Anda di halaman 1dari 1

RESENSI

1. Samin vs Semen
“Samin vs Semen” merupakan film yang berkisah tentang penolakan
Kecamatan Gunem di Kabupaten Rembang terhadap pembangunan pabrik semen.
Film yang dirilis pada 2015 ini menampilkan warga yang melakukan demo sebagai
ekspresi penolakan mereka terhadap rencana pengaktifan pabrik semen di
wilayahnya. Dalam film itu, tokoh Samin yakni Gunarti dan Guretno digambarkan
sebagai pelopor gerakan demo tersebut. Tokoh Samin inilah yang kemudian menarik
perhatian penonton karena keseharian dan pandangannya yang ‘berbeda’ dari
komunitas lain.
Pengelolaan sumber daya alam di indonesia saat ini kerap menghadirkan pro
kontra dan gesekan diantara beberapa kelmpok kepentingan seperti pemerntah,
swasta, dan komunitas. Adanya perbedaan kepentingan diantara mereka menjadi
dasar utama munculnya konflik. Salah satunya adalah konflik antara suku samin
dengan PT. Semen Indonesia yang melibatkan pula negara dalam hal ini pemerintah
daerah. Masyarakat suku samin melakukan perlawanan atas berdirinya pabrik semen
di wilayah mereka. Pertama, konflik terjadi karena adanya dualisme kepentingan
antara masyarakat suku Samin dengan perusahaan semen dan pemerintah daerah.
Kedua, masyarakat suku Samin melakukan perlawanan malalui jalur hukum,
pergerakan, dan media sosial. Terakhir, konflik ini pada akhirnya memunculkan
perubahan tatanan dalam lingkungan masyarakat suku Samin, yakni perubahan
struktur ekonomi serta munculnya perpecahan internal didalam masyarakat samin
sendiri.

2. Kala Benoa
Film dokumenter ini merekam suara-suara akar rumput yang
menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali. Narasi perlawanan
disajikan dengan menawan dan berimbang.
Serupa Samin vs Semen, Kala Benoa pun menceritakan tentang
perlawanan terhadap pembangunan yang dianggap akan meminggirkan
warga. Kali ini terjadi di Teluk Benoa, Bali. Warga setempat menolak
rencana reklamasi oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).
Perusahaan milik Tomy Winata, bos Artha Graha, ini akan mereklamasi
hingga 700 hektar di kawasan teluk seluas 1.300 hektar tersebut.
Berbagai kelompok warga menolak rencana reklamasi sejak 2013
silam itu. Salah satu yang konsisten menolak rencana tersebut adalah
Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI). Banyak kelompok
bergabung di forum ini, seperti mahasiswa, musisi, pemuda banjar,
aktivis lingkungan, warga adat, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai