Anda di halaman 1dari 30

Makalah

Tugas Mandiri

Nama: syifa dwi saskia


Kelas: IX-6
Judul: gangguan pada sistem
reproduksi manusia

SMP NEGERI 1 PRINGGABAYA


LOMBOK TIMUR 2022
Gangguan dan Penyakit Pada Sistem Reproduksi Manusia:
Pengertian:
Penyakit reproduksi adalah penyakit yang terjadi pada organ organ reproduksi.
Organ organ reproduksi wanita meliputinsel telur,ovarium,tuba fallopi,uterus,dan
vagina. Organ reproduksi pria terdiri dari sperma,testis,epidimis,vans
deferens,uretra,dan penis.

1.Gangguan pada sistem reproduksi pria:


 Disfungsi Ereksi:
Disfungsi ereksi atau dalam bahasa awam dikenal dengan lemah syahwat,
adalah ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup
untuk berhubungan seksual.
Berikut adalah beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya
disfungsi ereksi:

1. Faktor penyakit

Dalam kebanyakan kasus, disfungsi ereksi disebabkan oleh kondisi medis,


seperti:

 Tekanan darah tinggi


 Penyakit jantung
 Aterosklerosis
 Diabetes
 Obesitas
 Sindrom metabolik
 Penyakit Peyronie
 Gagal ginjal
 Sirosis
 Hemokromatosis
 Skleroderma
 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

Selain itu, ketidakseimbangan hormon tertentu juga cukup sering menjadi


penyebab disfungsi ereksi. Kondisi tersebut antara lain hipertiroid (kelebihan
hormon tiroid), hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), hiperprolaktinemia
(kelebihan hormon prolaktin), dan hipogonadisme yang menyebabkan kekurangan
hormon testosteron.

2. Faktor psikologis

Otak memainkan peran penting dalam memicu ereksi. Ereksi dimulai dengan
adanya seksual saat terdapat
rangsangan. Namun, rangsangan seksual bisa tidak berpengaruh jika pria
mengalami stres, depresi, kecemasan, atau masalah psikologis lainnya, seperti
widower syndrome yang muncul ketika pria kehilangan istrinya.

3. Faktor obat-obatan

Meski dapat mengatasi penyakit, sebagian obat ada yang menimbulkan efek
samping berupa disfungsi ereksi. Di antaranya adalah:

 Antidepresan
 Antipsikotik
 Antihipertensi
 Obat kanker prostat
 Obat penurun kolesterol

Selain itu, penggunaan obat-obatan terlarang semacam kokain atau ganja dapat
menyebabkan disfungsi ereksi. Begitu juga dengan alkohol. Orang yang sudah
kecnaduan alkohol akan rentan mengalami disfungsi ereksi.

4. Faktor cedera

Cedera pada tulang belakang, tulang panggul, atau penis, seperti penis patah,
yang menyebabkan kerusakan saraf atau pembuluh darah berisiko menyebabkan
disfungsi ereksi. Cedera bisa berupa cedera yang besar maupun cedera yang kecil
tapi terjadi berulang-ulang.

Contohnya adalah cedera kecil pada bagian area pangkal penis akibat
mengendarai sepeda dalam waktu lama. Meski begitu, sekarang sudah banyak
sepeda yang dirancang khusus untuk menghindari risiko ini.
5. Faktor tindakan medis

Salah satu Tindakan medis yang paling berisiko menyebabkan disfungsi ereksi
adalah operasi pada prostat dan kandung kemih.

Selain itu, tindakan medis pada otak, tulang belakang, dan tulang panggul juga
dapat menumbulkan risiko yang sama. Contohnya adalah terapi radiasi untuk
kanker usus besar dan operasi pengangkatan usus besar.

6.Langkah Penanganan Disfungsi Ereksi

Disfungsi ereksi yang berkepanjangan dapat menyebabkan keharmonisan


hubungan dengan pasangan terganggu dan kesulitan mendapat keturunan. Untuk
mengatasinya, berikut adalah beberapa cara yang bisa Anda lakukan:

a.Perubahan pola hidup sehat

Perbaikan gaya hidup sehat diketahui dapat menurunkan risiko terjadinya


disfungsi ereksi dengan signifikan. Maka dari itu, mulailah untuk menerapkan
kebiasaan sehat yang meliputi olahraga secara rutin, mengonsumsi makanan
bergizi, serta menghentikan kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

b.Penggunaan obat-obatan

Disfungsi ereksi bisa juga diatasi dengan obat-obatan dari dokter yang meliputi:

 Obat-obatan minum untuk melancarkan aliran darah ke penis, misalnya


viagra atau pil biru
 Obat injeksi yang disuntikkan secara mandiri ke pangkal penis
 Obat supositoria, yang dimasukkan ke penis secara langsung
 Obat hormonal, seperti testosteron, untuk mengatasi kekurangan akan
hormon tersebut

 Hipospedia
Hipospadia adalah suatu kelainan yang menyebabkan letak lubang kencing
(uretra) bayi laki-laki menjadi tidak normal. Kondisi ini merupakan kelainan
bawaan sejak lahir. Pada kondisi normal, uretra terletak tepat di ujung penis.
Akan tetapi, pada bayi dengan hipospadia, uretra berada di bagian bawah
penis.

1. Penyebab dan Faktor Risiko Hipospadia

Hipospadia disebabkan oleh gangguan perkembangan saluran lubang kencing


(uretra) dan kulup penis di dalam kandungan. Penyebab kondisi ini belum
diketahui secara pasti. Namun, ada sejumlah faktor yang diduga dapat
meningkatkan risiko seorang anak mengalami hipospadia, antara lain karena sang
ibu:

 Mengandung pada usia 35 tahun ke atas


 Menderita obesitas dan diabetes saat hamil
 Menjalani terapi hormon untuk merangsang kehamilan
 Terpapar asap rokok atau pestisida saat hamil

Anak dari keluarga yang pernah mengalami hipospadia atau terlahir secara
prematur juga lebih berisiko mengalami hipospadia.

2.Gejala Hipospadia

Kondisi hipospadia pada setiap penderita bisa berbeda-beda. Pada sebagian


besar kasus, lubang kencing terletak di bagian bawah kepala penis, sedangkan
sebagian lain di bagian bawah batang penis. Lubang kencing juga bisa berada di
area skrotum (buah zakar), tetapi kondisi ini jarang terjadi.

