Anda di halaman 1dari 29

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


Jl. Raya Bawang Km. 08 Banjarnegara
Telp. Pel. (0286) 597034, IGD (0286) 5988848, Fax (0286) 597015
Website : rsibanjarnegara.com, Email : rsi_banjarnegara@yahoo.co.id
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Nomor : 4536 / Per / RSIB / XII/ 2021
Tentang
PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Islam Banjarnegara sebagai institusi yang bergerak di bidang
pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan pelayanan yang bermutu.
b. bahwa untuk meningkatkan mutu Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit perlu
dilakukan revisi terhadap Kebijakan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam
Banjarnegara.
c. bahwa untuk maksud tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan
Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit.
7. Permenkes No.3 Tahun 2015 tentang 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi
8. Peraturan Pemerintah RI No.74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun
9. Surat Keputusan Menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Surat Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor 445/1181 tahun 2016 tentang Surat
Ijin Operasional Rumah Sakit Umum Kelas D.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
TENTANG PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Pertama : Mencabut Surat Keputusan Nomor : 290/Per/RSIB/III/2019 tentang Peraturan
Kebijakan Pelayanan Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara

Kedua : Mengesahkan Kebijakan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara


sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini

Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini dibebankan kepada
anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara

Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan perubahan sebagaimana
mestinya.
Di tetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Desember 2021
Direktur

dr. Agus Ujianto., M.Si. Med. Sp. B


Tembusan Yth :
1. Kabid. Pelayanan
2. Kasubid YanJangmed
3. Unit pelayanan terkait
7. Pemberian obat
a. Obat yang akan dibawa pulang oleh pasien harus sepengetahuan Apoteker/ Tenaga Teknis
Kefarmasian. Apoteker memberikan edukasi ke pasien terhadap obat-obat yang akan dibawa
pulang.
b. Obat pasien rawat jalan dan rawat inap yang akan pulang diserahkan oleh Apoteker dan atau
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki SIPA/SIKA.
c. Waktu tunggu rawat jalan :
i. Resep non racikan : 20 menit, dihitung sejak pasien setuju untuk mengambil obat (pasien
membayar di kasir untuk pasien umum dan resep sampai di Instalasi Farmasi untuk pasien
JKN )
ii. Resep racikan : 60 menit, dihitung sejak pasien setuju untuk mengambil obat (pasien
membayar di kasir untuk pasien umum dan resep sampai di Instalasi Farmasi untuk pasien
JKN )
d. Obat yang diberikan kepada pasien diberi label identitas pasien, tanggal obat diberikan dan
aturan pakai obat.
e. Obat yang dikeluarkan dari wadah asli (obat los losan) harus diberi label yang memuat nama
obat dan tanggal kadaluarsanya.
f. Obat yang perlu diwaspadai ( high alert ) diberi tanda / label merah bertuliskan high alert
medication.
g. Obat Norum diberi tanda / label kuning bertuliskan Norum
h. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari Dokter dan Apoteker atau Petugas
lain yang berwenang menelaah / mengkaji secara kefarmasian.

8. Pemantauan
a. Pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi perbekalan farmasi dari kehilangan
atau pencurian difarmasi atau lokasi lainnya termasuk di emergency bag dengan kamera
CCTV.
b. Pengawasan pengelolaan obat disetiap instalasi disupervisi berkala meliputi : jenis, jumlah,
dan stabilitas.
c. Pengawasan penggunaan obat oleh Panitia Farmasi dan Terapi termasuk seleksi obat,
penambahan obat baru, dan monitoring efek samping obat di rumah sakit.
d. Pemantauan efek obat dan efek samping obat dilakukan oleh Apoteker bekerjasama dengan
pasien, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Efek samping obat dilaporkan dan
dicatat dalam rekam medik.
e. Rumah sakit memonitor tentang medication safety yang bertujuan untuk mengarahkan
penggunaan obat yang aman dan menurunkan kemungkinan terjadinya kesalahan penggunaan
obat.
f. Insiden Keselamatan Pasien yang meliputi Kejadian Potensial Cedera, Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Diinginkan, Sentinel dimonitor, didokumentasikan dan dilaporkan maksimal 2
x 24 jam sejak kejadian ditemukan
g. Evaluasi dan monitoring kegiatan kefarmasian perlu dilakukan supervisi oleh seluruh
Apoteker yang memiliki STRA dan SIPA.
h. LANTARO merupakan salah satu inovasi untuk mengurai antrian obat di farmasi rawat inap
dan farmasi rawat jalan
i. Instalasi Farmasi memberikan pelayanan kefarmasian bagi pasien suspek dan terkonfirmasi
covid 19

