Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

EUTHANASIA

Oleh:
Krisma Teta Agusta
NPM: 21710026

Dosen Pembimbing:
dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H.

KEPANITERAAN KLINIK
BIOETIK HUMANIORA DAN ASPEK MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT DAERAH NGANJUK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2023

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Krisma Teta Agusta


NPM : 21710026
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan Co-Ass : SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Judul Referat : EUTHANASIA
Pembimbing : dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H.

SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk

Disetujui

dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H.


NIK: 03396-ET

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan referat yang
berjudul “EUTHANASIA”. Penyusunan referat ini diajukan untuk memenuhi
tugas pada KSM Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam menempuh
pendidikan profesi dokter di RSUD Nganjuk juga dimaksudkan untuk menambah
wawasan bagi penulis.

Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
2. dr. H. Agus Moch. Algozi, SP.F (K) DFM, S.H selaku Kepala Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
3. dr. Meivy Isnoviana S.H, M.H selaku pembimbing di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
4. dr. Bambang Rudy Utantio, Sp. JP selaku pembimbing di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
5. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril, materil,
maupun spiritual.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik
dan sasaran yang sangat membangun saya hargai guna penyempurnaan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 31 Januari 2023

Penulis

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................1
D. Manfaat ........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3


A. Definisi Euthanasia ......................................................................................3
B. Klasifikasi Euthanasia ..................................................................................3
C. Syarat Euthanasia .........................................................................................4
D. Aspek Medis Euthanasia ..............................................................................5
E. Aspek Hukum Euthanasia ............................................................................5
F. Aspek Etik Euthanasia .................................................................................6

BAB III STUDI KASUS .........................................................................................8

A. Kasus ................................................................................................................8
B. Analisis Kasus...................................................................................................9
C. Analisis 4 Box Method ....................................................................................14
D. Ordinary dan Extraordinary ...........................................................................14

BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................15

KESIMPULAN ......................................................................................................15

A. Kesimpulan ....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Euthanasia didefinisikan sebagai “sengaja mengakhiri hidup oleh
seseorang selain orang yang bersangkutan, atas permintaan yang terakhir”.
Pasien dewasa harus berada dalam “kondisi medis yang sia-sia dengan
penderitaan fisik atau mental yang terus-menerus dan tak tertahankan yang
tidak dapat dikurangi, sebagai akibat dari gangguan serius dan tak
tersembuhkan yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan” (Samanta,
2015).
Pembagian euthanasia dapat dilihat dari orang yang membuat keputusan,
yaitu voluntary euthanasia dan involuntary euthanasia. Apabila dilihat dari
pelaksanannya dapat dibagi menjadi euthanasia pasif, euthanasia aktif,
authoeuthanasia (Siregara, 2020).
Prinsip umum Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan
dengan masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak
hidup secara wajar sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi terjamin,
maka berdasarkan hukum di Indonesia euthanasia adalah perbuatan yang
melawan hukum (Siregara, 2020).
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan
peninjauan lebih lanjut mengenai euthanasia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari euthanasia?
2. Apa klasifikasi euthanasia?
3. Bagaimana syarat dilakukan euthanasia?
4. Bagaimana euthanasia dalam aspek medis?
5. Bagaimana euthanasia dalam aspek hukum?
6. Bagaimana euthanasia dalam aspek etik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari euthanasia

1
2

2. Untuk mengetahui klasifikasi euthanasia


3. Untuk mengetahui syarat dilakukan euthanasia
4. Untuk mengetahui euthanasia dalam aspek medis
5. Untuk mengetahui euthanasia dalam aspek hukum
6. Untuk mengetahui euthanasia dalam aspek etik
D. Manfaat
1. Bagi penulis Penulis
Memperoleh pengetahuan mengenai euthanasia.
2. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai referensi untuk menambah informasi dan
gambaran mengenai euthanasia pada penulis berikutnya.
3. Bagi masyarakat
Sebagai sumber data dan referensi untuk menambah informasi dan
gambaran mengenai euthanasia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata "Eu" dan "thanatos ". "Eu" artinya baik, dan
"thanatos" artinya mati atau good death or easy death sering pula disebut
"mercy killing" pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan,
sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right self of determination) pada diri pasien (Siregara, 2020).

