MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
TENTANG PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Pertama : Mencabut Surat Keputusan Nomor : 290/Per/RSIB/III/2019 tentang Peraturan
Kebijakan Pelayanan Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini dibebankan kepada
anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan perubahan sebagaimana
mestinya.
Di tetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Desember 2021
Direktur
8. Pemantauan
a. Pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi perbekalan farmasi dari kehilangan
atau pencurian difarmasi atau lokasi lainnya termasuk di emergency bag dengan kamera
CCTV.
b. Pengawasan pengelolaan obat disetiap instalasi disupervisi berkala meliputi : jenis, jumlah,
dan stabilitas.
c. Pengawasan penggunaan obat oleh Panitia Farmasi dan Terapi termasuk seleksi obat,
penambahan obat baru, dan monitoring efek samping obat di rumah sakit.
d. Pemantauan efek obat dan efek samping obat dilakukan oleh Apoteker bekerjasama dengan
pasien, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Efek samping obat dilaporkan dan
dicatat dalam rekam medik.
e. Rumah sakit memonitor tentang medication safety yang bertujuan untuk mengarahkan
penggunaan obat yang aman dan menurunkan kemungkinan terjadinya kesalahan penggunaan
obat.
f. Insiden Keselamatan Pasien yang meliputi Kejadian Potensial Cedera, Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Diinginkan, Sentinel dimonitor, didokumentasikan dan dilaporkan maksimal 2
x 24 jam sejak kejadian ditemukan
g. Evaluasi dan monitoring kegiatan kefarmasian perlu dilakukan supervisi oleh seluruh
Apoteker yang memiliki STRA dan SIPA.
h. LANTARO merupakan salah satu inovasi untuk mengurai antrian obat di farmasi rawat inap
dan farmasi rawat jalan
i. Instalasi Farmasi memberikan pelayanan kefarmasian bagi pasien suspek dan terkonfirmasi
covid 19
Di tetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Desember 2021
Direktur
i
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Jl. Raya Bawang Km. 08 Banjarnegara
Telp. Pel. (0286) 597034, IGD (0286) 5988848, Fax (0286) 597015
Website : rsibanjarnegara.com, Email :rsi_banjarnegara@yahoo.co.id
Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Islam Banjarnegara sebagai institusi yang bergerak
di bidang pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan pelayanan
yang bermutu.
b. bahwa untuk meningkatkan mutu Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
perlu dilakukan revisi terhadap Kebijakan Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit Islam Banjarnegara.
c. bahwa untuk maksud tersebut di atas perlu ditetapkan dengan
Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang - Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika;
4. Undang - UndangRepublik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
7. Permenkes No.3 Tahun 2015 tentang 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekusor Farmasi
8. Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
9. Surat Keputusan Menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Surat Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor 445/1181 tahun 2016
tentang Surat Ijin Operasional Rumah Sakit Umum Kelas D.
ii
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA TENTANG PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Kesatu : Mencabut Surat Keputusan Nomor : 1199/Per/RSIB/V/2020 tentang
Pedoman Pelayanan Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Kedua : Mengesahkan Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam
Banjarnegara sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini
Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini
dibebankan kepada anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan
perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : Januari 2022
Direktur
iii
17. Obat yang dibawa pasien diserahkan kepada Apoteker atau Petugas Farmasi untuk
selanjutnya disimpan di Pelayanan Farmasi Rawat Inap baik untuk obat yang dilanjutkan
maupun obat yang dihentikan penggunaannya. Proses serah terima obat disertai Berita
Acara Serah Terima Obat.
18. RS Islam Banjarnegara tidak memiliki obat sampel
1. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) terkait penggunaan obat
a. Merupakan kegiatan pelaporan untuk setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak
diharapkan yang dapat mengakibatkan atau berportensi terjadi cidera pada pasien
akibat medication error.
b. Insiden keselamatan pasien terdiri dari:
a. Kejadian Potensi Cidera (KPC), bila ditemukan kondisi di mana berpotensi
menimbulkan medication error.
b. Kejadian Nyaris Cidera (KNC), bila terjadi medication error namun obat belum
sampai diberikan kepada pasien.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), bila terjadi medication error dan obat sudah
diberikan kepada pasien atau telah digunakan oleh pasien.
d. Kejadian sentinel (kejadian berat), yaitu bila terjadi medication error dan
menimbulkan dampak yang berat bagi pasien.
e. KPCS (kondisi potensial cedera signifikan) adalah kondisi( selain dari proses
penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kejadian tidak diharapkan
f. Kejadian kesalahan obat dibahas dalam PMKP sesuai jenis grading risk- nya dan
dibuat Laporan kepada Direktur dan PFT.
g. PFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat untuk memperbaiki proses
penggunaan obat termasuk mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.
