Anda di halaman 1dari 28

YAYASAN PERGURUAN TINGGI TRINITAS

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI


( S T I A )
T R I N I T A S
Jalan. PHB Halong Atas Ambon Telp: 0911 - 3285424 email; stia.trinitas@yahoo.co.id

USULAN JUDUL SKRIPSI


NAMA MAHASISWA : ALVIN R. SALAMENA
NOMOR POKOK MAHASISWA : 12383509160025
PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
JUDUK SKRIPSI I :
PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR DAN OBJEKTIVITAS AUDITOR TERHADAP
KINERJA AUDITOR PADA KANTOR BPK PERWAKILAN PROVINSI MALUKU
JUDUL SKRIPSI II
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP
UPAYA PENCAPAIAN KINERJA PADA SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN DINAS PENDIDIKAN
PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI MALUKU
Ambon, 30 APRIL 2020
Tanda Tangan Mahasiswa

ALVIN R. SALAMENA
Telah disetujui judul Skripsi tersebut diatas sebagai berikut :
1. Judul Skripsi I : ..............................................................................
2. Judul Sksipsi II : ..............................................................................
Ambon, 2020
KETUA PROGRAM STUDI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

Selvia F.G.Renyut,S.Sos, M.Si


Keterangan :
- Lampirkan draft Proposal Usulan Penelitian
sebanyak 2 rangkap untuk diperiksa dan
disetujui
DRAFT USULAN JUDUL

I. JUDUL

II. LATAR BELAKANG

III. PERMASALAHAN

IV. TUJUAN

V. TEORI-TEORI PENDUKUNG SESUAI JUDUL

VI. DEFINISI OPERASIONAL DISERTAI INDIKATOR-INDIKATORNYA

VII. POPULASI DAN SAMPEL

VIII. TEKNIK ANALISA DATA


YAYASAN PERGURUAN TINGGI TRINITAS

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI


( S T I A )
T R I N I T A S
Jalan. PHB Halong Atas Ambon Telp: 0911 - 3285424 email;
stia.trinitas@yahoo.co.id

I. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP UPAYA


PENCAAIAN KINERJA PADA SUB BAGAN KEPEGAWAIAN DINAS
PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI MALUKU.
II. LATAR BELAKANG
Pada saat ini didalam mengelola suatu organisasi dimana semua individu atau
kelompok masyarakat pada umumnya dan organisasi atau instansi pada khususnya
dituntut adanya perubahan-perubahan dari yang tradisional menjadi suatau yang modern.
Perubahan-perubahan tersebut merupakan prubahan dalam bentuk manajemen dalam
organisasi tersebut, perubahan akan terjadi dengan baik apabila lingkungan organisasi
mendukung secara penuh, bai dari tingkat atas sampai tingkat yang terbawah. Setiap
manusia mempunyai watak dan perilaku yang berbeda. Hal itu disebabkan karena
beberapa hal, misalnya latar belakang pendidikan, keterampilan, watak dasar maupun
faktor-faktor lainnya dari tenaga kerja itu sendiri. Keberagaman perilaku tersebut akan
mempengaruhi jalnnya kegiatan instansi. Sebagaimana kita ketahui, bagaimana majunya
teknologi jika tidak ditunjang dengan dan oleh tenaga kerja yang cakap maka
kemungkinan besar tujuan dari perusahaan tidak tercapai. Tenaga kerja yang bekerja
sesuai dengan fungsinya akan menunjang tercapainya keberhasilan tujuan organisasi
atau instansi.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang memberikan andil yang
cukup signifikan dalam meningkatkan kinerja suatu organisasi ata instansi. Agar fungsi-
fungsi dasar manajeman dan fugsi-fungsi operasional tersebut dapat dijalankan dengan
baik, maka antar manajer dan karyawan harus terjali suatu kerja sama.
Dalam hal ini perilak manajerial akan sangat mendukung proses pecapaian tujuan
organisasi, yaitu adanya peningkatan kinerja dalam kantor. Sebagai timbal baliknya
instansi harus dapat memperlakukan pegawai sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai akal pikiran serta perasaan bukan sebagai obyek mekanik. Oleh sebab itu
apabila organisasi mengambil suatu keputusan harus dapat menyesuaikan masalah yang
dihadapi dengan didasari atas situasi yang terjadi. Dalam mennjalankan suatu organisasi
atau instansi merupakan pekerjaan yang dikerjakan secara individual, oleh karena itu
faktor kepemimpinan menjadi kunci suksesnya suatu kelompok kerja. Harapan yang ada
adalah bahwa dengan dengan berbagai macam personalin atau kepribadian yang dimiliki
oleh seorang pemimpin harus dapat menciptakan dorongan bagi para pengikutnya atau
pada orang lain disekitar, seorang pemimpin harus mempunyai pandangan dan mampu
memberikan inspirasi kepada para pengikutnya melalui kepercayaan pada visi dan misi
yang telah ditetapkan oleh instansi. Seorang pemimpin yang bijaksana dan baik harus
dapat memberikan kepuasan kepada para bawahannya. Tentunya pihak pimpinan harus
mempunai kemampuan dalam mengelola, mengarahkan, mempengaruhi, memerintah
dan memotivasi bawahannya untuk memperoleh tujuan yang diinginkan oleh instansi.
Kehadiran seorang pemimpin sangat dibutuhkan oleh anggota organisasi, karena adanya
pemimpin maka ada orang lain yang akan berperan dan bertugas untuk mengatur,
menggerakan, dan mengendalikan semua sumber daya manusia, sarana dan waktu secra
efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi terpenuhi, kepemimpinan memegang peran
penting dalam mempengaruhi efektivitas seseorang atau sekelompok orang dalam
mencapai tujuan dalam situasi tertentu, kepemimpinan dalam sektor organisasi
merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan ataupun kegagalan orgnisasi
tersebut. Dalam pengelolaan sumber daya manusia akan banyak mempergunakan
berbagai prinsip dan teori mengenai kepemimpinan. Agar sumber daya manusia dalam
organisasi atau instansi itu dapat bekerja dengan baik maka kepemimpinan memegang
peran penting dalam menggerakan bawahan agar tercapainya tujuan organisasi.
Gaya kepemimpinan pada hakekatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja
dan motivasi pegawai yang tinggi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.
Hasibuan (2003:13) seorang pemimpin diharapkan dapat mempunyai kemampuan dalam
memimpin, maksud dari pernyataan tersebut bahwa pemimpin ang mempunyai
kemampuan dalam memotivasi, mempengaruhi dan berkomunikasi dengan bawahannya.
Pegawai dalam suatu instansi juga mempunyai andil yang cukup besar dalam instansinya
untuk mencapai tujuan, oleh karena itu instansi pemerintah membutuhkan pegawai yang
mempunyai dedikasi dan bermotivasi yang tinggi serta mempunyai sikap dan sifat yag
membangun dan aktif seperti daya tangkap yang tinggi. Inisiatif dan kreatif serta
kemampuan dalam menyelesuaikan diri terhadap lingkungan kerja yang semuanya itu
dapat digunakan sebagai sarana untuk meningatkan perilaku kerja, sekalipun pada
dasarnya memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peran seorang pemimpin sangat dibutuhkan oleh organisasi, oleh karena itu seorang
pemimpin sangat menentukan sekali bagaimana dalam mendongkrak kinerja
pegawainnya dalam bekerja sehingga tujuan instansi dapat tercapai, Thoyib, Armanu
(2005) dalam Maria (2008:121). Sub bagian kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan
OlahRaga Provinsi Maluku dalam pelaksanaan tugas-tugas dan fungsinya tentu
membutuhkan peran dan andil seorang pemimpin. Sebagai sub bagian kepegawaian yang
menangani urusan pegawai dalam lingkup Dinas Pendidikan Pemuda dan Olagraga
Provinsi Maluku maka dibutuhkan peranan seorang pemimpin yang dapat mejalankan
organisasinya sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi dinas yang dipimpinnya.
Sub bagian kepegawaian Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Provinsi Maluku mempunyai tugas membantu sekretaris melaksanakan urusan
kepegawaian dan umum, dan dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi sebagai
berikut :
a. Menetapkan sosialisasi penghargaan bagi pegawai
b. Membuat daftar usul pegawai penerima penghargaan
c. Memproses administrasi usul pegawai penerima penghargaan
d. Mengusulkan pegawai penerima penghargaan
e. Membuat DP3 pejabat eselon II, II, III, IV dan pegawai sekretariat
f. Mengidentifikasi dan memproses pelaksanaan izin dan cuti pegawai
administrasi.
g. Menetapkan pedoman tata cara pemberian layanan umum di bidang
kesejahteraan Rakyat sesuai ketentuan berlaku
h. Menyelenggarakan urusan tata usaha Biro
i. Mengawasi, memberi petunjuk arahan bagi bawahan dan kelompok
jabatan fungsional dalam melaksanakan tugas sesuai fungsinya serta
menilai prestasi bawahan sebagai bahan pertimbangan pengembangan
karier
j. Menyusun laporan pelaksanaan tugas dan melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh pimpinan sesuai ketentuan berlaku.
Banyaknya tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh sub bagian Kepegawaian,
menghendaki pimpinan dalam hal ini Kepala Sub Kepegawaian harus dapat memanage
waktu dan kesempatannya untuk selalu ada dan melaksankan tugas-tugas managerialnya,
seperti terlibat dalam berbagai pekerjaan yang dikerjakan bawahan dengan tidak sekedar
memberikan perintah tetapi juga disertai dengan instruksi yang jelas pula. Alasannya
bahwa keterlibatan dalam bentuk komunikasi dua arah yang harmonis antara pemimpin
dan bawahan akan mempegaruhi tingkat produktivitas kerja yang dilakukan baik oleh
pemimpin maupun bawahan. Namun relaitas yang dijumpai adalah sering Kepala Sub
Bagian Kepegawaian tidak berada di tempat karena harus melaksanakan tugas yang
lainnya dengan meninggalkan kantor. Terkait kondisi inilah maka pimpinan sering
memberikan perintah kepada para bawahan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar
tidak terjadi ketidaklancaran dalam proses pelaksanaan tugas-tugasnya ketika pimpinan
tidak ada di tempat. Pertanyaannya adalah bagaimana realitas yang terjadi pada Sub
Bagia Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku.
Menurut Simamora (2002:21) kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika. Menurut Bangun (2012:4), salah satu sumber daya organisasi yang memiliki peran
penting dalam mencapi tujuannya adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu, maka
perlu adanya perhatian khusus agar kinerja karyawan dapat maksimal. Kinerja karyawan
yang menurun tentu akan sangat mempengaruhi stabilitas perusahaan. Dimana karyawan
dengan kinerja yang buruk, semangat kerja yang kurang akan membuat target
perusahaan menjadi tidak tercapai sehingga perusahaan akan sulit untuk bersaing dengan
perusahaan lain dan pada akhirnya dapat juga mengalami kebangkrutan jika tidak segera
diberikan solusi yang tepat untuk menghadapi masalah kinerja tersebut.
Dari hasil penelitian Setiawan dan Kartika (2014:1477) yang merupakan
penelitian terdahulu, diketahui bahwa kinerja karyawan dapat diukur dari indikator:
ketepatan penyelesaian tugas, kesesuaian jam kerja, tingkat kehadiran, dan kerjasama
antar karyawan.
Menurut Hasibuan (2004:20), faktor disiplin sangat berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Disiplin biasanya berbanding lurus terhadap produktivitas karyawan dalam
suatu perusahaan, bila tingkat disiplin karyawan suatu perusahaan baik, maka tingkat
produktivitas perusahaan itu juga akan baik. Penegakkan disiplin yang terlalu tinggi bisa
memicu stres kerja karyawan atau bisa juga memicu motivasi karyawan karena beberapa
karyawan cenderung malas bekerja bila tidak ada penegakkan disiplin yang tegas.
Fenomena ini sering terjadi dan secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi perilaku karyawan.
Menurut Hasibuan (2004:23), kedisplinan merupakan fungsi Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM) yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa
disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Hotel Ros In memiliki tingkat
kedisplinan yang rendah, dibuktikan dengan tingkat kehadiran karyawan yang rendah
dan ketidaktepatan waktu ketika masuk kerja. Tingkat disiplin karyawan Ros In yang
rendah terjadi karena peraturan yang sudah ditetapkan oleh Hotel terhadap karyawan
tidak begitu diperhatikan, tidak adanya sanksi yang berat untuk karyawan yang
melanggar, serta perhatian yang kurang dari atasan kepada bawahan.
Menurut Hasibuan (2013) seorang karyawan dikatakan memiliki disiplin kerja
yang tinggi apabila memenuhi kriteria berdasarkan sikap, norma, dan tanggung jawab.
Kriteria berdasarkan sikap mengacu pada mental dan perilaku karyawan yang berasal
dari kesadaran atau kerelaan dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas dan peraturan
perusahaaan. Kriteria berdasarkan norma terkait peraturan tentang apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh dilakukan oleh para karyawan selama dalam perusahaan. Kriteria
berdasarkan tanggung jawab merupakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan
peraturan dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada Sub Bagian Kepegawaian
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku, tergambar bahwa kinerja
dalam memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut nampak dari adanya gejala-gejala
seperti :
1. Kurangnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Hal tersebut
nampak dari menumpuknya banyak pekerjaan karena tidak selesai. Bon untuk
menyelesaikan pekerjaan, sehingga hasil yang dcapai kurang memuaskan.
2. Kurangnya kesadaran untuk menyelesaikan pekerjaan juga tidak sesuai dengan
harapan.
3. Kurangnya kepuasan yang dirasakan setelah penyelesaian tugas. Hal itu nampak
dari banyaknya kesalahan dalam melaksanakan tugas yang dikerjakan.
4. Kurangnya kualitas atau mutu dari hasil pekerjaan. Banyak hasil kerja yang tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dari berbagai gejala yang dikemukakan di atas sebagai realitas kinerja yang
dicapai oleh para pegawai Sub Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Provinsi Maluku, maka penulis berasumsi bahwa semuanya terjadi disebabkan oleh
faktor-faktor berikut ini :
1. Pimpinan kurang memberikan arahan/bimbingan secara langsung kepada
para pahlawan. Kurang jelasnya instruksiyang disampaikan kepada bawahan
sehingga memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bermalas-malasan.
2. Kurangnya kegairahan kerja pegawai karena tidak adanya pimpinan yang
mengawasi, pimpinan selalu tidak ada di tempat.
3. Tingkat ketidakhadiran pegawai menjadi meningkat. Banyak pegawai yang
tidak masuk kantor untuk melaksanakan tugasnya dan lebih memilih
melakukan aktivitas lainnya.
4. Prestasi kerja yang dicapai para pegawai semakin menurun. Hasil yang
dicapai tidak menampakkan sesuatu yang lebih berarti secara signifikan.
Berbagai indikasi dan penyebab yang dikemukakan diatas mendorong penulis
untuk mengkaji lebih lanjut melalui penelitian ilmiah dengan judul :
“PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN DISIPLIN KERJA
TERHADAP UPAYA PENCAPAIAN KINERJA PADA SUB KEPEGAWAIAN DINAS
PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI MALUKU”.

