Anda di halaman 1dari 14

Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

JURNAL GAWALISE
GEOGRAFI, WILAYAH, LINGKUNGAN, DAN PESISIR
Gawalise Vol. 1 No. 1 Tahun 2022 | 1 – 10
https://jurnal.fkip.untad.ac.id/index.php/gt

Pemetaan Daya Tarik Kawasan Sombori Di Kabupaten Morowali


Edi Santoso1,a, Iwan Alim Saputra2,b

1,2Program Studi Pendidikan Geografi


Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
aedhybachtiar17@gmail.com bIwanAsaputra@untad.ac.id

Article info ABSTRAK


Article History Kawasan Sombori merupakan sebuah kawasan konservasi yang saat ini
Diterima : menjadi destinasi atau tujuan wisata baru di Kabupaten Morowali dan
Revisi : memiliki daya tarik yang beragam dengan karakteristik dan morfologi
Dipublikasikan : yang unik. Potensi dan daya tarik kawasan Sombori perlu dieksplorasi
Kata kunci: dan diidentifikasi, termasuk karakteristiknya agar menjadi pedoman atau
Pariwisata dasar perencanaan pengembangan daerah tujuan wisata yang relevan
Konservasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk
Geologi mengidentifikasi karakteristik fisik dan memetakan daya tarik kawasan
Geomorfologi Sombori. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan
geografi yang digunakan yaitu pendekatan keruangan (spatial approach).
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan
dokumentasi serta teknik analisis yang digunakan yaitu deskriptif
kualitatif dan analisis pola keruangan (spatial pattern analysis). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kawasan Sombori memiliki kondisi
geologi yang didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan
disetarakan dengan formasi Salodik. Kondisi geomorfologi kawasan
Sombori terbentuk oleh bentukan lahan karst dengan ciri yang
teridentifikasi yaitu morfologi eksokarst dan morfologi endokarts. Daya
tarik kawasan Sombori tersebar di 9 titik, dengan 5 titik sebagai daya tarik
unggulan yaitu Gua Berlian, Puncak Khayangan, Pulau Koko, Air Kiri,
dan Gua Allo, dan 4 titik sebagai daya tarik potensial yaitu Puncak Desa
Mbokitta, Puncak Desa Dongkalan, Pantai Waru-Waru, dan Danau Auu.
Kondisi amenitas kawasan Sombori secara umum hampir semua tersedia
namun belum cukup memadai, terdapat 7 fasilitas yang tersedia dan 2
fasilitas yang belum tersedia. Aksesibilitas menuju kawasan Sombori
dapat ditempuh dari kota terdekat yang memiliki bandar udara yaitu
Kota Bungku Kab. Morowali, Prov. Sulteng dan Kota Kendari, Prov.
Sultra.
ABSTRACT
Keywords: The Sombori area is a conservation area which is currently a new tourist
Tourism destination or destination in Morowali Regency and has a variety of attractions
Conservation with unique characteristics and morphology. The potential and attractiveness of
Geology the Sombori area needs to be explored and identified, including its characteristics
Geomorphology so that it becomes a guideline or basis for planning the development of tourist
destinations that are relevant to the management of conservation areas. This
study aims to identify physical characteristics and map the attractiveness of the
Sombori area. This study uses a survey method with a geographical approach
that is used (spatial approach). The data collection techniques used were

Jurnal Gawalise 1
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

observation and documentation and the analytical techniques used were


descriptive qualitative and spatial pattern analysis. The results showed that the
Sombori area has a geological condition that is dominated by Paleogene limestone
and is equivalent to the Salodic formation. The geomorphological condition of the
Sombori area is formed by karst landforms with identified characteristics,
exokarst morphology and endokart morphology. The attraction of the Sombori
area is spread over 9 points, with 5 points as the main attraction, those are
Diamond Cave, Khayangan Peak, Koko Island, Air Kiri, and Allo Cave, and 4
points as potential attractions, those are Mbokitta Village Peak, Dongkalan
Village Peak, Beach Waru-Waru, and Lake Auu. In general, the condition of the
amenities in the Sombori area is almost all available but not sufficient enough,
there are 7 facilities available and 2 facilities that are not yet available.
Accessibility to the Sombori area is located from the nearest city that has an
airport, named Bungku City, Kab. Morowali, Prov. Central Sulawesi and
Kendari City, Prov. Southeast Sulawesi.