Di tetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Desember 2021
Direktur

dr. Agus Ujianto., M.Si. Med. Sp. B


PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


Jl. Raya Bawang KM .8 BANJARNEGARA
2022

i
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Jl. Raya Bawang Km. 08 Banjarnegara
Telp. Pel. (0286) 597034, IGD (0286) 5988848, Fax (0286) 597015
Website : rsibanjarnegara.com, Email :rsi_banjarnegara@yahoo.co.id

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


Nomor : 291.C/ Per / RSIB / I / 2022
Tentang
PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Islam Banjarnegara sebagai institusi yang bergerak
di bidang pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan pelayanan
yang bermutu.
b. bahwa untuk meningkatkan mutu Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
perlu dilakukan revisi terhadap Kebijakan Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit Islam Banjarnegara.
c. bahwa untuk maksud tersebut di atas perlu ditetapkan dengan
Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang - Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika;
4. Undang - UndangRepublik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
7. Permenkes No.3 Tahun 2015 tentang 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekusor Farmasi
8. Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
9. Surat Keputusan Menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Surat Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor 445/1181 tahun 2016
tentang Surat Ijin Operasional Rumah Sakit Umum Kelas D.

ii
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA TENTANG PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Kesatu : Mencabut Surat Keputusan Nomor : 1199/Per/RSIB/V/2020 tentang
Pedoman Pelayanan Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Kedua : Mengesahkan Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam
Banjarnegara sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini
Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini
dibebankan kepada anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan
perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : Januari 2022
Direktur

dr. Agus Ujianto., M.Si. Med. Sp. B

iii
17. Obat yang dibawa pasien diserahkan kepada Apoteker atau Petugas Farmasi untuk
selanjutnya disimpan di Pelayanan Farmasi Rawat Inap baik untuk obat yang dilanjutkan
maupun obat yang dihentikan penggunaannya. Proses serah terima obat disertai Berita
Acara Serah Terima Obat.
18. RS Islam Banjarnegara tidak memiliki obat sampel
1. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) terkait penggunaan obat
a. Merupakan kegiatan pelaporan untuk setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak
diharapkan yang dapat mengakibatkan atau berportensi terjadi cidera pada pasien
akibat medication error.
b. Insiden keselamatan pasien terdiri dari:
a. Kejadian Potensi Cidera (KPC), bila ditemukan kondisi di mana berpotensi
menimbulkan medication error.
b. Kejadian Nyaris Cidera (KNC), bila terjadi medication error namun obat belum
sampai diberikan kepada pasien.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), bila terjadi medication error dan obat sudah
diberikan kepada pasien atau telah digunakan oleh pasien.
d. Kejadian sentinel (kejadian berat), yaitu bila terjadi medication error dan
menimbulkan dampak yang berat bagi pasien.
e. KPCS (kondisi potensial cedera signifikan) adalah kondisi( selain dari proses
penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kejadian tidak diharapkan
f. Kejadian kesalahan obat dibahas dalam PMKP sesuai jenis grading risk- nya dan
dibuat Laporan kepada Direktur dan PFT.
g. PFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat untuk memperbaiki proses
penggunaan obat termasuk mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.

G. Pengendalian
1. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan oleh instalasi Farmasi bersama dengan Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) di Rumah Sakit, yang dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
2. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai adalah untuk:
 Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, yang dievaluasi setiap
bulan
 Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
 Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa dan kehilangan serta pengembalian
pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
3. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
dengan cara:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock)
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala yaitu setiap 3 bulan sekali.
4. Pengendalian Obat mendekati expired date dilakukan secara berkala dengan cara:
a. Melakukan pelabelan obat yang mendekati expired date, dengan ketentuan:
 Near ED 1, yaitu obat dengan ED 9 bulan sejak bulan tersebut, di tandai dengan
stiker kecil berwarna kuning

