Kien
mengatakan
Edema mukosa dan dinding bronkhus
sesak napas
Sianosis
Pasien
mengatakan
Edema mukosa dan dinding bronkhus
cemas dengan
penyakit yang
dialaminya
Peningkatan usaha dan frekuensi
DO : pernapasan
Pasien tampak
gelisah
Penggunaan otot bantu napas
Berkeringat
dingin
Ansietas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dasar
2.1.1 Pengertian
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel
mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-
kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan.
Bronkus adalah cabang tenggorokan yang merupakan lanjutan dari trakea, yang
berjumlah 2 buah dan terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. (Syaifuddin,
1997 : 88)
Asma Bronchial adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit
kompleks yang diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi.
ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial adalah gangguan
atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan inflamasi kronis saluran nafas dengan
ciri bronkospasme periodik yang reversible (dapat kembali), adanya wheezing, sesak nafas
2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Karena sifat inilah maka
serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisis, metabolik, kimia,
alergen, infeksi.
Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan
2.1.2.1 Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan. Karena tubuh sangat
responsive terhadap allergen ini sehingga terjadi pembengkakkan pada membran yang
melapisi bronkus yang menyebabkan sesak nafas. Sama halnya dengan iritan seperti asap,
bau-bauan, polutan yang mengiritasi membran bronkus sehingga terjadi produksi sekret yang
berlebih oleh reaksi imunitas yang memfagosit bakteri-bakteri atau virus yang masuk
2.1.2.2 Perubahan cuaca yang ekstrim seperti udara yang dingin, emosi dan olahraga yang berlebihan
memicu terlepasnya histamine dan leukotrien sehingga terjadi kontraksi otot polos yang
2.1.2.3 Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas karena bulu binatang, serat kain, serbuk
2.1.3 Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan nafas difus reversible, obstruksi disebabkan oleh
2.1.3.1 Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan nafas.
lingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan kemudian menyerang sel-sel mast seperti
histamine, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot mengakibatkan hipoksemia
membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan karena
Manifestasi Klinis
2.1.4.1.1 Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien yang menyebabkan
2.1.4.1.2 Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau benda asing yang
2.1.4.1.3 Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan bronkus.
2.1.4.2.1.5 Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)
2.1.4.2.2 Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan anoreksia.
2.1.4.2.3 Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang pengetahuan
ruang udara retrosternal dan normal ditemukan saat periode remisi (asma).
2.1.5.2 Pemeriksaan fungsi paru-paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau retriksi, memperkirakan tingkat
2.1.5.3 ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 dan PCO2 menurun pada asma
dengan pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.
2.1.5.4 Darah komplit: dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil dapat mencapai 1000-
2.1.5.5 Kimia darah dan darah rutin: jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT (Serum Glutamic Oxakoacetix Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic
Piruvat Transaminase) meningkat disebabkan karena kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
2.1.5.6 Sputum kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen dan pemeriksaan
2.1.5.7 Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia,
perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi
pada asma.
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik.
2.1.6.1.1 Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya,
serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan
2.1.6.1.3 Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 4 x 125-200
mg sehari.
2.1.6.2.3 Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
800 mg semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
2.1.6.2.4 Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 4 x 1-2
kapsul sehari.
2.1.6.2.5 Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntungannya dapat
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
akibat proses diaforesis dan untuk menambah tenaga karena kelelahan akibat sesak nafas.
Oksigen diberikan 4 l/menit melalui nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang
kurang akibat sesak nafas. Aminophylin bolus 5 mg/kgBB diberikan pelan-pelan selama 20
mg/kgBB/24 jam. Aminophylin diberikan untuk melebarkan jalan nafas karena aminophylin
adalah bronkodilator. Selain itu diberikan dexamethason 10-20 mg/6 jam secara intravena
untuk memacu jantung menghantarkan darah yang mengandung oksigen ke organ-organ yang
infeksi.
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses
dan evaluasi.
2.2.1 Pengkajian
Pengajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status
asthmatikus. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin
terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non
atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asma. Status perkawinan, gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma, pekerjaan,
serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain
yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak
napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,
Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma frekuensi, waktu,
alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma
atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik
ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang
yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asma. yatim piatu,
ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan
peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien
dengan asma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan asma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya
kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi,
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur dan
istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, (Antony C;1997)
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya.
Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asma yang disebut dengan Exerase
Gejala asma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien
perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan
menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi
akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma maka
perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan
jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan
pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995,
Karnen B ;19983).
2.2.1.1.7.2 Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994,
2.2.1.1.7.3 Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan
sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura A.Talbot;1995).
2.2.1.1.7.4 Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan klien. Serta
2.2.1.1.7.5 Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori (Karnen
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada
2.2.1.1.7.7 Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan otot-
2.2.1.1.7.8 Thorak
a. Inspeksi
Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah disebabkan oleh udara
dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi
(www.medlinux.blogspot.com).
b. Palpasi.
Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada asma, paru-paru
penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit
(Laura A.T.;1995).
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan jalan
d. Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih
dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan wheezing karena sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
2.2.1.1.7.9 Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara
jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus,
2.2.1.1.7.10 Abdomen.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang
serangan asma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan
2.2.1.1.7.11 Ekstrimitas.
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan
atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya
masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi
dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggungjawabnya,
(Lismidar ; 1992).
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus
2.2.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola pernafasan dan kerusakan
2.2.2.2 Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar udara dan takut.
2.2.2.3 Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan efek samping obat dan distress
pernafasan.
2.2.2.4 Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan pesipitasi atau memburuknya gejala
2.2.2.5 Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
dan tindakan.
2.2.2.1 Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
2.2.2.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubngan dengan dispnea, kelemahan, efek
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
2.2.2.5 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan
kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
2.2.3 Perencanaan
keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini perawat membuat
rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan
masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas,
menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan (menurut Susan Martin Tucker,
Rencana tindakan :
- Berikan oksigen sesuai pesanan dan untuk distress pernafasan dan sianosis; pemantauan
oksigen transkutan.
- Hindari penggunaan kadar O2 terlalu tinggi karena dapat menekan pernafasan secara
bermakna.
- Berikan bronkodilator melalui nebulizer sesuai pesanan dan kaji status pernafasan sebelum
- Jamin bahwa pasien menerima maksimum untuk usia dan berat badan melalui parenteral dan
oral.
- Periksa kadar teofilin dan berikan dosis bolus dari bronkodilator secara intravena sesuai
- Pantau terhadap tanda dan gejala gagal pernafasan dan siapkan untuk intubasi darurat bila
ada hal berikut terjadi: pernafasan cepat dan dangkal, penurunan bunyi nafas, pengisian
Rencana tindakan :
- Berikan dukungan emosi pada pasien dengan menjelaskan semua prosedur.
- Izinkan keluarga berpartisipasi dalam perawatan pasien bila mereka dapat tetap tenang dan
mendukung.
- Kenalkan bahwa disorientasi dan panik memperberat pasien menjadi hipoksemik.
2.2.3.3 Diagnosa Keperawatan III
Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan efek samping obat dan distress
pernafasan.
Rencana tindakan :
- Pertahankan puasa dan berikan kebutuhan cairan secara parenteral selama distress
pernafasan berat.
- Berikan makan sedikit tapi sering, cairan jernih, dan hangat bila ditoleransi.
Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan persipitasi atau memburuknya gejala
ndakan :
- Secara bertahap tingkatkan aktivitas sambil mendorong ditempat tidur, membaca buku dan
lain-lain.
- Anjurkan latihan sedang dengan sedikitnya 15 menit bagian pemanasan (berenang adalah
- Rujuk pasien pada terapi fisik atau kamp asma untuk latihan fisik
- Ajarkan penggunaan yang tepat dari tehnik relaksasi fisik dan mental untuk mencegah
ancaman serangan.
- Untuk pasien dengan asma karena latihan, instruksikan tentang penggunaan inhaler sebelum
latihan.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit dan
tindakan.
diharapkan : Pasien memahami penyakit dan tindakan juga mampu mendemonstrasikan kembali latihan
Rencana tindakan :
- Ajarkan pasien tentang tanda bahaya dini dari ancaman serangan dan anjurkan intervensi
- Ajarkan pasien cara mengontrol gejala dengan pemberian obat yang tepat.
- Waspadakan terhadap pemajanan iritan lingkungan yang diketahui seperti rokok, udara
- Ijinkan pasien untuk memberikan terapi inhalasi termasuk nama, kerja, dosis, waktu
- Jadwalkan pemberian obat tepat sebelum waktu tidur dengan masukan cairan cukup.
- Beritahu pasien bahwa meskipun dengan penatalaksanaan cermat terhadap serangan kadang-
ng diharapkan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas, menunjukkan perilaku
tindakan :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas mengi, krekels, ronki.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr sesuai toleransi jantung.
2.2.3.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
ng diharapkan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat, berpartisipasi dalam
Rencana tindakan :
- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
2.2.3.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
Rencana tindakan :
- Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.
2.2.3.4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
Rencana tindakan :
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat.
kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
Rencana tindakan :
- Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.
- Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan aktif.
2.2.4 Implementasi
tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan
antara lain :
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan
sengaja dan terus-menerus yang melibatkan pasien dengan perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya.
2.2.5.1.1 Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak.
2.2.5.1.2 Untuk melakukan pengkajian ulang.
2.2.5.2 Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan perilaku
pasien :
2.2.5.2.1 Tujuan tercapai jika pasien mampu menunjukan perilaku sesuai dengan pernyataan tujuan
2.2.5.2.2 Tujuan tercapai sebagian jika pasien sudah mampu menunjukan perilaku tetapi tidak
seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
2.2.5.2.3 Tujuan tidak tercapai jika pasien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukan