PENDAHULLUAN
2.3 PEMBIAYAAN
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang
dimaksud dengan pembiayaan adalah menyediakan/memberikan uang bagi
yang mengajukan pembiayaan sesuai perjanjian atau kesepakatan antara
bank dan nasabah dan akan mengembalikan pembiayaan tersebut sesuai
pada jatuh tempo dengan memberikan imbalan atau bagi hasil (Kasmir,
2008:96). Pembiayaan dalam dunia perbankan dikenal dengan istilah
kredit, uang atau tagihan merupakan dua kata yang identik bagi para
kreditur yakni bank dan debitur yakni nasabah, sebagai contoh kreditur
membiayai untuk pembelian kendaraan bermotor kepada nasabahnya dan
terjadi kesepakatan antara mereka sesuai perjanjian yang telah dibuatnya
yang mencakup hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Begitu pula dengan masalah sanksi apabila debitur ingkar janji 16
terhadap kesepakatan yang telah dibuat bersama. Pada umumnya
pembiayaan di pegadaian sama halnya dengan pembiayaan lainnya,
melainkan yang menjadi pembeda adalah dengan sistem gadai, barang-
barang bergerak dan sejenisnya merupakan objek untuk diagunkan sebagai
pembiayaan. Sebagai lembaga keuangan non bank yang membantu
mempermudah perekonomian masyarakat indonesia dalam memenuhi
kebutuhan hidup, pegadaian melakukan inovasiinovasi produknya berupa
pembiayaan pembelian kendaraan motor, mobil dengan prosedur yang
cepat dan mudah. Pembiayaan merupakan peminjaman dana kepada
debitur untuk digunakan sebagai modal, menunjang kegiatan produksi
secara kualitas maupun kuantitas, sebagai penunjang kebutuhan konsumtif
yang akan habis kapasitasnya saat digunakan.
2.4 NASABAH
2.4.1 PENGERTIAN NASABAH
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nasabah adalah pihak yang
menggunakan jasa Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah. Nasabah
penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Umum
Syariah atau Unit Usaha Syariah dalam bentuk simpanan berdasarkan akad
antara Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah dalam bentuk
investasi berdasarkan akad dengan nasabah yang bersangkutan. Nasabah
penerima fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau
yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah. Maka nasabah
yang memanfaatkan pembiayaan rahn pada Pegadaian Syariah merupakan
nasabah fasilitas, karena nasabah telah mendapatkan dana dengan
menjadikan suatu barang sebagai agunan atas hutang tersebut.
Kasmir mendefinisikan nasabah adalah aset atau kekayaan utama
perusahaan. Bahkan ada istilah yang mengatakan “pelanggan adalah raja”
yang semua kebutuhan dan keinginannya harus terpenuhi. Untuk kalimat
pelanggan lebih sering digunakan untuk pada jasa non keuangan, seperti
supermarket, hotel dan lainnya. Sementara itu istilah nasabah sering
digunakan pada lembaga keuangan seperti bank, asuransi, dan pegadaian.
Namun, dalam pelayanan tetap sama karena kedua istilah tersebut
mengandung arti yang sama, perbedaan yang melekat hanyalah terletak
pada pelayanan sebagian kecil saja (Kasmir, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas penulis memberi kesimpulan bahwa
nasabah pegadaian adalah orang atau badan usaha yang menjadi pelanggan
Pegadaian. Sama halnya bank, perum pegadaian sebagai lembaga
keuangan yang menjual kepercayaan (pembiayaan) dan jasa juga
memperoleh imbalan dari penyaluran pembiayaan dan pemberian jasa
tersebut. Oleh karena itu, PT Pegadaian (Persero) berusaha sebanyak
mungkin menarik nasabah dengan cara peningkatan kualitas pelayanan,
memperbesar dana, memperluas pemberian kredit, dan jasa-jasa lainya
(Sinarti, 2012).
