MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
TENTANG PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Pertama : Mencabut Surat Keputusan Nomor : 290/Per/RSIB/III/2019 tentang Peraturan
Kebijakan Pelayanan Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini dibebankan kepada
anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan perubahan sebagaimana
mestinya.
Di tetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 15 Desember 2021
Direktur
Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Islam Banjarnegara sebagai institusi yang bergerak
di bidang pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan pelayanan
yang bermutu.
b. bahwa untuk meningkatkan mutu Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
perlu dilakukan revisi terhadap Kebijakan Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit Islam Banjarnegara.
c. bahwa untuk maksud tersebut di atas perlu ditetapkan dengan
Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang - Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika;
4. Undang - UndangRepublik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
7. Permenkes No.3 Tahun 2015 tentang 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekusor Farmasi
8. Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
9. Surat Keputusan Menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Surat Keputusan Bupati Banjarnegara Nomor 445/1181 tahun 2016
tentang Surat Ijin Operasional Rumah Sakit Umum Kelas D.
iii
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA TENTANG PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Kesatu : Mencabut Surat Keputusan Nomor : 1199/Per/RSIB/V/2020 tentang
Pedoman Pelayanan Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Kedua : Mengesahkan Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam
Banjarnegara sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini
Ketiga : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Peraturan ini
dibebankan kepada anggaran belanja Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan perbaikan dan
perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : Januari 2022
Direktur
iiii
10. instalasi Farmasi melakukan penarikan/recal obat-obatan, meliputi :
Obat ditarik oleh pabrik/distributor obat
Adanya risiko yang dapat membahayakan pasien
11. Sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang akan dimusnahkan
diserahterimakan kepada Instalasi Pengelolaan Limbah (IPAL) setiap 1 tahun sekali, untuk
selanjutnya dilakukan pemusnahan oleh pihak ketiga.
12. Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
akan dimusnahkan.
Membuat berita acara pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang akan dimusnahkan oleh bagian sanitasi RS Islam Banjarnegara dan
disertai serah terima antara farmasi dan staf cleaning service.
Instalasi sanitasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara bekerjasama dengan pihak ketiga
(PT Artama sentosa indonesia dan PT jabar laju transindo) untuk memusnahkan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
13. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang izin edarnya dicabut
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maka segera dipisah dan dikeluarkan
dari tempat penyimpanan di seluruh unit yang menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai tersebut, kemudian dikembalikan ke logistik farmasi.
14. Kepala Gudang farmasi mendokumentasikan dan membuat berita acara penarikan sediaan
farmasi kemudian sediaan farmasi tersebut dikembalikan ke distributornya dengan disertai
serah terima antara farmasi dan distributor sediaan farmasi.
19
d. Jika dalam assesment awal diketahui pasien membawa obat dari rumah, maka dokter atau
perawat menghubungi petugas farmasi rawat inap untuk dilakukan tindak lajut yaitu
rekonsiliasi obat
e. Resep harus dituliskan untuk satu pasien sesuai dengan identitas di resep. Dalam satu resep
tidak boleh dituliskan untuk pasien lain (misalnya untuk keluarganya).
f. Resep harus memuat data yang akurat untuk identifikasi pasien, yaitu:
Nama Pasien
Nomor rekam medis
Alamat
Usia/tanggal lahir
Alamat bangsal
g. Resep yang lengkap memenuhi unsur/syarat sebagai berikut:
i. Persyaratan administrasi
a. Identitas pasien
b. Nama dokter dan nomor Surat Izin Praktek (SIP)
c. Berat badan (untuk pasien anakdan geriatri)
d. Nomor rekam medik
e. Ruangan/poliklinik
f. Tanggal peresepan (hari/bulan/tahun)
ii. Persyaratan farmasetik
a) Tanda R/ pada setiap sediaan
b) Bentuk sediaan
c) Kekuatan sediaan dan dosis
d) Cara dan teknik penggunaan/pemberian
e) Jumlah
iii. Persyaratan klinik
a. Riwayat alergi obat harus ditulis pada lembar resep
b. Tidak ada duplikasi pengobatan
c. Aturan pakai lengkap meliputi waktu penggunaan/frekuensi, dosis dan rute pemberian
d. Upayakan untuk menghindari interaksi obat-obat
e. Perhatikan efek samping obat
f. Tidak kontraindikasi
g. Perhatian untuk efek adiksi.
