemerintah. Manajemen

Mutu terpadu dapat membentuk masyarakat responsive terhadap perubahan

tuntutan masyarakat di era globalisasi ini. Manajemen Mutu Terpadu juga

dapat membentuk sekolah yang tanggap dan mampu merespon perubahan

yang terjadi dalam bidang pendidikan demi memberikan kepuasan pada

stakeholder.

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode

peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan

sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif &

kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara

berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi

sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam

Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingkat MPM, terkandung upaya a)

mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun

administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk


74

menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala

sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua dan pakar.

Manajemen Mutu Terpadu ( Total Quality Management) dalam

kontek pendidikan merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan

secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis

kepada setiap institutsi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan

dan harapan pelanggan, saat ini maupun masa yang akan datang. ( Edward

Sallis,2006:73). Sedangkan Santoso menyampaikan bahwa TQM merupakan

suatu sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha

yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh

anggota organisasi ( 2003:4). Total Quality Management merupakan suatu

pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan

daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,

manusia, tenaga kerja, proses dan lingkungan (Nasution,2004:18).

Pada hakikatnya tujuan institusi pendidikan adalah untuk menciptakan

dan mempertahankan kepuasan para pelanggan dan dalam TQM kepuasan

pelanggan ditentukan oleh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Oleh

karena hanya dengan memahami proses dan kepuasan pelanggan maka

organisasi dapat menyadari dan menghargai kualitas. Semua

usaha/manajemen dalam TQM harus diarahkan pada suatu tujuan utama,

yaitu kepuasan pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya

bila tidak melahirkan kepuasan pelanggan.


75

Implementasi Total Quality Management, atau sering disebut

pelaksanaan menejemen mutu total di sekolah saat ini dipandang cukup

relevan dan signifikan seiring dengan pelaksanaan UU RI Nomor 23 Tahun

2004 tentang Otonomi Daerah, dan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Pendidikan Nasional serta kehadiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006

tentang Standar Isi. Di dalam Standar Isi termuat tentang Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Pemberlakuan dan pemberian kewenangan

sekolah/satuan pendidikan untuk merancang, menyusun, melaksanakan

kurikulum yang dibuat secara bersama-sama dengan warga sekolah dan

stakeholders sebagai salah satu wujud pemberian otonomi sekolah dalam

penerapan school Based Management.

Pada pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di

sekolah cukup berat konsekuensinya baik menyangkut menejemen,

pembiayaan, sarana prasarana, sumber daya manusianya, kemampuan dan

kemauan warga sekolah untuk menyelamatkan mutu pendidikan di

sekolahnya, maka dipandang perlu penerapan Total Quality Management

sebagai salah satu upaya untuk pemberdayaan SDM dan seluruh potensi di

sekolah maupun di luar sekolah secara bersama-sama untuk meningkatkan

mutu pendidikan sesuai dengan rencana strategis pemerintah dibidang

pendidikan Tahun 2012/2013 bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan

diarahkan agar setiap lembaga pendidikan memberikan jaminan kualitas


76

kepada masyarakat yaitu jaminan bahwa penyelenggaraan pendidikan di

sekolah sesuai dengan yang mereka harapkan.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan bagian dari sistem

pendidikan nasional secara umum bertujuan untuk membentuk manusia

Indonesia yang memiliki sifat-sifat cerdas seeara intelektual, emosional dan

spritual yang diwujudkan dengan perilaku jujur, tanggung jawab, disiplin,

mampu bekerjasama, visioner, adil dan peduli.

Secara khusus tujuan SMP adalah (1) meningkatkan pengetahuan

siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan

untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan kesenian (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota

masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan

sosial, budaya dan alam sekitar (Depdiknas 2002).

Untuk mencapai tujuan tersebut institusi SMP sebagai Unit Pelaksana

Teknis diperlukan penanganan efektif dan bermutu dengan mengikutsertakan

secara aktif partisipasi warga sekolah untuk merespon harapan pelanggan

dalam hal ini orang tua dan stakeholder yaitu pelayanan yang bermutu baik

proses maupun outputnya.

Pelanggan adalah semua orang yang menuntut untuk memenuhi suatu

standar kualitas tertentu. Pelanggan didefinisikan oleh Maine : (a) pelanggan

adalah orang yang tidak bergantung pada kita, tetapi kita yang bergantung

padanya (b) pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada apa
77

keinginannya (c) tidak seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi

dengan pelanggan (d). pelanggan adalah orang yang teramat penting yang

harus dipuaskan( Nasution, 2004 :42).

Tuntutan pelanggan tentunya memerlukan adanya standar kualitas

tertentu, oleh karena itu seluruh komponen sistem pendidikan berupa

masukan, proses dan keluaran harus memenuhi standar kualitas tertentu pula.

Kualitas merupakan isu yang cukup menonjol di dunia manajemen akhir-

akhir ini. Hal ini disebabkan karena terjadinya persaingan yang semakin ketat

antar sekolah. Sedangkan keberhasilan dalam persaingan tersebut sangat

ditentukan oleh terpenuhinya tuntutan pelanggan (customer requirements).

Suatu "organisasi dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitasnya

dengan cara membangun suatu sistem peningkatan kualitas. Salah satu model

sistem peningkatan kualitas adalah Total Quality Management (Sonhaji,1999:

l ).

Diberlakukannya UU Sistem Pendidikan Nasional berdampak pada

pengelolaan pendidikan di sekolah dan madrasah. Sistem Pendidikan

Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk

menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,

nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan

secara terencana, terarah dan berkesinambungan (UU Sisdiknas bagian

Menimbang point b). Upaya standarisasi mutu harus menjadi fokus perhatian
78

dalam upaya menjaga mutu pendidikan secara nasional. Upaya peningkatan

mutu pendidikan sulit dilepaskan keterkaitannya dengan manajemen mutu.

Dalam manajemen mutu semua fungsi manajemen yang dijalankan oleh para

manajer pendidikan diarahkan agar semaksimal mungkin semua layanan

yang diberikan sesuai atau melebihi harapan. Sehingga diharapkan dapat

memberikan Quality Assurance (penjaminan mutu) kepada para masyarakat.

Dalam merespon harapan, tantangan dan persaingan tersebut

SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut harus

berbenah dan terus melakukan langkah inovasi bila tidak ingin ditinggalkan

masyarakat dan tetap menjadi yang terbaik.

Berdasarkan permasalahan diatas maka dipandang perlu peneliti

melakukan penelitian terhadap fenomena dalam SMPN/MTs se Kecamatan

Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut. Maka penulis dalam penelitian ini

sangat tertarik untuk mengungkap sekaligus mengetahui bahwa Menejen

Berbasis Sekolah mampu merubah perkembangan pendidikan menjadi lebih

baik sehingga penulis dalam penelitian ini mengambil Judul : “Pengaruh

Faktor – faktor Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) terhadap mutu pendidikan di SMPN/MTs se Kecamatan

Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut”.

1.2. Rumusan Masalah


79

Berdasarkan latarbelakang masalah tersebut diatas, maka dapatlah

dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah faktor – faktor Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) secara simultan berpengaruh signifikan mutu Pendidikan di

SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut?

2. Apakah faktor – faktor Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) secara Parsial berpengeruh signifikan terhadap mutu

Pendidikan di SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut.?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui faktor – faktor Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap mutu

Pendidikan di SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut.

2. Mengetahui faktor – faktor Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS) secara Parsial berpengeruh signifikan terhadap mutu

Pendidikan di SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut.

1.4. Manfaat Penelitian


80

Temuan–temuan penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi

pihak – pihak yang terkait sebagai berikut :

1. Bagi Kepala Sekolah, sebagai bahan informasi umpan balik untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh MPMBS terhadap mutu di

SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut,

sehingga akan dapat segera dilakukan kebijakan lebih lanjut mengenai

upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan

di sekolahnya.

2. Bagi Instansi, sebagai informasi strategis sejauh mana pengaruh MPMBS

terhadap mutu Pendidikan di SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang

Kabupaten Tanah Laut, sehingga dapat dijadikan masukkan untuk

diambil kebijakan lebih lanjut penerapan MPMBS yang efektif dan

efesien.

3. Bagi Dinas Pendidikan, sebagai informasi umpan balik sejauh mana

pengaruh MPMBS terhadap mutu di sekolah - sekolah, sehingga dapat

dijadikan masukan untuk evaluasi MPMBS di sekolah khususnya SDN

untuk diambil kebijakan lebih lanjut penerapan MPMBS yang efektif dan

efisien.

4. Penelitian lanjutan yang berkaitan antara MPMBS dengan mutu sekolah.


81

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.2.1. Ciri – ciri MPMBS Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd (2002)

1. Organisasi sekolah

a.Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasi-onal

dalam mencapai tujuan sekolah

b.Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk

sekolahnya sendiri

c.Mengolah kegiatan operasional sekolah

d.Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan

masyarakat terkait (Schul community)

e.Menjamin akan terpeliharanya wsekolah yang bertanggungjawab

(akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah)

2. Proses Belajar Mengajar

a.Meningkatkan kwalitas belajar siswa

b.Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap

kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah

c.Menyelenggarakan pengajaran yang efektif

d.Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa

e.Program pengembangan yang diperlukan siswa

12
82

3. Sumber Daya Manusia

a.Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani

keperluan semua siswa

b.Memilih staf yang memiliki w1awasan manajemen berbasis sekolah.

c.Mengediakan kegiatan untuk pengambangan profesi pada semua staf

d.Menjamin kesejahtraan staf dan siswa

4. Sumber Daya dan Administrasi

a.Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan

sumberdaya tersebut sesuai dengan kebutuhan.

b.Mengolah dana sekolah

c.Menyediakan dukungan administrasi

d.Mengolah dan memelihara gedung serta sarana lainya

e.Memelihara gedung dan sarana lainya

2.2.2. Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS)

Istilah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah merupakan

pengembangan dari School Based Management. Istilah ini pertama kali

muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan

relevansi antara pendidikan dengan tuntunan dan perkembangan masyarakat

setempat. MPMBS merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan yang

memberikan otonomi yang lebih luas pada tingkat sekolah dalam rangka
83

pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa dalam

mengelola sumber daya dan sekolah.

MPMBS merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang

memberikan kewenangan kepada sekolah untuk menyediakan yang lebih

baik dan memadai bagi para peserta didik. MPMBS memberikan kesempatan

pada warga sekolah untuk mengekspresikan dan mengembangkan potensi

yang dimiliki demi kemajuan sekolahnya. MPMBS juga memberikan

peluang yang lebih besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah, tentunya sesuai dengan aturan –

aturan yang berlaku. Secara umum, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai pengkoordinasian dan

penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan

melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah

(Stakeholders) secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk

memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah

dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2000). Dari

pengertian ini terlihat bahwa sekolah memiliki kewenangan lebih besar dari

sebelumnya untuk mengelola sekolahnya dan kewenangan atau otonomi yang

lebih besar kepada sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan

melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan sekolah (stakeholders).

2.2. Tujuan ( MPMBS )


84

Dalam Manajemen Pendidikan Mutu Berbasis Sekolah (Depdiknas,

2000) dirumuskan tujuan dari MPMBS sebagai berikut :

a. Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya dibandingkan dengan

lembaga - lembaga lainnya, sehingga dia dapat mengoptimalkan sumber

daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.

b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input

pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses

pendidikan yang akan dikembangkan dan kebutuhan peserta didik.

c. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-

masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan pada masyarakat,

pada umumya sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk

melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah

direncanakan.

d. Sekolah dapat melakukan persainagn sehat dengan sekolah-sekolah lain

untuk miningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif

dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah

daerah setempat.

2.2.1. Prinsip – Prinsip MPMBS

Prinsip – prinsip MPMBS menurut Depdiknas (2000) sebagai berikut;

a. Heterogenitas masyarakat
85

Dalam masyarakat Indonesia yang heterogen ada beberapa hal yang

harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan

pulau, dan penduduk Indonesia pada saat ini sudah mencapai 210 juta

orang, dengan berbagai suku bangsa serta adat istiadat, membuat para

perencana pendidikan harus memperhatikan kondisi masyarakat yang

heterogen tersebut.

2. Secara heterogenitas penduduk tersebut mendorong kita untuk

menciptakan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Salah satu perekat

yang diyakini efektif adalah pendidikan. Penggunaan Bahasa Indonesia

sebagai bahasa pengantar di sekolah mulai dari SD sampai dengan

perguruan tinggi adalah sangat efektif untuk menciptakan perekat

persatuan nasional.

3. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk atau heterogen tersebut tidak

mungkin untuk menyeragamkan GBPP yang sampai pada topik dan

metode mengajarnya dan hal ini bersifat sentralistis. Keinginan seperti ini

bertentangan dengan prinsip MPMBS.