G. Pengendalian
1. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan oleh instalasi Farmasi bersama dengan Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) di Rumah Sakit, yang dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
2. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai adalah untuk:
Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, yang dievaluasi setiap
bulan
Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa dan kehilangan serta pengembalian
pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
3. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
dengan cara:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock)
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala yaitu setiap 3 bulan sekali.
4. Pengendalian Obat mendekati expired date dilakukan secara berkala dengan cara:
a. Melakukan pelabelan obat yang mendekati expired date, dengan ketentuan:
Near ED 1, yaitu obat dengan ED 9 bulan sejak bulan tersebut, di tandai dengan
stiker kecil berwarna kuning
30
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien diartikan sebagai bebas bagi pasien, dari harm/cidera (penyakit,
cidera fisik, psikologis, sosial, penderiataan, cacat, kematian,dll) yang tidak seharusnya
terjadi atau cidera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien
di rumah sakit merupakan proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan
pasien yang lebih aman. Menurut PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker di rumah sakit tidak hanya
bertanggung jawab atas obat sebagai produk dengan segala implikasinya tetapi juga
bertanggung jawab terhadap efek terapetik dan keamana dari suatu obat. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk pengelolaan sediaan farmasi yang berkualitas, melakukan
monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan pendidikan dan konseling
serta menjalin kerjasama yang erat dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Pada akhirnya
seluruh kegiatan tersebut ditujukan untuk mencapai keselamatan pasien.
Laporan Institute Of Medicine (1999) menyatakan bahwa paling sedikit 44.000
hingga 98.000 pasien meninggal akibat medical error di rumah sakit yang sebetulnya bisa
dicegah. Pada penelitian Bates (JAMA, 1995, 29-34) menunjukkan bahwa kesalahan paling
sering terjadi adalah medication error yang terjadi pada tahap prescribing & ordering
(49%), diikuti tahap transcribing (11%), tahap pemberian/administering (26%) dan
pharmacy management (14%). Hal serupa juga terjadi di Rumah Sakit Islam
Banjarnegaradimana jenis medical error paling sering terjadi adalah kesalahan pemberian
obat. Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian, maka
kelomopok utama yang paling berisiko mengancam keselamatan pasien adalah :
1. Kejadian obat yang merugikan (adverse drug event)
2. Kesalahan pemberian obat (medication errors)
3. Reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction)
Hal ini mengandung konsekuensi bahwa diperlukan pendekatan sistemik dalam bentuk
asuhan pelayanan obat/farmasi yang lebih aktif, rutin, komprehensif dan multi disiplin
dalam pencegahan risikonya.
A. Tipe Insiden
Istilah Definisi Contoh
Kondisi Potensial Cidera Suatu situasi/kondisi a. Kotak emergensi yang
signifikan (KPCS) / yang sangat berpotensi ditemukan tidak lengkap
Repotable Circumstance untuk menimbulkan sesuai daftar yang
cidera, tetapi belum ditetapkan
terjad iinsiden b. obat LASA yang tidak
diberi label LASA
Kejadian Nyaris Cidera Terjadinya insiden yang a. Kesalahan penulisan
(KNC) / Near Miss belum sampai label aturan pakai yang
terpapar/terkena pasien dideteksi oleh petugas
lain sebelumdiberikan.
b. Etiket obat 2 pasien
dengan nama yang sama
tanpa identitas lain,
namun dapat dideteksi
oleh petugas lain
sebelum diberikan
36
Kejadian Tidak Cidera Suatu insiden yang a. Pasien terima suatu obat
(KTC) / No harm sudah terpapar kepasien kontraindikasi tetapi
incident tetapi tidak timbul cidera tidak timbul reaksi obat
b. pasien menerima obat
milik pasien lain
(vitamin) tetapi tidak
mengalami reaksi obat
c. pasien menerima obat
expired namun tidak
mengalami reaksi
Kejadian yang Tidak Insiden yang a. Pemberian dosis yang
Diharapkan (KTD) / mengakibatkan cidera melebihi dosis lazim
Adverse event pada pasien sehingga muncul efek
toksik.
Kejadian Sentinel Suatu KTD yang a. Kesalahan pemberian
(Sentinel Event) mengakibatkan kematian obat High Alert sehingga
atau cidera yang serius, pasien mengalami
biasanya dipakai untuk depresi pernafasan.
kejadian yang sangat
tidak diharapkan atau
tidak dapat diterima
B. Kategori Error
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang diserahkan kepada pasien
padahal diresepkan oleh bukan dokter
yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang
tidak sesuai dengan yang dimaksud
dalam resep (kecuali berkaitan dengan
peraturan di rumahsakit dan telah
diinformasikan kepada dokter yang
menuliskan resep)
Wrong dose preparation method Penyiapan/ formulasi atau pencampuran
obat yang tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan
bentuk sediaan yang tidak sesuai dengan
yang diperintahkan di dalam resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada
pasien yang keliru yang tidak sesuai
dengan yang tertera di resep, termasuk
keliru dalam memberikan identitas
dalam resep.