2.6 INFLASI
2.6.1. PENGERTIAN INFLASI
Inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu (Karim,
2017). Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku
dalam suatu perekonomian (Sukirno, 2002). Sedangkan dalam kamus
Bank Indonesia (BI) inflasi merupakan suatu kecenderungan
meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus-
menerus. Inflasi juga diartikan gejala ekonomi yang menunjukkan naiknya
harga secara umum dan berkesinambungan (Hasyim, 2016). Keadaan
ketika harga dari satu atau beberapa jenis barang naik, maka itu bukanlah
dapat dikatakan sebagai inflasi. Namun, jika harga barang yang naik
tersebut meluas dan menyebabkan naiknya sebagian besar dari barang-
barang lainnya itulah yang dinamakan dengan inflasi.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat dua pengertian penting
yang merupakan kunci dalam memahami inflasi. Pertama adalah kenaikan
harga secara umum dan yang kedua adalah terus- menerus. Dalam inflasi
harus terkandung unsur kenaikan harga, dan selanjutnya kenaikan harga
tersebut adalah harga secara umum. Hanya kenaikan harga secara umum
yang dapat disebut sebagai inflasi. Hal ini penting untuk membedakan
kenaikan harga atas barang dan jasa tertentu. Misalnya, meningkatnya
harga bawang merah atau harga cabe merah saja belum dapat dikatakan
sebagai inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum,
artinya inflasi harus menggambarkan kenaikan harga sejumlah besar
barang dan jasa yang dipergunakan dalam suatu perekonomian. Kata yang
ke dua adalah terus menerus, kenaikan harga yang bersifat sementara
seperti kenaikan harga karena faktor musiman misalnya menjelang hari-
hari besar tidak disebut inflasi. Kenaikan harga sekali saja dan tidak
mempunyai pengaruh lanjutan juga tidak dapat disebut inflasi karena
kenaikan harga tersebut bukan masalah ekonomi.
Inflasi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan harga- harga
yang berlaku dalam sesuatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari
suatu periode ke periode lainya, dan berbeda pula dari satu Negara ke
Negara lain. Ada kalanya tingkat inflasi adalah rendah yaitu mencapai 4-6
persen. Tingkat inflasi yang moderat mencapai diantara 5-10 persen.
Inflasi yang sangat serius dapat mencapai tingkat beberapa ratus atau
beberapa ribu persen dalam setahun (Ardiayanto, 2015).
c. Teori Strukturalis
Teori strukturalis adalah pengiring yang alami bagi pertumbuhan
ekonomi, sehingga inflasi tidak dapat dikendalikan melalui kebijakan
fiskal ataupun moneter tanpa menimbulkan pengangguran atau stagnansi
dalam pertumbuhan ekonomi. Teori ini lebih didasarkan pada pengalaman
negara-negara di Amerika Latin. Pendekatan ini menyatakan bahwa inflasi
terutama di negara berkembang disebabkan oleh faktor-faktor struktural
dalam perekonomian. Menurut teori ini ada dua masalah struktural di
dalam perekonomian negara berkembang yang dapat mengakibatkan
inflasi. Pertama, penerimaan ekspor tidak elastis, yaitu pertumbuhan nilai
ekspor yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor
lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh terms of trade yang memburuk dan
produksi barang ekspor yang kurang responsif terhadap kenaikan harga.
Dengan melambatnya pertumbuhan ekspor, maka akan terhambat
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Seringkali
negara berkembang melakukan kebijakan substitusi impor meskipun
dengan biaya yang tinggi dan mengakibatkan harga barang yang tinggi
sehingga menimbulkan inflasi.
Permasalahan selanjutnya yaitu masalah struktural perekonomian
negara berkembang lainnya berupa produksi bahan makanan dalam negeri
yang tidak elastis, yaitu pertumbuhan produksi makanan dalam negeri
tidak secepat pertambahan penduduk dan pendapatan perkapita sehingga
harga makanan dalam negeri cenderung meningkat lebih tinggi daripada
kenaikan harga barang-barang lainnya. Hal ini mendorong timbulnya
tuntutan kenaikan upah dari pekerja sektor industri yang selanjutnya akan
meningkatkan biaya produksi dan pada gilirannya akan menimbulkan
inflasi. Sementara itu, proses inflasi, dalam prakteknya, kemungkinan
dapat mengandung aspek-aspek dari ketiga teori inflasi tersebut (Suseno,
2009).
