Anda di halaman 1dari 15

Risalah Praktis

MERAWAT JANAZAH

Dikeluarkan Oleh :

Keta’miran Masjid “ NURUSSALAM”


Gedang Sewu-Pare-Kediri

Penyusun : K. Hafizh Ghozali


Pon. Pes Arriyadl Putra dan Pon. Pes Arriyadl Putri
Ringinagung-Keling-Kepung-Kediri
PERAWATAN JENAZAH

A. Hal-hal yang sunnah di lakukan terhadap seorang setelah nyata-nyata mati:


1. Memejamkan kedua matanya sambil membaca :
‫بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم‬
2. Mengikat dagunya dengan kain yang agak lebar keatas kepala agar mulutnya
tertutup sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak jelek pemandangannya.
3. Melemaskan seluruh sendi tulang tangan dan kaki dan ruas-ruas jari dengan cara
melekuk-lekukkannya lalu meluruskannya agar memudahkan proses memandikan
dan mengkafaninya.
4. Melepaskan semua pakaian yang terpakai ditubuhnya, lalu menutup sekujur
tubuhnya dengan kain tipis yang ujung atasnya diselipkan dibawah kepala dan
ujung bawahnya diselipkan dibawah kedua kakinya agar tida terbuka.
5. Meletakkannya ditempat yang agak tinggi semisal ranjang agar tubuhnya tidak
segera membusuk karena pengaruh lembabnya tanah. Posisi mayit dihadapkan
kearah qiblat sebagaimana ia dalam keadaan sakarotil maut (muhtadlor).
6. Meletakkan suatu benda seberat kira-kira 20 dirham (0,5 kg) diatas perutnya agar
perutnya tidak mengembung/ membesar.
Pelaksana serangkaian diatas adalah mahrom si mayyit yang paling sayang
kepadanya yang sejenis dalam segi laki-laki atau perempuannya. Suami atau istri
statusnya sebagaimana mahrom bahkan lebih utama untuk melaksanakan hal-hal
di atas. Dan diperbolehkan laki-laki melaksanakan hal-hal tersebut diatas untuk
jenazah wanita atau sebaliknya selama ada ikatan mahromiyyah Dan hendaknya
ketika melakukan hal–hal diatas selalu mendo’akan si mayyit agar dikaruniani
rohmah dan maghfiroh.
B. Tajhizul Mayyit
Merawat mayyit meliputi : memandikan, mengafani, mensholati dan mengubur
hukumnya adalah fardlu kifayah
●Memandikan
Batas minimal memandikan mayyit setelah menghilangkan najis
darinya adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya termasuk bagian yang

2
tampak dari kemaluan perempuan ketika duduk jongkok dan kulit yang berada
di bawah qulfah anak yang belum dikhitan 1.
Sedangkan cara memandikan mayyit yang lebih sampurna adalah sebagai
berikut :
1. Mayyit di mandikan di tempat yang sepi beratap, tidak ada yang boleh masuk
kecuali orang yang memandikan dan yang membantunya.2 Sekeliling tempat itu
ditutup sehingga orang-orang yang memandikan (yang berada dalam tempat itu)
tidak kelihatan oleh orang-orang yang berada di luar atau orang yang
berdatangan.
2. Mayyit di tutup dengan kain yang tipis dan diletakkan di tempat yang agak tinggi
semisal di atas ranjang supaya tidak terkena percikan air.
3. Menggunakan air asin yang dingin kecuali ada kebutuhan terhadap air hangat.
Air yang digunakan untuk memandikan mayyit dimasukkan dalam tong yang
diletakkan di tempat yang lebih tinggi. Bagian bawah tong diberi pipa saluran air yang
ada krannya, agar mudah mengalirkan air pada badan jenazah yang dimandikan. Bila
hendak menghentikan aliran air, maka cukup memutar kran saja. Cara demikian itu
lebih aman dan lebih praktis.3
Sebelum mayyit dimandikan, bila dalam tubuh si mayyit terdapat hal-hal yang
menghalangi sampainya air pada kulitnya, maka harus dibersihkan terlebih dahulu,