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai
permintaan, mengabaikan penolakan
pasien atau keputusan klinik yang
mengisyaratkan untuk tidak diberikan
obat yang bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu
yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau
perintah diberikan secara lisan sehingga
37
menimbulkan interpretasi yang keliru
dari penerima instruksi, termasuk tulisan
dokter yang tidak dapat terbaca.
Wrong administration technique Menggunakan carapemberian yang
keliru /tidak sesuai literatur/tidak sesuai
intruksi dokter, termasuk misalnya
menyiapkan obat dengan teknik yang
tidak dibenarkan (misalkan obat im
diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan
jadwal pemberian atau diluar jadwal
yang ditetapkan
38
dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus
bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu
disiapkan dalam wadah terpisah.
3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimal mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung
maupun melalui telepon. Penggunan telepon seluler untuk kepentingan pribadi sebaiknya
diminimalkan karena merupakan interupsi yang paling sering terjadi.
4. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban
kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
5. Edukasi Staf
Edukasi staf sebaiknya diberikan sebagai upaya untuk meningkatan pengetahuan staf
terkait keselamatan pasien sehingga dapat mengoptimalkan perannya dalam menurunkan
insiden/kesalahan.
39
PANDUAN
MEDICATION SAFETY
MEMUTUSKAN
Menetapkan :PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
TENTANG PANDUAN MEDICATION SAFETY
Kesatu :Mencabut Surat Keputusan Nomor : 1804/Per/RSIB/VIII/2019 tentang panduan
Medication Safety
Kedua :Mengesahkan Panduan Medication Safety sebagaimana tercantum dalam lampiran
peraturan ini
Ketiga :Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini dibebankan kepada
anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan perubahan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Februari 2022
Direktur
ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................ i
SK Panduan ............................................................................................................ ii
BAB V ............................................................................................................ 8
DOKUMENTASI
iii
PANDUAN MEDICATION SAFETY
BAB I
Definisi
Medication Safety adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya Medication error,
yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi pasien.
Tujuan
1. Untuk menjamin terlaksananya medication safety sebagai tanggung jawab apoteker yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian.
2. Untuk menunjang pelaksanaan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien perlu adanya Panduan
Medication Safety
1
BAB II
RUANG LINGKUP
Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu difahami dan
disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
- Efek samping obat
2
Istilah Definisi Contoh
• Kejadian tentang Respons yang tidak • Shok anafilaksis
obat yang tidak diharapkan pada penggunaan
diharapkan terhadap terapi obat dan antbiotik golongan
(Adverse Drug mengganggu atau penisilin
Event) menimbulkan cedera pada • Mengantuk pada
penggunaan obat penggunaan CTM
dosis normal.
Reaksi Obat Yang Tidak
Diharapkan (ROTD) ada
yang
berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja
(efek samping) ada
yang tidak berkaitan dengan
efek farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).
• Efek obat yang Respons yang tidak Shok anafilaksis pada
tidak diharapkan (Adverse diharapkan terhadap terapi penggunaan antbiotik
drug obat dan mengganggu atau golongan penisilin.
effect) menimbulkan cedera pada Mengantuk pada penggunaan
penggunaan obat dosis lazim CTM
Sama dengan ROTD tapi
dilihat dari sudut pandang
obat. ROTD dilihat dari
sudut pandang pasien.
• Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang
akibat penggunaan obat, tidak rasional.
yang menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
• Efek Samping Efek yang dapat diprediksi,
tergantung pada dosis, yang
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.
3
Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)
Keterangan
Tipe Medication Errors
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien
padahal
diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak
sesuai
dengan yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat
method yang tidak
sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara
pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di
dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai
permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan
klinik yang mengisyaratkan untuk tidak
diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang
berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah
diberikan
secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang
tidak
berkompeten
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru
technique termasuk
misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang
tidak
dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan
4
BAB III
KEBIJAKAN
1. Undang- Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
2. Undang- Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian
4. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 76 tahun 2016 tentang standar pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit
5
BAB IV
TATA LAKSANA
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan dengan
pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai formularium.
Memilih produsen obat yang mengutamakan produsen tersertifikat GMP/ CPOB yang terikat
kontrak atau kerjasama dengan Rumah Sakit
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai peraturan yang
berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan
obat dan menjamin mutu obat:
Simpan obat dengan Nama Obat , Rupa ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan cedera
jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :menyimpan cairan
elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin, insulin, narkotik opiat,neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.
Kelompok obat antidiabet oral dan injeksi jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui
kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/
nomor resep
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter.
Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter
penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan
keputusan pemberian obat, seperti : Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan
data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk
keperluan perhitungan dosis.
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan
parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang
penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan pencatatan
pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun
harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan
mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.
