Anda di halaman 1dari 6

Episode Gagal Miskin

Manusia pada umumnya berlomba-lomba mengumpulkan harta


kekayaannya untuk menjadi kaya. Berbagai kepentingan dunia
dipikirkan, tanpa disadari lupa apakah sudah mengumpulkan
bekal di akhirat? Dari Abdurrahman bin Auf mungkin kita bisa
belajar, bahwa harta bukanlah segalanya. Beliau adalah salah
satu sahabat nabi yang kaya raya namun gemar sedekah.
Abdurrahman bin Auf lahir dari ibu bernama Shafiyah,
sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu `Auf bin `Abdul
Harits bin Zahrah. Dengan kekayaannya yang dimiliki, dia justru
menangis karena khawatir akan memasuki surga paling terakhir.

"Suatu ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata,


Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu
kaya, sehingga dihisabnya paling lama. Mendengar hal
tersebut Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana
caranya agar ia kembali menjadi miskin supaya dapat
memasuki surga lebih awal," tuturnya.
Agar jatuh miskin, Abdurrahman bin Auf pernah
menyedekahkan separuh hartanya pada zaman Nabi. Setelah
itu ia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar yang kebanyakan
harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan.
Suatu hari ada salah satu kaum Anshar bernama Sa'ad yang
terkenal dengan kekayaannya di Madinah menawarkan harta
pada Abdurrahman bin Auf. Akan tetapi, saat itu penawaran
ditolak dan dia malah bertanya lokasi pasar yang ada di
Madinah saat itu. Setelah dicari tahu, ternyata harga sewa pasar
di Madinah sangat mahal, banyak orang-orang yang ingin
berdagang namun tidak ada modal besar untuk menyewa
tempat. Dengan peluang dan inisiatifnya, Abdurrahman bin Auf
membeli tanah itu dan menjadikannya sebagai kavling-kavling
pasar.
Kavling-kavling tersebut dia bangun dan digunakan oleh
pedagang muslim tanpa membayar sewa. Abdurrahman bin Auf
menerapkan sistem bagi hasil yang lebih adil, sehingga tidak
memberatkan dan mencekik para pedagang yang masih merintis.

Berdasarkan situs resmi Dompet Dhuafa, Abdurrahman bin Auf


pernah memberikan 200 uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan
kurang lebih 31 gram) untuk memenuhi kebutuhan logistik selama
perang Tabuk. Saat ada seruan untuk berinfak dari Rasulullah
SAW, ia tak pernah berpikir panjang dan ragu-ragu. Begitupun
saat perang Badar yang jumlahnya mencapai 100 orang, dia
memberikan santunan 400 dinar kepada masing-masing veteran.
Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan 40 ribu dinar, 500
ekor kuda, dan 1.500 unta untuk para pejuang.

Tidak hanya itu, dia juga pernah bersedekah dengan membeli


kurma yang hampir busuk dari para sahabat di Madinah. Semua
pedagang pun sontak gembira karena kurma mereka bisa dijual,
begitupun Abdurrahman bin Auf yang senang dan berharap akan
jatuh miskin. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang datang dan
mengaku berasal dari utusan Yaman. Dia memberitakan bahwa di
negerinya sedang terkena wabah penyakit menular, sehingga
rajanya mengutus dirinya untuk mencari kurma busuk.

Menurutnya, kurma busuk adalah salah satu obat yang bisa


menyembuhkan dari penyakit menular itu. Akhirnya utusan raja
Yaman tersebut memborong semua kurma milik Abdurrahman bin
Auf dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa. Berkat
kedermawanannya itu, tidak membuat Abdurrahman bin 'Auf
langsung jatuh miskin, justru kehidupannya terus meningkat.
Keberhasilannya dalam bisnis membuatnya dijuluki sebagai
tangan emas, karena apapun yang dikerjakan selalu sukses
dan membuahkan hasil yang besar. Di saat Abdurrahman bin
Auf merelakan semua hartanya agar jatuh miskin, saat itu pula
Allah memberikan limpahan harta berkali-kali lipat untuknya.
Hingga pada waktunya, dia meninggal di usia 72 tahun dan
masuk dalam deretan 10 sahabat nabi yang dijamin masuk
surga. Baginya, warisan terbaik yang ditinggalkan pada
keluarganya saat meninggal bukanlah harta atau kekayaan,
melainkan ajaran Islam dan teladan dari Rasulullah SAW.
Episode Orang Kaya yang di Jamin Masuk Surga
Dua hari setelah Abu Bakar RA masuk dan berbaiat untuk
memahami Islam, sahabatnya, Abdurrahman bin Auf RA juga
melakukan langkah serupa. Hingga kelak, kedua sahabat itu
menjadi dua dari delapan orang awal yang dijanjikan masuk
surga atau dikenal sebagai Assabiqunal Awwalun.