Batam.
Pembiayaan rahn
Harga Emas (X2)
(Y)
2.10 HIPOTESIS
Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih
populasi. Benar atau salahnya suatu hipotesisi tidak akan pernah diketahui dengan
pasti. Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak menggunakan
istilah hipotesis nol (H0). Penolakan H0 mengakibatkan penerimaan suatu
hipotesis alternatif (H1) (Walpole, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui analisis jumlah nasabah, harga emas, dan tingkat inflasi terhadap
penyaluran pembiayaan rahn. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. H0 : Tidak terdapat pengaruh jumlah nasabah terhadap penyaluran
pembiayaan Gadai.
H1 : Terdapat pengaruh jumlah nasabah terhadap penyaluran pembiayaan
Gadai.
2. H0 : Tidak terdapat pengaruh harga emas terhadap penyaluran pembiayaan
Gadai.
H1 : Terdapat pengaruh harga emas terhadap penyaluran pembiayaan Gadai.
3. H0 : Tidak terdapat pengaruh tingkat inflasi terhadap penyaluran pembiayaan
rahn.
H1: Terdapat pengaruh jumlah nasabah terhadap penyaluran pembiayaan
Gadai.
4. H0 : Tidak terdapat pengaruh jumlah nasabah harga emas dan tingkat inflasi
terhadap penyaluran pembiayaan Gadai.
H1 : Terdapat jumlah nasabah, harga emas dan tingkat inflasi terhadap
penyaluran pembiayaan Gadai.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh
pihak lain, biasanya sudah dalam bentuk publikasi. Pada penelitian ini data
indikator jumlah nasabah, Harga emas bersumber dari PT Pegadaian (Persero) di
Kota Ambon dan tingkat inflasi bersumber dari BPS Provinsi Maluku periode
2003-2016. Data yang digunakan adalah data tahunan dalam bentuk data runtun
waktu (time series) dari tahun 2003 sampai 2016. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data laporan keuangan PT Pegadaian (Persero) di Kota
Ambon. Data penelitian ini diperoleh dari publikasi BPS Provinsi Maluku, PT
Pegadaian (Persero) Kota Ambon, sumber sumber lain yang dipublikasikan, dan
penelitian sebelumnya.
Data yang diambil penulis dalam metode kepustakaan ini berasal dari
jurnal yang berkaitan dengan judul skripsi yang diteliti oleh penulis, buku-buku
literatur mengenai pendapatan pegadaian, jumlah nasabah, tingkat inflasi,
penyaluran pembiayaan, dan penelitian sejenis.
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinieritas
VIFi= ( 1- R2i) -1
3. Uji Autokorelasi
4. Uji Heteroskedastistisitas
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh yang
ditimbulkan antara jumlah nasabah, harga emas dan tingkat inflasi terhadap
penyaluran pembiayaan gadai pada pegadaian syariah di Kota Ambon tahun
2003-2016 secara bersama-sama dengan menggunakan persamaan regresi
berganda sebagai berikut :
Keterangan :
X1 = jumlah nasabah
X2 = harga emas X3
= tingkat inflasi
β1, β2, β3 = koefisien regresi
a = variabel/bilangan
konstan e = nilai
error
37
2
R / ( k−1 )
¿
( 1−R2 ) / ( n−k )
Pengujian hipotesis pada uji F dapat diketahui dengan membandingkan antara
Fhitung dengan Ftabel sebagai berikut:
H0 : β1 =β2 =β3 = 0, tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel-variabel
X secara bersama-sama terhadap Y
H1 : minimal βi ≠ 0, setidaknya ada 1 variabel bebas X yang memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap Y dimana i=1,2,3.