6
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SPO.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat
pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat
mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan
kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di rumah sakit
dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal
yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
7
BAB V
DOKUMENTASI
1. SPO penerimaan sediaan High Alert medication dari distributor
2. SPO penyimpanan obat High Alert medication
3. SPO pelayanan obat High Alert medication
Ditetapkan di : Banjarnegara
ii
9. Tersedia data yang menunjukkan bahwa peningkatan tercapai secara efektif dan
langgeng.
10. Dibuat perubahan kebijakan yang diperlukan untuk merencanakan, untuk
melaksanakan pelaksanaan yang sudah dicapai, dan mempertahankannya.
11. Perubahan yang berhasil dilakukan, didokumentasikan.
12. Direktur RSI Banjarnegara menerapkan kerangka acuan manajemen risiko yang
meliputi :
a. Identifikasi risiko;
b. Menetapkan prioritas risiko;
c. Pelaporan tentang risiko;
d. Manajemen risiko;
e. Investigasi KTD; dan
f. Klaim-klaim yang terkait.
13. Paling sedikit setiap tahun rumah sakit melaksanakan dan mendokumentasikan
penggunaan alat pengurangan-proaktif-terhadap-risiko dalam salah satu prioritas proses
risiko.
14. Berdasarkan analisis, Direktur RSI Banjarnegara membuat rancang ulang dari proses
yang mengandung risiko tinggi.
8. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak menimbulkan cedera,dapa tterjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien terima
suatu obat kontraindikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu
obat dengan reaksi alergi diberikan,diketahui secara dini lalu diberikan anti dotumnya).
9. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah: Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien.KNC yang harus dilaporkan
diatur dalam peraturan tersendiri.
10. Kondisi Potensial Cedera(KPC) adalah : kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
11. Sistem pelaporan insiden antara lain meliputi :
a. Kebijakan b.
Alur pelaporan
c. Formulir pelaporan
d. Prosedur pelaporan
e. Insiden yang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi
f. Petugas pembuat laporan
g. Batas waktu pelaporan
15
12. Laporan insiden RS (Internal) : Pelaporan secara tertulis setiap Insiden keselamatan
Pasien: Kejadian Nyaris Cedera (KNC), atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), atau
Kejadian Tidak Cedera (KTC), atau Kondisi Potensial Cedera (KPC), atau Kejadian
Sentinel yang menimpa pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien (Eksternal) :
a. Laporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) : Pelaporan
secara anonim, secara elektronik ke Eksternal setiap Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD), atau Kejadian Nyaris Cedera (KNC), atau Kejadian Tidak Cedera (KTC),
atau Kejadian Sentinel yang terjadi pada pasien, setelah dilakukan analisa
penyebab, rekomendasi dan solusinya.
b. Laporan kepada KARS melalui aplikasi SISMADAK untuk paling lambat 5x24
jam dengan hasil RCA paling lambat 45 hari setelah tanggal kejadian
M. BUDAYA KESELAMATAN
Pengukuran budaya keselamatan dilakukan oleh RSI Banjarnegara melalui survey
budaya keselamatan dan ronde keselamatan pasien dengan teknis pelaksanaan akan
dijelaskan dalam Buku Panduan Ronde Keselamatan. Budaya keselamatan juga dikenal
sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap individu
anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan hal-hal yang menguatirkan tentang
keselamatan atau mutu pelayanan tanpa adanya imbal jasa dari rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara melakukan evaluasi rutin dengan jadwal
yang tetap dengan menggunakan beberapa metoda, survei resmi, wawancara staf, analisis
data dan diskusi kelompok.
16
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
28
3. SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
Maksud dan Tujuan
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan
manajemen yang benar penting/ krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang presentasinya
tinggi dalam menyebabkan terjadinya kesalahan/ error dan/ atau kejadian sentinel
(sentinel event), obat yang berseiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ ucapan mirip (nama obat,
rupa dan ucapan mirip/ NORUM), atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-
obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam
isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,
kalium/ potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ ml atau yang lebih pekat)], kalium/
potasium fosfat [( sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/ sodium
klorida [ lebih pekat dari 0,9%], dan magnesium sulfat [ sama dengan 50% atau lebih
pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di
unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya
terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/ emergensi. Cara yang
paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau
prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu di waspadai berdasarkan datanya
sendiri. Kebiajakn dan/ atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang
membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk
dan praktek profesional, seperti IGD atau atau kamar operasi, serta menetapkan cara serta
menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area
tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang
tidak disengaja/kurang hati-hati.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai.
b. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
30
PELAPORAN MEDICATION ERROR
Unit Terkait Panitia Farmasi dan Terapi, Staf Medis, Instalasi Farmasi, Unit
Rawat Inap, Unit rawat jalan. IGD, IBS, Laboratorium, Radiologi