Anda di halaman 1dari 6

REVOLUSI KESADARAN MELALUI METAFISIKA ISLAM

DALAM MEMBENTUK KADER


Oleh : Muhammad Arimansyah Amran

Pengkaderan merupakan sebuah proses regenerasi dalam sebuah organisasi


yang bertujuan untuk mencetak kader dalam melanjutkan tongkat estafet
kepengurusan dalam mencapai tujuannya dan juga dapat diartikan sebagai jantung
rangkaian proses ikhtiar dalam setiap organisasi guna memperpanjang nafas
tujuannya. Tetapi kita perlu pahami bahwasanya antara anggota dan kader memiliki
pemaknaan yang berbeda, anggota dipahami hanya sekedar terdaftar secara
administrasi didalam sebuah organisasi sedangkan kader dipahami sebagai tulang
punggung organisasi yang menjalankan segala kerja – kerja di dalam sebuah
organisasi. Secara etimologi, kata kader berasal dari bahasa yunani yaitu “kadre”
yang artinya bingkai. Dalam artian kader inilah yang merepresentasikan sebuah
organisasi dan yang menjaga nilai-nilai yang ada didalam sebuah organisasi.
Tentunya setiap organisasi memiliki metode – metode tertentu dalam usahanya
membentuk kader dan menginginkan kader yang berkualitas bagi setiap
organisasinya. Dimana metode – metode tersebut disesuaikan dengan kondisi yang
ada didalam organisasi dan lingkungan sekitarnya, sebab jika metode yang
diterapkan tidak disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi yang ada didalam
organisasi tentu akan menjadi sebuah kesia-sia an yang akan berakibat pada
jalannya roda organisasi.

Tahap pertama yang perlu diperhatikan dalam proses pengkaderan ialah


orang-orang yang ada didalam organisasi sejauh mana ia memahami dirinya dan
orang lain, sebab jika dia sudah berada ditahap mampu memahami dirinya akan
meniscayakan bertindak sesuai dengan orang lain. Setiap manusia secara fitrah
mengejar kebahagiaan untuk dirinya1. Oleh karena itu perlu dahulu diketahui

1
Prof. Mohsen Gharawiyan menjelaskan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mendasar
sangat penting bagi manusia dan kemanusiaan. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu, sebab semua pertanyaan itu telah inheren dalam diri manusia. Selama manusia
masih hidup di bumi maka pertanyaan-pertanyaan tersebut akan senantiasa hadir bersamanya.
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membentuk perjalanan manusia dan
menentukan sikapnya terhadap alam ini.
bagaimana cara untuk memahami diri sendiri, yang perlu dilakukan adalah
mempertanyakan segala sesuatu yang dilakukan. Setiap langkah yang kita tempuh
dan setiap keputusan yang kita ambil senantiasa diawali dengan pertanyaan:
“Mengapa?” Para filosof menjelaskan bahwa “mengapa” termasuk salah satu dari
tiga pertanyaan mendasar tentang sesuatu. Oleh sebab itu, untuk setiap pengetahuan
yang akan dilakukan, kita mesti mengajukan pertanyaan seperti ini : Mengapa kita
harus melakukan pengetahuan tersebut?. Dengan pertanyaan itu akan memberikan
motivasi dalam menimbah suatu pengetahuan, bukan sekedar melakukan sesuatu.

Mereka yang mencari ilmu dengan penuh gairah dan kecintaan tidak akan
pernah bosan dan tidak akan meninggalkannya, karena ia memasuki pengetahuan
tersebut dengan penuh kesadaran. Tentang apa itu pengetahuan para ahli logika
muslim mengatakan bahwa pengetahuan adalah adanya gambar-gambar atau
makna-makna dalam pikiran kita tentang sesuatu-sesuatu. Gambar-gambar atau
makna-makna inilah yang kemudian menjadi alasan bagi bentuk keyakinan atau
pandangan dunia seseorang, yaitu ketika ia menilainya sebagai benar (realistis)2. Di
dalam menjawab seluruh pertanyaan yang mendasar atau fundamental dibutuhkan
pemikiran dan perenungan filosofis melalui akal manusia. Hakikat kemanusiaan
bergantung pada bagaimana bangunan filsafatnya, sebagaimana kita ketahui
bersama seluruh hewan memiliki ciri yang sama yaitu mereka melakukan perbuatan
mereka dengan kesadaran dan kehendak yang bersumber dari insting. Oleh karena
itu, keberadaan yang tidak memiliki kesadaran sama sekali maka keberadaan
tersebut telah keluar dari sifat kehewaniannya. Akan tetapi, diantara hewan yang
ada, manusia memiliki keunggulan tertentu. Manusia bukan saja memilik persepsi
indrawi dan memiliki kehendak tapi juga memiliki persepsi lain yang disebut
dengan akal.