Pendahuluan
Pariwisata merupakan sektor jasa yang seharusnya mendapat perhatian penting, karena
dari pariwisata diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi secara cepat dan merata. Pembangunan pariwisata di Indonesia tentunya harus
melihat dari aspek potensi dan daya tarik wisatanya. Potensi wisata adalah kemampuan dalam
suatu wilayah yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk pembangunan, mencakup alam dan
manusia serta hasil karya manusia itu sendiri (Sujali 1989, dalam Amdani, 2008:23). Gunn
(1988) dalam Suwardjoko dan Indira (2007:46) menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah
sesuatu yang ada di lokasi destinasi/tujuan pariwisata yang tidak hanya
menawarkan/menyediakan sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat dan dilakukan, tetapi juga
menjadi magnet penarik seseorang untuk melakukan perjalanan.
Kabupaten Morowali merupakan salah satu dari sedikit wilayah Indonesia yang
memiliki perpaduan serasi antara keindahan alam dan kekayaan budaya. Potensi pariwisata
daerah Kabupaten Morowali tergolong cukup beragam, baik itu potensi wisata alam maupun
wisata budayanya. Salah satu yang menjadi pusat perhatian saat ini yaitu kawasan Sombori.
Kawasan Sombori merupakan sebuah kawasan kepulauan yang terletak di Kecamatan Menui
Kepulauan, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah dan menjadi destinasi atau tujuan
wisata baru di Kabupaten Morowali. Kawasan Sombori juga merupakan kawasan yang telah
ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia (No.52/KEPMEN-KP/2019) tahun 2019 tentang Kawasan
Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Morowali, Morowali Utara, dan Perairan Sekitarnya
dengan luas kawasan sekitar ± 8.387,15 hektar.
Kawasan Sombori yang saat ini menjadi salah satu tujuan wisata di Kabupaten
Morowali memiliki daya tarik yang beragam dengan karakteristik dan morfologinya yang unik,
seperti pantai pasir putih, bukit karst, gua karst, perkampungan suku Bajo, keanekaragaman
biota laut, dan gugusan pulau-pulau kecil. Daya tarik kawasan Sombori yang saat ini menjadi
tujuan pengunjung yaitu Puncak Khayangan, Gua Berlian, Gua Allo, Pulau Koko, dan Air Kiri.
Potensi dan daya tarik kawasan Sombori perlu dieksplorasi dan diidentifikasi secara maksimal,
termasuk karakteristiknya agar menjadi pedoman atau dasar perencanaan pengembangan
daerah tujuan wisata yang relevan dengan pengelolaan kawasan konservasi. Kajian spesifik
dan informasi mengenai kawasan Sombori ini sendiri terbilang masih sangat kurang, salah
satunya yaitu kurangnya informasi yang disajikan dalam bentuk peta tematik. Permasalahan

Jurnal Gawalise 2
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

tersebut menjadi fokus penulis untuk mengkaji lebih spesifik mengenai kawasan Sombori
melalui pemetaan daya tariknya dengan menjelaskan gambaran secara umum kondisi
karakteristik fisik kawasan Sombori yang ditinjau dari proses geologi dan geomorfologi.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi karakteristik fisik dan memetakan
daya tarik kawasan Sombori. Kegunaan dari penelitian ini yaitu secara teoritis dapat
memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan berkaitan dengan referensi atau literatur
khususnya pada pokok bahasan penelitian tentang pemetaan daya tarik, sedangkan secara
praktis yaitu untuk memberi alternatif atau sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Morowali khususnya Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata dalam membuat
rencana kebijakan pembangunan pariwisata berdasarkan peta daya tarik kawasan Sombori.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan dengan menekankan pada analisis
pola keruangan. Pendekatan keruangan (analisis pola keruangan) ini digunakan untuk
mengamati dan mengkaji permasalahan yang akan diteliti terkait dengan kondisi karakteristik
fisik dan distribusi daya tarik yang ada di kawasan Sombori. Penelitian ini juga menggunakan
metode survei. Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi faktual
dilapangan sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu variabel karakteristik fisik, kondisi aktual
daya tarik, amenitas, dan aksesibilitas kawasan Sombori.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi dan dokumentasi.
Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data terkait dengan variabel amenitas,
aksesibilitas, kondisi karakteristik fisik kawasan Sombori, titik koordinat serta kondisi aktual
setiap daya tarik yang akan dipetakan. Kegiatan observasi dilakukan dengan dua tahapan.
Tahap pertama, kegiatan observasi dilakukan dengan mengamati seluruh kawasan Sombori
untuk mengetahui kondisi aktual dan daya tarik yang akan dipetakan. Tahap kedua, penulis
kemudian melakukan pengamatan dan pengukuran untuk memperoleh data terkait dengan
variabel-variabel yang diteliti. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mencari data
pendukung lain berupa dokumen yang relevan dengan data yang dibutuhkan penulis yaitu
berupa data-data tertulis, foto-foto, arsip-arsip dan dokumen-dokumen.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis pola keruangan dan
deskriptif kualitatif. Analisis pola keruangan (spatial pattern analysis) dapat diartikan sebagai
metode analisis dalam pendekatan keruangan geografi yang digunakan untuk menemukenali
kekhasan sebaran keruangan (special spatial distribution) gejala geosfera di permukaan bumi baik
dari proses terbentuknya serta ekspresi keruangan yang ditimbulkan (Sabari Yunus, 2010:50).
Wirartha (2006:155), menjelaskan bahwa analisis deskriptif kualitatif adalah menganalisis,
menggambarkan, dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang
dikumpulkan berupa hasil wawacara atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti sesuai
kejadian di lapangan.
Hasil dan Pembahasan
1. Geologi Kawasan Sombori
Berdasarkan keadaan litotektonik, Sulawesi dibagi menjadi tiga Mandala, yaitu
Mandala Barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda,
Mandala Tengah berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari
blok Australia, dan Mandala Timur berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak
samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen. Surono (1998) dalam Faiz
(2018), menyebutkan bahwa batuan bagian timur Sulawesi (bagian timur Morowali) dapat
dikelompokkan menjadi empat bagian besar, yaitu batuan yang berasal dari kerak Samudera

