EUTHANASIA
Oleh:
Krisma Teta Agusta
NPM: 21710026
Dosen Pembimbing:
dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H.
KEPANITERAAN KLINIK
BIOETIK HUMANIORA DAN ASPEK MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT DAERAH NGANJUK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan referat yang
berjudul “EUTHANASIA”. Penyusunan referat ini diajukan untuk memenuhi
tugas pada KSM Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam menempuh
pendidikan profesi dokter di RSUD Nganjuk juga dimaksudkan untuk menambah
wawasan bagi penulis.
Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
2. dr. H. Agus Moch. Algozi, SP.F (K) DFM, S.H selaku Kepala Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
3. dr. Meivy Isnoviana S.H, M.H selaku pembimbing di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
4. dr. Bambang Rudy Utantio, Sp. JP selaku pembimbing di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
5. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril, materil,
maupun spiritual.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik
dan sasaran yang sangat membangun saya hargai guna penyempurnaan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
A. Kasus ................................................................................................................8
B. Analisis Kasus...................................................................................................9
C. Analisis 4 Box Method ....................................................................................14
D. Ordinary dan Extraordinary ...........................................................................14
KESIMPULAN ......................................................................................................15
A. Kesimpulan ....................................................................................................15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Euthanasia didefinisikan sebagai “sengaja mengakhiri hidup oleh
seseorang selain orang yang bersangkutan, atas permintaan yang terakhir”.
Pasien dewasa harus berada dalam “kondisi medis yang sia-sia dengan
penderitaan fisik atau mental yang terus-menerus dan tak tertahankan yang
tidak dapat dikurangi, sebagai akibat dari gangguan serius dan tak
tersembuhkan yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan” (Samanta,
2015).
Pembagian euthanasia dapat dilihat dari orang yang membuat keputusan,
yaitu voluntary euthanasia dan involuntary euthanasia. Apabila dilihat dari
pelaksanannya dapat dibagi menjadi euthanasia pasif, euthanasia aktif,
authoeuthanasia (Siregara, 2020).
Prinsip umum Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan
dengan masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak
hidup secara wajar sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi terjamin,
maka berdasarkan hukum di Indonesia euthanasia adalah perbuatan yang
melawan hukum (Siregara, 2020).
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan
peninjauan lebih lanjut mengenai euthanasia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari euthanasia?
2. Apa klasifikasi euthanasia?
3. Bagaimana syarat dilakukan euthanasia?
4. Bagaimana euthanasia dalam aspek medis?
5. Bagaimana euthanasia dalam aspek hukum?
6. Bagaimana euthanasia dalam aspek etik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari euthanasia
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata "Eu" dan "thanatos ". "Eu" artinya baik, dan
"thanatos" artinya mati atau good death or easy death sering pula disebut
"mercy killing" pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan,
sebenarnya tidak lepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right self of determination) pada diri pasien (Siregara, 2020).
B. Klasifikasi Euthanasia
Euthanasia dapat dilihat dari orang yang membuat keputusan, yaitu:
1. Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si
pasien. Misalnya, memberi tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat
3
4
2. Euthanasia pasif, yaitu dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja
tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup
pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika
kepada penderita pneumonia berat, atau dengan mencabut peralatan yang
membantunya untuk bertahan hidup.
b. Euthanasia hewan
C. Syarat Euthanasia
Syarat yang digunakan Indonesia terkait pelaksanaan euthanasia merupakan
euthanasia pasif yang dilakukan dengan memperhatikan:
jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun"
3. Pasal 340 KUHP dinyatakan: "Barang siapa dengan sengaja dan dengan
rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun"
4. Pasal 345 KUHP yang berbunyi "dengan sengaja, menghasut orang lain
untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberikan
daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama- lamanya empat
tahun".
5. Pasal 359 KUHP, yang dinyatakan "Barangsiapa yang karena salahnya telah
menyebabkan meninggalnya orang lain. Dihukum dengan hukuman penjara
selama lamanya lima tahun, atau dengan hukuman kurungan selama-
lamanya satu tahun"
1. Autonomy
2. Beneficence
3. Non-Maleficence
BAB III
STUDI KASUS
A. Kasus
Pada 13 Februari 2014, Parlemen Belgia menyetujui undang-undang yang
mengubah undang-undang sebelumnya tahun 2002 tentang eutanasia, dan
memberikan hak prerogatif kepada anak di bawah umur untuk meminta
eutanasia medis. Secara otonomi subjek ini harus diputuskan oleh psikolog
atau psikiater, dan harus didasarkan pada penentuan kompetensi anak dan
kapasitas ketajamannya, artinya mereka dapat menunjukkan bahwa mereka
memahami konsekuensi dari tindakan semacam itu. Di bawah undang-undang
yang baru, tidak ada batasan usia untuk mencari suntikan mematikan, selama
permintaan tersebut disetujui oleh orang tua atau perwakilan hukum anak
tersebut.