4. Heterogenitas masyarakat Indonesia akan mengakibatkan kebutuhan

peserta didik berbeda-beda. Oleh karena itu, kurikulum yang

menggunakan pendekatan topik dan bukan pendekatan kompetensi serta

diberlakukan secara nasional perlu ditinjau kembali. Hal ini yang perlu

dipertimbangkan adalah (1) Benarkah bahwa isi kurikulum itu sesuai


86

dengan kebutuhan masyarakat?, (2) Bukankah peranan pendidikan itu

membantu siswa untuk mengembangkan dirinya dalam mengahadapi

masa depannya?, dan (3) Apakah penyeragaman kurikulum yang begitu

ketat bertentangan dengan kebutuhan belajar mereka?

5. Harus hati-hati tentang kurikulum muatan lokal, yang dalam

operasionalnya berubah menjadi kurikulum tingkat propinsi dan

kabupaten/kota. Pola penyusunan kurikulum seperti ini perlu dicermati,

karena merupakan indikasi perpindahan sentralisasi pendidikan dari level

pusat menjadi sentralisasi pendidikan pada level propinsi dan

kabupaten/kota.

b. Luas Wilayah Indonesia

1) Luasnya Wilayah Indonesia, mengakibatkan birokrasi Depdiknas

menjadi sangat panjang dan dibarengi dengan keinginan untuk

seragam. Berkaitan dengan penjaganya birokrasi ini dikemukakan

oleh Samani (1999) bahwa kebijakan pendidikan saat ini sangat

ditentukan oleh pusat, bahkan seringkali pada kebijaksanaan teknisnya

dan pentunjuk teknis sudah menjadi istilah untuk setiap

kebijaksanaan. Hal ini tersebut di atas, menjadi perhatian yang

sungguh-sungguh untuk menerapkan MPMBS.

2) Para birokrat atau administrator pendidikan tidak mau mengambil

resiko dalam mengembangkan sendiri suatu kebijaksanaan, karena

takut berbeda dengan propinsi lain, dan nanti disalahkan karena tidak
87

berhasil. Menurut Osborne dan Gaedler (dalam Samani, 1999) budaya

birokrasi pada umumnya menjaga agar tidak berbuat salah dan bukan

untuk berprestasi. Dalam peranan MPMBS perlu dilakukan

reinventing terhadap model birokrasi pemerintahan atau dengan

perkataan lain adalah mewariskan pola pikir dan pola kerja birokrasi.

c.Fungsi Pokok Pendidikan Melayani Peserta Didik.

1) Untuk mewujudkan fungsi pokok pendidikan untuk melayani jasa

pendidikan dan bukan sebagai kepanjangan birokrasi pemerintah.

Sekolah unit layanan jasa pendidikan, maka keberhasilan harus diukur

dari kepuasan kliennya, yaitu siswa dan orang tua siswa. Karena klien

mempunyai korelasi yang signifikan dengan kualitas layanan yang

berbeda pula. Oleh karena itu dalam proses pendidikan peserta didik

diperlukan sebagai klien utama yang harus dilayani dan bukan sebagai

subyek yang harus mengikuti kehendak sekolah.

2) Bila layanan terhadap peserta didik sebagai klien yang menjadi tujuan,

maka program sekolah harus mengacu kepada kebutuhan peserta didik

yang sangat bervariasi tersebut.

3) Sekolah sebagai unit jasa layanan kebutuham peserta didik sebagai

kliennya. Untuk masa yang akan datang kebutuhan pesera didik

sebagai kliennya. Untuk masa yang akan datang dengan sekolah harus

menyediakan program yang sangat bervariasi untuk menyiapkan

peserta didik yang sangat berbeda setiap individu.


88

2.2.2. Karakteristik MPMBS

Mengkaji karakteriatik MPMBS tidak dapat di pisahkan dengan

karakteristik sekolah yang efektif (effective school). Jika MPMBS merupakan

wadah/kerangka, maka sekolah efektif merupakan isinya (Nursito, 2002).

Pendekatan yang dipakai untuk menguraikan karakteristik MPMBS

adalah sistem pendekatan input – proces - output (Dikmenum, 2001). Hal ini

didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sistem, sehingga

penguraian MPMBS mendasarkan pada input, proses dan output. Adapun

karakteristik /ciri-ciri MPMBS sebagai berikut:

a. Input Pendidikan, terdiri dari :

1) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas,

2)Sumber daya tersedia dan siap,

3)Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi,

4)Memiliki harapan prestasi yang tinggi,

5)Fokus pada pelanggan (khususnya siswa), dan

6)Input manajemen (Dikmenum, 2001)

b. Proses Pendidikan terdiri dari :

1) PBM yang efektifitasnya tinggi,

2) Kepemimpinan personalia sekolah yang kuat,

3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,

4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif,

5) Sekolah memiliki budaya mutu,


89

6) Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas, dan dimanis,

7) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian),

8) Partisipasi yang sangat tinggi dari warga sekolah dan masyarakat,

9) Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen,

10)Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik),

11)Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan,

12)Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan,

13)Komonikasi yang baik,

14) Sekolah memiliki akuntabilitas (Dikmenum, 2001)

c.Output Pendidikan, terdiri dari :

Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output adakah

prestasi siswa yang dihasilkan dari proses pembelajaran dan manajemen di

sekolah. Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan dan

harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi siswa. Kepala Sekolah

memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu

sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi

bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang diharapkan,

walaupun dengan segala keterbatasan sumber daya yang ada disekolah.

Peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri

untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

output yang berupa prestasi akademik (academis achievement) dan prestasi


90

non-akademik (non-academis achievement). Output prestasi akademik

misalnya, lomba karya ilmiah, nilai ujian nasional, lomba matematika,

lomba biologi, lomba fisika, dan cara–cara berpikir kritis (kritis, rasional,

dan ilmiah). Output prestasi non-akademik, misalnya keingintahuan yang

tinggi, kerja sama yang baik, kedisiplinan dan lain-lain (Nursito, 2002,

Dikmenum, 2001).

Mulyasa (2002) melihat ada tiga karakteristik untuk mengukur

keberhasilan penerapan MPMBS yaitu efektivitas, efisiensi dan

produktifitas. Ketiga karakteristik tersebut saling berkaitan satu sama lain

dan saling mempengaruhi. Meskipun demikian, dalam mengukur

keberhasilan suatu program atau suatu kegiatan ketiga karakteristik tersebut

dapat dipisahkan. Demikian halnya dalam mengukur keberhasilan

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah MPMBS dapat

dipisahkan.

Efetivitas, efisiensi dan produktivitas MPMBS harus sejak awal

ditetapkan agar dapat diketahui dampaknya sejak dini terhadap pencapaian

tujuan pendidikan pada umumnya, khususnya dalam merealisasikan

berbagai program sekolah. Dengan demikian, sejak awal dapat diperbaiki

kelemahan–kelemahan atau kekurangan-kekurangannya, sementara

kelebihan dan kekuatannya dapat dipertahankan.

2.2.2.1. Tahap – tahap Pelaksanaan MPMBS


91

Pada hakekatnya, mengubah pola pendekatan manajemen peningkatan

mutu berbasis pusat menjadi pola manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah sebagaimana program MPMBS, bukankah merupakan proses sekali

jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan

proses berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua pihak yang

bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh

karena itu, strategi utama yang harus ditempuh dalam pelaksanakan MPMBS

di sekolah dilakukan melalui tahapan sebagai berikut ini :

a. Mensosialisasikan Konsep MPMBS

Konsep MPMBS disosialisasikan ke seluruh warga sekolah (guru,

konselor, wakil kepala sekolah, siswa, karyawan, dan unsur-unsur terkait

lainya (orang tua peserta didik, pengawas, wakil dinas pendidikan

kota/kabupaten, dan sebagainya) melalui pelatihan, workshop, semiloka,

diskusi, forum ilmiah, dan media masa. Hendaknya dalam sosialisasi ini

juga dibaca dan dipahami sistem, budaya dan sumber daya sekolah yang

ada secermat-cermatnya dan direfleksikan kecocokannya dengan sistem,

budaya, dan segala bentuk sumber daya yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan MPMBS

b. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah

Pada langkah ini dilakukan analisis situasi sasaran (output)

sekolah, jika di lihat dari NUM sebagai berikut: Memiliki rata-rata

minimal 5.50 untuk seluruh mata pelajaran yang di ujikan, Dengan nilai
92

minimal 4.00 paling banyak dua mata pelajaran dan Minimal 4,25 untuk

mata pelajaran lainya (Permen Diknas No. 75 Tahun 2009 Pasal 20 Ayat

1 Poin a)

Hasilnya berupa tantangan (ketidak sesuaian) antara keadaan

sasaran sekarang dengan sasaran yang diharapkan. Besar kecilnya

ketidaksesuaian antara situasi sasaran saat ini dan situasi yang diharapkan

memberitahukan besar kecilnya tantangan (loncatan). Misalnya, rata-rata

situasi sasaran (NUN) saat ini adalah 48,75 dan sasaran (NUN) idealnya

adalah 50,50 maka besarnya tantangan / loncatan adalah 1,75.

c. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah

Berdasarkan hasil identifikasi tantangan nyata yang dihadapi

sekolah, maka dirumuskanlah sasaran yang akan dicapai. Meskipun

sasaran didasarkan atas hasil analisis situasi sasaran saat ini, namun

sasaran tersebut mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah. Karena itu,

visi, misi, dan tujuan sekolah sebagai sumber pengertian bagi perumusan

sasaran, harus ditulis.

1). Visi

Setiap sekolah yang akan menerapkan MPMBS harus memiliki visi.

Visi adalah wawasan yang sumber arahan bagi sekolah dan digunakan

untuk memandu perumusan misi sekolah. Dengan kata lain, visi

adalah pandangan jauh ke depan ke mana sekolah akan dibawa

(Gitosudarmo, 2001). Wahyudi (1996) berpendapat bahwa visi adalah


93

cita-cita dimasa depan yang ada di pikiran para pendiri organisasi.

Visi juga berarti ide yang dicita-citakan sebagai suatu yang terbaik

(Pidarta, 1990). Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa visi adalah gambaran masa depan ideal yang

diinginkan sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat dijamin

kelangsungan hidup dan perkembangannya.

2) Misi

H.H.Ac Ashan (dalam Pidarta, 1990) visi adalah mempresentasikan

dari semua (tujuan umum) dari program yang dikembangkan oleh

para perencana.

Misi merupakan tindakan untuk merealisasikan visi. Karena visi harus

mengakomodasi semua kelompok kepentingan yang terkait dalam

sekolah, maka misi dapat juga diartikan sebagai kelompok

kepentingan yang terkait dengan sekolah. Dalam merumuskan misi,

harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kelompok-

kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah.

3) Tujuan

Tujuan merupakan penjabaran misi. Tujuan merupakan “apa”

yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan


94

“kapan” tujuan akan dicapai. Tujuan dirumuskan untuk jangka waktu

1 - 3 tahunan.

4) Sasaran

Sasaran adalah penjabaran tujuan, yaitu sesuatu yang akan

dihasilkan / dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu satu tahun, satu

semester, atau satu bulan. Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif,

maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan

disertai indikator-indikator yang rinci. Meskipun sasaran bersumber

dari tujuan, namun dalam penentuan didasarkan atas hasil identifikasi

tantangan nyata yang dihadapi sekolah.

d. Mengidentifikasi Fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai

sasaran

Fungsi–fungsi yang perlu diidentifikasi dan diteliti tingkat

kesiapannya untuk mencapai sasaran adalah fungsi proses belajar

mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi

pengembangan kurikulum, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi hubungan

masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.

e. Melakukan Analisis SWOT

Segera setelah sasaran dirumuskan, maka langkah berikutnya adalah

mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai

sasaran dan yang masih harus diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi

yang dimaksudkan meliputi pengembangan kurikulum, pengembangan


95

tenaga kependidikan dan non kependidikan, pembinaan siswa,

pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan fasilitas,

pengembangan hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi-fungsi lain.

Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran

diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat

kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT

(Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat

kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan

untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

f. Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan

Memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan yaitu

tindakan yang perlu dilakukan untuk mengubah fungsi tidak siap menjadi

siap agar sasaran dapat dicapai. Langkah-langkah pemecahan persoalan

pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman

agar berubah menjadi kekuatan atau peluang untuk mencapai sasaran.

g. Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu

Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut,

sekolah bersama-sama dengan semua unsur-unsur membuat rencana

untuk jangka pendek, menengah, dan panjang beserta program-

programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Sekolah tidak selalu

memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan


96

bagi pelaksanaan MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk

jangka pendek, menengah, dan panjang.

h. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu

Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan

yang telah disetujui bersama antar sekolah, orang tua, peserta didik, dan

masayarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah-langkah proaktif

untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan. Kepala Sekolah dan

guru hendaknya mendayagunakan sumber daya pendidikan yang tersedia

semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu

yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu

meningkatkan kualitas pembelajaran.

i. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu

mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir semester

untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bila mana pada

satu semester dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka

sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu

pada semester berikutnya.

j. Merumuskan Sasaran Mutu Baru (Depdiknas, 2001)

Sebagaimana dikemukakan terdahulu, hasil evaluasi berguna untuk

dijadikan alat bagi perbaikan kinerja yang akan datang. Namun yang
97

tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi sekolah

dan orang tua peserta didik untuk memuaskan sasaran mutu baru untuk

tahun yang akan datang. Jika dianggap berhasil sasaran mutu dapat

ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika

tidak, bisa saja sasaran mutu tetap seperti sedia kala, namun dilakukan

perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak

tertutup kemungkinan, bahwa sasaran dengan sumber daya pendidikan

yang ada (tenaga, sarana, prasarana, dan dana yang tersedia).

2.2.2.2. Pandangan tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari

School Based Management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika

Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan

dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Ibtisam Abu

Duhou, (2004: 7).

a. Pengertian Manajemen berbasis Sekolah mentrut beberapa ahli:

Menurut E. Mulyasa : .MBS merupakan salah satu wujud dari

reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah unhrk menyediakan

pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi

dalarn manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan

kinerja para staff, menawarkanpartisipasi langsung kelompok-kelompok yang

terkait, dan meningkatkan pematraman masyarakat terhadap pendidikan E.

Mulyasa, (Jakarta:Rosda 2004), cet ke.7, hil 24).


98

Menurut Nanang Fatah: .MBS merupakan pendekatan politik yang

bertujuan untuk mendesain, tentang pengelolaan sekolah dengan memberikan

kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa" komite

sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Manajemen berbasis Sekolah

mengubah sistem pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas

dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan

di tingkat lokal (Stake holder) Nanang Fatah (2003 hal 8).

Menurut Bedjo Sudjanto, .MBS merupakan model manajemen pendidikan

yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah. Disamping itu, MBS

juga mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan

langsung semua warga sekolah yang dilayani dengan tetap selaras pada

kebijakan nasional pendidikan Bedjo Sujanto (2004,25).

Jadi, MBS merupakan sebuah strategi untuk memajukan pendidikan

dengan mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari negara dan

pemerintah daerah kepada individu pelaksana di sekolah. MBS menyediakan

kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua kontrol yang sangat besar dalam

proses pendidikan dengan memberi mereka tanggung jawab untuk

memutuskan anggaran, personil, serta kurikulum.

b. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah MBS

Manajemen Berbasis Sekolah MBS memiliki karakter yang perlu

dipahami oleh sekolatr yang akanme nerapkannya karakteristik tersebut


99

merupakan ciri khas yang dirniliki sehingga membedakan dari sesuatu

yang lain. MBS memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya otonomi yang luas kepada sekolah

2. Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi

3. Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional

4. Adanyateam work yang tinggi, dinamis dan profesionahs

Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

(MPMBS) dapatdilihat pula melalui pendidikan sistem. Hal ini didasari

oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sirtem sehingga

penguraian karakteristik MPMBS berdasarkan pada input, proses dan

ouput Ade Irawan dkk (2004 hal 14).

1. Input Pendidikan

Dalam input pendidikan ini meliputi; (a) memiliki kebijakan, tujuan,

dansasaran mutu yang jelas, (b) sumber daya yang tersedia dan siap, (c)

staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d) memiliki harapan prestasi

yang tinggi, (e) fokus pad pelanggan.

2. Proses

Dalam proses terdapat sejumlah kmakter yaitu; (a) PBM yang memiliki

tingkat efektifitas yang tinggi , (b) Kepemimpinan sekolah yang kuat (c)

Lingkungan sekolah yang arnan dan tertib, d) Pengelolaan tenaga

kependidikan yang efektif, (e) Sekolah memiliki budaya mufit (f) Sekolah

memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis.


100

3. Output yang diharapkan

Output Sekolah adalah Prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses

pembelajarn dan manajemen di sekolah. Pada umumnya output dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu outputberupa prestasi akademik yang

berupa NEM, lomba karya ilmiah remaja cara-cara berfikir (Kritis,

Kreatif, Nalar, Rasionalog, Induktil Deduktif dan Ilmiah. Dan output non

akademik, berupa keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran,

kerjasama yang baik, toleransi, kedisiplinan, prestasi olahrag4 kesenian

dari para peserta didik dan sebagainya. Karakteristik MBS bisa diketahui

juga antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja

organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya

manusia dan pengelolaan sumber daya administrasi Ade Irawan dkk

(2004 hal 19).

Sementara itu, menurut Depdiknas frrngsi yang dapat

didesentralisasikan ke sekolah adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah

Sekolah di beri kewenangan untuk mejalankan perencanaan

sesuai dengan kebutuhan. Sekolah juga diberi kewenangan untuk

melakukan evaluasi khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri.

2. Pengelolaan Kurikulum

Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh

mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang


101

dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan

untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.

3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar

Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan

teknik pembelajaran dan pengajaran yang efektif sesuai dengan

karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru

dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia disekolah.

4. Pengelolaan ketenagaan

Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan

perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi,

hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat

dilalcukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sirmpa saat

ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.

5. Pengelolaan keuangan

Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian atau

penggunaan uang sudatr sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Sekolah

juga harus di beri kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang

mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-

mata bergantung pada pemerintah.

6. Pelayanan siswa
102

Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru,

pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk

melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerjatringga

pengurusan alumni dari dulu telah didesentralisasikan. Yang

diperlukan adalahpeningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

7. Hubungan sekolah dan masyarakat

Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk

meningkatkan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari

masyarakat terutama dukungan moral dan finansial dari dulu telah

didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas

dan ekstensitasnya Nurkholis (2004 hal 28)

c. Tujuan Manajemen berbasis Sekolah

Tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan

efisiensi, muhr, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi

diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada,

partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu

diperoleh melalui partisipasi orang tua kelenturan pengelolaan sekolah,

peningkatan profesionalisme, adanya hadiah dan hukuman sebagai

kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang

kondusif E. Mulyasa (2004 hal 13).

Sementara itu baik berdasarkan kajian pelaksanaan dinegara-negara lain,

maupun yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU


103

sisdiknas No. 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat

pasal 55 ayat l : Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan

berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai

dengan kekhasan dengan lingkungan sosial, dan budaya untuk

kepentingan masyarakat.

Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat aspek yaitu:

kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektifitas dan efisiensi, serta

akuntabilitas :

1) MBS bertujuan mencapai mufiiquality dmrelevansi pendidikan yang

setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil output dan

outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu dan relevansi

ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, artinya

hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan

berbagai kebutuhan dan konteksnya. Bagi yang memisahkan

keduanya maka mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik

oleh siswa (lulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya

sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat dari apa yang

diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan

kehidupan (dampak), terrnasuk juga ranah pendidikan yang tidak

diujikan.

2) MBS bertujuan menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh

layanan pendidikan yang bermutu disekolah yang bersangkutan.


104

Dengan asumsi bahwa setiap anak berpotensi untuk belajar, maka

MBS memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani

setiap anak dengan latar belakang social ekonomi dan psikologis yang

beragam trntuk memperoleh kesempatan dan layanan yang

memungkinkan semua anak dan masing-masing anak berkembang

secara optimal. Sungguhpun antara sekolah harus saling memacu

prestasi, tetapi setiap sekolah harus melayani setiap anak (bukan

hanya yang pandai), dan secara keseluruhan sekolah harus mencapai

standar kompetensi minimal bagi setiap anak yang diluluskan.

Keadilan ini begitu penting, sehingga para ahli sekolah efektif

menyingkat tujuan sekolah efektif hanya mutu dan keadilan atau

quality and equity.

3) MBS bertujuan meningkatkan efektifrtas dan efisiensi. Efektifitas

berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepatgunium semua

input yang dipakai dalam proses pendidikan disekolah, sehingga

menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan (sesuai

tujuan). Efektif-tidaknya suatu sekolah diketahui lebih pasti setelah

ada hasil, atau dinilai hasilnya. Sebaliknya untuk mencapai hasil yang

baik, diupayakan menerapkan indicator-indikator atau ciri-ciri sekolah

efektif. Dengan menerapkan MBS diharapkan setiap sekolalr, sesuai

kondisi masing-masing, dapat menerapkan metode yang tepat (yang

dikuasai), dan input lain yang tepat pula (sesuai lingkungan dan
105

konteks social budaya), sehingga semua input tepat guna dan tepat

sasaran. Atau dengan kata lain, efektif untuk meningkatkan mutu

pendidikan. Sementara itu, efisiensi berhubungan dengan nilai uang

yang dikeluarkan atau harga (cost) untuk memenuhi semua input

(proses dan semua input yang digunakan dalam proses) dibandingkan

atau dihubungkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa).

4) MBS berlujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen

semua stake holders. Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas

semua yang dikerjakan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang

diperolehnya. Selama ini pertanggung jawaban sekolah lebih pada

masalah administrative keuangan dan bersifat vertical sesuai jalur

birokrasi. Pertanggung jawaban yang bersifat teknis edukatif terbatas

pada pelaksanaan progam sesuai petunjuk dan pedoman. dari pusat

(pusat dalam arti nasional, maupun pusatpusat birokrasi di bawahnya),

tanpa pertanggung jawaban hasil pelaksanaan progurm Umaedi (2004

hal 35).

d. Langkah-langkah MBS

Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan behasil

melalui strategi- strategi berikut ini:

1. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya

otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan


106

pengetahuan dan keterampilan secara berkesinarrbungan, akses

informasi ke segala bagran dan pemberian penghargaan kepada setiap

pihak yang bertrasil.

2. Adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan,

proses pengambian keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus

lebih banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena

bagaimanapun sekolah adatah bagran dari masyarakat luas.

3. Kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan

pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS

berperan sebagai designer, motivator, fasilitator. Bagaimanapun

kepala sekolah adalah pimpinan yang memiliki kekuatan untuk itu.

Oleh karena rtu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas

kemampuan manajerial dan kepemimpinan danbukan lagi didasarkan

atasjenjang kepangkatan.

4. Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam

kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan

kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan

memperhatikan aspirasi dari bawah. Konsumen yang harus dilayani

kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para

guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya

menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat

pendidikan yang utama.


107

5. Semua pihak harus memahami peftm dan tanggung jawabnya secara

bersungguhsungguh. Untuk bisa mematrami peran dan tanggung

jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS

itu sendiri. Siapa kebagian peftur apa dan melakukan apa, sampai

batas-batas nyataperlu dijelaskan secara nyata.

6. Adanya guidlines dmi departemen pendidikan terkait sehingga mampu

mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.

Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang

mengekang dan membelenggu sekolah. Miryu, tidak perlu lagi

petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS,

yang diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.

7. Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal

diwujudkan dalam laporan pertanggung jawabannya setiap tahunnya.

Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap

semua stakeholder. Untuk itu,sekolah harus dijalankan secara

transparan, demokratis, dan terbuka terhadap. segala bidang yang

dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.

8. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan

lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.

Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung

meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh


108

karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi

belaj ar siswa.

9. Implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi

peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building

mengadakan pelatihan pelatihan terhadap peran barunya,

implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan

dilapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan Nurkholis (2004 hal

132)

Bagi sekolatr yang sudah beroperasi ( sudah ada / jalan) paling tidak ada

6 (enam) langkah, yaitu : 1) evaluasi diri self assessment; 2) Perumusan visi,

misi, dan tujuan; 3)Perencanaan; 4) Pelaksanaan; 5) Evaluasi; dan 6) Pelaporan

Rumtini dan Jiyono (1990 hal 3)

Masing-masing langkah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Evaluasi diri self assessment

Evaluasi diri sebagai langkah awal bagi sekolah yang ingin, atau akan

melaksanakan manajemen mufu berbasis sekolah.Kegiatan ini dimulai

dengan curah pendapat brainstorming yang diikuti oleh kepala sekolah,

guru, dan seluruh stal dan diikuti juga anggota komite sekolah. Prakarsa

dan pimpinan rapat adalah kepala sekolah

Untuk memancing minat acara rcpat dapat dimulai dengan pertanyaan

seperti: Perlukah kita meningkatkan mutu? Seperti apakah kondisi sekolah /


109

madrasah kita dalam hal mutu pada saat ini? Mengapa sekolah kita

tidak/belum bermutu?