Kriteria Uji F adalah:
Jika fhitung > ftabel, maka H0 ditolak (setidaknya ada 1 variabel bebas X yang
berpengaruh terhadap variabel terikat Y).
Jika fhitung < ftabel, maka tidak dapat menolak H0 (keseluruhan variabel bebas X
tidak berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).
R2=β 1 ∑ X 1 Y + ¿ β2 ∑ X 2 Y +¿ β 3
∑ X 3 Y +¿ β 4 ∑ X 4 Y ¿¿ ¿
∑Y2
Besarnya nilai R2 berada diantara 0 dal 1 yaitu 0 < R2 < 1. Jika nilai R2 semakin
mendekati 1 maka model tersebut baik dan pengaruh antara variabel bebas X dengan
variabel terikat Y semakin kuat (erat hubunganya). Semakin besar R2 maka semakin
baik kemampuan X menerangkan Y.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu produk dari pegadaian kota Ambon berupa pembiayaan gadai. Kinerja
pegadaian dalam menyalurkan pembiayaan gadai terus meningkat dapat dilihat pada
besarnya pembiayaan gadai yang diberikan. Tren nasabah saat ini datang kepegadaian
yang memanfaatkan pembiayaan gadai untuk mendapatkan uang guna membiayai uang
sekolah, sewa rumah atau mencari pendanaan usaha, hal ini menunjukkan bahwa gadai
telah memperbaiki taraf kehidupan masyarakat.
Ada keterkaitan antara pembiayaan gadai dengan jumlah nasabah ditampilkan pada
gambar 4.1 dibawah ini:
Gambar: 4.1 Pembiayaan Gadai (Miliar Rupiah) dan Jumlah Nasabah Pegadaian
Kota Ambon Tahun 2003-2016
TREND PG DAN N
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Berdasarkan gambar 4.1 diatas, tren selaras antara penyaluran pembiayaan gadai
dan jumlah nasabah. Pada tahun 2003 sampai 2008 tren penyaluran pembiayaan gadai
dan nasabah mengalami perubahan yang fluktuatif atau tidak stabil. Sedangkan pada
tahun 2008 sampai 2017 pengalami peningkatan yang terus menerus hingga penyaluran
pembiayaan gadai mencapai 9.996.280.000 rupiah dan jumlah nasabah mencapai 1229
orng. Sedangkan pada tahun 2018 pembiayaan gadai mengalami penurunan pada
pembiayaan gadai dan juga jumlah nasabah. Pada tahun 2016 pembiayaan gadai dan
jumlah nasabah mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu mencapai
23.080.610.000 dan 12718 orang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
kesadaran masyarakat terhadap hadirnya pegadaian yang telah membantu masyarakat
dalam mengatasi masalah, pembiayaan gadai merupakan produk pertama pada
Pegadaian kota Ambon, dan masa pencairan dana yang cepat juga mendorong
pembiayaan gadai terus meningkat. Perkembangan pembiayaan gadai di Pegadaian juga
didorong beberapa program promosi yang terintegrasi dengan program promosi bisnis
gadai konvensional, seperti kemilau emas pegadaian, tebar hadiah ramadhan, ketupat
lebaran pegadaian dan program promosi kado akhir tahun.
Pada tahun 2014 perusahaan telah menerapkan sistem online diseluruh Indonesia
sehingga data nasabah yang sebelumnya dihitung dari jumlah akun (account number)
saat ini menggunakan sistem single account hal ini berakibat pada perubahan data
jumlah nasabah. Dalam meningkatkan pembiayaan gadai selain yang telah di sebutkan
diatas upaya yang dilakukan oleh PT Pegadaian kota Ambon.
oleh Aziz (2013), yang menunjukkan bahwa harga emas berpengaruh terhadap
penyaluran kredit.