Menurut Hilman, euthanasia berarti "pembunuhan tanpa penderitaan"


(mercy killing). Tindakan ini biasanya dilakukan pembunuhan tanpa
penderitaan terhadap penderita penyakit yang secara medis sudah tidak
mungkin lagi untuk bisa sembuh. Di dunia etik kedokteran kata euthanasia
diartikan secara harfiah akan memiliki arti "mati baik". Di dalam bukunya
seorang penulis Yunani bernama Suetonius menjelaskan arti euthanasia
sebagai "mati cepat tanpa derita" (Siregara, 2020).

B. Klasifikasi Euthanasia
Euthanasia dapat dilihat dari orang yang membuat keputusan, yaitu:

1. Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang


sakit

2. Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain


seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis
(Siregara, 2020).

Menurut Veronica Komalawati, euthanasia dapat dibedakan menjadi:

1. Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si
pasien. Misalnya, memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat

3
4

berbahaya ke tubuh pasien.

2. Euthanasia pasif, yaitu dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja
tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup
pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika
kepada penderita pneumonia berat, atau dengan mencabut peralatan yang
membantunya untuk bertahan hidup.

3. Autoeuthanasia, yaitu seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar


untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa itu akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut, ia
membuat sebuah (pernyataan tertulis tangan). Autoeuthanasia pada
dasarnya adalah euthanasia atas permintaan sendiri (Siregara, 2020).

Euthanasia dibedakan berdasarkan pemberian izin, yaitu:

1. Euthanasia di luar kemauan pasien, yaitu suatu tindakan euthanasia yang


bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan
euthanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.

2. Euthanasia Sukarela, yaitu euthanasia yang dilakukan atas persetujuan si


pasien sendiri. Namun, tindakan ini masih dianggap kontroversial.
Euthanasia ditinjau dari sudut tujuan dilakukannya, di bagi atas:

a. Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)

b. Euthanasia hewan

c. Euthanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain


daripada euthanasia agresif secara sukarela (Siregara, 2020).

C. Syarat Euthanasia
Syarat yang digunakan Indonesia terkait pelaksanaan euthanasia merupakan
euthanasia pasif yang dilakukan dengan memperhatikan:

1. Pengakhiran perawatan medis karena kematian batang otak;

2. Pengakhiran hidup akibat keadaan darurat (overmacht). Pasal 48 KUHP; 


3. Menghentikan perawatan medis yang tidak berguna; dan

4. Pasien menolak dilakukannya perawatan sehingga dokter tidak berhak


melakukan 
tindakan apapun (Juwanda, 2019). 


D. Aspek Medis Euthanasia


Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medik,
kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat
para dokter dihadapkan pada dilema untuk memberikan bantuan tersebut atau
tidak dan jika sudah dan jika sudah terlanjur diberikan apakah boleh untuk
dihentikan. Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien,
padahal hal itu sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan,
kadang-kadang akan menambah penderitaan pasien. Penghentian pertolongan
tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia (Siregara, 2020).

Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan


kematian kedalam tiga jenis: a) Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi
karena proses alamiah, b) Dysthanasia adalah kematian yang terjadi secara
tidak wajar, c) Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan
atau tidak dengan pertolongan dokter (Siregara, 2020).

E. Aspek Hukum Euthanasia


Hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu:

1. Pasal 344 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan


nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan sungguh sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun”

2. Pasal 388 KUHP dinyatakan: "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan

jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun"

3. Pasal 340 KUHP dinyatakan: "Barang siapa dengan sengaja dan dengan
rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun"

4. Pasal 345 KUHP yang berbunyi "dengan sengaja, menghasut orang lain
untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberikan
daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama- lamanya empat
tahun".

5. Pasal 359 KUHP, yang dinyatakan "Barangsiapa yang karena salahnya telah
menyebabkan meninggalnya orang lain. Dihukum dengan hukuman penjara
selama lamanya lima tahun, atau dengan hukuman kurungan selama-
lamanya satu tahun"

6. Pasal 304 KUHP dinyatakan, "Barang siapa dengan sengaja menempatkan


atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan
kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah".