Undang-undang baru ini disajikan sebagai pelengkap Undang-Undang
Eutanasia tahun 2002; oleh karena itu, mendukung kebijakan dan prosedur
yang sama dari teks sebelumnya. Menurut undang-undang, eutanasia bukanlah
tindak pidana ketika praktisi memenuhi permintaan pasien untuk prosedur
tersebut. Permintaan tersebut harus dipertimbangkan dengan baik,
dikonfirmasi untuk kedua kalinya, dan bebas dari tekanan eksternal. Syarat-
syarat untuk mendapatkan eutanasia termasuk penderitaan fisik yang terus-
menerus dan tak tertahankan yang tidak dapat dikurangi dengan cara lain,
sebagai akibat dari kelainan yang tidak dapat disembuhkan yang disebabkan
oleh penyakit atau kecelakaan. Pada anak-anak, ruang lingkup permintaan
eutanasia terbatas pada gangguan non-psikiatri.
Undang-undang tersebut disetujui meskipun ada kontroversi yang
memanas: alasan utama untuk perluasan eutanasia kepada anak-anak adalah
bahwa anak di bawah umur yang terkena penderitaan yang tak tertahankan
yang tidak selalu dapat diringankan memiliki hak ''untuk mati dengan
bermartabat''. Posisi ini didukung oleh mayoritas masyarakat dan oleh banyak
dokter yang terlibat dalam perawatan anak-anak Belgia. Sebaliknya, banyak
8
9
argumen kontra, baik oleh kelompok agama dan politik, dan juga oleh banyak
dokter anak. Sekitar 170 dari mereka menulis surat terbuka kepada Parlemen
Belgia: berdasarkan pengalaman sehari-hari mereka, para dokter percaya
bahwa ''tidak ada permintaan aktual untuk perpanjangan undang-undang''.
Selain itu, ''permintaan eutanasia yang spontan dan disengaja sangat jarang
dilakukan oleh anak di bawah umur''. Dalam kasus tersebut, dokter anak
berpendapat bahwa perawatan paliatif sepenuhnya mampu menghilangkan rasa
sakit.
B. Analisis Kasus
1. Dilema Etik
Dilema Etik Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip kaidah dasar
moral utama, yaitu:
a. Prinsip otonomi, dalam hal anak-anak, otonomi anak harus diimbangi
dengan otonomi orang tua atau wali yang sah, yang bertanggung
jawab untuk mengambil keputusan atas nama mereka. Dalam kasus
anak-anak yang sangat muda atau mereka yang mengalami gangguan
kognitif atau perkembangan, otonomi anak akan terbatas.
b. Prinsip beneficience, dalam kasus euthanasia, prinsip beneficence
akan menyarankan bahwa keputusan untuk mengakhiri hidup seorang
anak harus diambil jika itu adalah satu-satunya cara untuk mencegah
penderitaan lebih lanjut dan jika tidak ada harapan untuk sembuh.
c. Prinsip non-malficience, mengacu pada “do no harm” dalam kasus
euthanasia, prinsip non-maleficence akan menyarankan bahwa
keputusan untuk mengakhiri hidup seorang anak tidak boleh dianggap
enteng, karena dapat menyebabkan kerugian bagi anak dan
keluarganya. Pada prinsip ini melihat kematian sebagai pilihan yang
tidak menguntungkan dan sebagai kegagalan untuk melindungi anak
di bawah umur.
d. Prinsip justice, dalam kasus eutanasia, prinsip keadilan akan
menyarankan bahwa keputusan untuk mengakhiri hidup seorang anak
harus dibuat dengan cara yang adil dan setara untuk semua yang
10
3. Berterus terang √
4. Menghargai privasi √
11
7. Pembatasan Goal-Based
√
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasein √
9. Minimalisasi akibat buruk √
10. Kewajiban menolong pasien gawatdarurat √
11. Menghargai hak pasien secara keseluruhan √
12. Tidak menarik honorarium diluar kepantasan √
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keselurushan √
14. Mengembangkan profesi secarat erus menerus √
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah √
16. Menerapkan Golden Rule Principle √
12
13
14
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
Cuman, G., & Gastmans, C. (2017). Minors and euthanasia: a systematic review of
argument-based ethics literature. European journal of pediatrics, 176, 837-
847
Giglio, F., & Spagnolo, A. G. (2014). Pediatric euthanasia in Belgium: some ethical
considerations. Journal of Medicine and the Person, 12(3), 146-149.
Juwanda, M., & Mahfud, M. (2019). Perbandingan Hukum Euthanasia Di Indonesia
dan Belanda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana, 3(1), 20-28.
Samanta, J. (2015). Children and euthanasia: Belgium’s controversial new
law. Diversity and Equality in Health and Care, 12(1), 4-5.
Siregar, R. A. (2020). Euthanasia Dipandang dari Perspektif Hak Asasi Manusia
dan Pada 344. Yure Humano, 4(1), 44-57.
16