Kegiatan ini bertujuan:

a) Mengetahui kondisi sekolah saat ini dalam segala aspeknya (seluruh

komponen sekolah), kemajuan yang telah dicapai, maupun masalah-

masalah yang dihadapiataupun kelemahan yang dialami.

b) Refleksi / Mawas diri, untuk membangkitkan kesadaran / keprihatinan

akan penting dan perlunya pendidikan yangbermutq sehingga timbul

komitmenbersama untuk meningkatkan mutu sense of quality.

c) Merumuskan titik tolak point of departure bagi sekolah/madrasah yang

ingin atau akan mengembangkan diri terutama dalarn hal mutu. Titik

awal ini penting karena sekolah yang sudah berjalan untuk memperbaiki

mutu, mereka tidak berangkat dari nol, melainkan dari kondisi yang

dimiliki.

2) Perumusan Visi, Misi, dan tujuan

Bagi sekolah yang baru berdiri atau baru didirikan, penrmusan visi dan misi

serta tujuan merupakan langkah awal I pertama yang harus dilakukan yang

menjelaskan kemana arah pendidikan yang ingin dttuju oleh para pendiril

penyelenggara. pendidikan. Dalam kasus sekolah/madrasah negeri kepala

sekolah bersama guru mewakili pemerintah kab/kgta sebagai pendiri dan


110

bersama wakil masyarakat setempat ataupun ofang tua siswa harus

merumuskan kemana sekolah kemasa depan akan dibawa, sejauh tidak

bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional seperti tercantum dalam

UU No. 23 th 2003 tentang Sisdiknas. Kondisi yang diharapkan I

diinginkan dan diimpikan dalam jangka panjang itu, kalau dirumuskan

secara singkat dan menyeluruh disebut visi. Keadaan yang diinginkan

tersebut hendaklah ada kaitannya dengan idealisme dan mutu pendidikan .

Idealisme disini dapat berkaitan dengan kebangsaan, kemanusiaan,

keadilan, keluhuran budi pekerti, ataupun kualitas pendidikan sebagaimana

telah didefinisikan sebelumnya Eti Rochaeti (2005 hal I 19).

Sedangkan misi, merupakan jabaran dan visi atau merupakan

komponenkomponen pokok yang harus direalisasikan untuk mencapai visi

yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, misi merupakan tugas-tugas pokok

yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi Dorestea Wahyu (1999).

Tujuan merupakan tahapan antara, atau tonggak tonggak penting antara

titik berangkat (kondisi awal) dan titik tiba tujuan akhir yang rumusannya

tertuang dalam bentuk visi-misi. Tujuan-tujuan antara ini sebagai tujuan

jangka menengah kalau tiba saatnya berakhir (tahun yang ditetapkan) akan

disusul dengan tujuan berikutnya, sedangkan visi dan misi (relatif/pada

umumnya)masih tetap.

Tujuan (jangka menengah), dipenggal-penggal menjadi tujuan tahunan

yang biasadisebut target/sasaran, dalam formulasi yang jelas baik secara


111

kualitatif maupunkuantitatif. Tujuan-tujuan jangka pendek (1 tahun) inilah

yang rincian persiapannya dalam bentuk perencanaan.

3) Perencanaan

Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujukan

untuk menjawab : apa yang harus dilahrkan dan bagaimana melakukannnya

untuk mewujudkan tujuan (tujuan- tujuan) yang telah ditetapkan /

disepakati pada sekolatr yang bersangkutarq termasuk anggaran yang

diperlukan untuk membiayai kegiatan yang direncanakan. Dengan kata lain

perencanium adalah kegiatan menetapkan lebih dulu tentang apa-apa yang

harus dilahrkan, prosedurnya serta metode pelaksanaannya untuk mencapai

suatu tujuan organisasi atau satuan organisasi.

Perencanaan oleh sekolah merupakan persiapan yang teliti tentang

apa-apa yang akan dilalalkan dan skenario melak sanakannya untuk

mencapai tujuan yang diharapkan, dalam bentuk tertulis. Dikatakan teliti

karena ia harus menjelaskan apa. yang akan dilakukan, seberapa besar

lingkup cakupan kuantitatif dan kualitatif yang akan dikerjakan, bagaimana

kapan dan berapa perkiraan satuan-satuan biayanya serta hasil seperti apa

yang diharapkan.

4) Pelaksanaan

Apabila kita bertitik tolak dari fungsi – fungsi manajemen yang

umumnya sudah kita kenal diberbagaia tempat sebagai fungsi perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan / penggerakkan atau pemimpinan dan kontrol


112

/ pengawasan serta evaluasi, maka langkah pertama sampai dengan ketiga

dapat digabungkan fungsi perencanaan yang secara keseluruhan (untuk

sekolah) sudah dibahas. Didalam pelaksanaan tentu masih ada kegiatan

perencaniumperencaftun yang lebih mikro (kecil) baik yang tgrkait dengan

penggalan waktu (bulanan, semesteran, bahkan mingguan), atau yang

terkait erat dengan kegiatan khusus, misalnya menghadapi lomba bidang

studi, atau kegiatan lainnya.

Tahap pelaksanaan, dalam hal ini pada dasamya menjawab bagaimana

semua fungsi manajemen sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan

lembaga yang telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain dan

dengan sumber daya yang ad4 dapat berjalan sebagaimana mestinya

(efektif dan efisien). Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan merealisasikan apa-apayang telah direncanakan. Peran masing-

masing itulah yang perlu disoroti didalam manajemen mutu berbasis

sekolah.

a. Peran kepala sekolah / Madrasah

b. Peran Guru dan Staf Sekolah

c. Peran Orang Tua Siswa dan Masyarakat

d. Peran Siswa

5) Evaluasi

Demikian, bidang teknis edukatif harus menjadi sorotan utama dengan

focus pada capaian hasil (prestasi belajm siswa). Evaluasi sebagai salah
113

satu tahapan dalam MBS merupakan kegiatan yang penting untuk

mengetahui kemajuan ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah didalam

melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat sendiri oleh

masing-masing sekolah. Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi

menyeluruh, menyangkut porgelolaan semua bidang dalam satuan

pendidikan yaitu bidang teknis edukatif (pelaksanaan kurikulum/proses

pembelajaran dengan segala aspeknya), bidang ketenagaan, bidang

keuangan, bidang sarana prasarana dan administrasi ketatalaksanaan

sekolah.

6) Pelaporan

Pelaporan disini diartikan sebagai pemberian atau penyampaian

informasi tertulis dan resmi kepada berbagai pihak yang berkepentingan

stake holders, mengenai aktifitas manajemen satuan pendidikan dan hasil

yang dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan rencana dan aturan

yang telah ditetapkan sebagai bentuk pertanggung jawab atas tugas dan

fungsi yang diemban oleh satuan pendidikan tersebut. Kegiatan pelaporan

sebenarnya merupakan kelanjutan kegiatan evaluasi dalam bentuk

mengkomunikasikan hasil evaluasi secara resmi kepada berbagai pihak

sebagai pertanggung jawaban mengenai apa-apa yng telah dikerjakan oleh

sekolah beserta hasilhasilnya. Hanya perlu dicatat disini bahwa sesuai

keperluan dan urgensinya tidak semua hasil evaluasi masuk kedalam


114

laporan (pelaporan). Ada hasil evaluasi tertentu yang pemanfaatannya

bersifat internal (untuk kalangan dalam sekolah sendiri), ada yang untuk

kepentingan eksternal (pihak luar), bahkan masing-masing stake holder

mungkin memerlukan laporan yang berbeda fokusnya. Disamping itu,

sebagai dokumen tertulis resmi, yang menyangkut pertanggungiawaban

serta reputasi lembaga pendidikan, sungguhpun isinya harus berdsarkan

data dan informasi yang benar laporan memilikitujuan tertentu sesuai

dengan peran institusi yang dikirimi atau pembacanya.

2.2.2.3. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan

a. Pengertian Mutu Pendidikan

Pengertian mengenai mutu pendidikan mengandung makna yang

berlainan. Namun, perlu ada suatu pengertian yang operasional sebagi suatu

pedoman dalam pengelolaan pendidikan untuk sampai- pada pengertian

mutu pendidikan, kita lihat terlebih dahulu pengertian mutu pendidikan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Mutu adalah ukuran baik

buruk suatu benda, keadaan, taraf atau derajad (kepandaian,

kecerdasan, dan sebagainya) Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, Depdikbud, kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka

(1999 cet.10, hal.677)


115

Menurut Oemar Hamali, Pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi,

yaitu seginormatif dan segi deskriptif, dalam artian normatil mutu

ditentukan berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan

ekstrinsik. Berdasarkan kritria intrisik, mutu pendidikan merupakan

produk pendidikan yakni. manusia yang terdidik. Sesuai dengan

standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan

instrumen untuk mendidik. tenaga kerja. yang terlatih. Dalam artian

deskriptif, mutuditentukan berdasarkan keadaan senyatanya, misalkan

hasil tes prestasi belajar Oemar Hamalik (Remaja Rosda Karya (1990

cet.ke I hal 33)

Korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana pengertian yang

dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, .Mutu pendidikan adalah

kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional an efisien

tehadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah

sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut

menurut nonna/ standar yang berlaku Dzaujak Ahmad (Dpdikbud

1996 hal 8)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bicara pendidikan

bukanlah upaya sederhana" melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh

tantangan. Pendidikan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman.

Oleh karena itu pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan


116

peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan

tuntunan kehidupan masyarakat.

b. Indikator Mutu Pendidikan

Indikator atau kriteria yang dapat dijadikan tolok ukur mutu pendidikan

yaitu:

 Hasil akhir pendidikan

 Hasil langsung pendidikan, hasil langsung inilah yang dipakai sebagai

titik tolak pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan.

Misalnya tes tertulis, daftar cek, anekdo! skala rating, dan skala sikap.

 Proses pendidikan

 Instrumen input, yaitu alat berinteraksi dengan raw input (siswa)

 Raw input dan lingkungan Nurhasan (Jakarta PT. Sindo l994 hal 390)

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal ini mengacu

pada konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh

sekolah pada setiap kurun waktu tertentu setiap catur wulan, semester,

setahun, 5 tahun dan sebagainya). Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil

test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, UN, dan lain-lain),

dapat pula prestasi di bidang lain misalnya dalam cabang olah raga atau

seni. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat

dipegang intangible seperti suasana disiplin. Keakraban, saling

menghormati dan sebagainya.


117

Dalam .proses pendidikan. yang bermutu terlibat berbagai input.

Seperti: bahan ajar (kogmtif afektil atau psikomotorik), metodologi

(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah dukungan administrasi

dan sarana prasarana, dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana

yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas mensinkronkan

berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam

interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru' siswa dan sarana

pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun

ekstra kurikuler, baik dalam lingkup substansi yang akademis maupun yang

non akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.

Antara proses dan pendidikan yang bermutu saling berhubungan.

Akan tetapi agar proses itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil

autput harus dirumuskan terlebih dahulu oleh sekolah, dan jelas target yang

akan dicapai untuk setiap tahun kurun waktu tertentu. Berbagai input dan

proses harus selalu mengacu pada mutu hasil output yang ingin dicapai.

Adapun instumental input yaitu alat berinteraksi dengan raw input

(siswa) seperti guru yang harus memiliki komitnen yang tinggi dan total

serta kesadaran untuk berubah dan mau berubah untuk maju, menguasai

ajar dan metode mengajar yang tepat, kreatif, dengan ide dan gagasan baru

tentang cara mengajar maupun materi ajar, membangun kenerja dan disiplin

diri yang baik dan mempunyai sikap positif dan antusias terhadap sisw4

bahwa mereka mau diajar dan mau belajar. Kemudian sarana dan prasarana
118

belajar harus tersedia dalam kondisi layak pakai, bervariasi sesuai

kebutuhan, alat peraga sesuai dengan kebutuhan, media belajar disiapkan

sesuai kebutuhan. Biaya pendidikan dengan sumber dana, budgeting,

kontrol dengan pembukuan yang jelas. Kurikulum yang memuat pokok-

pokok materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, realistik, sesuai

dengan fenomena kehidupan yang sedang dihadapi. Tidak kalah penting

metode mengajar pun harus dipilih secara variatif, disesuaikan dengan

keadaan, artinya guru harus menguasai berbagai metode.

Begitu pula dengan row input dan lingkungan, yaitu siswa itu sendiri.

Dukungan orang tua dalam hal ini memiliki kepedulian terhadap

penyelenggaraan pendidikan, selalu mengingatkan dan peduli pada proses

belajar anak di rumah maupun di sekolah.

c. Langkah-langkah Peningkatan Mutu Pendidikan

Upaya perbaikan pada lembaga pendidikan tidak sederhana yang

dipikirkan karena buhrh perbaikan yang berkelanjutan, berikut ini langkah-

langkah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

1. Memperkuat Kurikulum

Kurikulum adalah instrumen pendidikan yang sangat penting dan

strategis dalam menata pengalaman belajar siswa, dalam meletakkan

landasan-landasan pengetahuan, nilai, keterampilan,dan keahlian, dan

dalam membentuk ahibut kapasitas yang diperrukan untuk menghadapi

perubahan-perubahan sosial yang terjadi. saat ini, memang telah dilalokan


119

upaya-upaya untuk semakin meningkatkan relevansi kurikulum dengan

melalarkan revisi dan uji coba kurikulum berbasis kompetensi (KBK).