h. Penulisan Obat Generik dan obat Formularium Nasional
Obat generik diresepkan bagi pasien BPJS, atas permintaan pasien, dan atas pengkajian
dokter terhadap riwayat pengobatan pasien.
Penulisan resep dengan nama dagang (bermerek) boleh disubtitusi dengan generik bagi
pasien BPJS, atas permintaan pasien, atau atas ketentuan penjamin.
Pasien BPJS wajib diresepkan dengan obat yang masuk daftar Formularium Nasional
Perubahan terapi pasien dari generik ke bermerek atau sebaliknya atau ganti terapi
yang disebabkan visite dokter pengganti atau konsulan atau rawat bersama maka yang
menentukan adalah DPJP dan terapi DPJP menjadi acuan perencanaan kebutuhan obat
pasien rawat inap.
Penggunaan obat diluar Formularium Rumah Sakit dan Formularium Nasional harus
mendapat persetujuan dan rekomendasi dari Panitia Farmasi dan Terapi.
i. Penulisan nama dan jumlah obat
a) Obat tunggal ditulis dengan nama generik atau brand name sesuai formularium RS
Islam Banjarnegara.
b) Dilengkapi bentuk sediaan (tablet, sirup, drop, injeksi, salep, sup, ovula dll) dan dosis
sediaan (contoh 250 mg, 500 mg)
20
2. Obat parenteral
Jadwal pemberian obat sesuai frekuensi
Frekuensi Waktu 1x sehari Pagi 08 1x sehari Siang 12 1x sehari Sore 16 1x sehari
Malam 20 2x sehari (tiap 12 jam) 3x sehari (tiap 8 jam) 4x sehari (tiap 6 jam)
Frekuensi Waktu
1x sehari Pagi 05-07
1x sehari Siang 12-14
1x sehari Sore 17-18
1x sehari Malam 21-22
2x sehari 05.30 17.30
(tiap 12 jam)
3x sehari 05.30 17.30 21.30
(tiap 8 jam)
4x sehari 05.30 1 17.30 21.30
(tiap 6 jam) 0
.
3
0
3. Jika dokter akan memberikan dosis pertama obat-obatan di luar waktu rutin (obat-obat
cito), maka obat dapat diberikan dalam waktu 30 menit dari saat dokter meresepkan,
selanjutnya dosis berikutnya diberikan sesuai jadwal rutin.
4. Obat-obat yang diberikan secara infus terus-menerus, waktu pemberian adalah pada
saat penggantian infus baru
5. Obat yang diberikan dengan syringe pump, maka waktu menyesuaikan dengan
perhitungan kecepatan dan lama pemberian obat.
g. Benar dokumentasi
1. Semua obat yang diberikan harus dicatat dalam rekam medis
2. Untuk pasien rawat inap, perawat harus menulis jam pemberian obat pada catatan
pemberian obat.
3. Perawat yang memberikan obat untuk pasien rawat inap harus menuliskan nama
petugas (perawat) pada catatan pemberian obat.
4. Jika obat tidak diberikan dengan alasan tertentu, maka harus dicatat di dalam catatan
pemberian obat.
5. Untuk pasien rawat jalan, setelah menyerahkan obat kepada pasien sesuai resep,
apoteker atau TTK harus memberikan paraf/nama pada kolom di lembar resep.