1
Anak laki-laki yang belum di khitan apabila bagian yang berada di bawah qulf dalam keadaan suci
namun tidak bisa dibuka/ tidak bisa di tembus oleh air mandi, menurut Ibnu Hajar sebagai pengganti
membasuh adalah ditayamumi.
2
Mayyit laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki mayyit perempuan dimandikan oleh orang-orang
perempuan. Keterangan dibeberapa kitab yang menjelaskan bahwa jika jenazah perempuan, maka
orang laki-laki yang berstatus kerabat (mahramnya) boleh masuk, demikian juga jika jenazah laki-laki,
maka orang perempuan yang menjadi kerabatnya (mahramnya) boleh masuk, itu maksudnya adalah
hukum diperbolehkannya melihat jenazah tersebut, karena adanya hubungan kekerabatan diantara
mereka dan jenazah. Dan perlu diketahui bahwa hukum ini belum secara utuh atau menyeluruh.
Sedangkan hukum yang seutuhnya adalah wanita yang menjadi mahram jenazah laki-laki tidak
boleh masuk ke tempat memandikan. Karena jika jenazah laki-laki, maka orang yang boleh
memandikan adalah orang laki-laki. apabila perempuandari mahram jenazah tetap diperbolehkan
masuk, maka akan terjadi percampuran (ikhthilath) antara perempuan ajnabiyyah dan laki-laki ajnabi.
Jadi, ringkas dan jelas hukum seutuhnya adalah jika jenazah laki-laki, maka yang boleh masuk
untuk memandikan adalah laki–laki. Sedangkan perempuan tidak boleh masuk, meskipun berstatus
mahram jenazah. Demikian sebaliknya, jika jenazah perempuan, maka orang laki-laki tidak boleh
masuk walaupun berstatus mahram. (At-Tamriidl Hal: 18 karya Asysyaikh Maisur Sindi)
3
At-Tamriidl Hal: 16

3
seperti getah dan kotoran yang ada di bawah kuku. Cara pembersihan Kotoran ini
bisa dilakukan dengan sejenis lidi.
Bila dalam tubuh si mayyit terdapat Najis ‘ainiyah, maka harus dibersihkan dulu,
sebab bila tidak, maka najis tersebut akan berpindah ke tempat lain yang suci,
sehingga tempat tersebut menjadi mutanajjis. Apalagi kalau najis tersebut terkena
air, maka najis tersebut akan mudah menyebar dan merata ke sekujur tubuh jenazah
dan juga kain yang menutupinya. Kalau sudah demikian, kesucian jenazah akan sulit
terjaga. Oleh karenanya najis 'ainiyah harus disucikan terlebih dahulu4
4. Yang pertama kali dilakukan dalam memandikan mayyit setelah mayyit diletakkan
di tempat memandikan adalah mayyit didudukkan agak condong kebelakang,
tangan kanan orang yang memandikan diletakkan pada bahu si mayyit sedang ibu
jarinya diletakkan pada tengkuk leher si mayyit agar kepalanya tidak miring.
Punggung si mayyit disandarkan pada lutut kanan yang memandikan agar tidak
jatuh, selanjutnnya perut mayyit ditekan sedikit dengan tangan kiri dari bagian
atas menuju kebawah agar kotoran-kotoran yang ada di dalam perut keluar,
sehingga setelah di mandikan tidak keluar kotoran lagi. Selanjutnya mayyit
dibaringkan terlentang dan kedua kemaluannya di sucikan dengan tangan kiri yang
di balut kain. Kemudian membalutkan kain yang lain (setelah balut yang pertama
dibuang) dalam keadaan dibasahi air pada tangan kiri untuk membersihkan gigi-
gigi dan kedua lubang hidung si mayyit dengan telunjuk jari tangan kiri dan
mengeluarkan kotoran-kotoran hidung jika ada.
5. Kemudian mayyit di wudlu’kan sebagaimana wudlunya orang hidup dengan niat
sebagai berikut : َ‫نَ َويَتََتَ َوضَئَةََهَذَاَالَمَيَتََسَنَةََللهََتَعَالَى‬
Kemudian kepala lalu jenggot si mayyit di basuh dengan air yang bercampur daun
bidara atau sejenisnya dan keduanya disisir pelan-pelan dengan sisir yang giginya
renggang jika rambutnya acak-acakan. Rambut yang rontok maka wajib di
kebumikan bersama mayyit dan disunnahkan dimasukkan dalam kafannya.
6. Kemudian badan mayyit bagian depan sebelah kanan dibasuh dengan air yang
telah dicampur daun bidara atau sabun mulai dari leher hingga ujung kaki kanan,
disusul kemudian bagian depan sebelah kiri mulai leher sampai ujung kaki kiri, Lalu
mayyit dimiringkan ke kiri untuk membasuh bagian badan sebelah kanan yang
belakang mulai tengkuk sampai telapak kaki kemudian dimiringkan ke sebelah