Akibat letak lubang kencing yang tidak normal, bayi dengan hipospadia akan
mengalami gejala seperti di bawah ini:

 Percikan urine tidak normal saat buang air kecil


 Kulup hanya menutupi bagian atas kepala penis
 Bentuk penis melengkung ke bawah

3. Pengobatan Hipospadia

Jika posisi lubang kencing sangat dekat dari posisi yang seharusnya dan bentuk
penis tidak melengkung, penanganan mungkin tidak diperlukan. Namun, bila letak
lubang kencing jauh dari posisi normal, pasien perlu menjalani operasi. Idealnya,
operasi dilakukan ketika bayi berusia 6 sampai 12 bulan.
Operasi bertujuan untuk menempatkan lubang kencing ke posisi normal dan
untuk memperbaiki kelengkungan penis. Tergantung pada tingkat keparahannya,
operasi dapat dilakukan lebih dari sekali.

Pada banyak kasus, fungsi penis anak akan kembali normal setelah operasi.
Namun, perlu kontrol rutin setelah operasi untuk memastikan hal tersebut.

Penting untuk diingat, jangan menyunat anak dengan hipospadia sebelum operasi.
Dokter bedah mungkin akan memerlukan cangkok dari kulup untuk membuat
lubang kencing baru.

 Kriptorkismus
Kriptorkismus adalah kondisi bayi laki-laki lahir tanpa salah satu atau kedua
testis (buah zakar) di kantung skrotum. Diperkirakan sekitar 1 dari 25 bayi laki-
laki lahir dengan kondisi ini. Kriptorkismus lebih berisiko terjadi pada bayi yang
lahir prematur.

1.Penyebab Kriptorkismus

Proses pembentukan dan perkembangan testis di dalam rahim terbagi menjadi


dua fase. Fase pertama terjadi pada masa awal kehamilan. Pada fase ini, terjadi
pembentukan testis di rongga perut yang dipengaruhi oleh hormon androgen. Pada
fase ini, sangat jarang terjadi masalah.

Fase selanjutnya dimulai sejak sekitar usia 7 bulan kehamilan. Pada fase ini, testis
yang sudah terbentuk akan turun secara bertahap dari rongga perut melalui saluran
inguinal yang ada di sepanjang selangkangan ke skrotum.

Sebagian besar kasus kriptorkismus terjadi di fase kedua. Sehingga testis yang
sudah terbentuk mengalami keterlambatan penurunan, tidak turun sehingga tetap
ada di saluran inguinal, berada di tempat yang salah (ektopik), atau naik kembali
ke saluran inguinal setelah sempat turun sebelumnya (retraktil).

Walau jarang terjadi, tidak turun atau tidak ditemukannya testis pada skrotum
juga bisa disebabkan oleh kelainan pembentukan testis yang terjadi di fase
pertama. Akibatnya, testis memang tidak terbentuk sehingga tidak ditemukan di
kantong buah zakar ataupun di saluran inguinal.

Penyebab pasti terjadinya kriptorkismus belum diketahui. Meski demikian, faktor


genetik dan lingkungan diduga mempengaruhi terjadinya kondisi ini.

Selain itu, terdapat sejumlah kondisi pada bayi dan ibu hamil yang dinilai
meningkatkan risiko terjadinya kriptorkismus, yaitu:

 Lahir prematur, yaitu kelahiran terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 37


minggu
 Lahir dengan berat badan rendah (BBLR)
 Riwayat kriptokismus dan ganggguan perkembangan kelamin di dalam
keluarga
 Paparan bahan kimia, seperti pestisida, dietilstilebestrol, phthalets, atau
dioxin selama kehamilan
 Riwayat sering mengonsumsi alkohol selama kehamilan
 Riwayat terpapar asap rokok selama kehamilan
 Obesitas atau diabetes yang dialami oleh ibu saat hamil

2.Gejala Kriptorkismus

Testis adalah sepasang kelenjar penting di dalam sistem reproduksi pria. Organ
ini berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon testosteron. Kelenjar ini
berbentuk lonjong seperti telur, bertekstur lembut, dan dibungkus oleh kantung
kulit bernama skrotum.

Pada kondisi normal, testis akan turun dan menggantung di bawah perut, tepatnya
di tengah pangkal paha dan di belakang penis. Kelenjar ini perlu menggantung di
luar tubuh karena produksi sperma memerlukan temperatur lebih rendah dari
temperatur tubuh.

Pada kriptorkismus, salah satu atau kedua testis tidak ada di dalam skrotum saat
bayi lahir. Kondisi ini bisa langsung diketahui dokter dengan melihat atau meraba
area skrotum bayi, baik saat bayi baru lahir atau saat dilakukan pemeriksaan rutin.

Tidak ada gejala spesifik lain pada kriptorkismus. Kondisi ini tidak menyebabkan
nyeri atau gangguan berkemih pada anak. Meski demikian, kriptorkismus yang
tidak ditangani dengan tepat bisa menyebabkan gangguan produksi sperma. Oleh
karena itu, kondisi ini perlu ditangani.
3.Pengobatan Kriptorkismus

Penanganan kriptorkismus bertujuan untuk memindahkan testis ke posisi normal,


yaitu di dalam skrotum. Sebelum usia bayi 6 bulan, dokter tidak akan melakukan
langkah khusus, karena umumnya testis masih bisa turun dengan sendirinya.

Bila setelah usia 6 bulan testis tidak kunjung turun, maka diperlukan penanganan
lebih lanjut. Penanganan sebaiknya dilakukan saat bayi berusia 6–18 bulan, agar
mendapatkan hasil terbaik dan mencegah komplikasi.

Penanganan kriptorkismus oleh dokter dapat meliputi:

a.Orchidopexy

Orchidopexy adalah operasi untuk memindahkan atau memosisikan testis ke


dalam skrotum. Operasi dilakukan dengan membuat sayatan pada area
selangkangan atau perut, dilanjutkan dengan proses pemindahan testis ke skrotum.
Jika posisi testis lebih tinggi atau mencapai area perut, dokter akan melakukan
laparoskopi untuk membantu memindahkan testis.