III. PERMASALAHAN
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh yang positif dari Gaya Kepemimpinan Situasional
terhadap Upaya Pencapaian Kinerja pada Sub Kepegawaian Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku?
2. Apakah terdapat pengaruh yang positif dari Disiplin Kerja terhadap Upaya
pencapaian Kinerja pada Sub Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Provinsi Maluku?
3. Apakah terdapat pengaruh secara simultan atau bersama-sama dari Gaya
Kepemimpinan Situasional dan Disiplin Kerja terhadap Upaya Pencapaian
Kinerja pada Sub Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi
Maluku?
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk menguji secara empiris pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional
terhadap Upaya Pencapaian Kinerja pada Sub Kepegawaian Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahaga Provinsi Maluku.
2. Untuk menguji secara empiris pengaruh Displin Kerja terhadap Upaya
Pencapaian Kinerja pada Sub Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahaga Provinsi Maluku.
3. Untuk menguji secara empiris pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional dan
Disiplin Kerja terhadap Upaya Pencapaian Kinerja pada Sub Kepegawaian Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahaga Provinsi Maluku.

V. TEORI-TEORI PENDUKUNG
V.1. Landasan Teori
5.5.1. Kinerja Karyawan
a. Pengertian
1) Wirawan (2009:5) kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi
atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
2) Moh. As’ad (2001:63) berpendapat bahwa kinerja adalah suatu kesuksesan
seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3) Hasibuan (2001:34) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
4) Mangkuprawira dan Hubeis (2007:153) kinerja yaitu hasil proses pekerjaan
tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi
bersangkutan.
5) Mangkunegara (2000:67) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
6) Syamsi (2001:73) kinerja dapat didefinisikan sebagai tingkat
pencapaian hasil atau degree of accomplishment.
7) Bangun (2012:99) mengatakan kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai
seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan, persyaratan biasa disebut
dengan standar kerja, yaitu tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk
dapat diselesaikan dan diperbandingan atas tujuan atau target yang ingin dicapai.
Dari beberapa pengertian di atas, yang digunakan landasan dalam penelitian ini adalah
pendapat Mangkunegara yang mengemukakan kinerja karyawan adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi
kinerja hasil kerja karyawan baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam
periode tertentu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
b. Indikator kinerja karyawan
Menurut Setiawan (2014:1477) untuk mengukur kinerja dapat menggunakan indikator-
indikator sebagai berikut:
1) Ketepatan penyelesaian tugas merupakan pengelolaan waktu dalam
bekerja dan juga ketepatan karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan
2) Kesesuaian jam kerja merupakan kesediaan karyawan dalam mematuhi peraturan
perusahaan yang berkaitan dengan ketepatan waktu masuk/pulang kerja dan jumlah
kehadiran.
3) Tingkat kehadiran dapat dilihat dari jumlah ketidakhadiran karyawan dalam suatu
perusahaan selama periode tertentu.
4) Kerjasama antar karyawan merupakan kemampuan karyawan untuk bekerja sama
dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
Menurut Wirawan (2009:80) untuk mengukur kinerja dapat menggunakan indikator-
indikator sebagai berikut:
1) Kuantitas hasil kerja yaitu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan sejumlah
hasil tugas hariannya.
2) Kualitas hasil kerja yaitu kemampuan karyawan menunjukkan kualitas hasil kerja
ditinjau dari segi ketelitian dan kerapian.
3) Efisiensi yaitu penyelesaian kerja karyawan secara cepat dan tepat.
4) Disiplin kerja yaitu kesediaan karyawan dalam mematuhi peraturan perusahaan
yang berkaitan dengan ketepatan waktu masuk/pulang kerja dan jumlah kehadiran.
5) Ketelitian kemampuan karyawan dalm melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
apa yang diperintahkan oleh atasan.
6) Kepemimpinan yaitu kemampuan karyawan untuk meyakinkan orang lain
sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.
7) Kejujuran yaitu ketulusan hati seorang karyawan dalam dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang
diberikan kepadanya.
8) Kreativitas adalah kemampuan untuk mengajukan ide-ide/usulan-usulan baru
yang konstruktif demi kelancaran pekerjaan, mengurangi biaya, memperbaiki hasil
kerja dan menambah produktivitas.
Menurut Artana (2002:8) hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
1) Kualitas kerja yaitu kemampuan karyawan menunjukkan kualitas hasil kerja
ditinjau dari segi ketelitian dan kerapian.
2) Kuantitas kerja yaitu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan sejumlah hasil
tugas hariannya.
3) Pengetahuan tentang pekerjaan yaitu pengertian tentang semua tingkat pekerjaan
dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
4) Kesetiaan yaitu ketaatan karyawan terhadap pekerjaannya dan jabatannya dalam
perusahaan. Kesetiaan karyawan dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan
membela perusahaan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
5) Kemampuan bekerjasama yaitu kemampuan karyawan untuk bekerja sama
dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
6) Kemampuan beradaptasi yaitu kemampuan karyawan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan juga pekerjaannya.
7) Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk
suatu tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau
tanggapan positif dari atasan. Bila atasan selalu menjegal inisiatif karyawan maka
organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.
8) Kemandirian yaitu kemampuaan karyawan dalam menyelesaikan tugas atau
pekerjaannya sendiri.
9) Kreativitas adalah kemampuan untuk mengajukan ide-ide/usulan-usulan baru
yang konstruktif demi kelancaran pekerjaan, mengurangi biaya memperbaiki hasil
kerja dan menambah produktivitas. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan modifikasi dari indikator-indikator di atas yang meliputi: ketepatan
penyelesaian tugas, kesesuaian jam kerja, tingkat kehadiran, dan kerjasama antar
karyawan.
c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Mahmudi (2010:20) kinerja merupakan suatu konstruk multideminsional yang
mancakup banyak faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
adalah:
1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan
kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan
dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu
tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggaran tim.
4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh
organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan ekternal dan
internal.
Menurut Wirawan (2009:7-8) faktor-faktor yang memengaruhi Kinerja antara lain:
1) Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor
bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, seperti
bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Faktor-faktor yang diperoleh, seperti
pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motivasi kerja.
2) Faktor lingkungan internal organisasi, yaitu dukungan dari organisasi dimana ia bekerja.
Dukungan tersebut sangat memengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai. Faktor-faktor
lingkungan internal organisasi tersebut antara lain visi, misi dan tujuan organisasi, kebijakan
organisasi, teknologi, strategi organisasi, sistem manajemen, kompensasi, kepemimpinan,
budaya organisasi, dan teman sekerja.
3) Faktor lingkungan eksternal organisasi, yaitu keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di
lingkungan eksternal organisasi yang memengaruhi kinerja pegawai. Faktor-fakto
r lingkungan eksternal organisasi tersebut antara lain kehidupan ekonomi, kehidupan politik,
kehidupan sosial, budaya dan agama masyarakat, dan kompetitor.
5.5.2. Disiplin Kerja
Menurut Simamora (2004:234) disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau
menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin kerja adalah
suatu alat yang digunakan para manajer Untuk berkomunikasi dengan karyawan agar
mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan
dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai, 2004:444).
Hasibuan (2004:213) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku.Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan
suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan
peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila melanggar akan ada sanksi atas
pelanggarannya.