4
At-Tamriidl Hal: 18

4
kanan untuk membasuh bagian badan belakang sebelah kiri. Untuk kepala dan
jenggot tidak perlu dibasuh kembali dan haram menelungkupkannya.
7. Kemudian mengguyurkan air yang jernih (tidak dicampur daun bidara atau sabun)
untuk membilas basuhan yang pertama secara merata mulai dari kepala sampai
telapak kaki dengan cara seperti basuhan yang pertama. 5
8. Kemudian mengguyur seluruh tubuh mayyit6 dengan air jernih yang dicampur
dengan sedikit kapur barus (sekira tidak merubah kemuthlakan air) pada basuhan
yang ketiga ini, orang yang memandikan disunnahkan berniat memandikan mayyit
sebagaimana berikut : ‫نويت غسل هذا الميت لله تعالى‬
Tiga kali basuhan tersebut dihitung satu kali dan disunnahkan mengulanginya
sampai tiga kali.
9. Selanjutnya mayyit dihisap dengan kain atau handuk agar kain kafan tidak basah
sehingga tidak mempercepat pembusukan mayyit.
Catatan :
a. Apabila setelah dimandikan keluar najis maka wajib menghilangkan dan
membasuhnya saja (tidak wajib memandikannya lagi).
b. Yang memandikan disunnahkan untuk tidak melihat bagian-bagian selain aurot
mayyit kecuali sekedar kebutuhan. Adapun aurot mayyit )‫ (ما بين السرة والركبة‬maka
tidak boleh dilihat.
c. Sejak awal proses memandikan sampai akhir wajah mayyit disunnahkan ditutup.

●Mengkafani jenazah
Sebelum jenazah dikafani, seluruh lapisan kain kafan hendaknya sudah di
bentangkan dan ditata rapi disatu tempat tertentu.
Kain kafan mayyit adalah kain yang diperbolehkan dipakai sewaktu ia masih
hidup, untuk itu mayyit laki-laki tidak boleh dikafani dengan kain sutra.
Yang lebih sempurna dalam mengkafani mayyit laki-laki adalah memakai tiga
lapis kain putih yang setiap lembarnya bisa menutup badan mayyit, tanpa tambahan
baju gamis dan surban. Rasulullah juga dikafani tiga lapis kain kafan tanpa gamis dan
surban. Untuk jenazah wanita, maka yang lebih sempurna adalah dengan
menggunakan beberapa potong kain yang terdiri dari : izar, gamis, tutup kepala, dua
lapis kain kafan.

5
Al-Jamal Juz: 2 Hal: 146
6
termasuk bagian yang tampak dari kemaluan perempuan ketika duduk jongkok.

5
Mayyit laki-laki yang meninggal saat melaksanakn ihrom maka kepalanya harus
dibuka (tidak boleh ditutupdengan kain kafan). Mayyit wanita yang meninggal saat
melaksanakn ihrom, maka wajahnya tidak boleh ditutup dengan kain kafan.
Sebelum meletakkan mayyit pada kain kafan, letakkanlah ikat terlebih dahulu
di bawah kain kafan. Dan bagi mayyit perempuan letakkanlah pula kain ikat agak
lebar pada bagian dadanya yang bisa menutup bagian payudara dan diletakkan pada
kafan bagian luar agar supaya kedua payudaranya tidak bergerak-gerak ketika dibawa
ke pemakaman dan di dalam kubur semua tali pengikat tersebut dilepas kecuali
pengikat pantat yang diletakkan di dalam kafan.
Setiap lapis sunnah ditaburi kerikan kayu cendana /kapur barus.
Kemudian mayyit diletakkan di atas kain kafan yang telah disiapkan. Tubuhnya
ditaburi dengan kerikan kayu cendana atau kapur barus, kemudian kedua tangannya
disededkepkan diatas dada (tangan kanan memegang tangan kiri) atau dibiarkan
terbujur disamping lambungnya.
Memberi kapas yang telah ditaburi kerikan kayu cendana atau kapur barus
pada kedua telinga, dahi, kedua mata, hidung, mulut, kedua telapak tangan dan kaki,
qubul, dubur, kedua lutut, dan semua luka-luka mayyit.
Kain kafan sebelah kiri mayyit dilipat menuju sebelah kanan dan yang sebelah
kanan di lipat menuju sebelah kiri, begitu pula selanjutnya. Lebihan kain pada bagian
kepala dianjurkan lebih banyak daripada bagian kaki. Setelah itu kedua ujung dan
tengahnya di ikat agar ketika diangkat tidak lepas. Selanjutnya mayyit diletakkan di
keranda atau disuatu tempat untuk kemudian disholatkan.