Kehendak manusia terpancar keluar melalui petunjuk akalnya. Dengan kata


lain, keunggulan manusia dibanding hewan lain terletak pada pengetahuan dan
kecendrungannya. Sejarah manusia itu sendiri dimulai dengan tindakan pemikiran

2
Arianto Achmad menjelaskan bahwa ketika pengetahuan tersebut ternilaikan atau terbenarkan
maka pengetahuan tersebut akan berubah menjadi apa yang dimaksud keyakinan, pengetahuan
itulah dasar bagi keyakinan atau pandangan dunia seseorang. Jika tidak ada pengetahuan maka
tidak ada bentuk keyakinan apapun atau bila tidak ada pengetahuan maka tidak akan ada
pandangan dunia apapun.
dan pemberontakan3. Oleh sebab itu, jika seseorang hanya memanfaatkan persepsi
indrawinya namun tidak menggunakan persepsi akalnya, kemudian gerak dan
diamnya hanya dikeranakan oleh insting hewaniahnya semata, maka nilai dirinya
tak lebih dari hewan.

Ideologi sebagai pandangan hidup menentukan kita bagaimana seharusnya


berbuat. Apa yang mesti dan tidak mesti dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Misalnya ideologi menetapkan binalah dan polalah masyarakat anda seperti ini dan
jangan seperti itu. Ideologi dalam karakternya seperti ini tidak heran sering
mendatangkan perbedaan. Bahkan kadang melahirkan pertentangan-pertentangan
yang pada gilirannya melahirkan benturan antara satu individu dengan individu
lainnya atau antara masyarakat yang lainnya. Jadi benturan-benturan tersebut
muncul dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan ideologi. Lantas, faktor apa yang
membedakan karakter dan nilai pada setiap ideologi? Tentu hal itu tiada lain
disebabkan karena perbedaan pandangan dunianya. Ini karena tak peduli dengan
perbedaan ideologi yang ada, yang pasti setiap ideologi berdiri pada pandangan
dunianya masing-masing. Sementara mengapa terjadi perbedaan-perbedaan
pandangan dunia? Menjawab pertanyaan tersebut tentu tak ada jawaban lain kecuali
mengakui bahwa perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan epistemologinya. Hal
ini karena pandangan dunia sebagai sebuah konsep teoritis kita tentang alam/dunia
tergantung pada dan hanya dapat diterima bila ia memiliki sebuah landasan
epistemologi. Jadi benar tidaknya atau atau dengan kata lain realistis tidaknya
sebuah pandangan dunia berikut ideologinya sangat bergantung pada penerimaan
kebenaran epistemologinya. Di sini menjadi jelas dibutuhkan penetapan bentuk dan
landasan epistemologi. Masalah mendasar menyangkut nilai pengetahuan ialah
bagaimana membuktikan bahwa pengetahuan manusia sesuai dengan realitas4.

3
Michael Bakunin menjelaskan bahwa jika Adam dan Hawa taat kepada Yang Mahakuasa ketika
Dia melarang mendekati pohon pengetahuan, maka manusia akan dikutuk untuk terus-menerus
menjalani perbudakan. Namun, Setan (pemberontak abadi, pemikir bebas pertama dan pembebas
dunia) membujuk mereka untuk mencicipi buah pengetahuan dan kebebasan. Senjata-senjata
yang sama yaitu nalar dan pemberontak untuk menyingsing fajar surgawi yang baru bagi umat
manusia, zaman baru, kebebasan dan kebahagiaan.
4
Prof. M.T. Mishbah Yazdi menjelaskan bahwa masalah tersebut muncul akibat adanya penengah
antara subjek yang mengetahui dan objek pengetahuannya (atau ilmu). Penengah inilah yang
menyebabkan subjek disebut dengan orang yang mengetahui dan objek disebut dengan
pengetahuan.
Istilah lain yang dipakai sebagai lawan “ilmu” adalah “metafisika” istilah
ini sendiri berakar dari kata Yunani, metataphysica. Dengan membuang ta
tambahan dan mengubah physica ke fisika (physics) jadilah istilah metafisika. Kata
ini di-Arab-kan menjadi ma bada al-thabi’ah (sesuatu setelah fisika). Filsafat ini
dikenal dengan nama metafisika islam yang dikemukakan oleh Mulla Sadra, filsafat
dalam pemikiran Mulla Sadra bersumber dari sesuatu yang melampaui aspek-aspek
material. Akan tetapi, apa yang dianggap jauh di atas langit sana dapat disandingkan
dengan bahasa yang sesuai dengan ranah kefilsafatan dan dapat tampil didalamnya.
Dalam hal ini, Sadra berhasil “menyilang” bahasa filosofis dengan pengalaman
batin. Adapun “menyilang” di sini bukan berarti suatu upaya menjadikan sekuler
pengalaman batin Sadra, bukan pula menggagas sejumlah konsep imanensi dengan
melepaskan aspek-aspek transenden, tetapi lebih kepada bagaimana pengalaman
batin (pengalaman spiritual) dapat berperan di “ranah pembuktian”5. Metafisika
Islam ini menyatakan bahwa : (1) Prinsip Niscaya Lagi Rasional merupakan
Landasan penilaian manusia terhadap segala sesuatu; (2) Prinsip ini dikatakan
Niscaya Lagi Rasional lantaran ia merupakan watak dasar segala realitas; dan,
terkakhir, (3) Prinsip ini dikatakan Niscaya Lagi Rasional lantaran ia merupakan
watak wujud itu sendiri.