Setelah operasi, dokter akan melakukan pemeriksaan pada skrotum, diikuti


dengan USG, dan tes hormon, secara berkala. Hal ini dilakukan untuk memastikan
fungsi dan posisi testis tetap normal.

b.Terapi hormon

Terapi hormon tidak selalu direkomendasikan. Namun, pada beberapa kasus,


dokter mungkin mempertimbangkan terapi hormon dengan menyuntikkan hormon
human chorionic gonadotropin (hCG) untuk merangsang proses turunnya testis
hingga menempati skrotum.

4.Pencegahan Kriptorkismus

Tidak ada pencegahan khusus untuk kriptorkismus. Namun, ada beberapa hal
yang bisa dilakukan untuk menurukan risiko terjadinya kondisi ini, yaitu:

 Melakukan kontrol kehamilan secara rutin, yaitu setiap 1 bulan sekali pada
trimester pertama dan kedua, serta 2 minggu sekali pada trimester ketiga
 Menerapkan gaya hidup sehat selama hamil, seperti mengonsumsi makanan
bergizi, rajin berolahraga, serta menjauhi rokok dan minuman beralkohol
 Menghindari kontak dengan bahan kimia yang berpotensi bahaya selama
hamil, seperti yang terkandung di pestisida, cat, dan produk pembersih
 Menjaga dan mengontrol masalah kesehatan yang telah dimiliki sebelumnya
selama hamil, seperti diabetes atau obesitas

 Varikokel
Varikokel adalah pembengkakan pada pembuluh darah vena dalam kantong
zakar (skrotum). Kondisi ini bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas sperma
menurun, testis gagal berkembang atau menyusut, bahkan kemandulan.

Normalnya, pembuluh darah yang membawa darah dari buah zakar (testis) ke
penis tidak akan teraba. Namun, pada penderita varikokel, pembuluh darah tersebut
akan membengkak sehingga skrotum terlihat seperti mengandung banyak cacing.
Kondisi ini sekilas akan tampak seperti varises yang terjadi di tungkai.

1.Penyebab Varikokel

Di sepanjang pembuluh darah vena, terdapat katup satu arah yang membuka
aliran darah menuju jantung dan langsung menutup saat aliran darah melambat.
Varikokel terjadi saat katup vena di skrotum tidak dapat menutup dengan baik
sehingga darah berkumpul di belakang katup yang rusak.

Belum diketahui apa yang menyebabkan kondisi tersebut. Namun, pada kasus
jarang terjadi, varikokel terjadi ketika pembuluh darah vena di perut tersumbat.
Darah yang terkumpul pada pembuluh tersebut dapat memberikan tekanan balik
pada vena yang lebih kecil di skrotum sehingga varikokel terjadi.

Varikokel juga bisa terjadi akibat tumor ginjal yang menekan pembuluh vena
pada skrotum.

2.Gejala Varikokel

Varikokel biasanya terjadi pada salah satu atau kedua skrotum. Namun, varikokel
pada kedua skrotum jarang terjadi.

Varikokel biasanya tidak menimbulkan gejala. Bahkan, penderita varikokel


kadang tidak menyadari bahwa ia mengalami kondisi ini. Namun, pada beberapa
penderita, kondisi ini dapat menimbulkan keluhan berupa:
 Serangan jantung
 Pembesaran
 Rasa tidak nyaman di skrotum
 Nyeri di testis yang memburuk saat berdiri atau melakukan aktivitas fisik
dalam waktu lama, dan mereda saat berbaring
 Benjolan kecil yang teraba di atas testis
 Pembengkakan skrotum
 Pembesaran vena teraba atau skrotum terlihat seperti dipenuhi cacing

3.Pengobatan Varikokel

Pada varikokel yang menyebabkan nyeri, dokter akan memberikan obat pereda
nyeri, seperti ibuprofen atau paracetamol. Dokter juga dapat menyarankan pasien
memakai celana penyangga testis guna meredakan tekanan.

Sementara pada varikokel yang menimbulkan nyeri hebat, serta menyebabkan


penyusutan testis atau kemandulan pada pria, dokter akan melakukan tindakan
berupa:

a.Embolisasi

Embolisasi dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang untuk menjangkau


varikokel melalui selangkangan atau leher. Dokter juga akan memasukkan zat
untuk memblokir vena di perut yang menyebabkan perkembangan varikokel.

b.Operasi

Dokter akan menjepit atau mengikat pembuluh darah yang mengalami varikokel,
untuk menghambat aliran darah ke pembuluh tersebut. Dengan begitu, darah akan
mengalir ke pembuluh normal yang lainnya.

Operasi dapat dilakukan dengan bedah terbuka, atau teknik sayatan minimal
dengan alat khusus yang dinamakan laparoskop.

Proses pemulihan setelah operasi adalah 1–2 hari. Kendati demikian, pasien perlu
menghindari aktivitas berat selama 10–14 hari. Selain itu, pemeriksaan lanjutan ke
dokter spesialis urologi juga perlu dilakukan selama 3–4 bulan ke depan, terutama
bagi penderita yang mengalami kemandulan.
4.Pencegahan Varikokel

Penyebab varikokel belum diketahui pasti hingga saat ini. Oleh karena itu, belum
ada cara yang efektif untuk mencegah varikokel. Meski demikian, pria dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan testis mandiri secara berkala.

Pemeriksaan testis mandiri secara berkala bisa mendeteksi kelainan pada skrotum
dan testis sejak dini. Dengan begitu, pemeriksaan secara medis dapat segera
dilakukan untuk memastikan jika terdapat kelainan.

 Hiperlasia prostat jinak


Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah
kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Akibatnya, aliran urine menjadi tidak
lancar dan buang air kecil terasa tidak tuntas.

Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria. Oleh karena itu, penyakit ini hanya
dialami oleh pria. Hampir semua pria mengalami pembesaran prostat, terutama
pada usia 60 tahun ke atas. Meski begitu, tingkat keparahan gejalanya bisa berbeda
pada tiap penderita dan tidak semua pembesaran prostat menimbulkan masalah.

1.Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan tetapi,
kondisi ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar hormon
seksual seiring pertambahan usia pria.