Jurnal Gawalise 3
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

Pasifik (kompleks ofiolit), batuan malihan ditutupi oleh sedimen Mesozoikum-Paleogen,


sedimen Neogen dan Kuarter. Garis besarnya, setelah meredanya tumbukan antara kompleks
ofiolit dan kepingan benua, keduanya kemudian terendapkan sedimen Neogen yang umum
disebut Molasa Sulawesi dan kemudian disusul oleh pengendapan sedimen Kuarter. Sedikitnya
ada delapan kepingan benua yang tersebar di lengan Timur Sulawesi, lengan Tenggara
Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Kepingan benua itu terdiri dari Banggai-Sula, Siombok,
Tamboyali, Bungku, Matarombeo, Sulawesi Tenggara, Buton dan Tukang Besi (Surono, 2010,
dalam Faiz, 2018).
Proses geologi yang telah dan sedang berlangsung sejak jutaan tahun yang lalu telah
membentuk keragaman geologi di Pulau Sulawesi salah satunya yaitu wilayah kawasan
Sombori. Kawasan Sombori yang berada diantara lintasan Sesar Matano dan Sesar Lawanopo
sendiri merupakan bagian dari pada proses pengangkatan jutaan tahun yang lalu. Geologi
kawasan Sombori secara umum didominasi oleh batuan sedimen (batugamping). Batugamping
merupakan jenis batuan yang sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari
sisa-sisa organisme laut seperti kerang, siput laut dan koral yang telah mati. Batugamping
kawasan Sombori diperkirakan berumur Paleogen (berkisar antara 42 juta tahun yang lalu) dan
kemudian disetarakan dengan formasi Salodik. Formasi Salodik adalah salah satu formasi
batuan sedimen dengan litologi batugamping dan sedikit batu pasir yang terletak di daerah
Banggai (Luwuk) dan sekitarnya. Rusmana, dkk, (1993) dalam Faiz (2018), menjelaskan
keadaan alam yang tergambarkan melalui identifikasi geologi regional di wilayah Pulau
Sulawesi sebelah utara menunjukan terjadinya proses penyusun perbukitan struktural berasal
dari potongan kerak samudera yang terangkat dengan batuan ofiolit berumur kapur, sehingga
perbukitan karst yang terhubung disetarakan dengan formasi Salodik.

Gambar 1. Peta Geologi Kawasan Sombori


2. Geomorfologi Kawasan Sombori
Kawasan Sombori merupakan kawasan yang terbentuk oleh bentang alam atau
bentukan lahan karst dan termasuk dalam rangkaian gugusan pulau-pulau serta perbukitan
karst Matarape. Kawasan karst adalah bentang alam yang secara khusus berkembang pada
batuan yang mudah larut, utamanya pada batuan karbonat (batugamping), karena proses
karstifikasi yang berjalan selama ruang dan waktu geologi. Bentang alam atau bentukan lahan

Jurnal Gawalise 4
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

karst dapat dibedakan antara morfologi permukaan (eksokarst) dan morfologi bawah
permukaan (endokarst). Eksokarst adalah bentuk morfologi karst yang terdapat di atas
permukaan bumi. Gejala eksokarst meliputi bentukan karts makro dan karts mikro. Bentang
alam karts makro disuatu wilayah dapat berupa kombinasi antara bentukan negatif berupa
dolina, uvala, polje atau ponora dan bentukan positif berupa kegel, mogote, atau pinnacle.
Bentuk karst mikro dapat berupa karren dengan bentuk seperti solution pits and facets dan flutes
and runnels. Endokarst adalah bentuk morfologi karst yang terdapat di bawah permukaan
bumi. Bentuk endokarst yang sering dijumpai seperti lorong gua, speleothem atau ornamen gua,
saluran, terowongan dan sungai bawah tanah.
Hasil pengamatan menunjukkan adanya beberapa bentuk morfologi karst di kawasan
Sombori, baik itu morfologi permukaan (eksokarts) maupun morfologi bawah permukaan
(endokarts). Morfologi permukaan yang teramati yaitu adanya dolina, perbukitan karst,
kerucut karts, menara karst, solution pits and facets dan flutes and runnels. Morfologi bawah
permukaan yang teramati yaitu adanya lorong gua, speleothem atau ornamen gua, dan saluran.
Lorong gua dan ornamennya tersebar di tiga lokasi, yaitu Gua Berlian, Gua Mbokitta, dan Gua
Allo. Ornamen gua yang teramati yaitu stalaktit, stalagmit, pilar, flowstone, drapery, gourdam,
potholes, dan canopy, serta terdapat pula gambar cadas berupa telapak tangan.

Gambar 2. Peta Geomorfologi Kawasan Sombori


3. Pemetaan Daya Tarik Kawasan Sombori
Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Kawasan Sombori merupakan kawasan yang
dikenal memiliki keunikan, keindahan, dan kekayaan alamnya yang cukup beragam. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 9 titik daya tarik yang tersebar di kawasan Sombori,
baik itu daya tarik unggulan maupun daya tarik potensial. Daya tarik unggulan atau daya tarik
yang sudah sering dikunjungi tersebar di 5 titik yaitu Puncak Khayangan, Gua Berlian, Pulau
Koko, Air Kiri, dan Gua Allo, sedangkan daya tarik potensial atau daya tarik yang baru
tereksplor tersebar di 4 titik yaitu Puncak Desa Mbokitta, Puncak Desa Dongkalan, Pantai
Waru-waru, dan Danau Auu.

Jurnal Gawalise 5
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

Tabel 1. Distribusi Daya Tarik Kawasan Sombori


Titik Koordinat
Nama Daya Tarik Lokasi Daya Tarik
Lokasi Bujur Timur Lintang Selatan
1 Puncak Khayangan 122˚23’52.80” 03˚16’25.44” Kawasan Sombori
2 Puncak Desa Mbokitta 122˚24’33.77” 03˚16’25.73” Kawasan Sombori
3 Pulau Koko 122˚23’05.03” 03˚17’35.48” Kawasan Sombori
4 Puncak Desa Dongkalan 122˚23’32.54” 03˚20’33.92” Kawasan Sombori
5 Gua Berlian 122˚25’21.56” 03˚16’35.57” Kawasan Sombori
6 Air Kiri 122˚25’56.18” 03˚16’19.21” Kawasan Sombori
Luar Kawasan
7 Gua Allo 122˚25’54.47” 03˚15’25.90”
Sombori
Luar Kawasan
8 Danau Auu 122˚25’26.14” 03˚16’03.32”
Sombori
9 Pantai Waru-waru 122˚23’31.77” 03˚15’04.62” Kawasan Sombori
Sumber: Hasil Observasi Penulis, 2022