Kurikulum uji coba tersebut didasarkan pada pendekatan yaitu: (1)

Pengasaan aspek kognitif dalambentuk kemampuan, (2) penguas&ill aspek

afektif yang lebih komprehensif, dan (3) penguus (unit aspek keterampilan

dalam bentuk kapasitas. profesional. Kompetensi itu hendaknya dapat

membentuk suatu kapasitas yang utuh dan komprehensif sehingga tidak

diredusir menjadi keterampilan siap pakai. Michael, (2002), Charles

Cuengly (2000) mengemukakan kompetensi yang berada dalam suatu

keutuhan dan komprehensif dengan kapasitas lainnya. Kompetensi

mensyaratkan tiga elemen dasar yaitu basic, lvtowledge, skill (intellectual

skill, participation skill), and disposition. Melalui proses pembelajaran yang

efektil dari tiga elemen dasar ini dapat dibentuk kompetensi dan komifinen

untuk setiap keputusan yang diambil. Kapasitas ini harus menjadi muatan

utama kurikultun dan menjadi landasan bagi pengembangan proses

pembelajaran dalam rangka pembentukan kompetensi.

2. Memperkuat Kapasitas Manajemen Sekolah

Dewasa ini telah banyak digunakan model-model dan prinsip-prinsip

manajemen modern terutama dalam dunia bisnis untuk kemudian diadopsi

dalam dunia pendidikan. salah satu model yang diadopsi dalam dunia

pendidikan. Salah satu model yang diadopsi adalah School Based

Management.
120

Dalam rangka desentralisasi di bidang pendidikan, model ini mulai

dikembangkan untuk diterapkan. Diproposisikan bahwa manajemen

berbasis sekolah (MBS) : (1) akan memperkuat rujukan referensi nilai yang

dianggap strategis dalam arti memperkuat relevansi, (2) memperkuat

partisipasi masyarakat dalam kesehuuhan Kegiatan pendidikan, (3)

memperkuat preferensi nilai pada kemandirian dan kreativitas baik individu

maupun kelembagaan, dan (4) memperkuat dan mempertinggi

kebermaknaan fungsi kelembagaan sekolah.

3. Memperkuat Sumber Daya Tenaga Kependidikan

Jangka panjang, agenda utama upaya memperkuat sumber daya

tenaga kependidikan ialah dengan memperkuat system pendidikan dan

tenaga kependidikan yang memiliki keahlian. Keahlian baru itu adalah

modal manusia (human investrnen), danmemerlukan perubahan dalam

sistem pembelajarimnya. Menurut Thurow (sularso,2002), di abad ke-21

perolehan keahlian itu memerlukan perubahan dalam sistem pembelajaran

karena alasan: (1) keahlian yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan

akan semakintinggi dan berubah sangat cepat, (2) Keahlian yang diperlukan

sangat tergantung pada teknlogi.

2.3. Mutu pendidikan nasional

Pada umumnya, kita dapat mengetahui mutu sekolah adalah dari

output/keluaran siswa yang belajar disekolah tersebut sedangkan output

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output yang berupa prestasi


121

akademik (academis achievement) dan non prestasi akademik (non-academis

achievement). Output prestasi akademik misalnya, lomba karya ilmiah, nilai

ujian nasional, lomba matematika, lomba biologi, lomba fisika, dan cara–cara

berpikir kritis (kritis, rasional, dan ilmiah). Output non akademik, misalnya

keingintahuan yang tinggi, kerja sama yang baik, kedisiplinan dan lain-lain

(Nursito, 2002, Dikmenum, 2001).

Mulyasa (2002) melihat ada tiga karakteristik untuk mengukur

keberhasilan penerapan MPMBS yaitu efektivitas, efisiensi dan produktifitas.

Ketiga karakteristik tersebut saling berkaitan satu sama lain dan saling

mempengaruhi. Meskipun demikian, dalam mengukur keberhasilan suatu

program atau suatu kegiatan ketiga karakteristik tersebut dapat dipisahkan.

Demikian halnya dalam mengukur keberhasilan Manajemen Peningkatan

Mutu Berbasis Sekolah dapat dipisahkan.

Efetivitas, efisiensi dan produktivitas MPMBS harus sejak awal

ditetapkan agar dapat diketahui dampaknya sejak dini terhadap pencapaian

tujuan pendidikan pada umumnya, khususnya dalam merealisasikan berbagai

program sekolah. Dengan demikian, sejak awal dapat diperbaiki kelemahan–

kelemahan atau kekurangan-kekurangannya, sementara kelebihan dan

kekuatannya dapat dipertahankan.

Jadi mutu adalah dapat dilihat sebagai berikut sebagai berikut:


122

1. Prestasi Akademik misalnya, lomba karya ilmiah, nilai ujian nasional, lomba

matematika, lomba biologi, lomba fisika, dan cara–cara berpikir kritis (kritis,

rasional, dan ilmiah).

2. Prestasi Non akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, kerja sama yang

baik, kedisiplinan dan lain-lain

2.4Penelitian terdahulu

2.4.1 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arif purwanto 2006

1. Tingkat keefektifan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di SMP

Hang Tuah 1 Surabaya dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Input Pendidikan: Kelompok kepada Sekolah, guru dan karyawan

menyatakan bahwa tingkat keefektifannya tinggi. Sedangkan

kelompok komite sekolah, orang tua dan siswa menyatakan bahwa

tingkat keefektifannya sangat tinggi.

b. Proses pendidikan: Baik kelompok kepada sekolah, guru dan

karyawan maupun kelompok komite sekolah, orang tua dan siswa

menyatakan bahwa tingkat keefektifannya sangat tinggi.

c. Otput Pendidikan: Kelompok kepada sekolah, guru dan karyawan

menyatakan bahwa tingkat keefektifannya tinggi. Sedangkan

kelompok komite sekolah, orang tua dan siswa menyatakan bahwa

tingkat keefektifannya sangat tinggi


123

2. Faktor pendukung pelaksanaan MBS mempunyai tingkat keefektifan

yang sangat tinggi. Indikator yang paling doninan adalah “Kepala

Sekolah menjunjung tinggi moral / menghargai semua warga sekolah”

3. Faktor penghambat pelaksanaan MBS mempunyai tingkat keefektifan

yang rendah. Adapun indikator yang paling dominan adalah “Jumlah

siswa per-kelas yang besar”

4. Faktor yang paling berpengaruh terhadap keefektifan pelaksanaan MBS

adalah kepemimpinan kepala sekolah sekolah dan kesungguhan guru

dalam mengajar (dari variabel Input) lingkungan sekolah yang aman dan

kondudusif serta perasaan senang para siswa disekolah (dari variabel

proses) dan keberhasilan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang

lebih tinggi dan rasa bangga terhadap sekolah (dari variabel output)
124

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, yang telah disebutkan

diatas maka kerangka konsep penelitian ini penulis ambil sebagai berikut;

Organisasi
Sekolah
(X1)

Proses Belajar
Mengajar
(X2)
MUTU Sekolah (Y)
Sumber Daya
Manusia
(X3)

Sumber Daya dan


Administrasi
(X4)
125

Keterangan gambar : : Pengaruh simultan

: Pengaruh parsial

Sumber : Penelitian Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2002)

3.2. Hipotesis
57
1. Diduga ada pengaruh signifikan secara bersama-sama faktor – faktor

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) terhadap

mutu SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut.

2. Diduga ada pengaruh signifikan secara parsial faktor – faktor

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) terhadap

mutu SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut.

3. Diduga diantara faktor-faktor manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah (MPMBS), factor sumberdaya manusia mempunyai pengaruh

yang dominan terhadap mutu sekolah pada SMPN/MTs se Kecamatan

Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut.


126
127

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah diskriptif kuantitatif, artinya dari data yang

ada dijelaskan secara diskriptif untuk menguraikan mengenai fungsi

kepemimpinan Kepala Sekolah, gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dan

motivasi kerja guru, motivasi karyawan, dan motivasi komite sekolah beserta

orang tua siswa/wali murid. Kuantitatif artinya penelitian ini dilakukan

dengan pengujian secara kuantitatif dengan menggunakan uji hipotesis.

Penelitian ini menjelaskan pengaruh antara variabel bebas (MPMBS)

terhadap variabel terikat (Mutu SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang

Kabupaten Tanah Laut).

4.2 Diskripsi Populasi dan Penentuan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti. Sugiyono (2007 : 117). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

guru di lingkungan SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut sebanyak 35 guru.

59
128

4.2.2. Teknik pengambilan sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi terwsebut. Sugiono (2007 :117). Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan sensus sampling yaitu semua guru SMPN/MTs

se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut berjumlah 30 guru

orang guru. Guna mendapatkan hasil yang obyektif sampel dalam penelitian

ini sebanyak 30 orang, selanjutnya disebut responden. Anggota populasi

yang tidak menjadi sampel adalah Kepala sekolah, 5 orang wakil kepala

sekolah, 4 guru yang tidak mengembalikan angket, dan 3 guru yang tidak

masuk sekolah karena ijin, sakit dan cuti ketika peneliti pengambili kembali

hasil angket yang telah peneliti sebarkan melalui guru SMPN/MTs se

Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut.

4.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel adalah suatu kualitas (qualitas) dimana peneliti

mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Kider (dalam Sugiono, 2007

: 61). Selanjutnya Sugiono (2007 :61) menyatakan Variabel adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditaik kesimpulan.

Adapun Variabel-variabelk yang dianalisis dalam penelitian kali ini

adalah:Variabetl bebas yaitu MPMBS terdiri dari Organisasi sekolah (X1)


129

Proses Belajar Mengajar (X2) Sumber Daya Manusia (X3) Sumber Daya

dan Administrasi (X4) dan Variabel terikat yaitu Mutu Sekolah (Y).

Definisi operasional Variabel adalah pemberian arti bagi suatu

Variabel dengan cara menetapkan rincian kegiatan yang harus dikerjakan.

Definisi oprasional Variabel dalam pennelitian ini adalah:

1. Organisasi sekolah (X1) (Organisasi sekolah adalah sistem hubungan

yang terstruktur yang mengkoordinasi masyarakat sekolah untuk

mencapai tujuan/mutu sekolah).

Pada penelitian ini, organisasi sekolah didapat diukur berdasarkan;

a.Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional

dalam mencapai tujuan sekolah

b.Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk

sekolahnya sendiri

c.Mengolah kegiatan operasional sekolah

d.Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan

masyarakat terkait (School community)

e.Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab

(akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah)

2. Proses Belajar Mengajar (X2) adalah terciptanya kegiatan belajar

mengajar disekolah

Pada penelitian ini, Indikator Proses Belajar Mengajar adalah sebagai

berikut;
130

a. Meningkatkan kualitas belajar siswa

b. Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap

kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah

c. Menyelenggarakan pengajaran yang efektif

d. Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa

e. Pelaporan hasil belajar siswa yang obyektif

3. Sumber Daya Manusia (X3) adalah kemampuan manusia dalam

menerapkan ilmunya

Pada penelitian ini, Indikator Sumber Daya Manusia adalah sebagai

berikut;

a. Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat

melayani keperluan semua siswi

b. Para guru/staf memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah.

c. Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua

staf

d. Jaminan kesejahteraan bagi guru

e. Merancang sistem kepuasan siswa

4.Sumber Daya dan Administrasi (X4) adalah memelihara dan tersedianya

sarana-prasarana yang mendukung

Pada penelitian ini, indikator sumber daya dan administrasi adalah

sebagai berikut;
131

a.Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan

sumberdaya tersebut sesuai dengan kebutuhan.

b.Mengolah dana sekolah

c.Menyediakan dukungan administrasi

d.Mengolah dan memelihara gedung serta sarana lainya

e.Memeilihara sistem kerja

5. Mutu sekolah (Y) (Mutu sekolah adalah otput atau hasil akhir sekolah

yaitu keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan si sekolah)

Pada penelitian ini, Mutu sekolah didapat sebagai berikut;

a. Prestasi akademik (academis achievement) misalnya, lomba karya

ilmiah, nilai ujian nasional, dan cara–cara berpikir kritis (kritis,

rasional, dan ilmiah).

b. Prestasi non akademik, (Non-academis achievement) misalnya

keingintahuan yang tinggi, kerja sama yang baik, kedisiplinan dan

lain-lain sebagai kegiatan ekstrakurikuler.