Pada sebagian besar pria, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika
ukurannya cukup besar, prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang
mengalirkan urine dari kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang
menyebabkan munculnya gejala-gejala di atas.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena pembesaran
prostat jinak, yaitu:

 Berusia di atas 60 tahun


 Kurang berolahraga
 Memiliki berat badan berlebih
 Menderita penyakit jantung atau diabetes
 Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta
 Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat

2.Gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Tingkat keparahan gejala pembesaran prostat jinak bisa berbeda pada tiap
penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Gejala utama benign
prostatic hyperplasia adalah gangguan saat buang air kecil, yang bisa berupa:

 Urine sulit keluar di awal buang air kecil


 Perlu mengejan saat buang air kecil
 Aliran urine lemah atau tersendat-sendat
 Urine menetes di akhir buang air kecil
 Buang air kecil terasa tidak tuntas
 Buang air kecil di malam hari menjadi lebih sering
 Beser atau inkontinensia urine

Pada kasus tertentu, BPH bahkan bisa menyebabkan retensi urine atau tidak
mampu mengeluarkan urine sama sekali. Namun, perlu diingat, tidak semua
pembesaran kelenjar prostat menimbulkan keluhan buang air kecil, baik buang air
kecil terus atau tidak bisa buang air kecil sama sekali.

3.Pengobatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Pengobatan pembesaran prostat jinak tergantung pada usia dan kondisi pasien,
ukuran prostat, serta tingkat keparahan gejala. Metode pengobatan yang dapat
dilakukan meliputi:

a.Perawatan mandiri

Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa melakukan penanganan
secara mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan:

 Menghindari minum apa pun 1-2 jam sebelum tidur


 Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol
 Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan
antihistamin
 Tidak menahan atau menunda buang air kecil
 Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam
 Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat
 Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel
 Mengelola stres dengan baik

b.Obat-obatan

Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan
obat-obatan berikut:

 Penghambat alfa, seperti tamsulosin, untuk memudahkan buang air kecil


 Penghambat 5-alpha reductase, seperti finasteride atau dutasteride, untuk
menyusutkan ukuran prostat

Penelitian menunjukkan bahwa obat untuk menangani disfungsi ereksi, seperti


tadalafil, juga bisa digunakan untuk mengatasi pembesaran prostat jinak.

4.Pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya yang bisa Anda lakukan
adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin memburuk, yaitu dengan perawatan
mandiri seperti yang telah dijelaskan di atas.

Anda juga dapat mencegah BPH makin memburuk dengan segera memeriksakan
diri ke dokter begitu mengalami gejala pembesaran prostat jinak. Dengan begitu,
kondisi Anda dapat segera ditangani sebelum muncul komplikasi.

 Hidrokel
Hidrokel adalah kondisi ketika terjadi penumpukan cairan di sekeliling testis.
Penumpukan cairan ini bisa menyebabkan pembengkakan dan menimbulkan nyeri
pada kantung buah zakar (skrotum).

Testis atau buah zakar adalah bagian dari sistem reproduksi pria. Organ ini
berfungsi memproduksi sperma dan hormon testosteron. Sepasang testis tersebut
berada di dalam kantong skrotum dan menggantung tepat di bawah pangkal penis.

1.Jenis Hidrokel

Secara umum, hidrokel terbagi menjadi dua jenis, yaitu:


 Hidrokel nonkomunikan
Hidrokel nonkomunikan terjadi ketika celah di antara rongga perut dan
skrotum (kanal inguinal) menutup, tetapi cairan di dalam skrotum tidak
terserap oleh tubuh.

 Hidrokel komunikan
Hidrokel komunikan terjadi ketika kanal inguinal tidak menutup sehingga
cairan dari rongga perut terus mengalir ke dalam skrotum dan dapat naik
kembali ke perut. Hidrokel komunikan dapat disertai hernia inguinalis.

2.Penyebab Hidrokel

Hidrokel pada bayi dan pria dewasa disebabkan oleh kondisi yang berbeda.
Berikut adalah penjelasannya:

a.Hidrokel pada bayi

Pada bayi, hidrokel terjadi akibat kelainan perkembangan saat masih di dalam
kandungan. Kelainan ini menyebabkan penumpukan cairan di dalam skrotum.

Selama perkembangan, kedua testis janin yang awalnya berada di perut akan turun
ke dalam skrotum melalui celah di antara rongga perut dan skrotum. Kedua testis
tersebut turun ke dalam skotrum bersama dengan cairan.

Jika berkembang secara normal, celah yang dinamakan kanal inguinal ini akan
menutup selama tahun pertama kelahiran bayi. Cairan di dalam skrotum juga akan
terserap secara bertahap ke dalam tubuh bayi.

Namun, pada bayi dengan hidrokel, proses tersebut tidak berjalan dengan normal
sehingga kanal inguinal tidak menutup. Akibatnya, skrotum tetap terisi cairan dan
membengkak.

b.Hidrokel pada pria dewasa

Hidrokel juga dapat terjadi saat pria dewasa. Kondisi ini umumnya disebabkan
oleh sejumlah kondisi, seperti:

 Operasi hernia inguinal


 Cedera atau benturan pada skrotum
 Penyakit kaki gajah (filariasis)
 Peradangan pada saluran sperma (epididimitis)
 Tumor testis

c.Faktor risiko hidrokel

Bayi yang terlahir prematur lebih berisiko mengalami hidrokel. Sementara pada
pria dewasa, risiko terjadinya hidrokel bisa meningkat jika memiliki kondisi
berikut:

 Menderita penyakit menular seksual


 Mengalami cedera atau peradangan pada skrotum

3.Gejala Hidrokel

Hidrokel pada bayi ditandai dengan pembengkakan di salah satu atau kedua sisi
skrotum. Jika diraba, skrotum akan terasa lunak seperti balon yang berisi air.
Pembengkakan ini biasanya tidak disertai nyeri dan akan mengempis dengan
sendirinya.

Sementara pada pria dewasa, gejala hidrokel dapat berupa pembengkakan di


skrotum. Selain itu, hidrokel yang membengkak akan terasa tidak nyaman atau
berat. Terkadang, pembengkakan skrotum akan lebih jelas terlihat di pagi hari.