●Mensholati jenazah
Pelaksanaan sholat jenazah dilakukan jika jenazah sudah dimandikan
(disucikan) karena mengikuti sunnah Rosul saw. Dan disunnahkan melaksanakan
sholat jenazah setelah jenazah dikafani. Sedangkan mensholati jenazah yang sudah
disucikan namun belum dikafani hukumnya sah, akan tetapi makruh, karena ada
unsur penghinaan terhadap mayyit.

A. Orang-Orang Yang Mensholati Jenazah


Menurut qoul mu’tamad, orang yang sah mensholati jenazah adalah orang yang
mendapat khithob fardlu sejak seseorang meninggal dunia hingga ia akan dikubur,
kira-kira dalam jangka waktu yang cukup untuk mensholati jenazah. Hal ini

6
dinamakan waqtul wujub. Selain itu, orang tersebut tidak mengalami satupun dari
mawani‘us shalah (hal-hal yang manghalangi wajibnya shalat ) yang berjumlah 7
macam yaitu :
1. Kafir asli 5. Ighma’
2. Shiba 6. Haidl
3. Junun 7. Nifas
4. Sakar
Junun (gila), sakar (mabuk), dan ighma’ (ayanen, epilepsi) menjadi mawaani’
apabila tidak ada unsur kesengajaan (bi la ta’addin).
B. Hukum Sholat Jenazah Dan Beberapa Permasalahannya
Hukumnya adalah Fardlu kifayah bagi orang laki-laki yang berada di daerah
(baladnya) orang yang meninggal, yang tidak mengalami mawani’us sholah dan juga
tidak masyaqqot (kesulitan). Atau orang yang di luar balad orang yang meninggal,
namun jika dia datang menuju tempat tersebut, maka dia tidak mengalami
masyaqqot.
Hukum Fardlu kifayah pelaksanaan sholat jenazah di atas bisa gugur bila terdapat
salah satu dari 4 hal, yaitu:
1. Ada orang laki-laki, satu atau lebih, yang telah menjalankan sholat jenazah.
2. Ada orang laki-laki dan orang perempuan yang telah menjalankan sholat jenazah
dengan berjama’ah.
3. Ada orang perempuan yang telah menjalankan sholat jenazah ketika tidak ada
orang laki-laki.
4. Ada orang perempuan yang telah menjalankan sholat jenazah ketika ada orang
laki-laki, tetapi si laki-laki tidak mau mengerjakannya. sholat jenazah setelah
disuruh untuk mengerjakannya.
Jadi, sholat jenazah yang dilakukan oleh orang perempuan sebelum gugurnya fardlu
kifayah adalah tidak sah, sebab belum masuk waktunya. Padahal mengetahui
masuknya waktu sholat merupakan salah satu syarat sahnya sholat.
Sholat jenazah sunnah dilakukan di dalam masjid, karena Rosulullah saw.
mensholati shahabat Suhaili bin Baidho’ dan saudaranya di dalam masjid. Selain itu,
sholat jenazah juga sunnah dilakukan secara berjama’ah sebanyak tiga baris atau
lebih.

