Sejarah Museum Jogja Kembali (Monjali) didirikan pada tanggal 29 Juni
1985 dengan pelaksanaan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Ide pembangunan monumen ini berasal dari Kolonel Soegiarto, selaku Walikotamadya Yogyakarta pada tahun 1983. Nama Jogja Kembali berarti tetenger atau peringatan dari peristiwa sejarah ditariknya Tentara Belanda dari Ibukota RI Yogyakarta pada saat itu, yaitu tanggal 29 Juni 1949. Hal ini sebagai penanda awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahan Belanda. Monumen Bajra Sandhi (Bali)
Sejarah Museum Bajra Sandhi Bali dibangun pada tahun 1987 untuk
mengenang dan menghormati para pahlawan serta merupakan lambang pesemaian pelestarian jiwa perjuangan rakyat Bali dari generasi ke generasi dan dari zaman ke zaman. Selain itu, Sejarah Museum Bajra Sandhi yang juga dikenal dengan nama Monumen Perjuangan Rakyat Bali ini juga menggambarkan semangat untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunannya, yaitu 17 anak tangga yang ada di pintu utama, 8 buah tiang agung di dalam gedung monumen, dan monument yang menjulang setinggi 45 meter. Nama Bajra Sandhi diambil karena bentuk monument yang menyerupai bajra atau genta yang digunakan para pendeta Hindu dalam mengucapkan Weda (mantra) saat upacara keagamaan. Bangunan ini diresmikan pada tanggal 14 Juni 2003 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) “Balikpapan”
Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) adalah tugu peringatan untuk
mengenang suatu peristiwa bersejarah yang berada di di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Monumen pertama berupa patung seorang prajurit dayak (terbuat dari kayu ulin) yang memegang bendera di depan kolam ikan mujair pada tahun 1983.Kemudian hari patung itu direnovasi menjadi patung perunggu dengan tiga sosok dalam patung yang sedang bersemangat mendirikan tiang bendera. Terletak di Jalan Jendral Sudirman, bangunan ini didirikan untuk mengenang dua kejadian bersejarah yang terjadi di Balikpapan. Peristiwa yang pertama adalah usaha penghalangan oleh masyarakat Balikpapan atas kedatangan pasukan tentara Belanda yang memasuki daerah Pantai Klandasan Ilir. Dari peritiwa ini banyak korban berjatuhan dari masyarakat Balikpapan dan tentara Belanda yang membuat daerah ini banyak sekali terdapat jenazah dari pertempuran tersebut. Peristiwa kedua adalah terjadinya pembantaian besar-besaran oleh tentara Jepang terhadap serdadu Belanda untuk memperebutkan sumur Mathilda. Tentara Jepang yang sedang berambisi menguasai dunia berusaha keras mengalahkan tentara Belanda, dan akhirnya Belanda kalah dalam peperangan tersebut, di mana pembantaian menewaskan lebih dari 80 serdadu Belanda beserta dengan Jendral mereka. Selepas peperangan, sumur Mathilda direbut kembali oleh masyarakat Balikpapan. Dari peristiwa ini, maka dibangunlah monumen dengan bentuk tentara Indonesia bersama masyarakat Balikpapan mendirikan bendera merah putih yang melambangkan perjuangan rakyat Balikpapan. Tugu Pembantaian (Loa Kulu)
Monumen Bersejarah Tugu Pembantaian berada di Jl.
Mulyapranata, Kelurahan Loh Sumber, Kecamatan Loa Kulu , Kabupaten Kutai Kartanegar, Provinsi Kalimantan Timur. Aksesibilitas saat ini untuk bisa sampai ke bangunan tersebut dapat mengunakan kendaraan roda dua dan roda empat.
Monumen bersejarah tugu pembantaian ini merupakan monumen
peringatan dari kejadian pembantaian yang dilakukan tentara Jepang terhadap pekerja pribumi (Indonesia) saat kekalahan Jepang pada bulan Juli 1946. Pembantaian ini dilakukan untuk meyembunyikan posisi persenjataan Jepang dan posisi tentara Jepang dari tentara sekutu, para korban adalah pekerja yang ikut membantu Jepang membuat daerah pertahanan termasuk didalamnya adalah bunker dan sistem senjata Pertahanan lainnya. Agar kerahasiaannya tetap terjaga maka seluruh pekerja yang mengetahui tempat tersebut di bunuh dengan cara di pancung.