Gambar 3. Peta Sebaran Daya Tarik Kawasan Sombori


a. Sebaran Daya Tarik Unggulan
1) Gua Berlian Dan Gua Allo
Gua Berlian merupakan salah satu gua yang tersebar di kawasan Sombori dan
merupakan gua dengan keunikan permukaan batuannya yang dapat memancarkan kilauan
berlian (Batu Kea-Kea dalam bahasa Bajo). Hal tersebut menjadi argumentasi sehingga gua ini
diberi nama Gua Berlian. Gua yang terletak pada koordinat S 03˚16’35.57” dan E 122˚25’21.56”
dengan ketinggian 4 mdpl (meter di atas permukaan laut) ini, tersusun atas batugamping yang
telah mengalami proses pelarutan yang sangat intensif, sehingga membentuk berbagai jenis
speleothem atau ornamen gua yang cukup khas. Beberapa ornamen yang terlihat dalam Gua
Berlian yaitu stalaktit, stalagmit, pilar, flowstone, drapery, gourdam, dan canopy.
Gua Berlian tergolong dalam jenis gua karst, karena pembentukaanya merupakan hasil
dari proses pelarutan batugamping. Gua Berlian juga merupakan gua dengan bentuk
horizontal, karena memiliki mulut gua yang cenderung mendatar sehingga mudah untuk
dijelajahi. Gua Berlian memiliki dimensi sebesar 644 m², dan terbagi atas tiga ruangan yaitu
ruang depan, tengah, dan belakang, yang dipisahkan oleh tiang pilar dan stalagmit yang
berukuran besar dibagian paling belakang. Memiliki lebar maksimal 12 m, panjang maksimal

Jurnal Gawalise 6
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

12,3 m, dengan ketinggian maksimal 22,5 m, yang terhubung oleh sinkhole (lubang) pada
puncak gua (Balai Arkeologi Sulawesi Utara, 2019). Sebaran cangkang kerang juga ditemukan
pada bagian ruang depan (dekat mulut gua) yang menyebar hingga ke ruang tengah dan
belakang. Sebaran cangkang kerang tersebut diindikasikan sebagai bahan makanan bagi
penghuni gua pada masa lalu. Gambar cadas berupa telapak tangan juga ditemukan pada
dinding Gua Berlian.

Gambar 4. Gua Berlian


Proses pembentukan sebuah gua sangat bergantung pada jenis batuan (geologi),
geomorfologi (bentukan lahan), dan faktor geografi lainnya (air dan udara) yang ada pada
suatu wilayah. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Gua yang terdapat di
Indonesia sebagian besar terbentuk pada batuan yang mengandung karbonat tinggi atau
terbentuk di wilayah yang tersusun oleh batugamping, termasuk Gua Berlian dan Gua Allo.
Wilayah yang tersusun atas batugamping sangat identik dengan bentukan lahan atau bentang
alam karst dan menjadi medan yang paling mendukung proses pembentukan gua. Gua yang
terbentuk pada bentuk lahan karst juga dipengaruhi oleh air dan udara. Air berperan sebagai
zat pelarut dan pengikis mineral-mineral karbonat, sedangkan udara berperan sebagai zat yang
dapat menciptakan sifat asam pada air tersebut. Saat air bekerja pada batugamping, maka
proses-proses pelarutan, pengendapan, runtuhan, dan evolusi gua akan terjadi.
2) Pulau Koko
Pulau koko dikenal dangan keunikan pantai pasir putihnya yang menghubungkan dua
pulau berbeda atau dapat disebut tombolo. Tombolo adalah tanggul pasir alami yang
menghubungkan daratan dengan pulau yang berada dekat pantai. Tombolo tersebut memiliki
ukuran panjang maksimal 37 m dan lebar maksimal 29 m, yang kemudian membagi pantai
menjadi dua sisi. Secara keseluruhan, Pantai Pulau Koko memiliki panjang maksimal untuk sisi
kanannya yaitu 78 m dengan bentuk garis pantai cenderung lurus, sedangkan sisi kirinya
memiliki panjang maksimal 51 m dengan bentuk garis pantai cenderung berteluk, memiliki
lebar gisik 38,40 m dengan material gisik berupa pasir halus. Berdasarkan letak astronomisnya,
Pulau Koko terletak pada koordinat S 03˚17’35.48” dan E 122˚23’05.03” dengan ketinggian 4
mdpl (meter di atas permukaan laut).
Pantai Pulau Koko sendiri merupakan pantai yang terbentuk akibat dari aktivitas
organisme seperti materi terumbu karang yang telah mati dan sisa-sisa makanan biota laut.
Pengunjung dapat menikmati keindahan pantai pasir putih dan melakukan aktivitas berenang
ditempat ini. Nama Pulau Koko diambil dari bahasa Bajo yang memiliki arti Kebun. Cerita
dibalik penamaan tersebut, bahwa tempat ini dijadikan lahan berkebun oleh masyarakat
sekitar. Faktor dan proses geologi maupun geomorfologi yang telah terjadi di kawasan Sombori
telah membentuk hamparan gugusan pulau-pulau, singkapan batuan dan landform yang khas
dan unik. Pulau Koko menjadi salah satu pulau yang terbentuk akibat dari faktor dan proses

Jurnal Gawalise 7
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

tersebut. Peran dan pengaruh faktor-faktor pembentuk lainnya juga tidak dapat dipisahkan
seperti curah hujan dan suhu udara.