4.4 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan kuesioner (angket). Kuosioner (angket) adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pertanyaan tertulis pada responden untuk dijawab (sugiyono,

2007 : 199). Kuosioner akan dibagikan kepada guru yang telah dipilih untuk

mendapatkan data yang diinginkan.


132

Teknis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan dua cara yaitu :

a. Untuk data primer yaitu data yang diambil langsung dari responden

digunakan daftar angket atau kuesioner.

b. Untuk data sekunder, yaitu data yang diambil secara tidak langsung dari

responden dilakukan dengan dengan menggunakan teknis dokumentasi,

wawancara, dan observasi langsung dari penelitian.

Berdasarkan dengan pengukuran data digunakan skala likert dengan interval

sebagai berikut

1. = Tidak baik

2. = Kurang baik

3. = Cukup baik

4. = Baik

5. = Sangat baik

Dari skala pengukuran tersebut, mengandung pengertian bahwa

semakin tinggi angka yang dipilih oleh responden maka semakin tinggi pula

tingkat Organisasi sekolah (X1) Proses Belajar Mengajar (X2) Sumber Daya

Manusia (X3) Sumber Daya dan Administrasi (X4) dan Mutu Sekolah (Y).

Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah

pula tingkat Organisasi sekolah (X1) Proses Belajar Mengajar (X2) Sumber

Daya Manusia (X3) Sumber Daya dan Administrasi (X4) dan Mutu Sekolah

(Y).
133

4.5 Teknik analisa data

Pada penelitian ini analisa data terdiri dari dua (2) bagian yaitu analisis

deskriptif dan nalisa statistik. Analisa diskriptif digunakan untuk

mendiskripsikan Organisasi sekolah (X1) Proses Belajar Mengajar (X2)

Sumber Daya Manusia (X3) Sumber Daya dan Administrasi (X4) dan Mutu

Sekolah (Y). Dengan mengacu pada rumus hipotisis tersebut, analisa statistik

yang digunakan adalah analisa multipe Linier Regresi Model (Model regresi

linier berganda) dengan fungsi persamaan sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e
(Sudjana 2003:53)
Dimana

Y = Mutu sekolah

a = Konstanta

X1 = Organisasi sekolah

X2 = Proses Belajar Mengajar

X3 = Sumber Daya Manusia

X4 = Sumber Daya dan Administrasi

e = Error (kesalahan pengganggu)

Untuk mengetahui apakah variabel X1, X2, X3, dan X4 secara serempak

mempunyai pengaruh terhadap Y, maka dihitung besar koefesien determinasi

(R2). Kemudian dilanjutkan dengan Uji-f. Rumus yang digunakan untuk

menguji koefesien korolasi adalah:

Dimana : R = Koefisien regresi


134

n = Banyaknya sampel

k = Banyaknya Variabel Independen

Uji F ini bermakna bila memiliki taraf signifikan α = 5 %

Untuk mengetahui apakah ada hubungan linier pada masing-masing variabel

dari variabel terpilih yang lebih dominan (X1, X2, X3, dan X4) maka

dilakukan uji t (studen t-test).

4.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas.

Uji Validitas adalah untuk mengetahui tingkat kevalidan dari

instrumen kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji validitas

ini dilakukan untuk mengetahui apakah item-item yang tersaji dalam

kuesioner benar-benar mampu mengungkapkan dengan pasti apa yang

diteliti. Cara yang digunakan adalah dengan analisa item, dimana setiap nilai

yang ada pada setiap butir pertanyaan di korelasikan dengan nilai total

seluruh butir pertanyaan suatu variabel dengan menggunakan rumus korelasi

product moment (Sugiono, 1999). Syarat minimal untuk dianggap valid

adalah nilai r ≥ 0,3.

Sedangkan uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya

konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau denga kata lain alt ukur

tersebut mempunyai hasil yang dapat dipercaya bilaman alat tersebut

digunakan berulang-ulang / berkali-kali pada waktu yang berbeda. Untuk Uji

Reliabilitas ini digunakan Teknik Alpha Cronboch, dimana suatu instrumen


135

dapat dikatajan handal (reliable) apabila memiliki koefesien keandalan atau

alpha sebesar 0,6 atau lebih (Arikunto, 1992).

4.5.2. Pengujian Hipotesis

Dengan membandingkan F hitung (Fh) dengan F tabel (Ft) pada α =

0,05 apabila hasil berhitung menunjukkan :

a. Fh ≥ Ft  atau probabilitas kesalahan kurang 5 % maka Ho ditolak dan

Ha diterima. Ini berarti bahwa variasi dari model regresi berhasil

menerangkan variabel bebas secara keseluruhan

b. Fh < Ft  atau probabilitas kesalahan lebiuh dari 5% maka Ho diterima

dan Ha ditolak. Ini berarti bahwa variasi dari model regresi tidak berhasil

menerangkan variasi variabel bebas secara keseluruhan.

c. Untuk melihat kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel

tidak bebasnya dapat diketahui dari besarnya koefesien determinasi ganda

(R2). Semakin besar R2 atau semakin mendekati satu, maka dapat

dikatakan bahwa variasi bebas yang digunakan dalam model semakin

kuat dapat menerangkan variasi tidak bebasnya. Jika R2 mencapai nilai 1

menunjukkan bahwa proporsi / presentasi sehubungan dengan variabel

bebas terhadap variabel atau naik turunnya Y sebesar 100%. Sebaliknya

jika R2 semakin kecil (mendekati 0), maka dapat dikatakan bahwa

sumbangan variasi bebas terhadap variasi variabel tidak bebasnya


136

semakin kecil. Sedangkan koefesien determinasi ganda (R2) itu sendiri

diantara 0 dan 1, atau 0 ≤ R2 ≤ 1.

Guna membuktikan kebenaran hipotesis pengaruh secara parsial di

gunakan uji t yaitu menguji kebenaran regresi parsial. Uji t ini, bila t hitung ≤

t tabel maka hipotesa nol (Ho) diterima, hipotesa alternatif (Ha) ditolak.

Berarti variabel-variabel bebas kurang dapat menjelaskan variabel terikatnya

dan sebaliknya bila t hitung ≥ t tabel maka hipotisis nol (Ho) ditolak,

hipotisis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

variabel bebas mamapu menjelaskan variabel terikatnya.

Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat digunakan analisis dengan melihat pada besarnya

koefesien determinasi parsial (r2) untuk masing-masing variabel bebas.

Kegunaannya untuk mengetahui sejauh mana besarnya sumbangan masing-

masing variabel bebas terhadap variabel terikat dan untuk mengetahui

variabel bebas mana yang mempunyai sumbangan terbesar (dominan

terhadap variabel terikat/tergantung. Birarti semakin besar r 2 untuk maisng-

masing variabel bebas, menunjukkan semakin besar juga sumbangannya

terhadap variabel terikat dan jika ada variabel yang angka r2 paling besar,

probobelitasnya paling kecil/rendah, maka variabel bebas mempunyai

pengaruh yang dominan terhadap variabel terikatnya.

BAB V
137

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Obyek Penelitian

Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di ladang

pendidikan nasional dan merupakan integral dari upaya peningkatan kualitas

manusia Indonesia secara menyeluruh. Undang-undang nomor 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional telah mengamanatkan bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tanggung jawab

pendidikan terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang

berakhlaq mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis dan profesional pada

bidangnya masing-masing.

Penelitian ini dilakukan di SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang

Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Judul penelitian ini adalah

pengaruh faktor-faktor manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis

sekolah )MPMBS) terhadap mutu pendidikan SMPN/MTs se Kecamatan Tambang

Ulang Kabupaten Tanah Laut.

5.1.2. Karakteristik Responden


138

Berikut data responden berdasarkan karakteristik jenis kelamin,

usia, tingkat pendidikan dan pengalaman bekerja

5.1.2.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut

Tabel 5.1: Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


No Jenis Kelamin Jumlah Responden Prosentase
1 Laki-Laki 13 37.1
2 Wanita 22 62.9
Jumlah 35 100.0
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)

Berdasarkan tabel 5.1. diatas dapat dijelaskan bahwa responden

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang atau 37.1%, Sedangkan

responden yang berjenis kelamin wanita sebanyak 22 orang atau 62.9%.

Berdasarkan data tersebut, maka pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang

Ulang Kabupaten Tanah Laut, guru wanita jumlahnya lebih banyak

dengan jumlah guru laki-laki.

5.1.2.2. Responden Berdasarkan Pendidikan

Tingkat Pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2 : Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Prosentase
139

1 SLTA 1 2.9
2 Diploma 1 2.9
3 Sarjana 33 94.3
Jumlah 35 100.0
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas bahwa, maka distribusi responden

berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Responden berpendidikan SLTA sebanyak 1 orang atau 2.9 %.

2. Responden berpendidikan Diploma sebanyak 1 orang atau 2.9 %.

3. Responden berpendidikan Sarjana sebanyak 33 orang atau 94.3 %.

5.1.2.3. Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan

Pangkat/Golongan responden dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut

Tabel 5.3 : Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan

No Pangkat/Golongan Jumlah Responden Prosentase


1 Honorer 14 40.0
2 II D 1 2.9
3 III A 5 14.3
4 III B 7 20.0
5 III C 7 20.0
6 IV A 1 2.9
Jumlah 35 100.0
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)

1. Responden yang mempunyai pangkat/golongan Honorer sebanyak 14

orang atau 40.0 %.


140

2. Responden yang mempunyai pangkat/golongan II D sebanyak 1 orang

atau 2.9 %.

3. Responden yang mempunyai pangkat/golongan III A sebanyak 5 orang

atau 14.3 %.

4. Responden yang mempunyai pangkat/golongan III B sebanyak 7 orang

atau 20.0 %.

5. Responden yang mempunyai pangkat/golongan III C sebanyak 7 orang

atau 20.0 %.

6. Responden yang mempunyai pangkat/golongan IV A sebanyak 1 orang

atau 2.9 %.

5.1.2.4. Responden Berdasarkan Masa Kerja

Tingkat masa kerja responden dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai

berikut :

Tabel 5.4 Responden Berdasarkan masa kerja

No Pengalaman Jumlah Responden Prosentase


1 ≤5 18 51.4
2 5 < X ≤ 10 9 25.7
3 10 < X ≤ 15 7 20.0
4 15 < X ≤ 20 1 2.9
5 > 20 0 0.0
Jumlah 35 100.0
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
141

1. Responden masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 18 orang atau

51.4%.

2. Responden masa kerja dari 5 Tahun sampai dengan 10 tahun sebanyak

9 orang atau 25.7 %.

3. Responden masa kerja lebih dari 10 tahun sampai dengan 15 tahun

sebanyak 7 orang atau 20.0 %.

4. Responden masa kerja lebih dari 15 tahun sampai dengan 20 tahun

sebanyak 1 orang atau 2.9%.

5. Responden yang masa kerja lebih dari 20 tahun tidak ada

5.1.2.5. Responden Berdasarkan Usia

Tingkat usia responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.5

berikut:

Tabel 5.5: Responden Berdasarkan Usia

No Usia (dalam Tahun) Jumlah Responden Prosentase


1 ≤ 20 0 0.0
2 20 < X ≤ 30 17 48.6
3 30 < X ≤ 40 8 22.8
4 40 < X ≤ 50 10 28.6
5 > 50 0 0.0
Jumlah 35 100.0
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)

Berdasarkan tabel 5.5 diatas maka distribusi responden berdasarkan

usia dapat dijelaskan sebagai berikut


142

1. Responden berusia kurang dari 20 tahun tidak ada

2. Responden berusia lebih dari 20 sampai dengan 30 tahun sebanyak 17

orang atau 48.6 %.

3. Responden berusia lebih dari 30 sampai dengan 40 tahun sebanyak 8

orang atau 22.8 %.

4. Responden berusia lebih dari 40 sampai dengan 50 tahun sebanyak 10

orang atau 28.6 %.