7
Asy-Syaikh Sulaiman al-Jamal menyatakan :
1. Jika ada enam orang hadir dan akan melaksanakan sholat jenazah secara
berjama’ah, maka cara mengatur barisannya adalah : 7
Satu orang berdiri, di sebelah kanan Imam, sedikit ke belakang, kemudian yang
empat orang dijadikan dua baris, setiap satu baris berisi dua orang, sehingga
seluruhnya terdapat tiga baris.
2. Jika yang hadir tiga orang, maka satu orang berdiri sendirian sebagai Imam, satu
orang berdiri di belakang Imam, dan satu orang lagi berdiri di belakang orang itu.
3. Jika yang hadir sudah dapat mencapai tiga baris selain imam, misalnya: 7 orang
dan semuanya satu jenis, maka supaya berbaris menjadi tiga baris di belakang si
imam
4. Dan bila jama’ah sholat jenazah sudah berjumlah tiga shof, lalu seseorang datang,
maka ia berdiri dalam barisan pertama, tidak berdiri sendiri di belakang shof
ketiga, karena hal ini akan menghilangkan nama shof. Ia juga tidak berdiri pada
shof yang ketiga atau yang kedua, karena shof pertama adalah paling utama,
kemudian kedua dan seterusnya.
5. Apabila sudah terdapat tiga shof, lalu menyusul datang beberapa orang yang
berlainan jenisnya, maka kelompok laki-laki dibuat tiga baris, secara terpisah dari
kelompok perempuan. Dan kelompok perempuan supaya membuat barisan
sendiri yang berjumlah tiga baris di belakang kelompok laki-laki.
Lafadz yang digunakan memberitahukan akan dilaksanakannya sholat jenazah
adalah lafadz : 8 ََ‫ الصالةََعلىَمنَحضرَمنَامواتَالمسلمين‬.
Untuk memberitahukan jama’ah sholat jenazah tidak menggunakan lafadz : َ‫الصالة‬
َ‫ جامعة‬karena sholat jenazah bukanlah termasuk sholat sunnah, walaupun dianjurkan
berjama’ah.
Posisi imam/ yang mensholati sendirian adalah berdiri lurus dengan pundak
atau bahu mayyit laki-laki, atau lurus dengan pantat jenazah perempuan. Sedangkan
posisi mayyit lk/pr mayoritas badannya berada di sebelah kanan imam atau yang
mensholati sendirian. Untuk itu mayyit laki-laki afdlolnya dibujurkan ke arah selatan
(di negara kita), dan mayyit perempuan dibujurkan ke utara.
Mayyit harus berada di depan orang yang mensholati kecuali mayit ghoib.
Antara mayyit hadir dan orang yang mensholati harus tidak ada penghalang. Keranda

7 Baca al-Jamal, juz : II, hal : 185.


8 Al-Bajuri Juz : 1 Hal : 168

8
tidak diaggap penghalang selama tidak dipaku, kecuali apabila mayyit disholati di
dalam masjid, maka secara muthlaq keranda tidak dianggap sebagai penghalang.
Dalam sholat jenazah yang hadir, posisi jenazah terhadap musholli adalah
sama dengan posisi Imam )َ‫ (َنزلَمنزلةَاإلمام‬Sehingga jenazah harus ada di depan Musholli
(arah Qiblat), sedangkan musholli harus berada di belakangnya (jenazah berada di
sebelah barat dan musholli di sebelah timur. Hal ini berlaku untuk daerah yang
berada di sebelah timur kota Makkah ). Selain itu, musholli harus bisa wushul /
sampai pada jenazah tanpa ada rintangan ( haail ).

Yang dii’tibar / diperhatikan dalam hal " wushul " adalah kaki musholli terhadap
jenazah. artinya kaki musholli sama rata dengan jenazah. Oleh karena itu, seandainya
jenazah berada di tempat yang tinggi, yang apabila musholli berdiri di sisinya niscaya
tidak sejajar, walaupun tangannya bisa sampai, maka sholatnya tidak sah. Dan jika di
antara musholli dan mayat, terdapat tangga, sehingga mudah bagi musholli untuk
menuju ke arah mayat, dan tangga tersebut, berada di depan musholli, maka sah
sholatnya.9

Adapun penjelasan ulama’ tentang sahnya mensholatkan jenazah yang


diangkat di atas pundak (misalnya) itu konteknya adalah tidak dalam permulaan
sholat namun di pertengahan pelaksanaan sholat atau jenazah dalam kedaan ‫سائرة‬
(diangkat sambil berjalan).

Rukun-rukun sholat jenazah dan tatacaranya sudah ma’lum sebagaimana dalam


literature kitab-kitab klasik. Namun perlu dimengerti bahwa salam sholat mayyit
menurut pendapat yang mu’tamad adalah tanpa menambahkan lafadz ‫ وبركاته‬.

