Menurut Freud
Konsep Sigmund Freud tentang hubungan bayi dengan orang tuanya didasari oleh
pandangan ini. Frued berpandangan bahwa bayi dilahirkan dengan naluri biologis yang
menuntut kepuasan. Kebutuhan anak. akan makanan, kehangatan, dan redanya nyeri
menunjukkan “perjuangan untuk kenikmatan indrawi”. Freud memaparkan dasar biologis
dari perjuangan ini sebagai sejenis energi, disebut libido. Freud melihat bahwa aktivitas,
orang, benda tempat anak menginvestasikan energi libidonya berubah dengan cara yang
dapat diramalkan bersamaan dengan bertambahnya usia. Freud beragumentasi bahwa
selama kepuasan yang paling penting maka saat anak disusui dan dirawat, perhatian
mereka, yang didapat dari energi libido, terfokus pada orang yang memberi rasa puas
tersebut. Proses ini disebut kateksis oleh Freud. Ia menganggap bayi terus-menerus
menginvestasikan energi libido pada orang yang merawatnya dan juga pada permukaan
mulut, lidah, dan bibir karena permukaan-permukaan ini penting dalam penyusuan, Karena
alasan ini, Freud menamakan masa bayi sebagai tahap oral. Frued menyatakan bahwa rasa
puas yang terlalu banyak atau terlalu sedikit untuk kebutuhan oral anak dapat
memperlambat kemajuan anak ke-dalam tahap perkembangan berikutnya; yaitu suatu
fiksasi atau penolakan di dalam diri.
Teori-teori mutakhir yang berangkat dari teori Freud tetap mempertahankan asumsi dasar
bahwa interaksi ibu dan anak mempunyai kualitas khusus yang diperlukan bagi
perkembangan bayi. Namun teori-teori ini menekankan konsekuensi psikologis dari
perawatan yang penuh kasih sayang, secara konsisten, dapat diandalkan, ketimbang fungsi
biologis penyusuan dan buang air. Erik Erikson, misalnya mengemukakan bahwa peristiwa
perkembangan yang kritis selama masa bayi adalah pemantapan rasa percaya pada orang
lain. Bayi yang secara konsisten mendapatkan pengalaman perawatan yang memuaskan
dapat melewati tahap perkembangan pertama tersebut dengan baik. Sedangkan yang tidak
mengalami hal tersebut tidak mempunyai rasa percaya pada orang lain.