Setiyawan dan Waridin (2006:101), ada 5 faktor dalam penilaian disiplin kerja terhadap
pemberian layanan pada masyarakat, yaitu:
a. Kualitas kedisiplinan kerja, meliputi datang dan pulang yang tepat waktu,
pemanfaatan waktu untuk pelaksanaan tugas dan kemampuan mengembangkan potensi
diri berdasarkan motivasi yang positif.
b. Kuantitas pekerjaan meliputi volume keluaran dan kontribusi.
c. Kompensasi yang diperlukan meliputi : saran, arahan atau perbaikan.
d. Lokasi tempat kerja atau tempat tinggal.
e. Konservasi meliputi penghormatan terhadapaturan dengan keberanian untuk selalu
melakukan pencegahan terjadinya tindakan yang bertentangan dengan aturan. Terdapat
empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja menurut Rivai (2004:444):
a. Disiplin retributive (retributive discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang
berbuat salah.
b. Disiplin korektif (corrective discipline) yaitu berusaha membantu karyawan
mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat.
c. Perspektif hak-hak individu (individual right perspective) yaitu berusaha melindungi
hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
d. Perspektif utilitarian (utilitarian perspective) yaitu berfokus kepada penggunaan
disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-
dampak negatifnya. Rivai (2004:444) juga menyebutkan ada tiga konsep dalam
pelaksanaan tindakan disipliner, yaitu:
a. Aturan tungku panas yaitu pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner.
b. Tindakan disiplin progresif yaitu untuk memastikan bahwa terdapat hukum minimal
yang tepat terhadap setiap pelanggaran.
c. Tindakan disiplin positif yaitu dalam banyak situasi, hukuman tindakan memotivasi
karyawan mengubah suatu perilaku.
1) Disiplin kerja dipengaruhi oleh dapat dipengaruhi oleh semangat kerja karyawan,
tingkat kompensasi yang diberikan, serta kepuasan kerja karyawan. Dimana karyawan
dengan semangat kerja yang tinggi cenderung akan bekerja dengan lebih baik, tepat
waktu, dan tidak pernah membolos. Karyawan akan semangat untuk berangkat kerja
sehingga disiplin kerja nya menjadi tinggi. Demikian pula kompensasi yang perusahaan
berikan terhadap karyawan, dengan perusahaan memberikan kompensasi yang sesuai
terhadap karyawannya seperti gaji yang memuaskan, perhatian yang cukup, dan
mendapat ekstra gaji ketika karyawsan bekerja lebih dari jatah yang seharusnya
dikerjakan maka karyawan tidak akan lesu dan tetap menjunjung tinggi aturan
perusahaan.
2) Displin kerja akan berpengaruh besar pada kinerja perusahaan. Ketika tingkat disiplin
kerja suatu perusahaan itu tinggi maka diharapkan karyawan akan bekerja lebih baik,
sehingga produktivitas perusahaan meningkat. Selain itu disiplin kerja yang baik akan
meningkatkan efisiensi kerja semaksimal mungkin, tidak menghabiskan waktu yang
banyak bagi perusahaan untuk sekedar melakukan pembenahan diaspek kedisplinan
tersebut dan waktu dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Indikator disiplin kerja menurut Sinungan (1995:97):


a. Absensi
Yaitu pendataan kehadiran pegawai yang sekaligus merupakan alat untuk melihat sejauh
mana pegawai itu mematuhi peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
b. Sikap dan perilaku
Yaitu tingkat penyesuaian diri seorang pegawai dalam melaksanakan tugas atasannya.
c. Tanggung jawab
Yaitu hasil atau konsekuensi seorang pegawai atas tugas-tugas yang diserahkan
kepadanya Indikator disiplin kerja lainnya yang digunakan untuk mengukur disiplin
kerja menurut Hasibuan (2005:110) adalah sebagai berikut :
1) Sikap
Mental dan perilaku karyawan yang berasal dari kesadaran atau kerelaan dirinya sendiri
dlam melaksanakan tugas dan peraturan perusahaaan, terdiri dari:
a) Kehadiran berkaitan dengan keberadaan karyawan ditempat kerja untuk bekerja
b) Mampu memanfaatkan dan menggunakan perlengkapan dengan baik

2) Norma
Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para
karyawan selama dalam peruahaan dan sebagai acuan dalam bersikap, terdiri dari:
a) Mematuhi peraturan merupakan karyawan secara sadar mematuhi peraturan yang
ditentukan perusahaan.
b) Mengikuti cara kerja yang ditentukan perusahaan

3) Tanggung jawab
Merupakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan peraturan dalam perusahaan.
Menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang ditentukan karyawan harus bertanggung
jawab atas pekerjaannya dengan menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang
ditentukan perusahaan.