Gambar 5. Pantai Pulau Koko


3) Pulau Khayangan (Puncak Khayangan)
Pulau Khayangan merupakan pulau yang menjadi tempat pemberhentian awal
sekaligus tempat dimana para pengunjung melakukan registrasi ketika berkunjung ke kawasan
Sombori. Pengunjung akan dikenakan biaya registrasi (biaya retribusi) sebesar Rp.
25.000,00/orang. Pulau Khayangan juga menjadi salah satu tempat yang menyediakan jasa
penginapan atau villa selain di Desa Mbokitta dan Priyanka Resort. Pulau yang lebih dikenal
dengan nama Puncak Khayangan ini terletak pada koordinat S 03˚16’25.44” dan E 122˚23’52.80”
dengan ketinggian 33 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Gambar 6. Puncak Khayangan


Puncak Khayangan adalah salah satu daya tarik yang menawarkan keindahan
pemandangan gugusan pulau-pulau dan perbukitan karts yang khas. Puncak Khayangan
memiliki luas area yang dapat dimanfaatkan untuk pengambilan gambar dan beristirahat yaitu
50 m2, dengan panjang maksimal 10 m dan lebar maksimal 5 m. Area yang terbilang cukup
kecil untuk menampung banyaknya pengunjung setiap harinya. Berada dalam kawasan dengan
morfologi karst, Puncak Khayangan tersusun atas batugamping yang lunak atau rapuh,
sehingga cukup berbahaya ketika terlalu banyak pengunjung yang berada diarea Puncak
Khayangan tersebut. Aktivitas yang dapat dilakukan di Pulau Khayangan, selain menikmati
keindahan pemandangan pulau-pulau dan perbukitan karst, pengunjung juga dapat
melakukan aktivitas seperti memancing, canoeing, dan snorkeling. Proses geologi dan
geomorfologi pada masa lalu dan terus berlangsung hingga saat ini di kawasan Sombori telah
membentuk hamparan gugusan pulau-pulau, perbukitan karst, singkapan batuan dan landform
yang khas dan unik, salah satunya seperti yang terlihat pada Puncak Khayangan. Keunikan dan
kekhasan tersebut tidak terlepas dari proses geologi dan geomorfologi yang telah terjadi. Peran

Jurnal Gawalise 8
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

dan pengaruh faktor-faktor pembentuk lainnya juga tidak dapat dipisahkan seperti curah hujan
dan suhu udara.
4) Air Kiri
Berdasarkan letak astronomisnya, Air Kiri terletak pada koordinat S 03˚16’19.21” dan E
122˚25’56.18” dengan ketinggian 2 mdpl (meter di atas permukaan laut). Penamaan Air Kiri
sendiri didasarkan karena ditempat ini terdapat sebuah lubang pada batuan penyusun pulau
(batugamping) yang berisi air tawar (masyarakat sekitar menyebutnya mata air) dan lubang
tersebut hanya bisa dimasuki oleh tangan kiri. Keunikan tersebut menjadi alasan sehingga
tempat ini dinamakan Air Kiri. Air Kiri juga dikenal dangan keunikan pantai pasir putihnya
yang menjorok atau memanjang kearah laut yang dapat disebut spit. Spit adalah endapan pasir
yang berbentuk memanjang dan salah satu ujungnya menyatu dengan daratan, sedang ujung
lain terdapat dilaut. Spit tersebut memiliki ukuran panjang maksimal 69 m dan lebar maksimal
19 m.

Gambar 7. Pantai Air Kiri


Sama halnya dengan Pantai Pulau Koko, Pantai Air Kiri juga terbentuk akibat dari
aktivitas organisme seperti materi terumbu karang yang telah mati dan sisa-sisa makanan biota
laut. Pantai Air Kiri memiliki panjang maksimal 42 m dan lebar maksimal 18 m, dengan bentuk
garis pantai cenderung lengkung, memiliki lebar gisik 18 m dengan material gisik berupa pasir
halus. Selain pantai pasir putih, pengunjung juga akan disuguhkan keindahan tebing
batugamping yang menjulang tinggi mengelilingi tempat ini dan cocok dijadikan latar belakang
sebuah gambar. Aktivitas snorkeling juga dapat dilakukan ditempat ini. Dahulu, Air Kiri
dijadikan tempat persinggahan para nelayan dari Kendari untuk berteduh ketika cuaca buruk
terjadi, sekaligus mengambil air tawar yang ada pada lubang tersebut.
5) Gua Allo
Gua Allo merupakan gua yang tergolong dalam jenis gua karst, karena
pembentukaanya merupakan hasil dari proses pelarutan batugamping. Gua Allo juga
merupakan gua dengan bentuk horizontal, karena memiliki mulut gua yang cenderung
mendatar. Gua yang terletak pada koordinat S 03˚15’25.90” dan E 122˚25’54.47” dengan
ketinggian 1 mdpl (meter di atas permukaan laut) ini memiliki dua mulut gua yang menghadap
ke arah utara dan terendam oleh air laut. Sama seperti Gua Berlian, Gua Allo juga tersusun atas
batugamping yang telah mengalami proses pelarutan yang sangat intensif, sehingga
membentuk berbagai jenis speleothem atau ornamen gua yang cukup khas. Ornamen yang
terlihat dalam Gua Allo yaitu stalaktit, gourdam, drapery, potholes, dan canopy.
Gua Allo terbagi atas dua ruangan yaitu ruang tengah dan ruang belakang, yang
dipisahkan oleh susunan batugamping yang berukuran besar. Ruang tengah gua ini memiliki
lebar maksimal 12 m dengan panjang maksimal 46 m, dan sebagian ruang tengah tersebut akan
terendam air laut pada saat pasang. Bagian ruang belakang gua sangat minim cahaya dan

Jurnal Gawalise 9
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

digenangani air payau. Sinkhole (lubang) juga ditemukan pada atap Gua Allo. Proses
pembentukan Gua Allo sama seperti proses pembentukan yang terjadi pada Gua Berlian, tidak
terlepas dari faktor dan proses geologi, geomorfologi dan faktor geografi lainnya seperti air dan
udara. Gua ini pada dasarnya tidak termasuk dalam kawasan Konservasi Sombori, namun
sudah menjadi tempat yang sering dikunjungi dan disarankan oleh masyarakat sekitar ketika
berkunjung ke kawasan Sombori. Nama Gua Allo sendiri diambil dari bahasa Bajo yang
memiliki arti Gua Yang Gelap.

Gambar 8. Gua Allo


b. Sebaran Daya Tarik Potensial
1) Puncak Desa Mbokitta Dan Desa Dongkalan
Desa Mbokitta dan Desa Dongkalan merupakan dua desa yang seluruh luas wilayah
administrasinya termasuk dalam kawasan Konservasi Sombori. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Kabupaten Morowali tahun 2021, dua desa ini memiliki luas wilayah masing-masing
yaitu Desa Mbokitta memiliki luas wilayah 7,01 km 2 dan Desa Dongkalan memiliki luas
wilayah 13,01 km2. Memiliki jumlah penduduk masing-masing yaitu Desa Mbokitta berjumlah
197 jiwa, sedangkan Desa Dongkalan berjumlah 496 jiwa. Kedua desa ini dihuni oleh penduduk
yang berasal dari Suku Bajo, Suku Bungku, Suku Menui, Suku Bugis dan Suku Tolaki, yang
berprofesi mayoritas sebagai nelayan. Nama Desa Mbokitta dan Desa Dongkalan diambil dari
bahasa Bajo dengan arti masing-masing, Mbokitta memiliki arti Nenek Kita dan Dongkalan
memiliki arti Mengapung. Desa Mbokitta juga menjadi salah satu tempat yang menyediakan
jasa penginapan atau villa selain di Puncak Khayangan dan Priyanka Resort. Secara astronomis,
Puncak Desa Mbokitta terletak pada koordinat S 03˚16’25.73” dan E 122˚24’33.77” dengan
ketinggian 29 mdpl (meter di atas permukaan laut), sedangkan Puncak Desa Dongkalan
terletak pada koordinat S 03˚20’33.92” dan E 122˚23’32.54” dengan ketinggian 27 mdpl (meter di
atas permukaan laut).

Gambar 9. Puncak Desa Mbokitta Gambar 10. Puncak Desa Dongkalan


Sama seperti Puncak Khayangan, Puncak Desa Mbokitta dan Puncak Desa Dongkalan
juga menawarkan keindahan pemandangan gugusan pulau-pulau dan perbukitan karts yang

Jurnal Gawalise 10
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

khas. Perkampungan Suku Bajo yang unik dan identik berada di atas air menambah keindahan
pemandangan kedua puncak ini. Puncak Desa Mbokitta memiliki luas area yang dapat
dimanfaatkan untuk pengambilan gambar dan beristirahat yaitu 90 m 2, dengan panjang
maksimal 15 m dan lebar maksimal 6 m, sedangkan Puncak Desa Dongkalan memiliki luas 143
m2, dengan panjang maksimal 13 m dan lebar maksimal 11 m. Berbeda dengan Puncak
Khayangan, puncak yang ada pada kedua desa ini terbilang belum sepopuler atau terkenal
seperti Puncak Khayangan. Akses menuju kedua puncak ini menjadi salah satu penyebabnya.
Aktivitas yang dapat dilakukan di Desa Mbokitta dan Desa Dongkalan, selain menikmati
keindahan pemandangan pulau-pulau, perbukitan karst, dan perkampungan Suku Bajo yang
khas, pengunjung juga dapat melakukan aktivitas seperti memancing dan snorkeling. Proses
geologi dan geomorfologi pada masa lalu dan terus berlangsung hingga saat ini di kawasan
Sombori telah membentuk hamparan gugusan pulau-pulau, perbukitan karst, singkapan
batuan yang khas dan unik, seperti yang terlihat pada Puncak Desa Mbokitta dan Puncak Desa
Dongkalan. Keunikan dan kekhasan landform tersebut tidak terlepas dari faktor dan proses
geologi serta geomorfologi yang telah terjadi. Peran dan pengaruh faktor-faktor pembentuk
lainnya juga tidak dapat dipisahkan seperti curah hujan dan suhu udara.
2) Pantai Waru-waru
Secara astronomis, Pantai Waru-waru terletak pada koordinat S 03˚15’04.62” dan E
122˚23’31.77” dengan ketinggian 5 mdpl (meter di atas permukaan laut). Pantai Waru-waru
merupakan satu dari beberapa pantai yang tersebar di kawasan Sombori dengan bentangan
pasir putihnya yang cukup panjang. Pantai ini tidak kalah pesonanya dengan pantai yang telah
lebih dulu terkenal di kawasan Sombori, seperti Pantai Pulau Koko dan Pantai Air Kiri. Pantai
yang terbilang belum banyak diketahui oleh pengunjung ini merupakan salah satu potensi
kawasan Sombori yang belum tereksplor secara maksimal. Berdasarkan hasil observasi, pantai
ini memiliki panjang maksimal 118 m dan lebar maksimal 10 m, dengan bentuk garis pantai
cenderung lurus dan memiliki lebar gisik 88 m dengan material penyusun gisik berupa pasir
halus. Sama halnya dengan Pantai Pulau Koko dan Pantai Air Kiri, Pantai Waru-waru juga
terbentuk akibat dari aktivitas organisme seperti materi terumbu karang yang telah mati dan
sisa-sisa makanan biota laut. Selain menikmati keindahan pantai pasir putih, mandi dan
berenang, pengunjung juga dapat melakukan aktivitas snorkeling ditempat ini. Pantai Waru-
waru sendiri dapat menjadi tujuan baru ketika berkunjung ke kawasan Sombori. Nama Pantai
Waru-waru diambil dari bahasa Matarape yang berarti Tempat Orang Tua Dahulu.