4.Pencegahan Hidrokel

Hidrokel pada bayi akibat kelainan perkembangan tidak dapat dicegah. Namun,
pada pria dewasa, hidrokel bisa dicegah dengan beberapa cara, yaitu:

 Mencegah penyakit kaki gajah (filariasis) dengan menghindari bepergian ke


tempat yang mengalami wabah filariasis, serta menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
 Menghindari aktivitas yang menyebabkan skrotum cedera
 Memakai pelindung khusus di area selangkangan saat melakukan olahraga
yang dapat menekan daerah selangkangan, seperti bersepeda atau berkuda

2.Gangguan Pada Sistem Reproduksi Wanita

 Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi ketika endometrium tumbuh di luar dinding
rahim. Pada kondisi ini, endometrium dapat tumbuh di indung telur (ovarium),
lapisan dalam perut (peritoneum), usus, vagina, atau saluran kemih.
Endometrium adalah jaringan yang melapisi dinding rahim. Sebelum menstruasi,
endometrium akan menebal untuk menjadi tempat menempelnya sel-sel telur yang
telah dibuahi. Bila sel telur tidak dibuahi, endometrium akan luruh, kemudian
keluar dari tubuh sebagai darah menstruasi.

1.Penyebab dan Gejala Endometriosis

Penyebab endometriosis belum diketahui secara pasti, tetapi diduga terkait dengan
gangguan aliran darah menstruasi, perubahan sel-sel jaringan lain menjadi sel
endometrium, serta perpindahan sel endometrium melalui aliran getah bening.

Gejala utama endometriosis adalah nyeri atau kram hebat di bagian bawah perut
atau panggul (dismenore). Keluhan lain yang dapat muncul adalah nyeri saat
berhubungan seksual, volume darah yang banyak ketika menstruasi, dan diare.

2.Pengobatan dan Pencegahan Endometriosis

Pengobatan endometriosis adalah dengan pemberian obat-obatan untuk meredakan


nyeri, terapi hormon untuk menghambat pertumbuhan jaringan, dan operasi untuk
mengatasi endometriosis yang tidak membaik dengan metode pengobatan lain.

Sedangkan untuk menghindari risiko terjadinya endometriosis, Anda dapat


melakukan olahraga secara rutin, menjaga berat badan agar tetap ideal, dan
mengurangi konsumsi minuman berkafein atau beralkohol.

 Cystitis

Cystitis adalah peradangan di kandung kemih yang menimbulkan rasa nyeri


ketika buang air kecil. Cystitis paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri yang
juga menyebabkan infeksi saluran kemih.

1. Penyebab Cystitis

Cystitis adalah istilah yang menggambarkan peradangan di kandung kemih.


Kondisi ini bisa disebabkan oleh infeksi dan noninfeksi.

Cystitis akibat infeksi, atau disebut juga dengan infeksi kandung kemih, paling
sering disebabkan oleh bakteri E.coli. Bakteri ini sebenarnya normal dan tidak
berbahaya jika ada di usus. Akan tetapi, jika masuk ke kandung kemih, bakteri ini
bisa menyebabkan peradangan.
Sedangkan cystitis noninfeksi umumnya disebabkan oleh kerusakan atau iritasi di
kandung kemih. Hal ini dapat dipicu oleh penggunaan kateter urine dalam jangka
panjang, aktivitas seksual, efek samping radioterapi atau kemoterapi, serta bahan
kimia yang mengiritasi, seperti spermisida,.

Salah satu jenis cystitis noninfeksi yang belum diketahui penyebab pastinya adalah
interstitial cystitis. Radang kandung kemih ini bisa menyebabkan nyeri di kandung
kemih dalam jangka waktu yang lama.

2.Faktor risiko cystitis

Radang kandung kemih paling sering dialami oleh perempuan yang aktif secara
seksual, menggunakan alat kontrasepsi diafragma atau spermisida, sedang hamil,
atau sudah menopause.

Selain itu, beberapa faktor berikut juga bisa meningkatkan risiko terjadinya
cystitis:

 Memiliki kebiasaan membersihkan area intim dari anus ke arah kelamin,


yaitu dari belakang ke depan
 Menderita penyakit yang menghambat aliran urine, seperti batu kandung
kemih, batu ginjal, infeksi saluran kemih, atau pembesaran prostat
 Mengalami inkontinensia urine akibat cedera saraf tulang belakang
 Menderita diabetes
 Menggunakan sabun yang dapat mengiritasi organ intim, seperti sabun
berparfum
 Menggunakan kateter urine dalam jangka panjang
 Menjalani radioterapi atau kemoterapi di area panggul
 Memiliki daya tahan tubuh yang lemah, misalnya karena menderita infeksi
HIV

3.Gejala Cystitis

Gejala cystitis dapat berbeda-beda pada tiap penderitanya. Namun, secara umum,
radang kandung kemih pada orang dewasa akan menimbulkan gejala berupa:

 Frekuensi buang air kecil meningkat, tetapi jumlah urine yang dikeluarkan
sedikit-sedikit
 Rasa sakit atau perih (seperti terbakar) saat buang air kecil
 Kram di perut bagian bawah
 Urine berwarna keruh atau berbau menyengat
 Nyeri saat berhubungan seksual
 Urine berdarah
 Lemas
 Demam

Sementara itu, cystitis pada anak dapat ditandai dengan gejala-gejala berikut:

 Demam tinggi
 Sering mengompol atau buang air kecil
 Sakit perut
 Tubuh terasa lemas
 Lebih rewel dari biasanya
 Selera makan berkurang
 Muntah

Cystitis lebih sering dialami oleh wanita. Hal ini terjadi karena lubang kencing
(uretra) wanita lebih pendek dan letaknya lebih dekat dengan anus sehingga mudah
terkontaminasi bakteri dari anus. Risiko akan lebih tinggi jika terbiasa
membersihkan area kelamin atau bercebok dari arah belakang ke depan.

4.Pengobatan Cystitis

Pengobatan cystitis tergantung pada tingkat keparahan dan penyebabnya. Cystitis


yang ringan biasanya dapat pulih tanpa pengobatan dan hanya perlu ditangani
secara mandiri. Berikut ini adalah penjelasannya:

a.Perawatan mandiri

Pada cystitis ringan, ada beberapa perawatan mandiri yang bisa pasien lakukan
guna mengurangi gejala cystitis, yaitu:

 Jangan menahan buang air kecil.


 Perbanyak minum air putih untuk membantu membersihkan bakteri atau
mikroorganisme lain dari kandung kemih.
 Kompres perut air hangat guna meredakan nyeri perut dan rasa tidak
nyaman.
 Jangan menggunakan sabun yang dapat mengiritasi organ intim.
 Jangan berhubungan intim sampai benar-benar sembuh.
b.Obat-obatan

Jika cystitis tidak membaik setelah melakukan perawatan mandiri, dokter dapat
memberikan obat-obatan untuk mengatasi infeksi, mencegah komplikasi, dan
meredakan keluhan.

Cystitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri akan diobati dengan antibiotik.
Dokter akan menyesuaikan jenis dan dosis antibiotik dengan jenis bakteri dan
tingkat keparahan cystitis yang dialami pasien.

Penting untuk diingat, ikuti aturan pakai, lama penggunaan, dan dosis antibiotik
yang diberikan oleh dokter. Jangan menghentikan konsumsi antibiotik tanpa
berdiskusi dulu dengan dokter meski gejala cystitis sudah mereda.

Untuk mengurangi rasa nyeri dan tidak nyaman yang dirasakan pasien, dokter
juga akan memberikan obat, seperti paracetamol atau ibuprofen.

 Mioma Uteri
Mioma merupakan suatu pertumbuhan massa atau daging di dalam rahim atau di
luar rahim yang tidak bersifat ganas. Mioma berasal dari sel otot polos yang
terdapat di rahim dan pada beberapa kasus juga berasal dari otot polos pembuluh
darah rahim. Jumlah dan ukuran mioma bervariasi, terkadang ditemukan satu atau
lebih dari satu.

Pada umumnya, mioma terletak di dinding rahim dan bentuknya menonjol ke


rongga endometrium atau permukaan rahim. Sebagian besar mioma tidak bergejala
ditemukan pada wanita usia 35 tahun, sedangkan sebagian kecil lainnya ditemukan
secara tidak sengaja sewaktu pemeriksaan rutin pada wanita usia reproduksi atau
usia subur.

1.Faktor Risiko Mioma Uteri

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang


mioma, antara lain:

 Sudah berusia lebih dari 40 tahun.


 Riwayat keluarga mengidap mioma.
 Menstruasi pertama sebelum usia 10 tahun.
 Belum pernah hamil sebelumnya (wanita yang sudah pernah memiliki anak
cenderung lebih jarang mengalami mioma).
 Berat badan berlebih atau obesitas.
 Diet tinggi konsumsi daging merah, tetapi rendah sayuran hijau.
 Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol.
 Kebiasaan merokok.
 Penggunaan alat kontrasepsi hormonal yang tinggi estrogen. 
 Keturunan Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan 2,9 kali lebih tinggi
dibandingkan ras Kaukasia.

2.Penyebab Mioma Uteri

Penyebab pasti terjadinya mioma masih belum diketahui hingga saat ini. Meski
begitu, pertumbuhan mioma sangat erat kaitannya dengan produksi hormon
estrogen. Mioma menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi,
yaitu saat pengeluaran estrogen tinggi, sehingga cenderung membesar saat wanita
sedang hamil dan mengecil saat wanita memasuki masa menopause. Beberapa
penelitian lain juga menjelaskan bahwa masing-masing mioma dapat timbul dari
satu sel ganas yang berada di antara otot-otot polos di dalam rahim seorang wanita.

3.Gejala Mioma Uteri

Umumnya, mioma tidak menimbulkan gejala yang disadari pengidapnya.


Beberapa gejala umum yang dapat dirasakan, antara lain:

 Menstruasi dalam jumlah banyak.


 Perut terasa penuh dan membesar.
 Gangguan berkemih akibat ukuran mioma yang menekan saluran kemih.
 Keluarnya mioma melalui leher rahim yang umumnya disertai nyeri hebat,
sehingga menyebabkan luka dan terjadinya infeksi sekunder.
 Konstipasi akibat mioma menekan bagian bawah usus besar.
 Nyeri panggul berkepanjangan dan tak kunjung sembuh, yang dapat
dirasakan saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau saat terjadi
penekanan pada panggul.
 Penimbunan cairan di rongga perut.

4.Pengobatan Mioma Uteri

Dokter akan melakukan beberapa pilihan pengobatan yang bisa dilakukan untuk
menangani mioma, yaitu: 
 Pemberian anti-nyeri berupa parasetamol.
 Pemeriksaan fisik dan USG, yang harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk
mengawasi pertumbuhan mioma, baik ukuran maupun jumlah. Jika
pertumbuhan stabil, pengidap diobservasi setiap 3-4 bulan.
 Pengobatan dengan terapi hormonal, dengan menggunakan preparat
progestin atau gonadotropin-releasing hormone (GnRH).
 Prosedur miomektomi, yaitu prosedur pembedahan untuk mengangkat
mioma. Prosedur ini dipertimbangkan apabila seorang wanita masih berusia
muda dan masih ingin memiliki anak lagi. Kemungkinan mioma untuk
tumbuh lagi setelah miomektomi berkisar 20-25 persen. Setelah operasi,
pengidap disarankan menunda kehamilan selama 4-6 bulan, karena rahim
masih dalam keadaan rapuh.
 Prosedur histerektomi, yaitu prosedur operasi pengangkatan rahim. Prosedur
ini wajib dipertimbangkan terlebih dahulu karena wanita sudah tidak bisa
hamil setelahnya. Namun, bagi mereka yang kerap merasakan gejala seperti
nyeri yang tidak kunjung sembuh, dan mengalami pertumbuhan mioma yang
berulang meski telah menjalani operasi, sangat disarankan untuk
melakukannya.

 Kanker Serviks
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher rahim. Kanker
ini umumnya berkembang perlahan dan baru menunjukkan gejala ketika sudah
memasuki stadium lanjut. Oleh sebab itu, penting untuk mendeteksi kanker serviks
sejak dini sebelum timbul masalah serius.

Serviks atau leher rahim adalah bagian rahim yang terhubung ke vagina.
Fungsinya adalah untuk memproduksi lendir yang membantu menyalurkan sperma
dari vagina ke rahim saat berhubungan seksual. Serviks juga berfungsi melindungi
rahim dari bakteri dan benda asing dari luar.

1.Jenis Kanker Serviks

Kanker serviks terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

 Karsinoma sel skuamosa (KSS)


Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker serviks yang paling sering
terjadi. KSS bermula di sel skuamosa serviks, yaitu sel yang melapisi bagian
luar leher rahim.
 Adenokarsinoma
Adenokarsinoma adalah jenis kanker serviks yang bermula di sel kelenjar
pada saluran leher rahim.