Berdasarkan gambar 4.2 diatas, tren penyaluran pembiayaan gadai dan harga
emas yang diperoleh pegadaian syariah dari tahun 2003 sampai tahun 2012
masing-masing mencapai 11.122.405 miliar rupiah dan 697.401 miliar rupiah. Pada
tahun 2013 hingga tahun 2014 tren penyaluran pembiayaan gadai meningkat tidak
signifikan sedangkan harga emas menurun sebesar 724240 miliar rupiah. Berikutnya
dari tahun 2015
hingga 2016 tren penyaluran pembiayaan gadai dan harga emas meningkat dengan
pencapaian harga emas sebesar 921.769 miliar rupiah. Secara umum harga emas yang
diperoleh pegadaian syariah Indonesia dari tahun 2003-2016 mencapai rata-rata
366.513,9286 miliar rupiah.
Pada tahun 2014 tantangan yang dihadapi Pegadaian dalam menjalankan usaha
dan tanggung jawabnya sangat berat. Ditengah kondisi perekonomian yang sulit
pegadaian menyalurkan pembiayaan gadai sebesar 11.722.736 miliar rupiah dan harga
emas sebesar 724.240 miliar rupiah pendapatan ini lebih kecil dibandingkan dengan
periode tahun 2013. Pencapaian harga emas yang menurun ini terutama disebabkan
adanya penurunan harga emas yang terjadi selama tahun 2013- 2014, sehingga
mempengaruhi loan to value (LTV) dan nilai taksiran agunan pembiayaan gadai yang
merupakan portofolio aset produktif terbesar.
Inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/ komoditas dan
jasa selama satu periode waktu tertentu (Karim, 2017).
Ada keterkaitan antara pembiayaan gadai dengan tingkat inflasi ditampilkan
pada gambar 4.3 dibawah ini:
42
1600000 1
0 8
1400000 1
0 6
1200000 1
0 4
1
1000000
2
0
1
8000000 0
6000000 8
4000000 6
2000000 4
pembiayaan inflas 2
0
rahn i
0
Sumber: Data diolah, 2020
Berdasarkan gambar 4.3 diatas tren penyaluran pembiayaan dan tingkat inflasi
dari tahun 20013 hingga tahun 2011 tidak selaras, pembiayaan gadai terus meningkat
sedangkan inflasi mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012 hingga tahun 2014 pembiayaan
gadai dan inflasi meningkat dengan masing-masing pencapaian sebesar 11.722.736
miliar rupiah dan 8,36 persen. Kemudian pada tahun 2015-2016 pembiayaan gadai
meningkat sebesar 1.4096.938 miliar rupiah sedangkan inflasi turun menacapai titik
terendah sebesar 3,02 persen. Secara keseluruhan inflasi mengalami fluktuasi setiap
tahunnya dengan rata-rata 6,98 persen dari tahun 2003-2016.
Pada tahun 2003 inflasi mencapai 17,11 persen. Indikator yang sering digunakan
untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) Perubahan IHK
pada tahun 2003 disebabkan oleh administered price seperti naiknya harga minyak.
Pada tahun tersebut harga minyak dunia naik dan menyebabkan kenaikan pada harga
bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Di samping dampak langsung dari inflasi,
pemerintah menyesuaikan tarif angkutan umum sesuai dengan kenaikan BBM hal ini
memberikan dampak lanjutan pada kenaikan tarif angkutan sehingga menjadikan harga
43
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan ada
korelasi antar variabel bebas. Uji multikolonieritas dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Jika nilai VIF > 10 maka model regresi menolak H 0.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari multikolinearitas. Hasil
perhitungan data diperoleh nilai VIF sebagai berikut :
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa
semua nilai variance inflation factor (VIF) kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan
dalam model regresi ini tidak menolak H0 sehingga tidak terjadi gejala multikolinearitas
yaitu korelasi antar variabel bebas.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu t-1. Untuk
menguji autokolerasi dapat dilakukan dengan menggunakan nilai Durbin Watson. Hasil
uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi
Model Durbin-Watson
1 1.690
Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi pada tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa
nilai Durbin-Watson sebesar 1,920 dan angka D-W berada di antara du < d < 4-du.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada atau tidak terjadi autokorelasi
dalam penelitian ini.