●Pemakaman jenazah

Seusai di sholati mayyit hendaknya segera diusung ke pemakaman dengan


posisi kepala jenazah di depan, pemikul jenazah adalah laki-laki, bagi perempuan
hukumnya makruh ikut memikul. Pengantar jenazah lebih utama berjalan di depan
dengan jarak sekira jika menoleh kebelakang bisa melihat jenazah. Dimakruhkan
membawa api ketika mengantarkan jenazah termasuk rokok.

9
al-Tamridl. Hal : 40

9
Setelah jenazah sampai di tempat pemakaman maka :

 Posisikan keranda di sebelah selatan tempat pemakaman, lalu mayyit


dikeluarkan dari keranda dengan pelan-pelan dimulai dari kepalanya untuk
dimasukkan keliang kubur seraya di atasnya ditutup dengan kain atau lainnya
sampai jenazah diletakkan di dasar lubang oleh orang yang sudah ada di liang
kubur. Petugas yang masuk keliang kubur ini sunnahnya berjumlah ganjil. Setelah
mayyit sampai di dasar lubang posisi jenazah dimiringkan ke sebelah kanan,
menghadap qiblat, badan bagian depan ditempelkan pada dinding kuburan
sebelah qiblat, pipi sebelah kanan ditempelkan ke tanah setelah kafan di bagian
pipi tersebut dibuka dan tali kain kafan dilepas semuanya kecuali ikat dua pantat.
 Orang yang mengikuti prosesi pemakaman jenazah disunnahkan untuk
mengambil sedikit tanah dari kuburan tempat jenazah dimakamkan, kemudian
dilemparkan ke arah liang kubur sebanyak tiga kali, sambil membaca : 10
1) َ‫من هاَخلقناكم‬ pada lemparan pertama
2) َََََََََََََ‫وفي هاَنعيدكم‬ pada lemparan kedua
3) ‫ ومن هاَنخرجكمَتارةَأخرى‬pada lemparan ketiga
Tanah tersebut diambil dari arah kepala mayat dengan kedua tangan. Seperti
inilah kaifiyyah (cara) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. namun perlu diingat
bahwa hal tersebut dilakukan setelah liang kubur ditutup dengan kayu atau
sejenisnya. 11

Dalam menguruk liang kubur disunnahkan untuk meninggikan dari permukaan


tanah kira kira sejengkal serta meratakannya [tasthiih] sehingga tidak berbentuk
gundukan [tasniim].
Permasalahan Waaqi'iyyah.
Telah biasa terjadi di daerah kita, adanya adzan yang dikumandangkan oleh
seseorang yang berada di dalam liang kubur ketika jenazah sudah diletakkan dan akan
ditimbun. Padahal, menurut fatwa asy-Syaikh Ibni Hajar kebiasaan tersebut
merupakan bid'ah yang harus diingkari.12

10 Baca Raudlatuth Thaalibin, juz : I, hal : 652.


11 Baca I'aanatuth Tholibin dan Haamisynya, juz : II, hal : 135.
12
Permasalahan ini telah dikupas tuntas oleh MMPP MA dalam buku “hukum Adzan di pekuburan”.