5.5.3. Gaya Kepemimpinan Situasional


Gaya kepemimpinan situasional adalah model gaya kepemimpinan yang memfokuskan
pada pengikut. Gaya kepemimpinan situasional diterapkan dengan mengukur tingkat kesiapan
dan kematangan dari para karyawan untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh pimpinan.
Dalam gaya kepemimpinan situasional, perilaku pemimpin berkaitan dengan tugas
kepemimpinannya dan hubungan atasan dengan bawahan.
Pendekatan kesifatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimpinan. Di
samping itu, sebagian besar penelitian masa kini menyimpulkan bahwa tidak ada satu pun gaya
kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer di setiap kondisi. Pendekatan situasional-
contingencymenggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah tergantung pada faktor-faktor
seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya.
Suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah Contigency Model of
Leadership Effectiveness dari Fred Fiedler (1967). Pada dasarnya teori ini menyatakan bahwa
efektifitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian
pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan dengan cara karakteristik:
a. Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi,
b. Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan ketidak pastian.
Fiedler mengidentifikasikan kedua unsur dalam situasi kerja ini untuk membantu
menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif yaitu hubungan pemimpin anggota,
struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan dari wewenang formal. Studi
Fiedler ini tidak melibatkan variabel-variabel situasional lainnya, seperti: motivasi dan nilai-
nilai bawahan, pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.
Situasi dinilai dalam istilah situasi yang menguntungkan atau merugikan apabila
dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila situasi yang
menguntungkan atau merugikan hanya moderat, tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang
toleran atau lunak (“lenient”) akan sangat efektif.
Satu lagi teori kepemimpinan penting yang mempergunakan pendekatan “contingency”
adalah teori siklus kehidupan dari Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (1977). Teori ini sangat
dipengaruhi oleh penelitian-penelitian kepemimpinan sebelumnya. Terutama studi Ohio State.
Seperti Fiedler, Hersey dan Blanchard mempergunakan pendekatan situasional dengan suatu
perbedaan pokok. Mereka menekankan bahwa penggunaan gaya adaptif oleh pemimpin
tergantung pada diagnosa yang mereka buat terhadap situasi. Konsep dasar teori ini adalah
bahwa strategi dan perilaku pemimpin harus situasional dan terutama didasarkan pada
kedewasaan atau ketidak dewasaan para pengikut. Definisi-definisi berikut akan membantu
untuk memahami teori ini:
 Kedewasaan (maturity) adalah kemampuan individu atau kelompok untuk menetapkan
tujuan yang tinggi tetapi dapat tercapai, dan keinginan serta kemampuan mereka untuk
mengambil tanggung jawab. Variabel-variabel kedewasaan ini yang merupakan hasil
dari pendidikan dan/atau pengalaman, harus dipertimbangkan hanya dalam hubungannya
dengan tugas tertentu yang dilaksanakan.
 Perilaku tugas adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk mengorganisasikan dan
menentukan peranan-peranan para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang
dilaksanakan, kapan, dimana, dan bagaimana tugas-tugas diselesaikan. Ini tergantung
pola-pola perencanaan organisasi, saluran komunikasi, dan cara-cara penyelesaian
pekerjaan.
 Perilaku hubungan, berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dengan individu atau
para anggota kelompoknya. Ini mencakup besarnya dukungan yang disediakan oleh
pemimpin dan tingkat dimana pemimpin menggunakan komunikasi antar pribadi serta
perilaku pelayanan.

Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat level
kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4. Tingkat kesiapan/kematangan pengikut ditandai
oleh dua karakteristik sebagai berikut: (i) the ability and willingness for directing their own
behavior; dan (ii) the extent to which people have and willingness to accomplish a specific task.
Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan para
pengikut sebagai berikut:
 R1: Readiness 1 (unable and insecure) — Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa
pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan
suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri
(dikatakan Ken Blanchard sebagai “The honeymoon is over“).
 R2: Readiness 2 (unable but willing) — Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan
suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh
pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
 R3: Readiness 3 ( capable but unwilling) — Menunjukkan situasi di mana pengikut
memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-
tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh
pemimpinnya.
 R4: Readiness 4 (very capable and confident) — Menunjukkan bahwa pengikut telah
memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.

Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya


kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya kepemimpinan dalam
perilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan terhadap pengikut dengan derajat
kesiapan/kematangan tertentu.
 Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan
pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan,
dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan tingkat perilaku
kerja yang tinggi di sejumlah situasi dan hanya sekedarnya di situasi lain.
 Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi,
melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan
emosional pada mereka. Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka
situasi.

Kategori dari keseluruhan gaya kepemimpinan di atas diidentifikasi mereka dalam 4


dimensi/bentuk yang merupakan kombinasi dari dua perilaku di atas:
a. Telling
Jika seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal itu berarti bahwa orientasi
tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung dengan hubungan atasan-bawahan yang
tidak dapat digolongkan sebagai akrab, meskipun tidak pula digolongkan sebagai
hubungan yang tidak bersahabat. Dalam praktek apa yang terjadi ialah bahwa seorang
pimpinan merumuskan peranan apa yang diharapkan dimainkan oleh para bawahan
dengan memberitahukan kepada mereka apa, bagaimana, bilamana, dan dimana
kegiatan-kegiatan dilaksanakan. Dengan perkataan lain perilaku pimpinan terwujud
dalam gaya yang bersifat direktif.
b. Selling
Jika seorang pimpinan berperilaku “menjual” berarti ia bertitik tolak dari orientasi
perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan hubungan atasan bawahan yang
bersifat intensif. Dengan perilaku yang demikian, bukan hanya peranan bawahan yang
jelas, akan tetapi juga pimpinan memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan dibarengi
oleh dukungan yang diperlukan oleh para bawahannya itu. Dengan demikian diharapkan
tugas-tugas yang harus dilaksanakan terselesaikan dengan baik.
c. Participating
Perilaku seorang pemimpin dalam hal demikian ialah orientasi tugas yang rendah
digabung dengan hubungan atasan awahan yang intensif. Perwujudan paling nyata dari
perilaku demikian ialah pimpinan mengajak para bawahannya untuk berperan serta
secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, pimpinan hanya memainkan
peranan selaku fasilitator untuk memperlancar tugas para bawahan yang antara lain
dilakukannya dengan menggunakan saluran komunikasi yang efektif.
d. Delegating
Seorang pimpinan dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula menggunakan perilaku
berdasarkan orientasi tugas yang rendah pula. Dalam praktek, dengan perilaku demikian
seorang pejabat pimpinan membatasi diri pada pemberian pengarahan kepada para
bawahannya dan menyerahkan pelaksanaan kepada para bawahannya tersebut tanpa
banyak ikut campur tangan.