Sejarah mencatat, Abdurrahman bin Auf merupakan sahabat


Rasulullah SAW yang kaya raya dan terkenal akan
kegemarannya untuk bersedekah di jalan Allah SWT. Jika
menilik ke belakang, tentu saja hal tersebut tak jauh dari
didikan ayahnya, Auf bin Abd Auf, tentang menepati janji dan
mencintai sesama. Hingga nilai bijaksana, setia, dermawan
terus melekat padanya ketika beranjak dewasa. Dalam suatu
kisahnya yang terkenal, Madinah, yang tampak tenang saat itu
mendadak ramai, warga dan para pedagang berlarian menuju
jalan. Rupanya, kafilah Abdurrahman bin Auf dengan 700
ekor untanya lengkap dengan dagangan memasuki Madinah,
untuk disumbangkan.

Singkat cerita, Ummul Mukmin Aisyah Rha yang saat itu


sedang menyampaikan hadist-hadist Rasulullah teringat
hadist yang menerangkan bin Auf, dia berkata; “Semoga Allah
melimpahkan berkah-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya
di dunia, serta pahala yang besar di akhirat nanti. Aku pernah
mendengar Rasul SAW bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf
akan masuk surga sambil merangkak.”

Mendengar hal tersebut, seorang sahabat berlari kencang


mencari Abdurrahman bin Auf untuk menyampaikan kabar
gembira itu.
Hingga akhirnya Abdurahman bin Auf menemui Aisyah RA dan
bertanya “Wahai Ibunda, apakah Ibunda mendengar sendiri
ucapan itu dari Rasulullah?” Jawab Aisyah, “Ya, aku mendengar
sendiri.”

Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf kegirangan


sambil berkata “Wahai Ibunda, saksikanlah, seluruh unta
lengkap dengan barang dagangan di punggungnya masing-
masing, aku dermakan untuk fisabilillah.” Dalam cerita
tersebut, diilustrasikan bahwa Abdurrahman bin Auf tidak
merangkak karena sulitnya memasuki surga.

Sebaliknya, ia sangat dekat dengan surga, sehingga ia tak


perlu lagi berjalan dan hanya perlu merangkak saja. Mengutip
buku The Great Sahaba karangan Rizem Aizid, Abdurrahman
bin Auf yang lahir tepat sepuluh tahun setelah tahun gajah itu,
menjadikan sifat dan sikap dermawan ajaran ayahnya menjadi
tuntunan. Bahkan, dalam buku tersebut disebut juga bahwa
setelah masuk Islam, segala sikap Abdurrahman bin Auf itu
menjadikannya semakin dekat dengan Rasulullah. Terlebih,
ketika ia rela berkoban demi agama dan Allah SWT.

Pria yang berfisik gagah dan tampan itu memiliki kulit


kemerah-merahan, rambut hitam tak beruban dan tangan
serta jari yang besar. Ketika berjalan, ia kerap terlihat sedikit
pincang, karena cacat pada kaki yang diperoleh saat jihad di
jalan Allah pada Perang Uhud. Mendapat perlakuan tak
mengenakan dari kaum Quraisy, hijrah juga dilakukannya atas
seizin Rasulullah. Tak berselang lama, ia Bersama sahabat
lainnya hijrah ke Habsyah. Peristiwa itu terjadi pada saat
Rasulullah SAW diutus pada tahun ke-5 nya.
Namun demikian, Abdurrahman bin Auf tak bisa bertahan
lama di daerah tersebut. Panggilan hatinya menyerukan untuk
kembali ke Makkah dan membantu Rasulullah SAW dalam
menyebarkan Islam. Selang beberapa waktu, ia kembali
mengikuti hijrah ke Madinah.

Hingga akhirnya ia hidup bahagia. Selain membantu


menyebarkan Islam, ia juga menjadi pengawal setia
Rasulullah. Meskipun, di luar kehidupannya yang lain, ia
merupakan pengusaha sukses dengan usaha dagangnya. Hasil
yang dihasilkan dari pekerjaan yang disukainya itu, tak lantas
menjadikannya sombong atau berdiam dan menikmati
kekayaanya.

Sebaliknya, ia memanfaatkan rezeki dari Allah SWT dengan


percaya pada jaminan Allah. Lebih jauh, mengutip buku Kisah
10 Pahlawan Surga karya Abu Zaein, pada awalnya,
Abdurrahman bin Auf memiliki nama Abd Amr bin Abd Auf bin
Al-Harits, yang berasal dari keturunan Bani Zuhrah (keturunan
paman Rasulullah dari pihak ibu). Setelah mengatakan
kesanggupannya berjalan di jalan Allah, Nabi Muhammad SAW
berkata padanya untuk mengganti nama. “Gantilah namamu
dengan Abdurrahman.”. Mendengar perkataan itu ia
bergembira, hingga mulai saat itu dikenal lah nama
Abdurrahman bin Auf, pedagang sukses sahabat nabi yang
memperjuangkan Islam hingga akhir hayatnya di usia ke-75
tahun.

Anda mungkin juga menyukai