10
CARA PEMOTONGAN KAIN KAFAN
UNTUK MAYYIT LAKI-LAKI
Yang kita butuhkan untuk mengkafani mayyit laki-laki
1. 3 lapis kain kafan dengan ukuran panjang dan lebar sama
2. 3 tali dengan 2 ukuran sama dan 1 ukuran lebih lebar
Contoh : Untuk mayyit dengan tinggi 166 cm kita membutuhkan kain ukuran
Panjang 216 cm dengan rincian sbb :
166 cm: tinggi mayyit
30 cm: pocong atas
20 cm: pocong bawah
Lebar: lebih dari 100 cm (1 M)
Karena lebar kain pabrik hanya satu meter (misalnya) maka perlu di tempuh beberapa
langkah sbb :
1. Potonglah kain ukuran panjang 216 cm sebanyak empat lembar (4 lb)
2. Potonglah kain dengan ukuran 108 cm sebanyak satu lembar (1 lb)
3. Ambil 1 lembar kain ukuran 216 cm kemudian potong dengan ukuran lebar
sama (menjadi dua potong A dan B).
4. Kemudian A kita jahit dengan salah satu dari potongan kain ukuran 216 cm
tadi untuk menambah lebarnya begitupula B. dan berarti kita telah berhasil
menyiapkan kain kafan dengan ukuran 216 cm x 150 cm sebanyak 2 lembar.
5. Langkah berikutnya, potonglah memanjang kain ukuran 108 cm manjadi dua
bagian dengan lebar yang sama. Selanjutnya, sambunglah potongan tadi
sehingga panjangnya menjadi 216 cm. Lalu kain yang telah bersambungan ini
kita jahit dengan potongan kain ukuran 216 cm yang masih tersisa untuk
menambah labarnya.
Dengan demikian kita telah menyiapkan kain kafan dengan ukuran sama @ 216
cm x 150 cm sebanyak tiga lembar (3 lbr)
Untuk tali pocong dan tengah kita membutuhkan 3 utas tali serta satu ikat pantat :
2 utas tali dengan ukuran sama : @ 6 cm
1 utas tali dengan ukuran lebih lebar ( untuk tali tengah ) : 8 cm
1 utas tali dengan ukuran lebih lebar ( untuk tali pantat ) : 8 cm

Dengan demikian panjang kain yang kita butuhkan secara total adalah :

11
216 cm x 4 = 864 cm
108 cm
28 cm +
Total : 1000 cm = 10 M

UNTUK MAYYIT PEREMPUAN


Yang kita butuhkan untuk mengkafani mayyit perempuan adalah sbb :
1. 2 lapis kain kafan dengan ukuran panjang dan lebar sama
2. Khimaar (tutup kepala / kerudung)
3. Izaar (jarit)
4. Qomiish (baju gamis)
5. 3 utas tali dengan ukuran sama dan satu lebih lebar.
Contoh : Untuk mayyit perempuan dengan tinggi 160 cm kita membutuhkan kain
dengan ukuran :
Panjang 210 cm dengan perincian :
160 cm tinggi mayyit
30 cm pocong atas
20 cm pocong bawah
Lebar lebih dari 100 cm (1 M)
Untuk membuat dua lapis yang panjang dan lebarnya sama di perlukan langkah
sebagai berikut :
1. Potonglah kain dengan ukuran panjang 210 cm sebanyak 3 lembar (3 lb)
2. Ambilah satu lembar dan potong memanjang dengan lebar sama sehingga menjadi
dua (A&B)
3. Ambil keduanya kemudian masing-masing jahitlah dengan masing-masing kain
yang berukuran panjang 210 cm untuk menambah lebarnya, sehingga kita sudah
berhasil menyiapkan kain kafan sebanyak dua lembar dengan ukuran @ 210 cm x
150 cm.
Untuk membuat khimaar : yang kita butuhkan adalah kain dengan ukuran kurang lebih
100 cm x 100 cm. dan caranya adalah : tarik dalah satu ujung kain membentuk segi
tiga sama sisi dan potonglah pada sisi panjang kain.
Untuk membuat izaar : ukuran lebar kain (paten dari pabrik) dijadikan ukuran
panjangnya mayyit. Jadi kita potong kain sepanjang kurang lebih 115 cm (untuk
dibalutkan / disarungkan).
Untuk membuat gamis :
a. Potong kain ukuran 220 cm lalu lipatlah menjadi dua bagian sama panjang (110)

12
b. Lipatlah sisi lebar kain tersebut ke sisi yang lain
c. Pojok pertemuan lipatan panjang dan lebar kia gunting dari arah bawah pojok
tersebut (kurang lebih 14 cm) membentuk pola seperempat lingkaran. Dan
usahakan tidak sampai putus total.
d. Kain lipatan paling luar di belah menjadi dua sampai pada potongan seperempat
lingkaran tadi.
Untuk ukuran tali :
2 utas tali : lebar @ 4 cm = 8 cm
1 utas tali tengah : lebar 6 cm
1 utas tali payudara : lebar 15 cm
1 utas tali pantat : lebar 6 cm
Jadi total kain yang kita butuhkan adalah
210 cm x 3 = 630 cm untuk 2 lapis kafan
100 cm untuk kerudung
220 cm untuk gamis
115 cm untuk izaar
35 cm untuk tali
======= 1.100 cm = 11 M

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai