Anda di halaman 1dari 2

NAMA : Muhammad Abu Sahl

NIM : E071191072
Mata Kuliah : Seminar Kebudayaan

Berbagai penelitian dan diskusi yang dilakukan oleh beberapa kelompok dari berbagai disiplin
ilmu menunjukkan bahwa hampir semua kelompok sosial di Indonesia baik yang berbasis pada
industri – perkotaan maupun pertanian – pedesaan terkena dampak krisis ekonomi meskipun
dengan intensitas yang berbeda – beda . Istilah “ krisis “ atau “ krismon “ atau hanya “ moneter “
merupakan istilah yang sangat populer dalam wacana harian baik di perkotaan maupun pedesaan
ketika harga sembilan bahan pokok ( sembako ) mulai melonjak Terdapat berbagai interpretasi
mengenai istilah krisis akan tetapi biasanya penduduk mengacu pada pemenuhan kebutuhan
pangan ketika menggambarkan dan menjelaskan dampak krisis yang dialami . Krisis ekonomi
dalam tulisan ini dipandang sebagai momentum restrukturisasi akses orang terhadap sumber
daya , yang berdampak pada tekanan – tekanan dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan .
Dengan demikian , krisis secara seimbang dipandang sebagai sumber insekuritas dan sekaligus
juga membuka peluang – peluang baru bagi rumah tangga untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan pangannya .

Tujuan utama yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai interaksi antara produksi , distribusi , pertukaran , dan konsumsi dalam penyediaan dan
permintaan bahan pangan pada tingkat rumah tangga . Dalam interpretasi saya , sekuritas pangan
rumah tangga bukan hanya merupakan fungsi persediaan dan permintaan bahan pokok dalam
rumah tangga , akan tetapi yang lebih penting adalah akses rumah tangga terhadap distribusi dan
pertukaran bahan pangan . Dalam konteks diskusi ini persoalan pangan yang dihadapi rumah
tangga dapat bermuara pada rendahnya kemampuan produksi rumah tangga sehingga tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota rumah tangga , atau rendahnya akses
rumah tangga terhadap bahan pangan yang murah . Disadari bahwa memang krisis ekonomi yang
sedang terjadi sekarang ini memunculkan persoalan yang pelik ketika daya beli masyarakat
menurun sejalan dengan hilangnya pekerjaan di sektor industri perkotaan dan melonjaknya harga
sembako .
Tulisan ini akan menjelaskan dampak krisis ekonomi khususnya yang berkaitan dengan akses
rumah tangga terhadap bahan pangan . Diskusi akan diarahkan pada mekanisme – mekanisme
lokal yang digunakan oleh rumah tangga pedesaan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
pangan dan akses terhadap bahan pangan yang berkelanjutan . Hal ini tidak terlepas dari
kenyataan bahwa bahan pangan dapat diperjual – belikan dan orang dapat mengambil
keuntungan dari jual beli tersebut . Penguasaan terhadap akses distribusi dan pertukaran bahan
pangan di pasar berarti kemungkinan yang besar untuk memperoleh keuntungan ( Nef and
Vanderkop , 1990 ; Brown , 1994 ) .

Sebaliknya , mereka yang tidak akses yang cukup terhadap pangan akan dengan mudah menjadi
obyek kekuasaan dan dominasi . Pada perspektif ini , pangan dipandang sebagai sumber daya
yang powerful yang dapat digunakan untuk mempengaruhi memanipulasi , atau memaksakan
kehendak seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain ( lihat Nef dan
Vanderkop 1990 , Mooij , 1996 ) . Diskusi tentang pangan dari perspektif ini biasanya dikaitkan
dengan gaya hidup ( life – style ) dan identitas untuk menjelaskan perubahan pola konsumsi
pangan . Hal ini dapat dilihat dalam kerangka pertukaran pangan antar unit sosial di mana
pertukaran pangan bukan saja menjadi pertukaran energi tetapi juga distribusi profit dan
kekuasaan .

Anda mungkin juga menyukai