Tetapi perlu juga diingat bahwasanya antara organisasi dan orang-orang


yang ada didalamnya saling mempengaruhi satu sama lain, yang membedakan
adalah ukuran daripada pengaruh tersebut. Orang dapat mengkondisikan secara
relatif organisasi, sedangkan organisasi dapat mengkondisikan secara mutlak
orang-orang didalamnya. Di masa kini terdapat sebuah organisasi cukup besar yang
mempunyai begitu banyak massa baik dalam lingkup nasional maupun
internasional, organisasi tersebut bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Organisasi tersebut merupakan organisasi kader yang terbilang senantiasa
melakukan regenerasi di setiap masanya sehingga dapat eksis hingga saat ini, tetapi
yang menjadi permasalahan adalah bagaimana orang-orang yang ada didalam

5
Mulla Sadra menjelaskan bahwa hal tersebut pada akhirnya berujung pada bentuk: (1)
menguatkan sekaligus mengadopsi sejumlah pandangan filsafat sebelumnya; (2) mengkritisi total
suatu pandangan filsafat sebelumnya; dan, terakhir, (3) mengkreasi bentuk baru dalam filsafat.
organisasi tersebut tidak menggambarkan terhadap apa yang dicita-citakan atau
yang diinginkan dalam organisasi tersebut.

Tapi perlu juga diperhatikan bahwasanya permasalahan tersebut bukan


sesederhana itu menjadikan orang-orang yang ada di dalam tersebut yang salah
tetapi bisa jadi organisasi tersebut yang salah, apakah nilai-nilai yang ada dalam
organisasi tersebut atau metode-metode dalam pengkaderannya, sebab sebelumnya
sudah dikatakan bahwasanya organisasi mengkondisikan secara mutlak orang-
orang yang ada di dalamnya. Khususnya HMI Cabang Makassar Timur, dimana di
dalam metode pengkaderan formal tahap 1 yang biasa disebut dengan Basic
Training (LK 1). Dalam proses pengkaderannya memiliki beberapa materi yang
dianggap sebagai nilai-nilai yang perlu ditransformasikan kepada anggota barunya,
tetapi dalam penyampaian materinya, pemateri-pemateri yang membawakan materi
tersebut berbeda-beda, hal itu tentu yang menjadi persoalan sebab setiap orang
mempunyai pandangan dunia dan epistemologi masing-masing sehingga nilai-nilai
yang disampaikan tentu akan berbeda-beda (subjektif) padahal nilai-nilai ini hanya
satu (objektif). Oleh karena itu, jika hal ini masih terus dilakukan maka jelas
organisasi tersebut menjadi organisasi yang non progresif dan apa yang dicita-
citakan oleh organisasi tersebut tak akan pernah terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. (2009). Landasan Dan Kerangka Berpikir . Makassar : Yayasan


Foslamic.
Bakunin, M. (2017). God And The State . Yogyakarta: Second Hope.
Gharawiyan, P. M. (2012 ). Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam
Penjelasan Untuk Mendekati Analisis Teori Filsafat Islam. Jakarta : The
Islamic College Jakarta (Sadra Internasional Institute).
Sadra, M. (2019). Al-Masha'ir: Uraian Tentang Kesadaran Metafisika . Malang :
Pustaka Sophia .
Yazdi, P. M. (2010). Buku Daras Filsafat Islam Orientasi Ke Filsafat Islam
Kontemporer . Jakarta : Shadra Press .

Anda mungkin juga menyukai