F. Aspek Etik Euthanasia


Hukum harus bermanfaat bagi masyarakat dan mendorong tindakan yang
bermanfaat dan tidak merugikan anggota masyarakat. Pengaturan euthanasia
tidak hanya mewajibkan otonomi, tetapi juga harus tunduk pada prinsip
beneficence/non maleficence (Giglio et al, 2014).

1. Autonomy

Secara umum, eutanasia dibenarkan berdasarkan prinsip penghormatan

terhadap otonomi individu. Artinya, individu yang kompeten memiliki hak


untuk membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Namun demikian, lebih
rumit untuk menggunakan prinsip ini untuk membenarkan eutanasia pada
anak di bawah umur, karena apakah anak di bawah umur mampu membuat
pilihan otonom, karena usia dan kepekaan mereka yang masih muda. Ahli
lainnya mengambil sikap ini dalam menyimpulkan bahwa eutanasia pada
anak di bawah umur umumnya dianggap tidak etis, karena asumsi yang
salah arah bahwa anak-anak mampu mengembangkan otonomi yang
berarti dalam konteks keputusan perawatan akhir hidup (Cuman dan
Gastmans, 2017).

2. Beneficence

Beneficence secara tradisional digunakan sebagai prinsip untuk


membenarkan eutanasia. Penerapannya dipandang mengarah pada
tindakan yang mengedepankan kepentingan terbaik pasien, sementara
pada saat yang sama menjaga martabat dan mengurangi penderitaan.
Namun, ketika berhadapan dengan permintaan euthanasia dari anak di
bawah umur, kepentingan terbaik anak di bawah umur adalah konsep yang
ambigu, dan prinsip beneficence sering digunakan sebagai argumen
melawan euthanasia (Cuman dan Gastmans, 2017).

3. Non-Maleficence

Berdasarkan pada maxim primum non nocere (first, do no harm), sebuah


konsep yang digunakan untuk mengkritik eutanasia secara umum. Prinsip
ini menggarisbawahi pentingnya tidak membahayakan pasien; itu
menyiratkan kewajiban untuk melindungi dari bahaya dan untuk
menghindari menimbulkan bahaya. Prinsip ini ditafsirkan sedemikian rupa
melihat kematian sebagai pilihan yang tidak menguntungkan dan sebagai
kegagalan untuk melindungi anak di bawah umur (Cuman dan Gastmans,
2017).

BAB III
STUDI KASUS

A. Kasus
Pada 13 Februari 2014, Parlemen Belgia menyetujui undang-undang yang
mengubah undang-undang sebelumnya tahun 2002 tentang eutanasia, dan
memberikan hak prerogatif kepada anak di bawah umur untuk meminta
eutanasia medis. Secara otonomi subjek ini harus diputuskan oleh psikolog
atau psikiater, dan harus didasarkan pada penentuan kompetensi anak dan
kapasitas ketajamannya, artinya mereka dapat menunjukkan bahwa mereka
memahami konsekuensi dari tindakan semacam itu. Di bawah undang-undang
yang baru, tidak ada batasan usia untuk mencari suntikan mematikan, selama
permintaan tersebut disetujui oleh orang tua atau perwakilan hukum anak
tersebut.
Undang-undang baru ini disajikan sebagai pelengkap Undang-Undang
Eutanasia tahun 2002; oleh karena itu, mendukung kebijakan dan prosedur
yang sama dari teks sebelumnya. Menurut undang-undang, eutanasia bukanlah
tindak pidana ketika praktisi memenuhi permintaan pasien untuk prosedur
tersebut. Permintaan tersebut harus dipertimbangkan dengan baik,
dikonfirmasi untuk kedua kalinya, dan bebas dari tekanan eksternal. Syarat-
syarat untuk mendapatkan eutanasia termasuk penderitaan fisik yang terus-
menerus dan tak tertahankan yang tidak dapat dikurangi dengan cara lain,
sebagai akibat dari kelainan yang tidak dapat disembuhkan yang disebabkan
oleh penyakit atau kecelakaan. Pada anak-anak, ruang lingkup permintaan
eutanasia terbatas pada gangguan non-psikiatri.
Undang-undang tersebut disetujui meskipun ada kontroversi yang
memanas: alasan utama untuk perluasan eutanasia kepada anak-anak adalah
bahwa anak di bawah umur yang terkena penderitaan yang tak tertahankan
yang tidak selalu dapat diringankan memiliki hak ''untuk mati dengan
bermartabat''. Posisi ini didukung oleh mayoritas masyarakat dan oleh banyak
dokter yang terlibat dalam perawatan anak-anak Belgia. Sebaliknya, banyak