Gambar 11. Pantai Waru-waru


3) Danau Auu
Secara astronomis, Danau Auu terletak pada koordinat S 03˚16’03.32” dan E
122˚25’26.14”. Danau Auu merupakan salah satu danau yang tersebar diperbukitan karts
Matarape yang tidak termasuk dalam kawasan Konservasi Sombori, namun memiliki potensi

Jurnal Gawalise 11
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

yang dapat dijadikan daya tarik atau tujuan baru selain daya tarik yang terdapat di kawasan
Sombori. Danau Auu sendiri merupakan danau yang tergolong dalam jenis danau karst, karena
proses pembentukannya merupakan hasil dari pelarutan batugamping, sehingga membentuk
lahan negatif atau berada di bawah rata-rata permukaan daerah setempat yang dapat pula
disebut dolina dan uvala.

Gambar 12. Danau Auu


Salah satu ciri dari morfologi atau bentuk lahan karst yaitu adanya cekungan (dolina
dan uvala). Terbentuknya cekungan tersebut merupakan hasil dari proses karstifikasi atau
proses pembentukan bentuk lahan karst. Proses karstifikasi (geomorfologi) akan berlangsung
ditentukan oleh adanya batuan yang mudah larut seperti batugamping (geologi). Danau Auu
menjadi salah satu cekungan yang terbentuk akibat dari faktor dan proses tersebut. Peran dan
pengaruh faktor-faktor pembentuk lainnya juga tidak dapat dipisahkan seperti curah hujan,
batuan terekspos, penutupan lahan dan suhu udara (temperatur). Hidrologi Danau Auu
diindikasikan bersumber dari air laut sekitar danau karena memiliki salinitas atau kadar garam
dengan rasanya yang asin. Hal tersebut diperkuat dengan sistem hidrologi karst yang dikontrol
oleh sistem pelorongan atau saluran yang dibentuk oleh proses pelarutan batuan, sehingga
memungkinkan air laut masuk ke dalam danau. Kondisi air danau dengan rasanya yang asin
tersebut menjadi keunikan dan keunggulan yang dimiliki Danau Auu, karena danau dengan air
asin cukup jarang ditemukan.
4. Amenitas
Bentuk fasilitas penunjang yang diobservasi yaitu MCK (mandi, cuci, kakus), dermaga,
rumah makan, rumah ibadah, fasilitas kesehatan, penginapan, ketersediaan jaringan listrik,
jaringan telekomunikasi, dan air tawar/bersih.
Tabel 2. Ketersediaan Fasilitas Di Kawasan Sombori
No Jenis Fasilitas Ada Tidak Ada
1 MCK (mandi, cuci, kakus) 
2 Dermaga 
3 Rumah Makan 
4 Rumah Ibadah 
5 Fasilitas Kesehatan 
6 Penginapan 
7 Jaringan Listrik 
8 Jaringan Telekomunikasi 
9 Air Tawar/Bersih 
Sumber: Hasil Observasi Penulis, 2022
Berdasarkan hasil observasi, terdapat tujuh fasilitas tersedia, dan dua belum tersedia.
Fasilitas MCK dan air tawar/bersih terdapat di Pulau Khayangan, Pulau Koko, Desa Mbokitta,
dan Desa Dongkalan, dengan kondisi beberapa MCK yang sudah rusak dan tidak layak pakai.