11. Obat yang dibawa oleh pasien baik obat dari fasilitas kesehatan lain sebelum masuk rumah
sakit maupun obat rutin diidentifikasi ketika pasien masuk rawat inap.
12. Identifikasi obat yang dibawa pasien dilakukan dengan prosedur rekonsiliasi obat.
13. Rekonsiliasi obat awal dilakukan oleh dokter atau perawat pada saat masuk rawat inap dan
menjadi bagian dari pengkajian awal rawat inap.
14. Dalam hal ada obat yang dibawa pasien maka apoteker akan dihubungi perawat untuk
menilai kelayakan obat dari aspek kualitas sediaan serta aspek duplikasi dan interaksi
dengan obat yang sedang diminum di rumah sakit.
15. Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan obat yang dibawa pasien ada pada DPJP
sebagai clinical leader memperhatikan masukan dari tim asuhan pasien lainnya.
16. Pasien yang mengkonsumsi obat-obat atas inisiatif sendiri di luar peresepan dokter, maka
harus atas sepengetahuan perawat, apoteker, dan DPJP dan tercatat di dalam rekam medis.
29
17. Obat yang dibawa pasien diserahkan kepada Apoteker atau Petugas Farmasi untuk
selanjutnya disimpan di Pelayanan Farmasi Rawat Inap baik untuk obat yang dilanjutkan
maupun obat yang dihentikan penggunaannya. Proses serah terima obat disertai Berita
Acara Serah Terima Obat.
18. RS Islam Banjarnegara tidak memiliki obat sampel
1. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) terkait penggunaan obat
a. Merupakan kegiatan pelaporan untuk setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak
diharapkan yang dapat mengakibatkan atau berportensi terjadi cidera pada pasien
akibat medication error.
b. Insiden keselamatan pasien terdiri dari:
a. Kejadian Potensi Cidera (KPC), bila ditemukan kondisi di mana berpotensi
menimbulkan medication error.
b. Kejadian Nyaris Cidera (KNC), bila terjadi medication error namun obat belum
sampai diberikan kepada pasien.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), bila terjadi medication error dan obat sudah
diberikan kepada pasien atau telah digunakan oleh pasien.
d. Kejadian sentinel (kejadian berat), yaitu bila terjadi medication error dan
menimbulkan dampak yang berat bagi pasien.
e. KPCS (kondisi potensial cedera signifikan) adalah kondisi( selain dari proses
penyakit atau kondisi pasien itu sendiri) yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kejadian tidak diharapkan
f. Kejadian kesalahan obat dibahas dalam PMKP sesuai jenis grading risk- nya dan
dibuat Laporan kepada Direktur dan PFT.
g. PFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat untuk memperbaiki proses
penggunaan obat termasuk mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.
G. Pengendalian
1. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan oleh instalasi Farmasi bersama dengan Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) di Rumah Sakit, yang dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
2. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai adalah untuk:
Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, yang dievaluasi setiap
bulan
Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa dan kehilangan serta pengembalian
pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
3. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
dengan cara:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock)
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala yaitu setiap 3 bulan sekali.
4. Pengendalian Obat mendekati expired date dilakukan secara berkala dengan cara:
a. Melakukan pelabelan obat yang mendekati expired date, dengan ketentuan:
Near ED 1, yaitu obat dengan ED 9 bulan sejak bulan tersebut, di tandai dengan
stiker kecil berwarna kuning
30
Near ED 2, yaitu obat dengan ED 6 bulan sejak bulan tersebut, ditandai dengan
stiker kecil warna hijau
Near ED 3, yaitu obat dengan ED 3 bulan sejak bulan tersebut, ditandai dengan
stiker kecil warna merah
b. Data Obat mendekati ED dilaporkan oleh Kepala Unit Farmasi Rawat Jalan, Kepala
Unit Farmasi Rawat Inap, dan Kepala Gudang Farmasi kepada kepala Sub Seksi
Farmasi setiap tiga bulan.
c. Manajer Farmasi bekerja sama dengan apoteker klinis mengkomunikasikan daftar Obat
dengan kategori near ED 1 dan 2 kepada dokter agar obat tersebut dapat digunakan
d. Obat dengan kategori ED 3 dikembalikan kepada PBF masing-masing sesuai dengan
ketentuan yang disepakati
e. Obat yang sudah terlanjur melewati batas ED dikumpulkan di Gudang Farmasi untuk
selanjutnya diserah terimakan kepada bagian IPAL untuk dimusnahkan.