30
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien diartikan sebagai bebas bagi pasien, dari harm/cidera (penyakit,
cidera fisik, psikologis, sosial, penderiataan, cacat, kematian,dll) yang tidak seharusnya
terjadi atau cidera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien
di rumah sakit merupakan proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan
pasien yang lebih aman. Menurut PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker di rumah sakit tidak hanya
bertanggung jawab atas obat sebagai produk dengan segala implikasinya tetapi juga
bertanggung jawab terhadap efek terapetik dan keamana dari suatu obat. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk pengelolaan sediaan farmasi yang berkualitas, melakukan
monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan pendidikan dan konseling
serta menjalin kerjasama yang erat dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Pada akhirnya
seluruh kegiatan tersebut ditujukan untuk mencapai keselamatan pasien.
Laporan Institute Of Medicine (1999) menyatakan bahwa paling sedikit 44.000
hingga 98.000 pasien meninggal akibat medical error di rumah sakit yang sebetulnya bisa
dicegah. Pada penelitian Bates (JAMA, 1995, 29-34) menunjukkan bahwa kesalahan paling
sering terjadi adalah medication error yang terjadi pada tahap prescribing & ordering
(49%), diikuti tahap transcribing (11%), tahap pemberian/administering (26%) dan
pharmacy management (14%). Hal serupa juga terjadi di Rumah Sakit Islam
Banjarnegaradimana jenis medical error paling sering terjadi adalah kesalahan pemberian
obat. Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian, maka
kelomopok utama yang paling berisiko mengancam keselamatan pasien adalah :
1. Kejadian obat yang merugikan (adverse drug event)
2. Kesalahan pemberian obat (medication errors)
3. Reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction)
Hal ini mengandung konsekuensi bahwa diperlukan pendekatan sistemik dalam bentuk
asuhan pelayanan obat/farmasi yang lebih aktif, rutin, komprehensif dan multi disiplin
dalam pencegahan risikonya.

A. Tipe Insiden
Istilah Definisi Contoh
Kondisi Potensial Cidera Suatu situasi/kondisi a. Kotak emergensi yang
signifikan (KPCS) / yang sangat berpotensi ditemukan tidak lengkap
Repotable Circumstance untuk menimbulkan sesuai daftar yang
cidera, tetapi belum ditetapkan
terjad iinsiden b. obat LASA yang tidak
diberi label LASA
Kejadian Nyaris Cidera Terjadinya insiden yang a. Kesalahan penulisan
(KNC) / Near Miss belum sampai label aturan pakai yang
terpapar/terkena pasien dideteksi oleh petugas
lain sebelumdiberikan.
b. Etiket obat 2 pasien
dengan nama yang sama
tanpa identitas lain,
namun dapat dideteksi
oleh petugas lain
sebelum diberikan

36
Kejadian Tidak Cidera Suatu insiden yang a. Pasien terima suatu obat
(KTC) / No harm sudah terpapar kepasien kontraindikasi tetapi
incident tetapi tidak timbul cidera tidak timbul reaksi obat
b. pasien menerima obat
milik pasien lain
(vitamin) tetapi tidak
mengalami reaksi obat
c. pasien menerima obat
expired namun tidak
mengalami reaksi
Kejadian yang Tidak Insiden yang a. Pemberian dosis yang
Diharapkan (KTD) / mengakibatkan cidera melebihi dosis lazim
Adverse event pada pasien sehingga muncul efek
toksik.
Kejadian Sentinel Suatu KTD yang a. Kesalahan pemberian
(Sentinel Event) mengakibatkan kematian obat High Alert sehingga
atau cidera yang serius, pasien mengalami
biasanya dipakai untuk depresi pernafasan.
kejadian yang sangat
tidak diharapkan atau
tidak dapat diterima

B. Kategori Error
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang diserahkan kepada pasien
padahal diresepkan oleh bukan dokter
yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang
tidak sesuai dengan yang dimaksud
dalam resep (kecuali berkaitan dengan
peraturan di rumahsakit dan telah
diinformasikan kepada dokter yang
menuliskan resep)
Wrong dose preparation method Penyiapan/ formulasi atau pencampuran
obat yang tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan
bentuk sediaan yang tidak sesuai dengan
yang diperintahkan di dalam resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada
pasien yang keliru yang tidak sesuai
dengan yang tertera di resep, termasuk
keliru dalam memberikan identitas
dalam resep.
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai
permintaan, mengabaikan penolakan
pasien atau keputusan klinik yang
mengisyaratkan untuk tidak diberikan
obat yang bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu
yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau
perintah diberikan secara lisan sehingga

37
menimbulkan interpretasi yang keliru
dari penerima instruksi, termasuk tulisan
dokter yang tidak dapat terbaca.
Wrong administration technique Menggunakan carapemberian yang
keliru /tidak sesuai literatur/tidak sesuai
intruksi dokter, termasuk misalnya
menyiapkan obat dengan teknik yang
tidak dibenarkan (misalkan obat im
diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan
jadwal pemberian atau diluar jadwal
yang ditetapkan

C. Strategi Peningkatan Keselamatan Pasien


Manajemen risiko adalah suatu strategi yang tepat dalam upaya mencegah terjadinya
medication error dan mencapai keselamatan pasien khusunya pada pengunaan obat di
rumah sakit. Adapun manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama medication
error, meliputi kegiatan :
1. Koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin
2. Dokumentasi medication error
3. Supervisi setelah terjadinya laporan medication error
4. Pemantauan dan pelaporan medication error secara periodik
5. Tindakan preventif
Sedangkan beberapa strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
1. Melakukan identifikasi pasien setiap menerima resep dan sebelum menyerahkan obat
kepada pasien.
2. Melakukan komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain dalam transfer informasi
maupun kepada pasien dalam melakukan KIE (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi) obat.
3. Mengelola obat High Alert dengan lebih waspada, baik dari penyimpanan, penyiapan,
pelabelan, hingga pemberian obat kepada pasien.
4. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
5. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman
6. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi
7. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang berorientasi
kepada pasien, misal alur pelayanan resep dengan petugas yang berbeda pada tiap tahap.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat di dalam
program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus-menerus
mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan
keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya kesalahan. Institusi
pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas kesehatan
dan membuat SPO bagaimana resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya
dikomunikasikan. Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan
lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau
ketidaklengkapan informasi dengan berbicara secara jelas. Rumah sakit membuat daftar
singkatan dan penulisan dosis yang tidak diperbolehkan karena berisiko menimbulkan
kesalahan untuk diwaspadai.
2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing
harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan

38
dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus
bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu
disiapkan dalam wadah terpisah.
3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimal mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung
maupun melalui telepon. Penggunan telepon seluler untuk kepentingan pribadi sebaiknya
diminimalkan karena merupakan interupsi yang paling sering terjadi.
4. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban
kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
5. Edukasi Staf
Edukasi staf sebaiknya diberikan sebagai upaya untuk meningkatan pengetahuan staf
terkait keselamatan pasien sehingga dapat mengoptimalkan perannya dalam menurunkan
insiden/kesalahan.

39
PANDUAN
MEDICATION SAFETY

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


JALAN RAYA BAWANG KM 8 BANJARNEGARA
2022
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Jl. Raya Bawang Km. 08 Banjarnegara
Telp. Pel. (0286) 597034, IGD (0286) 5988848, Fax (0286) 597015
Website : rsibanjarnegara.com, Email : rsi_banjarnegara@yahoo.co.id

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


Nomor : 508 / Per / RSIB / II/ 2022
TENTANG
PANDUAN MEDICATION SAFETY
Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Islam Banjarnegara sebagai institusi yang bergerak di
bidang pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan pelayanan yang
bermutu.
b. bahwa untuk menunjang pelaksanaan Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien perlu adanya Panduan Medication Safety.
c. bahwa untuk maksud tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan
Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit.
7. Surat Keputusan Menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
8. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor:
4536/Per/RSIB/XII/2021 tentang Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam
Banjarnegara
9. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor:
291.C/Per/RSIB/I/2022 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Islam Banjarnegara

MEMUTUSKAN
Menetapkan :PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
TENTANG PANDUAN MEDICATION SAFETY
Kesatu :Mencabut Surat Keputusan Nomor : 1804/Per/RSIB/VIII/2019 tentang panduan
Medication Safety
Kedua :Mengesahkan Panduan Medication Safety sebagaimana tercantum dalam lampiran
peraturan ini
Ketiga :Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini dibebankan kepada
anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan perubahan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Februari 2022
Direktur

dr. Agus Ujianto., M. Si. Med. Sp. B

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i

SK Panduan ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I DEFINISI ............................................................................................................ 1

BAB II RUANG ............................................................................................................ 2


LINGKUP

BAB III ............................................................................................................ 5


KEBIJAKAN

BAB IV TATA ............................................................................................................ 6


LAKSANA

BAB V ............................................................................................................ 8
DOKUMENTASI

iii
PANDUAN MEDICATION SAFETY

BAB I
Definisi

Medication Safety adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya Medication error,
yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi pasien.

Tujuan
1. Untuk menjamin terlaksananya medication safety sebagai tanggung jawab apoteker yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian.
2. Untuk menunjang pelaksanaan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien perlu adanya Panduan
Medication Safety

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Medication Safety dalam pelayanan kefarmasian meliputi kegiatan :


- koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin
- pelaporan medication error
- dokumentasi medication error
- pelaporan medication error yang berdampak cedera
- supervisi setelah terjadinya laporan medication error
- sistem pencegahan
- pemantauan kesalahan secara periodik
- tindakan preventif
- pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional

Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu difahami dan
disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
- Efek samping obat

RINGKASAN DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN


CEDERA AKIBAT OBAT
Istilah Definisi Contoh
Terjadi cedera Kejadian cedera pada pasien Iritasi pada kulit karena
• Kejadian yang selama proses penggunaan perban.
tidak diharapkan terapi/penatalaksanaan Jatuh dari tempat tidur.
(Adverse Event) medis.
Penatalaksanaan medis
mencakup seluruh aspek
pelayanan, termasuk
diagnosa, terapi, kegagalan
diagnosa/terapi, sistem,
peralatan untuk pelayanan.
Adverse event dapat dicegah
atau tidak dapat dicegah.
• Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson Syndrom
tidak diharapkan selama proses terapi akibat : Sulfa, Obat epilepsi dll
(Adverse Drug penggunaan obat.
Reaction)

2
Istilah Definisi Contoh
• Kejadian tentang Respons yang tidak • Shok anafilaksis
obat yang tidak diharapkan pada penggunaan
diharapkan terhadap terapi obat dan antbiotik golongan
(Adverse Drug mengganggu atau penisilin
Event) menimbulkan cedera pada • Mengantuk pada
penggunaan obat penggunaan CTM
dosis normal.
Reaksi Obat Yang Tidak
Diharapkan (ROTD) ada
yang
berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja
(efek samping) ada
yang tidak berkaitan dengan
efek farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).
• Efek obat yang Respons yang tidak Shok anafilaksis pada
tidak diharapkan (Adverse diharapkan terhadap terapi penggunaan antbiotik
drug obat dan mengganggu atau golongan penisilin.
effect) menimbulkan cedera pada Mengantuk pada penggunaan
penggunaan obat dosis lazim CTM
Sama dengan ROTD tapi
dilihat dari sudut pandang
obat. ROTD dilihat dari
sudut pandang pasien.
• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang
akibat penggunaan obat, tidak rasional.
yang menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
• Efek Samping Efek yang dapat diprediksi,
tergantung pada dosis, yang
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.

3
Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)
Keterangan
Tipe Medication Errors
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien
padahal
diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak
sesuai
dengan yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat
method yang tidak
sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara
pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di
dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai
permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan
klinik yang mengisyaratkan untuk tidak
diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang
berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah
diberikan
secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang
tidak
berkompeten
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru
technique termasuk
misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang
tidak
dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan

4
BAB III
KEBIJAKAN
1. Undang- Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
2. Undang- Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan

kefarmasian
4. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 76 tahun 2016 tentang standar pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit

5. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor 4536/Per/RSIB/XII/2021 tentang


pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara

5
BAB IV
TATA LAKSANA
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan dengan
pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai formularium.
Memilih produsen obat yang mengutamakan produsen tersertifikat GMP/ CPOB yang terikat
kontrak atau kerjasama dengan Rumah Sakit

2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai peraturan yang
berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.

3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan
obat dan menjamin mutu obat:
 Simpan obat dengan Nama Obat , Rupa ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names) secara terpisah.
 Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan cedera
jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :menyimpan cairan
elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin, insulin, narkotik opiat,neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.
 Kelompok obat antidiabet oral dan injeksi jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
 Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui
kolaborasi dengan dokter dan pasien.
 Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/
nomor resep
 Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter.
Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter
penulis resep.
 Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan
keputusan pemberian obat, seperti : Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan
data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk
keperluan perhitungan dosis.
 Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan
parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang
penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
 Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
 Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan pencatatan
pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
 Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun
harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan
mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.

6
5. Dispensing
 Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SPO.
 Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat
pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat
mengembalikan obat ke rak.
 Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
 Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan
kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.

6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang
obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien
adalah :
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan obat
dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali
ke dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan
makanan harus dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan
cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi
kemungkinan terjadinya ADR tersebut
 Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak
atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses
sebelumnya.

7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di rumah sakit
dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal
yang perlu diperhatikan adalah :
 Tepat pasien
 Tepat indikasi
 Tepat waktu pemberian
 Tepat obat
 Tepat dosis
 Tepat label obat (aturan pakai)
 Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi


Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi,
mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi
didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan
kesalahan. Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam
program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus menerus
mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan
pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :
 Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
 Gangguan/interupsi pada saat bekerja
 Beban Kerja

7
BAB V
DOKUMENTASI
1. SPO penerimaan sediaan High Alert medication dari distributor
2. SPO penyimpanan obat High Alert medication
3. SPO pelayanan obat High Alert medication

Ditetapkan di : Banjarnegara

Pada tanggal : 15 Februari 2022


Direktur

dr. Agus Ujianto., M.Si. Med. Sp. B


PEDOMAN PENINGKATAN MUTU &
KESELAMATAN PASIEN (PMKP)

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


JL. Raya Bawang Km. 8 Tlp. Kantor (0286) 597015,
Pelayanan (0286) 597034, UGD (0286) 5988848
2021
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Jl. Raya Bawang Km. 8 Banjarnegara
Telp. Pelayanan. (0286) 597034, IGD (0286) 5988848, Fax. (0286) 597015
Website. rsibanjarnegara.com, Email : rsi_banjarnegara@yahoo.co.id

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


Nomor : 4185 / Per / RSIB / XI / 2021
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa dalam upayan meningkatkan mutu di Rumah Sakit Islam Banjarnegara
diperlukan adanya Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Islam Banjarnegara
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, diatas perlu ditetapkan
dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor : 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-Undang Nomor : 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Undang-Undang Kesehatan Nomor : 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Surat Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Nomor : HK.02.04/
I/ 2790/ 11 tentang Standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (PMKP) Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor : 445/ 1181 tentang Surat Ijin
Operasional Rumah Sakit Umum Kelas D
6. Surat Keputusan Yayasan Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
002/SK/YRSIBA/I/2019 tentang Pengangkatan dr. Agus Ujianto, Ms. Si, Med, Sp. B
sebagai Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara
7. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
373/SK/RSIB/I/2021 tentang Pemberlakuan Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Islam Banjarnegara;
8. Surat Keputusan Yayasan Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
020.A/SK/YRSIB/III/2021 tentang Penetapan Pejabat Struktural di Lingkungan
Rumah Sakit Islam Banjarnegara
MEMUTUSKAN
Memutuskan: PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Kesatu : Mencabut Surat Keputusan Direktur Nomor : 333/ Per / RSIB / III / 2019
tentang Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Islam Banjarnegara
Kedua : Mengesahkan Pedoman Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Islam Banjarnegara sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Ketiga : Pedoman Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit Islam
Banjarnegara sebagaimana dimaksud dalam dictum kedua harus dijadikan acuan
dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu di lingkungan Rumah Sakit
Islam Banjarnegara.
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 8 November 2021
Direktur,

dr. Agus Ujianto, Msi, Med, Sp.B


Tembusan :
1. Komite PMKP
2. Unit terkait

ii
9. Tersedia data yang menunjukkan bahwa peningkatan tercapai secara efektif dan
langgeng.
10. Dibuat perubahan kebijakan yang diperlukan untuk merencanakan, untuk
melaksanakan pelaksanaan yang sudah dicapai, dan mempertahankannya.
11. Perubahan yang berhasil dilakukan, didokumentasikan.
12. Direktur RSI Banjarnegara menerapkan kerangka acuan manajemen risiko yang
meliputi :
a. Identifikasi risiko;
b. Menetapkan prioritas risiko;
c. Pelaporan tentang risiko;
d. Manajemen risiko;
e. Investigasi KTD; dan
f. Klaim-klaim yang terkait.
13. Paling sedikit setiap tahun rumah sakit melaksanakan dan mendokumentasikan
penggunaan alat pengurangan-proaktif-terhadap-risiko dalam salah satu prioritas proses
risiko.
14. Berdasarkan analisis, Direktur RSI Banjarnegara membuat rancang ulang dari proses
yang mengandung risiko tinggi.

L. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


1. Penilaian Sasaran Keselamatan Pasien termasuk area-area yang ditetapkan di Sasaran
Keselamatan Pasien sebagai berikut:
a. Ketepatan identifikasi pasien.
b. Peningkatan komunikasi yang efektif.
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
d. Kepastikan tepat lokasi,tepat prosedur,tepat pasien operasi.
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
f. Pengurangan risiko pasien jatuh.
2. Penilaian digunakan untuk menilai efektivitas dari peningkatan
3. Unit kerja melaporkan insiden keselamatan pasien paling lambat 2x24 jam dan
maksimal 1x24 untuk kejadian sentinel kepada Sub Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
4. Sub Komite Keselamatan Pasien melaporkan Insiden Keselamatan Pasien kepada
direktur setiap bulan dan maksimal 1x24 untuk kejadian sentinel.
5. Komite PMKP melaporkan kejadian sentinel kepada Direktur paling lambat 2x24 jam
dengan disertai hasil RCA.
6. Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius;biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata“sentinel”
terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang
salah,dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan,
adanya masalah yang serius pada kebijakandan prosedur yang berlaku. Contohnya :
a. Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya,
1) Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau
kondisi pasien (contoh, kematian setelah infeksi pasca operasi atau emboli
paru-paru)
2) Kematian bayi aterm
14
3) Bunuh diri
b. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi pasien
c. Operasi salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat tranfusi darah atau produk
darah atau transplantasi organ atau jaringan
e. Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan
rumah orang tuanya
f. Perkosaan,kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen ) atau pembunuhan( yang disengaja ) atas
pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa latihan, pengunjung atau
vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
Semua kejadian yang sesuai dengan definisi diatas harus dilakukan Analisis Aksr
Masalah (RCA). Analisis dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 hari setelah
kejadian.

7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah Suatu kejadian yang mengakibatkan


cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau
karena tidak bertindak(“omission”), bukan karena “underlyingdisease”atau kondisi
pasien.
KTD yang harus dilaporkan dan dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Semua reaksi transfusi yang yang sudah dikonfirmasi, jika sesuai untuk rumah sakit;
b. Semua kejadian serius akibat efek samping obat, jika sesuai dan sebagaimana yang
didefinisikan oleh rumah sakit.
c. Semua kesalahan pengobatan (medication error) yang signifikan jika sesuai.
d. Semua perbedaan besar (discrepancy) antara diagnosis pre-operasi dan diagnosis
pasca- operasi.
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan
pemakaian anestesi
f. Kejadian-kejadian lain, misalnya :
1) Infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit
menular sebagaimana yang didefinisikan oleh rumah sakit
2) Pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan RS
yang tidak meninggal/tidak cedera serius.

8. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak menimbulkan cedera,dapa tterjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien terima
suatu obat kontraindikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu
obat dengan reaksi alergi diberikan,diketahui secara dini lalu diberikan anti dotumnya).
9. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah: Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien.KNC yang harus dilaporkan
diatur dalam peraturan tersendiri.
10. Kondisi Potensial Cedera(KPC) adalah : kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
11. Sistem pelaporan insiden antara lain meliputi :
a. Kebijakan b.
Alur pelaporan
c. Formulir pelaporan
d. Prosedur pelaporan
e. Insiden yang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi
f. Petugas pembuat laporan
g. Batas waktu pelaporan

15
12. Laporan insiden RS (Internal) : Pelaporan secara tertulis setiap Insiden keselamatan
Pasien: Kejadian Nyaris Cedera (KNC), atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), atau
Kejadian Tidak Cedera (KTC), atau Kondisi Potensial Cedera (KPC), atau Kejadian
Sentinel yang menimpa pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien (Eksternal) :
a. Laporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) : Pelaporan
secara anonim, secara elektronik ke Eksternal setiap Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD), atau Kejadian Nyaris Cedera (KNC), atau Kejadian Tidak Cedera (KTC),
atau Kejadian Sentinel yang terjadi pada pasien, setelah dilakukan analisa
penyebab, rekomendasi dan solusinya.
b. Laporan kepada KARS melalui aplikasi SISMADAK untuk paling lambat 5x24
jam dengan hasil RCA paling lambat 45 hari setelah tanggal kejadian