Setelah penjabaran oleh para ahli di atas bisa dikatakan penerapan model gaya
kepemimpinan situasional di perusahaan sangat efektif dikarenakan melihat proses awal
penerapannya dimana pemimpin harus jeli memperhatikan situasi kesiapan para karyawannya.
Kesiapan tersebut menjadi tolak ukur kemampuan dari para karyawan untuk menjalankan tugas-
tugas yang diberikan oleh pemimpin. Dalam penerapannya, gaya kepemimpinan situasional
mampu mengukur tingkat kematangan dan kedewasaan karyawan, yang diharapkan semakin
tinggi tingkat kematangan dan kedewasaan karyawan maka akan membentuk sifat kemandirian
dan tanggung jawab para karyawan untuk lebih siap menjalankan tugas-tugas yang diberikan
oleh pimpinan.
Namun, Fiedler (1967) beranggapan bila pemimpin mempunyai keterbatasan dalam
kemampuan mereka dalam mengubah kepribadian dasar dan gaya kepemimpinannya, situasi
harus dirubah, atau pemimpin harus dipilih yang gayanya cocok dengan situasi yang ada. Tetapi
seharusnya pemimpin dapat mengubah-ubah gaya-gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi
persyaratan/kebutuhan situasi tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar untuk menjadi
pemimpin yang efektif.
Di tiap perusahaan/organisasi, tiap pemimpin pasti memiliki gaya (style) kepemimpinan
yang berbeda-beda dengan tujuan untuk memimpin perusahaan dan mempengaruhi bawahan.
Menurut Hamalik (2007) “gaya kepemimpinan adalah menunjuk pada sikap, cara, penampilan
kepemimpinan.” Dari gaya kepemimpinannya itulah pemimpin akan memiliki karakteristiknya
sendiri. Seorang pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada bawahannya,
harus mampu menggerakkan bawahannya, memberi motivasi, dan perlu memahami latar
belakang kemampuan, kebutuhan dan harapan-harapan dari bawahannya (karyawan/pegawai).
Thoha (2007) mengemukakan ada beberapa gaya kepemimpinan, diantaranya adalah gaya
kepemimpinan situasional, yaitu gaya kepemimpinan yang didasarkan pada saling
berhubungannya hal-hal berikut ini: 1) jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh
pimpinan, 2) jumlah dukungan emosional yang diberikan oleh pimpinan, 3) tingkat kesiapan
atau kematangan para pengikut dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.

VI. DEFENISI OPERASIONAL DAN INDIKATOR-INTIKATOR


VI.1. Variabel penelitian
Di dalam melaksanakan penelitian, istilah variabel merupakan istilah yang tidak
dapat ditinggalkan. Variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi, baik
dalam jenisnya, maupun dalam tingkatannya. Variabel merupakan gejala yang
menjadi fokus peneliti untuk diamati variabel itu sebagai atribut sekelompok orang
atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok itu
(Sugiyono, 2005:21). Menurut Ghozali (2011:160), dalam hubungan sebab akibat
antara satu variabel dengan variabel yang lain, variabel-variabel penelitian dapat
dibedakan menjadi:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi
variabel terikat (dependen), baik pengaruh positif maupun negatif (Ghozali, 2011:19).
Variabel ini disebut juga variabel awal atau variabel eksogen atau variabel penyebab
(Ghozali, 2011:91). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Gaya Kepemimpinan Situasional (X1) dan Disiplin Kerja (X2).
b. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variable bebas
(independen). Variabel ini disebut juga variabel akhir atau variabel endogen atau
variable akibat (Ghozali, 2011:95). Variabel terikat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kinerja Karyawan (Y).

VI.2. Defenisi Operasional Variabel


Definisi variabel merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel diukur
dalam sebuah penelitian. Variabel dalam penelitian ini ditentukan
berdasarkan landasan teori yaitu disiplin kerja, motivasi kerja, dan kinerja
karyawan. Secara operasional variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:
a. Gaya Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional menggambarkan gaya kepemimpinan dari
seorang pemimpin yang akan berbeda-beda tergantung dari kesiapan para
pengikutnya. Kepemimpinan Situasional adalah teori yang memfokuskan pada
pengikut.
Indikator gaya kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard
adalah:
 Gaya Instruksi pemimpin (direktif) Yaitu diterapkan kepada yang memiliki tingkat
kematangan yang rendah, dalam hal ini bawahan yang tidak mampu dan tidak mau
memikul tangung jawab dan melaksanakan tugas. Pada situasi ini pemimpin dicirikan
memberikan instruksi kepada bawahan tentang apa, bagaimana, dan dimana harus
melaksanakan tugas tertentu.
 Gaya Konsultasi pemimpin (konsultatif) Yaitu diterapkan kepada bawahan yang
memiliki tingkat kematangan bawahan rendah ke sedang, dalam hal ini bawahan yang
tidak mampu tapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab, yaitu memiliki
keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan dan pengetahuan, pada situasi ini
pemimpin melakukansesuatu dengan memberikan dukungan dan pengarahan serta
konsultasi kepada bawahan untuk mempertahankan motivasi bawahannya dan mencari
tahu masalah yang dialami bawahan dan mencarika solusinya.
 Gaya partisipasi pemimpin (partisipatif) Yaitu diterapkan kepada bawahan yang
memiliki tingkat kematangan dari sedang ke tinggi, bawahan pada tingkat ini memiliki
kemampuan tapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tugas yang diberikan, pada
situasi ini pemimpin melakukan tukar-menukar ide atau gagasan dengan bawahan dalam
melaksanakan tugas dan memberikan fasilitas untuk terjadinya komunikasi ini.
 Gaya delegasi pemimpin (delegatif) Yaitu diterapkan kepada bawahan yang memiliki
tingkat kematangan tinggi, dalam hal ini bawahan dengan tngkat kematangan ini adalah
mampu dan mau atau memiliki keyakinan untuk memikul tanggung jawab, pada situasi
ini pemimpin memberikan tanggung jawab penuh kepada bawahannya untuk
melaksanakan tugas dan memperkenankan bawahannya untuk menentukan kapan
baiknya tugas dilaksanakan.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui Kematangan bawahan adalah :
X1.1 :telling/memberitahukan
Indikator :
1. Pimpinan mampu memberi perintah kerja dengan jelas.
2. Pimpinan selalu memberi pengarahan dalam menyelesaikan pekerjaan.
3. Pimpinan memberitahu cara menyelesaikan masalah pekerjaan.

X1.2 :selling/menjajakan
Indikator :
1. Pimpinan mampu menyediakan instruksi yang jelas bagi bawahan dalam pelaksanaan kerja.
2. Pimpinan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berpendapat.
3. Pimpinan selalu memberikan dorongan motivasi kepada bawahan dalam menyelesaikan
pekerjaan.

X1.3 :participating/mengikutsertakan
Indikator :
1. Pimpinan mampu membuat keputusan secara tepatdalam menyelesaikan maslah.
2. Pimpinan meminta masukan dari bawahan dalam pengambilan keputusan.
3. Pimpinan ikut serta dalam menyelesaikan masalah pekerjaan.

X1.4 :delegating/mendelegasikan
Indikator :
1. Pimpinan tidak ikut campur dengan pekerjaan bawahan.
2. Pimpinan tidak ikut serta dalam membuat keputusan pekerjaan.
3. Pimpinan memberikan tanggung jawab penuh kepada bawahan dalam menyelesaikan
pekerjaan.

b. Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk mengubah
suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku (Rivai: 2004). Indikator disiplin kerja
(Hasibuan: 2013) yaitu:
1. Kriteria Berdasarkan Sikap
Mental dan perilaku karyawan yang berasal dari kesadaran atau kerelaan dirinya
sendiri dalam melaksanakan tugas dan peraturan perusahaaan.
2. Kriteria Berdasarkan Norma
Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para
karyawan selama dalam peruahaan dan sebagai acuan dalam bersikap.
3. Kriteria Berdasarkan Tanggung jawab
Merupakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan peraturan dalam
perusahaan. Menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang ditentukan karyawan
harus bertanggung jawab atas pekerjaannya dengan menyelesaikan pekerjaan
tepat pada waktu yang ditentukan.

c. Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan merupakan suatu gambaran dari hasil kerja yang diperoleh dari
tingkat pencapaian pelaksanaan sesuai dengan visi dan misi yang diberlakukan di
perusahaan. Variabel kinerja karyawan dapat diukur menggunakan indikator dari
Moeheriono (2009) antara lain:
Y2.1 : Efektif
Y2.2 : Efisien
Y2.3 : Kualitas
Y2.4 : Ketepatan waktu
Y2.5 : Produktivitas

Dalam penentuan skor nilai ini digunakan skala likert dengan lima kategori penilaian tertuang
dalam tabel berikut, yaitu:
Skala likert pada pertanyaan-pertanyaan tertutup dalam kuesioner
Pilihan jawaban Skor
Sangat setuju 5
Setuju 4
Netral/ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
Penggunaan skala likert dengan alternatif skor nilai 1-5 untuk mengukur sikap,
dan pendapat responden. Pendapat yang paling positif diberi skor 5 (maksimum), dan pendapat
yang paling negatif diberi angka 1 (minimum). Dengan pertimbangan agar responden lebih
mudah dalam menentukan pilihan jawaban, karena peneliti meyakini bahwa responden telah
familiar dengan angka tersebut.

VII. POPULASI DAN SAMPEL


Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa,
hal, atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang menjadi pusat perhatian
peneliti, karenanya dipandang sebagai semesta penelitian (Ferdinand, 2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang berada pada Sub Bagian
Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku.
Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota populasi.
Subset ini diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin meneliti seluruh
anggota populasi (Ferdinand, 2006). Penelitian ini tidak menggunakan teknik
sampling karena sampel yang diteliti adalah keseluruhan dari jumlah populasi yang
ada atau disebut dengan sensus, sehingga sampel dari penelitian ini adalah seluruh
karyawan pada Sub Bagian Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Provinsi Maluku.

VIII. TEKNIK ANALISA DATA


VIII.1. Jenis data
Data adalah sesuatu yang digunakan atau dibutuhkan dalam penelitian
dengan menggunakan parameter tertentu yang telah ditentukan (Priyatno,
2008). Sesuatu yang dimaksud adalah informasi yang bersifat fakta. Dapat
disimpulkan bahwa data merupakan sesuatu yang sangat berguna bagi
peneliti khususnya dalam proses penelitian, dan dapat mendukung hasil
penelitian. Jenis data dalam penelitian ini (Priyatno, 2008) adalah:
1. Data Kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar, seperti
literatur-literatur serta teori-teori yang berkaitan dengan penelitian penulis.
2. Data Kuantitatif, ialah data yang dinyatakan dalam bentuk skala numerik atau angka,
seperti: data kualitatif yang diangkakan (scoring).
VIII.2. Sumber Data
Data dapat dikumpulkan dari sumber-sumber primer atau sumber-
sekunder (Ferdinand, 2006).
 Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati, dan
dicatat untuk pertama kalinya (Algifari, 2000). Data primer dikumpulkan melalui
observasi, metode proyeksi, wawancara, dan kuesioner (Ferdinand, 2006).
 Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, mengacu pada
informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada diluar responden (Sekaran,
2006). Data sekunder dikumpulkan dari berbagai pusat data yang ada antara lain pusat
data di perusahaan, badan-badan penelitian dan sejenisnya yang memiliki poll data
(Ferdinand, 2006). Kemudian data sekunder dalam penelitian ini :
a) Melalui pustaka teori, yakni dari buku-buku yang ada kaitannya dengan variabel
penelitian, dan masalah yang diteliti.
b) Melalui pustaka hasil penemuan, yaitu dari skripsi, tesis, artikel jurnal, dan
internet.

VIII.3. Metode Pengumpulan Data


Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data mengenai persepsi
karyawan tentang pengaruh gaya kepemimpinan situasional dan lingkungan
kerja terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja sebagai
pemediasi/variabel intervening. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan beberapa cara :
1. Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Kuesioner merupakan sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner
kita dapat mengetahui keadaan atau data pribadi seseorang, pengalaman atau
pengetahuan dan lain-lain yang dimilikinya. Kuesioner merupakan instrumen
pengumpulan data atau informasi yang dioperasionalisasikan ke dalam bentuk item atau
pertanyaan. Penyusunan kuesioner dilakukan dengan harapan dapat mengetahui
variable-variabel apa saja yang menurut responden merupakan hal yang penting.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang
diselidiki. Observasi dilakukan untuk melihat kondisi dan suasana lingkungan di kantor
Sub Bagian Kepegawaian Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku.
3. Study Pustaka
Studi Kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari
dan membaca literatur-literatur, jurnal-jurnal, dan referensi yang ada hubungannya
dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.
4. Wawancara
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada responden
untuk memperoleh nilai informasi yang berguna bagi penelitian. Wawancara dilakukan
untuk mengetahui model gaya kepemimpinan yang diterapkan di perusahaan, dan untuk
meminta data mengenai kinerja karyawan.

VIII.4. Metode Analisis


Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah data dianalisis
untuk menyajikan berbagai statistik deskriptif serta statistik inferensial yang
relevan dengan berbagai hipotesis yang dikembangkan dan diuji (Ferdinand,
2006).Dari sini temuan penelitian dapat dihasilkan untuk kemudian
disimpulkan apakah hasil penelitian itu telah menjawab masalah penelitian
atau bahkan tidak dapat menjawab masalah penelitian. Dengan demikian
disimpulkan bahwa analisis data perlu dilakukan, sebagai langkah kongkrit
selanjutnya setelah data dari lapangan terkumpul, serta bertujuan mengolah,
dan menginterpretasikan hasil pengolahan data berikut kesimpulannya. Untuk
mempermudah kegiatan analisis data maka diperlukan cara atau metode
analisis data.