5. Responden yang berusia lebih dari 50 tahun tidak ada.

5.1.2.6 Responden Berdasarkan Asal Sekolah

Tingkat asal sekolah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel

5.6 berikut:

Tabel 5.6: Responden Berdasarkan Asal Sekolah

No Asal sekolah Jumlah Responden Prosentase

1 MTs Al – Irsyad 11 31.4

2 SMPN 1 Tambangulang 11 31.4

3 SMPN 2 Tambangulang 13 37.1

Total 35 100.0

Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)

Responden asal sekolah MTs Al – Irsyad sebanyak 11 atau 31.4%,

Responden asal sekolah SMPN 1 Tambangulang sebanyak 11 atau 31.4%,

Responden asal sekolah SMPN 2 Tambangulang sebanyak 13 atau 37.1%,


143

5.2. Analisis Statistik Diskriptif

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor-faktor organisasi

sekolah, proses belajar mengajar, Sumber Daya dan Administrasi dan Sumber

Daya dan Administrasi berpengaruh terhadap mutu sekolah SMPN/MTs se

Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut menurut persepsi responden

menunjukkan hasil sebagai berikut :

5.2.1. Organisasi sekolah

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner kepada

responden diketahui bahwa distribusi organisasi sekolah menurut responden

berdasarkan indikator tambahan beban kerja, honor yang diterima, insentif dan

seragam pakaian kerja dapat dibaca pada Tabel 5.5 berikut:

)
Tabel 5.6 : Distribusi Frekuensi Organisasi sekolah (X1

Sangat Setuju Kurang Tidak


No No. item Setuju setuju setuju
 %  %  %  %
144

1 Kepemimpinan 4 11.4 23 65.7 7 20.0 1 2.9


transformasional (X1.1)
2 Perencanaan baik 12 34.3 16 45.7 7 20.0 - -
secara strategis maupun
teknis (X1.2)
3 Fungsi operasional 6 17.1 25 71.4 2 5.7 2 5.7
(X1.3)
4 Komunikasi dengan 11 31.4 13 37.1 11 31.4 - -
stake holder secara
efektif (X1.4)
5 Tanggung jawab (X1.5) 9 25.7 26 74.3 - - - -
Sumber : Data Primer diolah, 2013

Responden mempresepsikan bahwa kepala sekolah melaksanakan

kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah (X1.1) sebanyak 4

responden (11.4%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 23 responden (65.7%)

menyatakan setuju, sebanyak 7 responden (20.0%) menyatakan kurang setuju dan

sebanyak 1 responden (2.9%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa kepala sekolah selalu menyusun

perencanaan baik secara strategis maupun teknis (X 1.2) sebanyak 12 responden

(34.3%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 16 responden (45.7%) menyatakan

setuju, sebanyak 7 responden (20.0%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0

responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa kepala sekolah melaksanakan fungsi

operasional dalam mengelola sekolah (X1.3) sebanyak 6 responden (17.1%)

menyatakan sangat setuju, sebanyak 25 responden (71.4%) menyatakan setuju,


145

sebanyak 2 responden (5.7%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 2

responden (5.7%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa kepala sekolah membangun

komunikasi dengan stake holder (komite sekolah, Dinas terkait dan pihak lain)

secara efektif (X1.4) sebanyak 11 responden (31.4%) menyatakan sangat setuju,

sebanyak 13 responden (37.1%) menyatakan setuju, sebanyak 11 responden

(31.4%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan

tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa kepala sekolah melaksanakan tanggung

jawabnya dengan memberikan laporan atau informasi pengelolaan sekolah kepada

dinas dan komite terkait (X1.5) sebanyak 9 responden (25.7%) menyatakan sangat

setuju, sebanyak 26 responden (74.3%) menyatakan setuju, sebanyak 0 responden

(0.0%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan

tidak setuju.

5.2.2. Proses belajar mengajar (X2)

Proses belajar mengajar guru merupakan salah satu aspek penting dalam

menentukan mutu sekolah dalam bekerja. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

data tentang tanggapan responden tentang proses belajar mengajar sebagai berikut:

Tabel 5.7 : Distribusi Frekuensi Proses belajar mengajar (X2)

Sangat Setuju Kurang Tidak


No No. item Setuju setuju setuju
 %  %  %  %
146

1 Meningkatkan kualitas 7 20.0 22 62.9 6 17.1 - -


belajar (X2.1)
2 Mengembangkan 8 22.9 12 34.3 14 40.0 1 2.9
kurikulum (X2.2)
3 Menyelenggarakan 7 20.0 19 54.3 9 25.7 - -
pengajaran secara efektif
(X2.3)
4 Program pengembangan 6 17.1 19 54.3 9 25.7 1 2.9
bagi siswa melalui
pengayaan materi
pembelajaran (X2.4)
5 Laporan hasil belajar siswa 3 8.6 14 40.0 15 42.9 3 8.6
secara obyektif (X2.5)
Sumber : Data Primer diolah, 2013
Berdasarkan Tabel 5.6 diatas, responden mempresepsikan bahwa para guru

selalu berusaha meningkatkan kualitas belajar siswa (X2.1) sebanyak 7 responden

(20.0%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 22 responden (62.9%) menyatakan

setuju, sebanyak 6 responden (17.1%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0

responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para guru mengembangkan kurikulum

yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan siswa (X 2.2) sebanyak 8 responden

(22.9%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 12 responden (37.3%) menyatakan

setuju, sebanyak 14 responden (40.0 %) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 1

responden (2.5%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para guru selalu menyelenggarakan

pengajaran secara efektif (X2.3) sebanyak 7 responden (20.0%) menyatakan sangat

setuju, sebanyak 19 responden (54.3%) menyatakan setuju, sebanyak 9 responden

(25.7%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan

tidak setuju.
147

Responden mempresepsikan bahwa para guru selalu menyediakan program

pengembangan bagi siswa melalui pengayaan materi pembelajaran (X 2.4) sebanyak

6 responden (17.1%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 19 responden (54.3%)

menyatakan setuju, sebanyak 9 responden (25.7%) menyatakan kurang setuju dan

sebanyak 1 responden (2.9%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para guru memberikan laporan hasil

belajar siswa secara obyektif (X 2.5) sebanyak 3 responden (8.6%) menyatakan

sangat setuju, sebanyak 14 responden (40.0%) menyatakan setuju, sebanyak 15

responden (42.9%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 3 responden (8.6%)

menyatakan tidak setuju.

5.2.3. Sumber Daya Manusia (X3)

Sumber Daya dan Administrasi lingkungan kerja guru merupakan salah

satu aspek penting dalam menentukan mutu sekolah dalam bekerja. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh data tentang tanggapan responden tentang proses belajar

mengajar sebagai berikut :

Tabel 5.8: Distribusi Frekuensi Sumber Daya Manusia (X3 )


Sangat Setuju Kurang Tidak
No No. item Setuju setuju setuju
 %  %  %  %
148

1 Penempatan guru dalam tugas 16 45.7 13 37.1 6 17.1 - -


(X3.1)
2 Memiliki wawasan manajemen 8 22.9 27 77.1 - - - -
berbasis sekolah (X3.2)
3 Kesempatan mengikuti 4 11.4 26 74.3 4 11.4 1 2.9
kegiatan untuk pengembangan
profesi (X3.3)
4 Jaminan kesejahteraan (X3.4) 6 17.1 23 65.7 6 17.1 - -
5 Merancang sistem untuk 9 25.7 20 57.1 6 17.1 - -
membangun kepuasan siswa
(X3.5)
Sumber : Data Primer diolah, 2013

Responden mempresepsikan penempatan guru dalam tugas diorientasikan

pada pelayanan kepada siswa (X3.1) sebanyak 16 responden (45.7%) menyatakan

sangat setuju, sebanyak 13 responden (37.1%) menyatakan setuju, sebanyak 6

responden (17.1%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%)

menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para guru/pegawai memiliki wawasan

manajemen berbasis sekolah (X3.2) sebanyak 8 responden (22.9%) menyatakan

sangat setuju, sebanyak 27 responden (77.1%) menyatakan setuju, sebanyak 0

responden (0.0%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%)

menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para guru memiliki kesempatan

mengikuti kegiatan untuk pengembangan profesi (X 3.3) sebanyak 4 responden

(11.4%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 26 responden (74.3%) menyatakan

setuju, sebanyak 4 responden (11.4%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 1

responden (2.9%) menyatakan tidak setuju.


149

Responden mempresepsikan bahwa para guru mendapat jaminan

kesejahteraan dari sekolah (X3.4) sebanyak 6 responden (17.1%) menyatakan

sangat setuju, sebanyak 23 responden (65.7%) menyatakan setuju, sebanyak 6

responden (17.1%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%)

menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa sekolah merancang sistem untuk

membangun kepuasan siswa baik dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler

(X3.5) sebanyak 9 responden (25.7%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 20

responden (57.1%) menyatakan setuju, sebanyak 6 responden (17.1%) menyatakan

kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

5.2.4. Sumber Daya dan Administrasi (X4)

Sumber Daya dan Administrasi lingkungan kerja guru merupakan salah

satu aspek penting dalam menentukan mutu sekolah dalam bekerja. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh data tentang tanggapan responden tentang Sumber Daya

dan Administrasi sebagai berikut :

Tabel 5.9 : Distribusi Frekuensi Sumber Daya dan Administrasi (X 4)


Sangat Setuju Kurang Tidak
No No. item Setuju setuju setuju
 %  %  %  %
150

1 Penempatan guru (X4.1) 9 25.7 20 57.1 6 17.1 - -

2 Pengelolaan dana sekolah 6 17.1 19 54.3 10 28.6 - -


(X4.2)

3 Fasilitas pekerjaan yang 7 20.0 26 74.3 2 5.7 - -


bersifat administratif (X4.3)

4 Kepala sekolah mengelola dan 3 8.6 19 54.33 10 28.6 3 8.6


memelihara gedung dan sarana
sekolah lainnya dengan baik
(X4.4)

5 Sistem kerja (X4.5) 6 17.1 20 57.1 9 25.7 - -

Sumber : Data Primer diolah, 2013

Responden mempresepsikan bahwa penempatan guru disesuaikan dengan

kebutuhan siswa (X4.1) sebanyak 9 responden (25.7%) menyatakan sangat setuju,

sebanyak 20 responden (57.1%) menyatakan setuju, sebanyak 6 responden

(17.1%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan

tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa pengelolaan dana sekolah sudah

profesional, transparan dan akuntabel (X4.2) sebanyak 6 responden (17.1%)

menyatakan sangat setuju, sebanyak 19 responden (54.3%) menyatakan setuju,

sebanyak 10 responden (28.6%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0

responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para guru/staf mendapat fasilitas untuk

menyelesaikan pekerjaan yang bersifat administratif (X 4.3) sebanyak 7 responden


151

(20.0%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 26 responden (74.3%) menyatakan

setuju, sebanyak 2 responden (5.7%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0

responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa kepala sekolah mengelola dan

memelihara gedung dan sarana sekolahlainnya dengan baik (X 4.4) sebanyak 3

responden (8.6%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 19 responden (54.3%)

menyatakan setuju, sebanyak 10 responden (28.6%) menyatakan kurang setuju dan

sebanyak 3 responden (8.6%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa sistem kerja di sekolah sudah baik

(X4.5) sebanyak 6 responden (17.1%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 20

responden (57.1%) menyatakan setuju, sebanyak 9 responden (25.7%) menyatakan

kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

5.2.5. Mutu sekolah (Y)

Mutu sekolah pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut dalam bekerja sebagai berikut :

Tabel 5.10: Distribusi Frekuensi Mutu sekolah (Y)

Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban


No. item A B C D
No  %  %  %  %
152

1 Keikutsertaan sekolah dalam 5 14.3 14 40.0 16 45.7 - -


lomba dan keberhasilannya
dalam mengikuti lomba-lomba
karya ilmiah (Y1.1)
2 Hasil ujian nasional sekolah 3 8.6 30 85.7 2 5.7 - -
pada 3 (tiga) tahun terakhir
(Y1.2)
3 Siswa terbangun karakternya 1 2.9 25 71.4 8 22.9 1 2.9
dengan cara berfikir kritis
terhadap lingkungan (Y1.3)
4 Meningkatkan pelayanan 4 11.4 25 71.4 5 14.3 1 2.9
dengan pengembangan kegiatan
ekstrakurikuler yang terstruktur
(Y1.4)
5 Siswa memiliki keingintahuan 6 17.1 19 54.3 10 28.6 - -
yang tinggi, kerja sama yang
baik dan kedisiplinan (Y1.5)
Sumber : Data Primer diolah, 2013

Responden mempresepsikan bahwa keikutsertaan sekolah dalam lomba dan

keberhasilannya dalam mengikuti lomba-lomba karya ilmiah (Y1.1) sebanyak 5

responden (14.3%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 14 responden (40.0%)

menyatakan setuju, sebanyak 16 responden (45.7%) menyatakan kurang setuju dan

sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa hasil ujian nasional sekolah pada 3

(tiga) tahun terakhir (Y1.2) sebanyak 3 responden (8.6%) menyatakan sangat setuju,

sebanyak 30 responden (85.7%) menyatakan setuju, sebanyak 2 responden (5.7%)

menyatakan kurang setuju dan sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan tidak

setuju.
153

Responden mempresepsikan bahwa para siswa terbangun karakternya

dengan cara berfikir kritis terhadap lingkungan (Y1.3) sebanyak 1 responden (2.9%)

menyatakan sangat setuju, sebanyak 25 responden (71.4%) menyatakan setuju,

sebanyak 8 responden (22.9%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 1

responden (2.9%) menyatakan tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa sekolah terus berupaya meningkatkan

pelayanan kepada siswa dengan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler yang

terstruktur (Y1.4) sebanyak 4 responden (11.4%) menyatakan sangat setuju,

sebanyak 25 responden (71.4%) menyatakan setuju, sebanyak 5 responden

(14.3%) menyatakan kurang setuju dan sebanyak 1 responden (2.9%) menyatakan

tidak setuju.