M. BUDAYA KESELAMATAN
Pengukuran budaya keselamatan dilakukan oleh RSI Banjarnegara melalui survey
budaya keselamatan dan ronde keselamatan pasien dengan teknis pelaksanaan akan
dijelaskan dalam Buku Panduan Ronde Keselamatan. Budaya keselamatan juga dikenal
sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap individu
anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan hal-hal yang menguatirkan tentang
keselamatan atau mutu pelayanan tanpa adanya imbal jasa dari rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara melakukan evaluasi rutin dengan jadwal
yang tetap dengan menggunakan beberapa metoda, survei resmi, wawancara staf, analisis
data dan diskusi kelompok.

16
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL (SKPN)


Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal
keselamatan pasien. Sasaran-sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah
dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsesus yang berdasarkan
nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan
kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran
biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.
Sasaran Keselamatan Pasien Nasional
Di Indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, diberlakukan
Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri dari :
1. SKP.1 Mengidentifikasi Pasien dengan Benar
Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki ketepatan
identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan
Kesalahan karena keliru pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/ kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien adalah pasien yang dalam fasilitas pelayanan kesehatan;
mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat
dipercaya/ reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk
mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/ atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan
darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau
tindakan lain. Kebijakan dan/ atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor
identifikasi menggunakan rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas pasien dengan
barcode atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan identifikasi.
Kebijakan dan/ atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/
penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda difasilitas pelayanan kesehatan, seperti
di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau
kamar operasi.

28
3. SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
Maksud dan Tujuan
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan
manajemen yang benar penting/ krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang presentasinya
tinggi dalam menyebabkan terjadinya kesalahan/ error dan/ atau kejadian sentinel
(sentinel event), obat yang berseiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ ucapan mirip (nama obat,
rupa dan ucapan mirip/ NORUM), atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-
obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam
isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,
kalium/ potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ ml atau yang lebih pekat)], kalium/
potasium fosfat [( sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/ sodium
klorida [ lebih pekat dari 0,9%], dan magnesium sulfat [ sama dengan 50% atau lebih
pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di
unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya
terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/ emergensi. Cara yang
paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau
prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu di waspadai berdasarkan datanya
sendiri. Kebiajakn dan/ atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang
membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk
dan praktek profesional, seperti IGD atau atau kamar operasi, serta menetapkan cara serta
menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area
tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang
tidak disengaja/kurang hati-hati.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai.
b. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

30
PELAPORAN MEDICATION ERROR

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


Rumah Sakit
Islam A/01/O/022 01 1/1
Banjarnegara
Tanggal Terbit : Ditetapkan,
Direktur
Standar Prosedur
Operasional 20 Januari 2022

dr. Agus Ujianto., M.Si. Med. Sp. B


Pengertian Merupakan kegiatan pelaporan untuk setiap kejadain yang tidak
disengaja dan tidak diharapkan yang dapat emngakibatkan atau
berpotensi terjadi cidera terutama terkait obat pada pasien.
Tujuan 1. Memperbaiki kesalahan terutama terkait obat dan
mengevaluasi
2. Memastikan agar terapi obat tepat, efektif dan aman bagi
pasien
Kebijakan Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor:
4536/Per/RSIB/XII/2021 tentang Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit Islam Banjarnegara
Prosedur
1. Mengisi from pelaporan insiden pasien
2. Identifikasi masalah
3. Pemberian grading insiden (biru, kuning, atau merah)
4. Menyerahkan form pelaporan insiden yang sudah di isi pada
farmasi.
5. Farmasi menyerahkan pada PMKP untuk di data. Apabila
insiden terkait obat maka data juga diserahkan pada PFT

Unit Terkait Panitia Farmasi dan Terapi, Staf Medis, Instalasi Farmasi, Unit
Rawat Inap, Unit rawat jalan. IGD, IBS, Laboratorium, Radiologi

Anda mungkin juga menyukai