Jurnal Gawalise 12
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

Air tawar/bersih bisa didapatkan dengan membeli dari para penyedia dengan harga Rp.
5.000,00/jerigen. Dermaga terdapat di Pulau Khayangan, Pulau Koko, Gua Berlian, Air Kiri,
Desa Mbokitta, dan Desa Dongkalan, dengan kondisi beberapa dermaga yang juga mulai
mengalami kerusakan. Rumah makan hanya terdapat di Pulau Khayangan. Rumah ibadah
(masjid/mushola) dan jaringan listrik terdapat di Pulau Khayangan, Desa Mbokitta dan Desa
Dongkalan. Jaringan listrik tersedia mulai pukul 6 sore sampai pukul 12 malam. Penginapan
terdapat di Pulau Khayangan, Desa Mbokitta dan Priyanka Resort. Priyanka Resort sendiri
masih dalam proses pembangunan dan belum bisa digunakan. Jenis fasilitas yang belum
tersedia yaitu fasilitas kesehatan dan jaringan telekomunikasi.
5. Aksesibilitas
Akses menuju kawasan Sombori dapat ditempuh melalui kota terdekat yang memiliki
bandar udara, yaitu Kota Bungku (Ibu Kota Kab. Morowali), dan Kota Kendari (Ibu Kota Prov.
Sulawesi Tenggara). Akses melalui Kota Bungku, terlebih dahulu menempuh perjalanan darat
menggunakan moda transportasi mobil/motor sampai di pelabuhan Desa Tanda Oleo, Kec.
Bungku Pesisir, Kab. Morowali, dengan jarak tempuh ± 75 km dan waktu tempuh ± 2 jam,
kemudian dilanjutkan perjalanan laut menggunakan kapal dengan waktu tempuh ± 3 jam.
Akses melalui Kota Kendari, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dan perjalanan laut.
Perjalanan darat ditempuh menggunakan moda transportasi mobil/motor sampai di pelabuhan
Desa Molore, Kec. Langgikima, Kab. Konawe Utara, dengan jarak tempuh ± 180 km dan waktu
tempuh ± 4 jam, kemudian dilanjutkan perjalanan laut menggunakan kapal dengan waktu
tempuh ± 1 jam, sedangkan perjalanan laut, jika menggunakan kapal cepat (speedboat) dapat
ditempuh dengan waktu ± 5 jam.
Simpulan
Kawasan Sombori saat ini menjadi destinasi yang cukup terkenal di Kabupaten Morowali yang
memiliki beragam potensi dan daya tarik wisata dengan statusnya sebagai kawasan konservasi.
Berdasarkan hasil identifikasi karakteristik fisik yang ditinjau dari proses geologi dan
geomorfologi, menunjukkan bahwa keadaan geologi kawasan Sombori didominasi oleh batuan
sedimen (batugamping) yang berumur Paleogen dan disetarakan dengan formasi Salodik.
Secara geomorfologi, kawasan Sombori merupakan kawasan yang terbentuk oleh bentuk lahan
atau bentang alam karst. Beberapa ciri bentuk lahan karst yang terdapat di kawasan Sombori
baik itu morfologi permukaan (eksokarst) maupun morfologi bawah permukaan (endokarst).
Morfologi permukaan yaitu adanya dolina, kerucut karst, menara karst, karren (solution pits and
facets dan flutes and runnels), sedangkan morfologi bawah permukaan yaitu adanya lorong gua,
speleothem atau ornamen gua, dan saluran.
Hasil identifikasi daya tarik, kawasan Sombori memiliki daya tarik unggulan atau daya
tarik yang sudah sering dikunjungi yaitu Gua Berlian, Puncak Khayangan, Pulau Koko, Air
Kiri, dan Gua Allo, sedangkan daya tarik potensial atau daya tarik yang baru tereksplor yaitu
Puncak Desa Mbokitta, Puncak Desa Dongkalan, Pantai Waru-Waru, dan Danau Auu. Hasil
observasi kondisi amenitas dan aksesibilitas, amenitas atau jenis fasilitas yang tersedia di
kawasan Sombori yaitu MCK (mandi, cuci, kakus), dermaga, rumah makan, rumah ibadah,
penginapan, jaringan listrik, air tawar/bersih, sedangkan yang belum tersedia yaitu fasilitas
kesehatan dan jaringan telekomunikasi. Aksesibilitas menuju kawasan Sombori dapat
ditempuh melalui kota terdekat yang memiliki bandar udara, yaitu Kota Bungku (Ibu Kota
Kab. Morowali), dan Kota Kendari (Ibu Kota Prov. Sulawesi Tenggara).
Berdasarkan hasil dan pembahasan, penulis memberikan beberapa saran terkait
perencanaan pengembangan dan pengelolaan kawasan Sombori, yaitu: Pemerintah Daerah

Jurnal Gawalise 13
Santoso dan Saputra| Vol 1 No 1 Tahun 2022

Kabupaten Morowali dalam hal ini Dinas Pemuda, Olahraga Dan Pariwisata, perlu
memanfaatkan daya tarik yang ada di kawasan Sombori secara maksimal baik itu daya tarik
unggulan maupun daya tarik potensial dengan mengutamakan kegiatan pariwisata yang
berwawasan lingkungan, mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial,
budaya, ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan, mengingat
kawasan Sombori yang juga merupakan kawasan konservasi yang perlu dijaga kelestariannya.
Pengelolaan dan pelayanan dalam hal ini manajemen pariwisata sebaiknya sesuai dengan
standar professional dengan melengkapi pengelola tempat wisata dan melaksanakan promosi
secara berkesinambungan. Pembangunan berbagai fasilitas penunjang yang memadai dan
sesuai fungsional seperti MCK (mandi, cuci, kakus), dermaga, rumah makan, rumah ibadah,
penginapan, penyediaan air tawar/bersih, jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi disetiap
daya tarik, mengingat jarak setiap daya tarik yang saling berjauhan, serta pembangunan
fasilitas kesehatan. Perencanaan dan pengembangan kawasan Sombori harus memperhatikan
daya dukung dan aspek keamanan untuk memberikan kenyamanan pengunjung saat
berwisata.
Daftar Pustaka
Amdani, Suut. (2008). Analisis Potensi Obyek Wisata Alam Pantai Di Kabupaten Gunung Kidul.
Skripsi Fakultas Geografi UMS.
Aziz, Nasrullah. (2019). “Hunian Prasejarah Di Sombori, Provinsi Sulawesi Tengah”. Balai
Arkeologi Sulawesi Utara. Jurnal Tumotowa. 2,(1).
BPS Kabupaten Morowali. (2021). Kecamatan Menui Kepulauan Dalam Angka 2021.
Faiz. (2018). “Sombori Tapak Harapan Mbokita”. Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (No. 52/KEPMEN-KP/2019),
Tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Morowali, Morowali Utara, dan
Perairan Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah.
Warpani, S. P., & Warpani, I. P. (2007). Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: ITB
Press.
Wirartha, I. M. (2006). Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Andi.
Yunus, H. Sabari. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurnal Gawalise 14

Anda mungkin juga menyukai