8
9

argumen kontra, baik oleh kelompok agama dan politik, dan juga oleh banyak
dokter anak. Sekitar 170 dari mereka menulis surat terbuka kepada Parlemen
Belgia: berdasarkan pengalaman sehari-hari mereka, para dokter percaya
bahwa ''tidak ada permintaan aktual untuk perpanjangan undang-undang''.
Selain itu, ''permintaan eutanasia yang spontan dan disengaja sangat jarang
dilakukan oleh anak di bawah umur''. Dalam kasus tersebut, dokter anak
berpendapat bahwa perawatan paliatif sepenuhnya mampu menghilangkan rasa
sakit.
B. Analisis Kasus
1. Dilema Etik
Dilema Etik Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip kaidah dasar
moral utama, yaitu:
a. Prinsip otonomi, dalam hal anak-anak, otonomi anak harus diimbangi
dengan otonomi orang tua atau wali yang sah, yang bertanggung
jawab untuk mengambil keputusan atas nama mereka. Dalam kasus
anak-anak yang sangat muda atau mereka yang mengalami gangguan
kognitif atau perkembangan, otonomi anak akan terbatas.
b. Prinsip beneficience, dalam kasus euthanasia, prinsip beneficence
akan menyarankan bahwa keputusan untuk mengakhiri hidup seorang
anak harus diambil jika itu adalah satu-satunya cara untuk mencegah
penderitaan lebih lanjut dan jika tidak ada harapan untuk sembuh.
c. Prinsip non-malficience, mengacu pada “do no harm” dalam kasus
euthanasia, prinsip non-maleficence akan menyarankan bahwa
keputusan untuk mengakhiri hidup seorang anak tidak boleh dianggap
enteng, karena dapat menyebabkan kerugian bagi anak dan
keluarganya. Pada prinsip ini melihat kematian sebagai pilihan yang
tidak menguntungkan dan sebagai kegagalan untuk melindungi anak
di bawah umur.
d. Prinsip justice, dalam kasus eutanasia, prinsip keadilan akan
menyarankan bahwa keputusan untuk mengakhiri hidup seorang anak
harus dibuat dengan cara yang adil dan setara untuk semua yang


10

terlibat, dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak dan


dampaknya terhadap keluarga mereka dan masyarakat.
Table 3.1 Otonomi
No. KRITERIA ADA TIDAK
ADA

1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, √


menghargai martabat pasien

2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat √


keputusan (pada kondisi elektif)

3. Berterus terang √

4. Menghargai privasi √

5. Menjaga rahasia pribadi



6. Menghargai rasionalitas pasien √

7. Melaksanakan Informed consent √

8. Membiarkann pasien dewasa dan kompeten √


mengambil keputusan sendiri

9. Tidak mengintervensi atau meghalangi outonomi √


pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dan √
membuat keputusan, termasuk, termasuk keluarga
pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien √
pada kasus non emergensi

12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi √


kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak) √

Table 3.2 Beneficience


11

No. KRITERIA ADA TIDAK


ADA
1. Utamakan alturisme (menolong tanpa pamrih, rela √
berkorban)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat √
manusia

3. Memandang pasien/keluarga dan sesuatu tak sejauh √


menguntung dokter
4. Mengusakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak √
dibandingkan dengan keburukannya

5. Paternalisme bertanggung jawab/ kasih sayang √


6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia √

7. Pembatasan Goal-Based

8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasein √
9. Minimalisasi akibat buruk √
10. Kewajiban menolong pasien gawatdarurat √
11. Menghargai hak pasien secara keseluruhan √
12. Tidak menarik honorarium diluar kepantasan √
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keselurushan √
14. Mengembangkan profesi secarat erus menerus √
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah √
16. Menerapkan Golden Rule Principle √