Meski jarang terjadi, kedua jenis kanker serviks di atas dapat terjadi secara
bersamaan. Kanker juga bisa terjadi pada sel leher rahim selain sel skuamosa atau
sel kelenjar, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

2.Penyebab Kanker Serviks

Kanker serviks terjadi ketika sel-sel yang sehat mengalami perubahan atau
mutasi. Mutasi ini menyebabkan sel-sel tersebut tumbuh tidak normal dan tidak
terkendali sehingga membentuk sel kanker.

Belum diketahui apa yang menyebabkan perubahan pada gen tersebut. Namun,
kondisi ini diketahui terkait dengan infeksi HPV.

1.Pengobatan dan Pencegahan Kanker Serviks

Pengobatan kanker serviks tergantung pada stadium kanker yang dialami pasien
dan kondisi kesehatannya. Tindakan yang dilakukan dokter meliputi kemoterapi,
radioterapi, bedah, atau kombinasi dari ketiganya.

Peluang penderita kanker serviks untuk sembuh akan lebih besar jika kondisi ini
terdeteksi sejak dini. Oleh sebab itu, setiap wanita disarankan untuk menjalani
skrining kanker serviks secara berkala sejak usia 21 tahun atau sejak menikah.
Selain itu, pencegahan infeksi HPV yang dapat memicu kanker ini juga dapat
dilakukan dengan vaksin sejak usia 10 tahun.

 HIV/AIDS

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem


kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin
banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan makin melemah sehingga
rentan diserang berbagai penyakit.
HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang
disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). AIDS adalah stadium akhir
dari infeksi HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah
hilang sepenuhnya.

1.HIV dan AIDS di Indonesia

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, terdapat lebih dari


50.000 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, kasus HIV paling
sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki (LSL) atau
homoseksual, pengguna NAPZA suntik (penasun), dan pekerja seks.

Sementara itu, jumlah penderita AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Di


tahun 2019, tercatat ada lebih dari 7.000 penderita AIDS dengan angka kematian
mencapai lebih dari 600 orang.

Akan tetapi, dari tahun 2005 hingga 2019, angka kematian akibat AIDS di
Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan pengobatan di
Indonesia berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS.

2.Gejala HIV dan AIDS

Kebanyakan penderita mengalami flu ringan pada 2–6 minggu setelah terinfeksi
HIV. Flu bisa disertai dengan gejala lain dan dapat bertahan selama 1–2 minggu.
Setelah flu membaik, gejala lain mungkin tidak akan terlihat selama bertahun-
tahun meski virus HIV terus merusak kekebalan tubuh penderitanya, sampai HIV
berkembang ke stadium lanjut menjadi AIDS.

Pada kebanyakan kasus, seseorang baru mengetahui bahwa dirinya terserang HIV
setelah memeriksakan diri ke dokter akibat terkena penyakit parah yang
disebabkan oleh melemahnya daya tahan tubuh. Penyakit parah yang dimaksud
antara lain diare kronis, pneumonia, atau toksoplasmosis otak.

3.Penyebab dan Faktor Risiko HIV dan AIDS

Penyakit HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus atau HIV, sesuai
dengan nama penyakitnya. Bila tidak diobati, HIV dapat makin memburuk dan
berkembang menjadi AIDS.

Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seks vaginal atau anal,
penggunaan jarum suntik, dan transfusi darah. Meskipun jarang, HIV juga dapat
menular dari ibu ke anak selama masa kehamilan, melahirkan, dan menyusui.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan adalah sebagai berikut:

 Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan tanpa


menggunakan pengaman
 Menggunakan jarum suntik bersama-sama
 Melakukan pekerjaan yang melibatkan kontak dengan cairan tubuh manusia
tanpa menggunakan alat pengaman diri yang cukup

Lakukan konsultasi ke dokter bila Anda menduga telah terpapar HIV melalui
cara-cara di atas, terutama jika mengalami gejala flu dalam kurun waktu 2–6
minggu setelahnya.

4.Pengobatan HIV dan AIDS

Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan


berupa terapi antiretroviral (ARV). ARV bekerja mencegah virus HIV bertambah
banyak sehingga tidak menyerang sistem kekebalan tubuh.

5.Pencegahan HIV dan AIDS

Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari dan
meminimalkan penularan HIV:

 Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah


 Tidak berganti-ganti pasangan seksual
 Menggunakan kondom saat berhubungan seksual
 Menghindari penggunaan narkoba, terutama jenis suntik
 Mendapatkan informasi yang benar terkait HIV, cara penularan, pencegahan,
dan pengobatannya, terutama bagi anak remaja

 Penyakit Menular Seks


Infeksi menular seksual atau penyakit menular seksual adalah infeksi yang
menular melalui hubungan intim. Penyakit ini umumnya ditandai dengan ruam
atau lepuh, keputihan, Ada banyak jenis penyakit menular seksual, di
antaranya chlamydia, gonore, sifilis, herpes, HPV, dan HIV.

Sesuai namanya, penyakit menular seksual menyebar melalui hubungan intim,


baik secara vaginal, anal (melalui dubur), atau oral (melalui mulut). Penularan juga
dapat terjadi melalui transfusi darah atau berbagi pakai jarum suntik dengan
penderita.

1.Penyebab Penyakit Menular Seksual

Penyakit menular seksual dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
atau parasit. Berikut ini adalah macam-macam penyakit menular seksual:

A.Sifilis

Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyakit yang juga dikenal


dengan sebutan “raja singa” ini menimbulkan luka pada alat kelamin atau mulut.
Seseorang dapat tertular sifilis jika kontak dengan luka tersebut.

B. Gonore

Gonore, atau yang dikenal juga dengan kencing nanah, disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui
aliran darah.

C. Human papillomavirus (HPV)

Infeksi menular seksual ini disebabkan oleh virus dengan nama yang sama, yaitu
HPV. Virus HPV dapat menular melalui kontak langsung atau hubungan seksual
dengan penderita.

Pada perempuan, virus HPV dapat menyebabkan kutil kelamin hingga kanker
leher rahim (kanker serviks).

D. HIV

Infeksi HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang menyerang


sistem kekebalan tubuh. Virus ini bisa menyebar melalui hubungan seksual tanpa
kondom, berbagi penggunaan alat suntik, transfusi darah, atau persalinan.