VIII.4.1. Analisis Kuantitatif


Analisis kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek
pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat
melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial di jabarkan ke dalam
beberapa komponen masalah, variable dan indikator.Setiap variable yang di
tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda-
beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable
tersebut. Dengan menggunakan simbolsimbol angka tersebut, teknik
perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu
parameter. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan
analisis statistik. Analisis statistik adalah cara untuk mengolah informasi data
(kuantitatif) yang berhubungan dengan angka-angka, bagaimana mencari,
mengumpul, mengolah data, sehingga sampai menyajikan data dalam bentuk
sederhana dan mudah untuk dibaca atau data yang diperoleh dapat dimaknai
(diinterpretasikan). Terdapat dua statstik yang dapat digunakan dalam proses
analisis data kuantitatif, yaitu: Analisis Statistik Deskriptif (Descrptive
Statistics) dan Analisis Statistik Inferensi (Inferential Statistics). Adapun
tahaptahapnya adalah sebagai berikut :
1. Editing
Editing merupakan proses pengecekan dan penyesuain data yang sudah
terkumpul berupa kelengkapan isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, serta
relevansi jawaban pada kuesioner.
2. Coding
Coding adalah proses pemberian kode tertentu terhadap aneka ragam jawaban dari
kuesioner untuk dikelompokkan ke dalam kategori yang sama.
3. Scoring
Scoring yaitu mengubah data yang bersifat kualitatif kedalam bentuk kuantitatif (skor
nilai). Tingkatan skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sangat Setuju (SS) = diberi bobot / skor 5
Setuju ( S ) = diberi bobot / skor 4
Ragu-ragu ( R ) = diberi bobot / skor 3
Tidak Setuju ( TS) = diberi bobot / skor 2
Sangat Tidak Setuju (STS) = diberi bobot / skor 1
Selanjutnya kategori tersebut diterapkan terhadap masing-masing variabel berdasarkan
rata-rata skor yang diperoleh.
4. Tabulating
Tabulating yaitu memasukkan data-data yang sudah dikelompokkan, ke dalam tabel-
tabel, agar mudah dibaca dan dipahami.

VIII.4.2. Analisis Angka Indeks


Analisis angka indeks bertujuan untuk mengetahui persepsi umum
responden mengenai sebuah variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan
gambaran mengenai derajat persepsi responden atas variabel yang akan
diteliti, sebuah angka indeks dapat dikembangkan (Ferdinand, 2006).
Dalam penelitian manajemen analisis ini diharapkan dilakukan untuk
semua variabel penelitian
sehingga diperoleh gambaran deskriptif mengenai karakteristik responden
pada masing-masing variabel penelitian. Perhitungan angka indeks ini
dapat dilakukan untuk sebuah konstruk penelitian yang dibangun dengan
mengunakan beberapa indikator (Ferdinand, 2006).

VIII.5. Statistik deskriptif


Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk
tabulasi data responden yang diperoleh dari kuesioner serta penjelasannya sehingga
mudah dipahami dan di interpretasikan. Statistik deskriptif pada umumnya
digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi karakteristik variabel penelitian
yang utama dan data demografi responden. Ukuran yang digunakan dalam statistik
diskriptif antara lain frekuensi, tendensi sentarl (mean, median, modus) dan standar
deviasi serta varian.

VIII.6. Uji Instrumen Data


Uji instrument perlu dilakukan agar dapat memperoleh data dari responden
dengan baik, kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data penelitian harus
memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2001). Uji
validitas pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-
masing butir pertanyaan dengan total skor pertanyaan.. kriteria digunakan valid atau
tidak valid apabila koefisien korelasi r kurang dari nilai nilai r tabel dengan tingkat
signifikasi 5 persen berarti butir pertanyaan tersebut tidak valid (Ghozali, 2005).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variable atau konstruk, dan kuasioner dikatakan reliable atau
handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu (Ghozali, 2001). Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menguji konsisten
kuesioner dalam mengukur suatu konstruk yang sama (Sekaran, 2000). Hasil uji
reliabilitas kuesioner sangat tergantung pada kesungguhan responden dalam menjawab
semua item pertanyaan penelitian. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua
cara (Ghozali, 2006) yaitu :
1. Repeated Measure atau pengukuran ulang: di sini seseorang akan disodori pertanyaan yang
sama pada waktu yang berbeda, dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan
jawabannya.
2. One Shot atau pengukuran sekali saja: di sini pengukurannya hanya sekali dan kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban
pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik
Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Cronbach Alpha (α) > 0,60 (Nunnally, 1960 dalam Ghozali, 2006).

VIII.7. Uji Asumsi Klasisk


VIII.7.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model dalam penelitian ini,
terdapat variabel pengganggu atau residu memiliki distribusi. Jika asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil
(Ghozali, 2012). Uji normalitas akan diuji dengan menggunakan uji kolmogorov-
smirnov, dimana data dapat dikatakan berdistribusi normal jika memiliki nilai
probability plot pengujian yang lebih besar dari 0,05.
VIII.7.2. Uji Multikolonieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya kolerasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen (Ghozali, 2012).
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan
lawannya. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas jika nilai
tolerance >0 ,1 dan VIF <10.
VIII.7.3. Uji Heteroskedastisitas
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain sama
maka disebut homoskedastisitas, namun jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Salah satu cara untuk mendeteksi
ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antar
prediksi variabel dependen (ZPRED dengan residualnya SRESID) (Ghozali,
2012).

VIII.8. Uji Hipotesis


Menurut Priyanto (2010: 9), uji hipotesis adalah pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui apakah kesimpulan pada sampel dapat berlaku untuk populasi (dapat
digeneralisasi). Untuk pengujian hipotesis tersebut, maka rumus regresi linear
berganda adalah sebagai berikut:
IX. Y= a+b1X1+ b2X2+e
Keterangan :
Y = Kinerja Audit
a = Konstanta Y
b = Koefisien arah regresi
X1 = Gaya Kepemimpinan Situasional
X2 = Disiplin Kerja
E = Standar Error
8.8.1. uji secara Parsial (Uji T)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen yang terdapat
dalam persamaan regresi secara individual berpengaruh terhadap nilai variabel dependen
dengan α = 5%. Kriteria berdasarkan probabilitas sebagai berikut:
 Jika probabilitas (signifikansi) lebih besar dari 0,05 (α), maka variabel
independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
 Jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari 0,05 (α), maka variabel
independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen.
8.8.2. Uji Secara Simultan (Uji F)
Uji Statistik F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh simultan variabel-
variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah
jika probability value (p value) < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha
ditolak. Uji Statistik F dapat pula dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dan
Ftabel. Jika Fhitung > F tabel (n-k-1), maka Ha diterima. Artinya, semua variabel independen
secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika
Fhitung < F tabel (n-k-1), maka Ha ditolak. Artinya, secara statistik semua variabel
independen tidak secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

8.8.3. Uji Koefisoen Determinasi (Uji R2)


Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antar nilai 0
(nol) dan 1 (satu). Nilai R2 lebih kecil berarti kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variasi dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk mempredikasi variasi
variabel dependen (Ghozali, 2001).

Anda mungkin juga menyukai