Responden mempresepsikan bahwa para siswa memiliki keingintahuan

yang tinggi, kerja sama yang baik dan kedisiplinan siswa (Y 1.5) sebanyak 6

responden (17.1%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 19 responden (54.3%)

menyatakan setuju, sebanyak 10 responden (28.6%) menyatakan kurang setuju dan

sebanyak 0 responden (0.0%) menyatakan tidak setuju.

5.3 Hasil Analisis Statistik Inferensial

Setelah diperoleh data mengenai kondisi hasil kuesioner, maka untuk

mengetahui pengaruh organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya

manusia serta sumber daya administrasi terhadap mutu sekolah digunakan analisis

data regresi berganda dengan menggunakan alat SPSS 17,0


154

Berdasarkan hasil analisis data pada lampiran diperoleh persamaan regresi

sebagai berikut :

Y = 0.635 + 0.043X1 + 0.275X2 + 0.397X3 + 0.026X4 + e

Berdasarkan persamaan diatas menunjukkan bahwa ada pengaruh dari

variabel organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan

sumber daya administrasi terhadap peningkatan mutu sekolah.

Nilai konstanta sebesar 0.635 mengandung makna bahwa apabila tidak

ada organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan sumber

daya administrasi serta variabel lain, maka tingkat mutu sekolah sebesar 0.635

satuan.

Apabila ada kenaikan pada organisasi sekolah sebesar satu satuan, maka

akan meningkatkan mutu sekolah sebesar 0.043 satuan. Apabila ada peningkatan

dalam proses belajar mengajar sebesar satu satuan akan meningkatkan mutu

sekolah sebesar 0.275 satuan, apabila ada peningkatan dalam sumber daya

manusia sebesar satu satuan akan meningkatkan mutu sekolah sebesar 0.397

satuan, apabila ada peningkatan dalam sumber daya administrasi sebesar satu

satuan, maka akan meningkatkan mutu sekolah sebesar 0.026 satuan

Tabel 5.11 : Hasil Analisis Regresi dengan menggunakan SPSS 17


155

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .635 .514 1.236 .226
Organisasi .043 .127 .049 .337 .728
PBM .275 .131 .413 2.100 .044
SDM .397 .156 .381 2.553 .016
SDA .026 .158 .030 .164 .871
Sumber : Hasil Analisis Data pada Lampiran, 2013

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai t hitung untuk variabel organisasi sekolah sebesar sebesar 0.337

dengan tingkat signifikansi sebesar 0.738, karena nilai signifikansi 0.738

(lebih besar dari 0,05), maka organisasi sekolah mempunyai pengaruh tidak

signifikan positif terhadap mutu sekolah.

2. Nilai t hitung untuk variabel proses belajar mengajar sebesar sebesar 2.100

dengan tingkat signifikansi sebesar 0.044 karena nilai signifikansi 0.044

(lebih kecil dari 0,05), maka proses belajar mengajar mempunyai pengaruh

signifikan positif terhadap mutu sekolah.

3. Nilai t hitung untuk variabel sumber daya manusia sebesar sebesar 2.553

dengan tingkat signifikansi sebesar 0.016 karena nilai signifikansi 0.016

(lebih kecil dari 0,05), maka sumber daya manusia mempunyai pengaruh

signifikan positif terhadap mutu sekolah.

4. Nilai t hitung untuk variabel sumber daya administrasi sebesar 0.164

dengan tingkat signifikansi sebesar 0.871 karena nilai signifikansi 0.871


156

(lebih besar dari 0,05), maka sumber daya manusia tidak berpengaruh

signifikan positif terhadap mutu sekolah.

Berdasarkan hasil analisis diatas, maka proses belajar mengajar dan

sumber daya manusia secara parsial berpengaruh signifikan positif terhadap

mutu sekolah. Sedangkan organisasi sekolah dan sumber daya administrasi

mempunyai pengaruh tidak signifikan positif terhadap mutu pendidikan.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa organisasi sekolah,

proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan sumberdaya administrasi

secara parsial berpengaruh signifikan terhadap mutu sekolah pada SMPN/MTs

se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut tidak diterima.

Nilai t hitung untuk variabel sumber daya manusia sebesar 2.553

merupakan nilai terbesar dibanding nilai uji t variabel lainnya dengan tingkat

signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka sumber daya manusia mempunyai

pengaruh dominan terhadap mutu sekolah. Dengan demikian hipotesis yang

menyatakan bahwa sumber daya manusia mempunyai pengaruh dominan

terhadap mutu sekolah pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang

Kabupaten Tanah Laut diterima.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa

organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan

sumberdaya administrasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap mutu sekolah digunakan analisis dengan uji F. Berdasarkan

hasil analisis data diperoleh nilai uji F hitung sebesar 8.281 dengan tingkat
157

signifikansi sebesar 0.000 artinya bahwa mutu sekolah secara signifikan

dipengaruhi oleh proses belajar mengajar dan sumber daya manusia. Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.12. : Hasil Analisis of Varians (ANOVA) b

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.659 4 .665 8.281 .000a
Residual 2.408 30 .080
Total 5.067 34
Sumber : Hasil Analisis Data pada Lampiran, 2013

Berdasarkan hasil analisis diatas, karena nilai signifikansi sebesar 0.000

(kurang dari 0,05), maka organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber

daya manusia dan sumber daya administrasi secara bersama-sama berpengaruh

terhadap mutu sekolah SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa organisasi

sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan sumber daya

administrasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap

mutu sekolah diterima

Besarnya konstribusi pengaruh organisasi sekolah, proses belajar

mengajar, sumber daya manusia dan sumber daya administrasi terhadap mutu

sekolah dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi. Hasil analisis data

menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R 2) adalah sebesar 0.525 atau

sebesar 52.5% Artinya bahwa sebesar 52.5% mutu sekolah dapat dijelaskan

oleh organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan
158

sumber daya administrasi secara bersama-sama, sedangkan sisanya sebesar

47.5% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.


159

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data pada uraian sebelumnya, diketahui

bahwa secara bersama-sama faktor-faktor yang terdiri dari organisasi

sekolah, Proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan sumber daya dan

administrasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap mutu sekolah.

Disamping itu, secara parsial variabel-variabel tersebut diatas juga

mempunyai pengaruh terhadap mutu sekolah. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang

dilakukan sebelumnya yang dilakukan oleh Sugianto (2006) dan Handoko

(2007). Besarnya pengaruh organisasi sekolah, Proses belajar mengajar,

sumber daya manusia dan fasilitas terhadap Mutu pada SMPN/MTs se

Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut sebesar 52.5%. Oleh

karena itu salah satu strategi guna meningkatkan mutu sekolah dengan cara

memodifikasi organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya

manusia, dan sumber daya administrasi secara bersama-sama. Hasil

penelitian juga menunjukkan hubungan organisasi sekolah, Proses belajar

mengajar, sumber daya manusia dan sumberdaya administrasi dengan mutu

sekolah cukup kuat (nilai korelasi R sebesar 0.724)

92
160

Organisasi sekolah pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang

Kabupaten Tanah Laut mempunyai pengaruh tidak signifikan positif terhadap

mutu sekolah. Besarnya pengaruh organisasi sekolah terhadap mutu sekolah

sebesar 0.043 satuan. Oleh karena itu apabila organisasi sekolah meningkat

satu satuan, maka mutu sekolah juga akan meningkat sebesar 0.043 satuan.

Demikian sebaliknya apabila organisasi sekolah guru mengalami penurunan

satu satuan akan menurunkan mutu sekolah 0.043. Adapun hubungan antara

organisasi sekolah dengan mutu sekolah kurang kuat. Hal tersebut dibuktikan

hasil analisis korelasi sebesar 0.330.

Hal tersebut dikarenakan organisasi sekolah merupakan hal yang biasa

di SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut. Pada

penelitian ini juga dijelaskan meskipun organisasi sekolah guru mempunyai

pengaruh terhadap mutu sekolah, tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan.

Proses belajar mengajar pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang

Ulang Kabupaten Tanah Laut mempunyai pengaruh signifikan positif

terhadap mutu sekolah. Besarnya pengaruh Proses belajar mengajar terhadap

mutu sekolah sebesar 0.275 satuan. Oleh karena itu apabila Proses belajar

mengajar meningkat satu satuan, maka mutu sekolah juga akan meningkat

sebesar 0.275 satuan. Demikian sebaliknya apabila proses belajar mengajar

mengalami penurunan satu satuan akan menurunkan mutu sekolah 0.275

satuan. Adapun hubungan antara proses belajar mengajar dengan mutu


161

sekolah cukup kuat. Hal tersebut dibuktikan hasil analisis korelasi sebesar

0.638.

Proses belajar mengajar perlu diperhatikan bagi pimpinan sekolah jika

ingin meningkatkan mutu sekolah, karena dengan proses belajar mengajar

yang baik dan berkualitas maka akan menghasilkan prestasi-prestasi baik

secara akdemik maupun non akademik, dan secara otomatis akan

meningkatkan mutu pendidikan yang ada di SMPN/MTs se Kecamatan

Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut.

Sumber daya manusia pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang

Ulang Kabupaten Tanah Laut mermpunyai pengaruh signifikan positif

terhadap mutu sekolah. Oleh karena itu sumber daya manusia merupakan

salah satu faktor penting dalam menentukan mutu sekolah Apabila sumber

daya manusia guru baik, maka organsiasi tersebut akan mudah dalam

meningkatkan mutu sekolah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia

mempunyai pengaruh lebih besar terhadap mutu sekolah dibandingkan

dengan variabel lain. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia guru

sangat diperlukan dalam meningkatkan mutu pendidikan yang ada di

SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut.

Sumber daya manusia guru pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang

Ulang Kabupaten Tanah Laut mempunyai pengaruh signifikan positif

terhadap mutu sekolah. Besarnya pengaruh sumber daya manusia terhadap


162

mutu sekolah sebesar 0.397 satuan. Oleh karena itu apabila sumber daya

manusia dapat meningkat satu satuan, maka mutu sekolah juga akan

meningkat sebesar 0.397 satuan.

Sumber daya dan administrasi pada SMPN/MTs se Kecamatan

Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut mempunyai pengaruh tidak

signifikan positif terhadap mutu sekolah. Besarnya pengaruh sumber daya

dan administrasi terhadap mutu sekolah sebesar 0.026 satuan. Oleh karena itu

apabila sumber daya dan administrasi dapat meningkat satu satuan saja, maka

mutu sekolah juga akan meningkat sebesar 0.026 satuan. Meskipun

sumberdaya administrasi mempunyai pengaruh, namun pengaruh itu tidak

signifikan. Oleh karena itu dalam meningkatkan mutu sekolah, pimpinan

sekolah tidak perlu untuk meningkatkan sumberdaya administrasi, namun

hanya perlu mempertahankannya saja agar tidak terjadi penurunan.


163

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang berkaitan dengan

permasalahan dan tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan sumber

daya administrasi dan administrasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap

mutu sekolah pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut. Pengaruh Organisasi sekolah, proses belajar mengajar, sumber

daya manusia dan sumber daya administrasi dan administrasi tersebut pada

mutu sekolah sebesar 52.5%, oleh karena itu mutu sekolah sebesar 47.5%

dipengaruhi oleh variabel lain.

2. Secara parsial sumber daya manusia berpengaruh signifikan positif terhadap

mutu sekolah sedangkan organisasi sekolah, proses belajar mengajar dan

sumber daya dan administrasi berpengaruh tidak signifikan positif terhadap

mutu sekolah SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah

Laut.

3. Sumber daya manusia memiliki pengaruh dominan terhadap mutu sekolah

SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten Tanah Laut

96
164

7.2. Saran - Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas,

Penulis mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat

dalam upaya peningkatan mutu sekolah pada SMPN/MTs se Kecamatan Tambang

Ulang Kabupaten Tanah Laut sebagai berikut :

1. Upaya untuk meningkatkan mutu sekolah dapat dilakukan melalui

perbaikan organisasi sekolah, proses belajar mengajar, Sumber daya manusia,

sumber daya dan administrasi secara bersama-sama. Namun demikian yang

perlu mendapat perhatian adalah sumber daya manusia, dalam hal ini adalah

guru.

2. Pimpinan SMPN/MTs se Kecamatan Tambang Ulang Kabupaten

Tanah Laut perlu memperhatikan selain organisasi sekolah, proses belajar

mengajar, Sumber daya manusia, sumber daya dan administrasi, karena masih

ada 47.5% mutu sekolah dipengaruhi oleh variabel lain.

Anda mungkin juga menyukai