Jika dibiarkan tidak terobati, infeksi HIV dapat berkembang menjadi AIDS.
E. Chlamydia

Penyakit infeksi menular seksual ini disebabkan oleh bakteri Chlamydia


trachomatis. Penularan penyakit ini terjadi dari kontak dengan luka di area
kelamin.

Pada wanita, chlamydia menyerang leher rahim. Sedangkan pada pria, infeksi ini
menyerang saluran urine di penis.

F. Trikomoniasis

Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis. Penyakit ini bisa


menimbulkan keputihan pada wanita atau malah tidak menimbulkan gejala sama
sekali. Akibatnya, penderita trikomoniasis bisa secara tidak sadar menularkan
penyakit ini ke pasangan seksualnya.

G. Hepatitis B dan C

Penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis ini dapat mengakibatkan gangguan
hati kronis hingga kanker hati. Virus ini ditemukan dalam darah atau cairan tubuh
penderita.

Selain melalui hubungan seksual, virus ini bisa menular melalui jarum suntik yang
dipakai bersama atau transplantasi organ.

H. Herpes genital

Herpes genital disebabkan oleh infeksi virus herpes simplex (HSV). Virus ini
bersifat tidak aktif atau bersembunyi di dalam tubuh tanpa menyebabkan gejala.
Penyebaran virus terjadi melalui kontak langsung dengan pasangan yang telah
terinfeksi.

I. Lymphogranuloma venereum (LGV)

LGV merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Chlamydia


trachomatis. Meski disebabkan oleh bakteri yang sama dengan bakteri penyebab
chlamydia, tetapi keduanya memiliki tipe yang berbeda.
J. Granuloma inguinale

Granuloma inguinale atau donovanosis disebabkan oleh infeksi bakteri Klebsiella


granulomatis. Donovanosis tergolong dalam jenis penyakit menular seksual yang
jarang terjadi.

2.Gejala Penyakit Menular Seksual

Penyakit menular seksual tidak selalu menimbulkan gejala atau hanya


menyebabkan gejala ringan. Oleh karena itu, penderita terkadang baru menyadari
dirinya menderita penyakit menular seksual setelah muncul komplikasi atau ketika
pasangannya terdiagnosis menderita infeksi menular seksual.

Gejala yang dapat muncul akibat penyakit menular seksual beda tergantung pada
jenis penyakitnya, tetapi umumnya berupa:

 Benjolan, luka, atau lepuhan di sekitar penis, vagina, anus, atau mulut


 Rasa gatal di vagina atau penis
 Rasa terbakar dan nyeri ketika buang air kecil atau berhubungan intim
 Keluar cairan dari penis (kencing nanah) atau vagina (keputihan)
 Nyeri di perut bagian bawah
 Demam dan menggigil
 Pembengkakan kelenjar getah bening atau benjolan di selangkangan
 Ruam kulit di badan, tangan, atau kaki

Selain beberapa gejala di atas, penyakit menular seksual bisa memunculkan gejala
lain pada wanita, yaitu perdarahan di luar masa menstruasi dan bau tidak sedap
dari vagina. Keluhan ini juga merupakan salah satu tanda pada penyakit kelamin
wanita.

3.Pengobatan Penyakit Menular Seksual

Pengobatan terhadap penyakit menular seksual adalah dengan pemberian obat-


obatan, yang jenisnya disesuaikan dengan penyebabnya, seperti dijelaskan berikut
ini:

A.Antibiotik

Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai penyakit menular seksual yang


disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti gonore, chlamydia, dan sifilis. Antibiotik
harus tetap dikonsumsi walaupun gejala yang dirasakan telah membaik. Hal ini
dilakukan untuk mencegah infeksi kembali terjadi.

Jenis antibiotik yang diberikan untuk mengobati penyakit menular seksual akibat
infeksi bakteri, antara lain:

 Azithromycin dan doxycycline, untuk mengobati chlamydia


 Ceftriaxone dan gentamicin, untuk mengobati gonore
 Penisilin, doxycycline, tetracycline, amoxicillin, dan ceftriaxone, untuk
mengobati sifilis
 Metronidazole, untuk mengobati trikomoniasis

Dokter juga akan menganjurkan pasien untuk tidak berhubungan intim hingga 7
hari setelah pengobatan berakhir dan semua gejala menghilang.

B.Antivirus

Pengobatan dengan obat antivirus hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan


mengurangi risiko penyebaran infeksi virus. Beberapa jenis obat antivirus yang
digunakan untuk menangani penyakit menular seksual akibat infeksi virus adalah:

 Acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir, untuk menangani herpes genital


 Adefovir, entecavir, interferon, dan lamivudine, untuk menangani hepatitis
 Podofilox, imiquimod, dan sinecatechins, untuk menangani HPV

C.Antijamur

Untuk penyakit menular seksual yang disebabkan oleh jamur, seperti candidiasis,


dokter akan memberikan krim antijamur yang dioleskan ke vagina, seperti nystatin
dan clotrimazole. Obat antijamur dalam bentuk tablet juga dapat diresepkan oleh
dokter, seperti fluconazole dan miconazole.

D.Antiretroviral (ARV)

Khusus untuk penderita HIV, dokter akan memberikan obat antiretroviral


(ARV). ARV berfungsi untuk memperlambat perkembangan virus dan mencegah
virus HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh.

Perlu diketahui, bila pasien masih berhubungan seksual secara aktif, pasangan
seksual pasien juga harus mendapatkan pengobatan. Tujuannya adalah untuk
memutus siklus penularan dan mencegah kekambuhan.
4.Pencegahan Penyakit Menular Seksual

Cara utama untuk mencegah penyakit menular seksual adalah dengan menerapkan


perilaku seks yang aman, yaitu dengan menggunakan kondom setiap berhubungan
intim dan tidak bergonta-ganti pasangan seksual. Beberapa tindakan pencegahan
lain yang dapat dilakukan adalah:

 Bersikap setia pada satu pasangan seksual


 Menjalani vaksinasi, terutama vaksin HPV dan hepatitis B
 Menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala, khususnya yang berkaitan
dengan organ reproduksi
 Tidak menggunakan NAPZA, terutama dengan berbagi penggunaan jarum
suntik
 Tidak berhubungan intim jika didiagnosis menderita penyakit menular
seksual sampai dinyatakan sembuh oleh dokter

Anda mungkin juga menyukai