Model B
(Constan t)
1880.557
x1
-0.000206
x2
0.013295
x3
0.487070
47
Berdasarkan tabel 4.5 di atas persamaan regresi linear berganda dapat disusun sebagai
berikut :
Y = 1880.557 + -0.000206X1 + 0.013295X2 + X3-0.487070 + €i
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.6 diatas diketahui bahwa pada variabel
jumlah nasabah thitung diperoleh -0,227 dan probabilitas sebesar 0,822. Jika digunakan
nilai α = 0,05 maka tidak ada pengaruh probabilitas jumlah nasabah terhadap
penyaluran pembiayaan gadai. Artinya jumlah nasabah tidak berpengaruh terhadap
penyaluran pembiayaan gadai pada PT Pegadaian (Persero) Indonesia tahun 2003-2016.
Penyaluran pembiayaan gadai terus mengalami peningkatan setiap tahun meskipun
jumlah nasabah fluktuasi. Variabel harga emas diperoleh nilai thitung sebesar 5.667 dan
probabilitas sebesar 0,000. Jika digunakan nilai α = 0,05 maka ada hubungan
probabilitas harga emas. Artinya harga emas berpengaruh terhadap penyaluran
pembiayaan gadai pada PT Pegadaian (Persero) Indonesia tahun 2003 -2016. Semakin
besar harga emas yang diperoleh maka akan semakin besar pembiayaan gadai yang
dapat disalurkan oleh Pegadaian Syariah terhadap masyarakat.
49
Variabel tingkat inflasi diperoleh nilai thitung sebesar 0.308 dan probabilitas
sebesar 0,761. Jika digunakan nilai α = 0,05 maka tidak ada hubungan probabilitas
tingkat inflasi. Artinya, tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap penyaluran
pembiayaan gadai pada PT Pegadaian (Persero) Indonesia tahun 2003-2016. Ditengah
kondisi perekonomian Indonesia yang kurang baik menyebabkan harga-harga barang
naik. Hal ini tidak menjadikan suatu alasan bagi masyarakat Indonesia untuk
menggunakan pembiayaan gadai pada Pegadaian syariah sebagai jalan keluar untuk
memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi masyarakat lebih condong menggunakan
pembiayaan gadai pada Pegadaian Syariah diwaktu
mendesak. Oleh karena itu penyaluran pembiayaan gadai tetap meningkat kendatipun
inflasi berada di titik terendah.
Berdasarkan hasil uji ketepatan model (uji F) pada tabel 4.7 di atas menunjukkan
bahwa nilai F hitung pada tabel ANOVA yaitu sebesar 13,553 dan sig. 0,000
dibandingkan dengan alpha (α = 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan variabel jumlah nasabah (X 1), harga emas (X2),
dan tingkat inflasi (X3) secara bersama-sama atau simultan terhadap penyaluran
pembiayaan gadai pada PT Pegadaian (Persero) Indonesia tahun 2003-2016. Artinya
secara bersama jumlah nasabah (X1), harga emas (X2), dan tingkat inflasi (X3)
berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan gadai (Y). Hal ini harus dilihat dari segi
bahwa jumlah nasabah, harga emas, dan tingkat inflasi harus menjadi satu kesatuan
dalam mempengaruhi pembiayaan gadai.
50
1 0,565
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi (R2) pada tabel di atas dapat diketahui
bahwa hasil perhitungan untuk nilai R Square (R2) diperoleh angka sebesar 0.921. Hal
ini berarti jumlah nasabah (X1), harga emas (X2) dan tingkat inflasi (X3) mampu
menjelaskan keragaman pembiayaan gadai (Y) sebesar 56,5% sedangkan sisanya (100%
- 56,5% = 43,5%) dipengaruhi oleh variabel lain di luar model yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
4.6.2.2. Pengaruh Harga emas Terhadap Pembiayaan Gadai Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa secara parsial
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara parsial harga emas berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pembiayaan gadai. Pengaruh positif antara harga emas
dan pembiayaan gadai menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga emas akan
meningkatkan penyaluran pembiayaan gadai begitu juga sebaliknya setiap penurunan
harga emas akan menurunkan penyaluran pembiayaan gadai karena harga emas
merupakan salah satu faktor internal yang mendukung pembiayaan gadai meningkat
dalam PT Pegadaian (Persero) kota ambon.