12

Table 3.3 Non-Maleficence

No. KRITERIA ADA TIDAK


ADA
1. Menolong pasien emergensi √
2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah:
a. Pasien dalam keadaan berbahaya.
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau
kehilangan. √
c. Tindakan Kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter
(hanya mengalami risiko minimal).
3. Mengobati pasien yang luka. √
4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan √
euthanasia)

5. Tidak menghina/caci maki



6. Tidak memandang pasien sebagai objek

7. Mengobati secara tidak proporsional √
8. Tidak mencegah pasien secara berbahaya √
9. Menghindari misrepresentasi dari pasien √
10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena √
kelalaian

11. Tidak memberikan semangat hidup √

12. Tidak melindungi pasien dari serangan √

13. Tidak melakukan white collar dalam bidang Kesehatan √


13

Table 3.4 Justice

No. ADA TIDAK


ADA
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal

2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi √
yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap √
pribadidalam posisi yang sama

4. Menghargai hak sehat pasien √


(affordability,equality,accessibility,availabi
lity,quality)
5. Menghargai hak hukum pasien √

6. Menghargai hak orang lain √


7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling √
dirugikan)

8. Tidak melakukan penyalahgunaan



9. Bijak dalam makro alokasi √

10. Memberikan kontribusi yang relatif sama √


dengan kebutuhan pasien

11. Meminta partisipasi pasien seusai dengan √


kemampuan

12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan √


kerugian (biaya, beban, sanki) secara adil

13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat √


yang tepat dan kompeten

14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata √


tanpa alasan sah/tepat


14

15. Menghormati hak populasi yang sama- sama rentan √


penyakit/ggn Kesehatan

C. Analisis 4 Box Method

INDIKASI MEDIS PREFENSI PASIEN

Anak dengan gangguan non psikiatri yang Anak-anak dimana kompetensinya


sakit parah yang disebabkan oleh penyakit sudah dipastikan oleh psikolog atau
atau kecelakaan. psikiater

KUALITAS HIDUP FITURS KON


TEKTUAL
mengalami penderitaan fisik yang Permintaan disetujui oleh orang tua
terus-menerus dan tak tertahankan atau perwakilan hukum anak
yang tidak dapat dikurangi dengan
cara lain.

D. Ordinary dan Extraordinary


Kasus di atas merupakan kasus extraordinary karena pasien merasa khawatir
atas penderitaannya yang terus-menerus dan tak tertahankan.

BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Euthanasia pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan,


sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right self of determination) pada diri pasien.
Klasifikasi dapat dibedakan berdasarkan masing-masing sisi. Euthanasia
dapat dilihat dari orang yang membuat keputusan, yaitu voluntary euthanasia
dan involuntary euthanasia. Apabila dilihat dari pelaksanannya dapat dibagi
menjadi euthanasia pasif, euthanasia aktif, authoeuthanasia. Berdasarkan
pemberian izin, euthanasia di luar kemauan pasien dan euthanasia sukarela.
Syarat dilakukan euthanasia yang digunakan Indonesia terkait pelaksanaan
euthanasia pasif. Euthanasia dapat dinilai berdasarkan perspefktif medis,
hukum dan etik.

15

DAFTAR PUSTAKA

Cuman, G., & Gastmans, C. (2017). Minors and euthanasia: a systematic review of
argument-based ethics literature. European journal of pediatrics, 176, 837-
847
Giglio, F., & Spagnolo, A. G. (2014). Pediatric euthanasia in Belgium: some ethical
considerations. Journal of Medicine and the Person, 12(3), 146-149.
Juwanda, M., & Mahfud, M. (2019). Perbandingan Hukum Euthanasia Di Indonesia
dan Belanda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana, 3(1), 20-28.
Samanta, J. (2015). Children and euthanasia: Belgium’s controversial new
law. Diversity and Equality in Health and Care, 12(1), 4-5.
Siregar, R. A. (2020). Euthanasia Dipandang dari Perspektif Hak Asasi Manusia
dan Pada 344. Yure Humano, 4(1), 44-57.

16

Anda mungkin juga menyukai