5. Pengendalian yangperlu diperhatikan dalam pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut:
Catatan pemberian obat
Catatan pemberian obat adalah formulir yang digunakan perawat untuk
menyiapkan obat sebelum pemberian.Pada formulir ini perawat memeriksa obat yang
akan diberikan pada pasien. Dengan formulir ini perawat dapat langsung
merekam/mencatat waktu pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai petunjuk.
Pengembalian obat yang tidak digunakan
Semua perbekalanf armasi yang belum diberikan kepada pasien rawat tinggal harus
tetap berada dalam kotak obat. Hanya perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel
yang dapat dikembalikan ke farmasi.
31
b. Rekonsiliasi Obat
1) Adalah membandingkan rejimen obat yang sedang atau akan digunakan pasien
dengan instruksi pengobatan sebelumnya (sebelum masuk rumah sakit atau saat
transfer antar unit perawatan dalam rumah sakit).
2) Tujuan rekonsiliasi adalah mendapatkan dan memelihara informasi yang akurat dan
lengkap tentang obat pasien, dan menggunakan informasi tersebut sepanjang pasien
mendapatkan perawatan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan efektif.
3) Kegiatan rekonsiliasi adalah
a) Rekonsiliasi obat saat di UGD
b) Rekonsiliasi obat saat transfer
c) Konseling obat saat pasien akan pulang
4) Tahapan proses rekonsiliasi :
a) Mengumpulkan data (mencatat dan mengverifikasi obat yang sedang atau yang akan
digunakan pasien meliputi nama obat, dosis, rute pemberian, frekuensi, kapan mulai
diberikan, diganti atau dilanjutkan atau dihentikan, riwayat alergi, efek samping obat
yang dialami).
b) Membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan untuk
menemukan permasalahan obat atau ketidaksesuaian.
c) Melakukan konfirmasi kepada DPJP bila ada permasalahan.
d) Mengkomunikasikan kepada pasien / keluarga pasien / perawat mengenai perubahan/
penundaan / penghentian terapi.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
1) PIO yang dilakukan bersifar aktif dan pasif
2) Kegiatan PIO aktif meliputi:
i. Menerbitkkan leaflet
ii. Melakukan penyuluhan terkait kefarmasian dengan kerjasama Tim Penyuluhan
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
iii. Menyediakan informasi terkait obat bagi tenaga kesehatan lain
iv. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian
3) Kegiatan PIO pasif berupa menjawab pertanyaan dari tenaga kesehatan lain
4) kegiatan PIO pasif didokumentasikan dalam formulir yang telah tersedia
d. Konseling
1) konseling dilakukan terhadap pasien rawat inap atau rawat jalan yang membutuhkan
2) Kriteria pasien yang perlu mendapatkan konseling
a. pasien kondisi khusus (geriatri, pediatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
b. pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
c. pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
d. pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
e. pasien yang menggunakan banyak obat
f. pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan yang rendah
3) Konseling dilakukan di ruangan khusus yang menjamin privasi pasien oleh apoteker
yang bertugas
4) Konseling yang dilakukan didokumentasikan dengan mengisi formulir yang sudah
disediakan yang berisi ringkasan konseling.
e. Visite
1) Visite dilakukan oleh apoteker kepada pasien rawat inap
2) Visite dilakukan untuk memantau terapi obat yang dijalankan pasien
32