Sumber dana yang digunakan untuk menyalurkan pembiayaan gadai konvensional
dan gadai berasal dari dua sisi yaitu eksternal seperti investor, perbankan dan lainnya.
Selanjutnya dari sisi internal berupa dana yang disalurkan untuk pembiayaan gadai
52
berasal dari pendapatan usaha yang diperoleh dari biaya administrasi dan biaya sewa
modal. Oleh karena itu, hasil variabel harga emas signifikan, berarti penyaluran
pembiayaan gadai dipengaruhi oleh harga emas. Meningkatnya harga emas ini dapat
diartikan bahwa penyaluran
pembiayaan gadai pada Pegadaian kota ambon masih berjalan dengan baik dan terus
menunjukkan peningkatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Purnomo (2009), Widiarti dan Sunarti
(2013), menyatakan bahwa secara parsial variabel harga emas berpengaruh secara
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan gadai. Hasil penelitian ini berbeda
ditunjukkan oleh penelitian Aziz (2013) menyatakan bahwa tingkat sewa modal tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran kredit gadai golongan C.
4.6.2.3. Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Pembiayaan Gadai Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa secara parsial
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel inflasi mempunyai
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran pembiayaan gadai, yang
berarti setiap kenaikan inflasi akan menurunkan penyaluran pembiayaan gadai begitu
juga sebaliknya setiap penurunan inflasi akan meningkatkan penyaluran pembiayaan
gadai karena inflasi merupakan indikator ekonomi makro yang menjadi faktor eksternal
dalam penyaluran pembiayaan pada PT Pegadaian (Persero) Indonesia. Hasil variabel
inflasi tidak signifikan terhadap penyaluran pembiayaan gadai, berarti penyaluran
pembiayaan gadai tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi.
Kenaikan harga barang dan jasa maka mengakibatkan nilai suatu mata uang akan
mengalami penurunan dan daya beli mata uang tersebut menjadi semakin lemah.
Penurunan daya beli tersebut selanjutnya akan berdampak terhadap individu.
Dunia usaha, serta anggaran pendapatan dan belanja pemerintah. Dengan kata lain
laju inflasi yang tinggi akan berakibat negatif terhadap suatu perekonomian secara
keseluruhan. Dalam Pegadaian inflasi tidak memberikan pengaruh terhadap pandangan
masyarakat untuk menggunakan pembiayaan gadai sebagai solusi untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Meskipun harga barang naik secara umum dan terus-menerus
53
Menurut penelitian Ade Purnomo (2009) bahwa variabel inflasi secara statistik
positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit Perum Pegadaian Syariah
Cabang Dewi Sartika. Hal ini lebih menunjukkan bahwa tingkat inflasi yang terjadi di
DKI Jakarta tidak memberikan pengaruh terhadap pergerakan usaha penyaluran kredit
perum Pegadaian Syariah Cabang Dewi Sartika. Begitu pula dengan penelitian Febrian
(2015) bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan gadai
BAB V
PENUTUPAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh jumlah nasabah,
pendapatan sewa modal dan tingkat inflasi terhadap penyaluran pembiayaan rahn pada
PT Pegadaian (Persero) Indonesia Tahun 2003-2016, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tidak ada pengaruh variabel jumlah nasabah (X1) terhadap penyaluran
54
1. Bagi Perusahaan
tingkat inflasi, harga emas dan tingkat suku agar kestabilan kondisi
pegadaian tetap terjaga dan terus mampu menyalurkan pembiayaan
rahn.
2. Bagi penelitian selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. (2007). Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Jasa Grafindo
Persada.