Anda di halaman 1dari 23

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakefektifan bersihan jalan


napas
       Kien 
mengatakan
Edema mukosa dan dinding bronkhus
sesak napas

Peningkatan usaha dan frekuensi


DO :
pernapasan
       Adanya
suara

napas tambahan
dan wheezing Penggunaan otot bantu napas
       Pernapasan

>20x/m
Ketidakefektifan bersihan jalan napas

2. DS : Faktor pencetus serangan asma Gangguan pertukaran gas

       Kien 
mengatakan
Edema mukosa dan dinding bronkhus
sesak napas

Peningkatan usaha dan frekuensi


DO :
pernapasan
       Frekuensi napas

>20x/m
Penggunaan otot bantu napas
       Frekuensi nadi
>90x/m 
       Dispnea Gangguan pertukaran gas

       Sianosis

       GDA abnormal

3. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
       Pasien 
mengeluh nafsu
Edema mukosa dan dinding bronkhus
makan menurun
(tak ada 
keinginan
makan) Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan
DO :

        BB
Penggunaan otot bantu napas
       Mual/ muntah

       Tampak
letih
dan lemah Keluhan sistemis, mual/muntah, intake
nutrisi tidak adekuat, malaise
kelemahandan keletihan fisik

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

4. DS : Faktor pencetus serangan asma Ansietas

       Pasien 
mengatakan
Edema mukosa dan dinding bronkhus
cemas dengan
penyakit yang 
dialaminya
Peningkatan usaha dan frekuensi
DO : pernapasan
       Pasien tampak 
gelisah
Penggunaan otot bantu napas
       Berkeringat

dingin 

Keluhan psikososial, kecemasan,


ketidaktahuan akan prognosis

Ansietas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma Bronchial

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dasar

2.1.1    Pengertian

Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel

mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-

kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan.

(Cris Sinclair, 1990 : 94)

Bronkus adalah cabang tenggorokan yang merupakan lanjutan dari trakea, yang

berjumlah 2 buah dan terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. (Syaifuddin,

1997 : 88)

Asma Bronchial adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri

bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit

kompleks yang diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi.

(Irman Somantri, 2008 : 43)

Asma Bronchial merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang

ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan

nafas). (Joyce M. Black, 1996 : 504).

Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial adalah gangguan

atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan inflamasi kronis saluran nafas dengan

ciri bronkospasme periodik yang reversible (dapat kembali), adanya wheezing, sesak nafas

dan batuk dengan atau tanpa adanya sekret.

2.1.2        Etiologi

Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol

pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Karena sifat inilah maka

serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisis, metabolik, kimia,

alergen, infeksi.

Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan

sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:

2.1.2.1    Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan. Karena tubuh sangat

responsive terhadap allergen ini sehingga terjadi pembengkakkan pada membran yang

melapisi bronkus yang menyebabkan sesak nafas. Sama halnya dengan iritan seperti asap,

bau-bauan, polutan yang mengiritasi membran bronkus sehingga terjadi produksi sekret yang

berlebih oleh reaksi imunitas yang memfagosit bakteri-bakteri atau virus yang masuk

kedalam saluran pernafasan (Cris Sinclair, 1990 : 94)

2.1.2.2    Perubahan cuaca yang ekstrim seperti udara yang dingin, emosi dan olahraga yang berlebihan

memicu terlepasnya histamine dan leukotrien sehingga terjadi kontraksi otot polos yang

menyebabkan penyempitan saluran udara (www.medlinux.blogspot.com).

2.1.2.3    Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.

Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium

hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas karena bulu binatang, serat kain, serbuk

dan debu jalanan merupakan faktor pencetus serangan asma (www.medlinux.blogspot.com).

 2.1.3    Patofisiologi

Asma merupakan obstruksi jalan nafas difus reversible, obstruksi disebabkan oleh

satu atau lebih dari yang berikut ini :

2.1.3.1        Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan nafas.

2.1.3.2        Pembengkakkan membran yang melapisi bronki.

2.1.3.3        Pengisian bronki dengan mokus yang kental.


Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap

lingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan kemudian menyerang sel-sel mast seperti

histamine, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat.

Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot mengakibatkan hipoksemia

membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan karena

individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaforesis.

Manifestasi Klinis

2.1.4.1    TRIAS gejala asma terdiri atas :

2.1.4.1.1    Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien yang menyebabkan

kontraksi otot polos sehingga saluran nafas menjadi sempit.

2.1.4.1.2    Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau benda asing yang

masuk ke saluran nafas.

2.1.4.1.3    Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan bronkus.

2.1.4.2    Gambaran klinis pasien yang menderita asma :

2.1.4.2.1 Gambaran objektif.

2.1.4.2.1.1 Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.

2.1.4.2.1.2 Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.

2.1.4.2.1.3 Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.

2.1.4.2.1.4 Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.

2.1.4.2.1.5 Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)

2.1.4.2.2 Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan anoreksia.

2.1.4.2.3 Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang pengetahuan

pasien terhadap situasi penyakitnya.

2.1.5    Pemeriksaan penunjang.


2.1.5.1 Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar, peningkatan

ruang udara retrosternal dan normal ditemukan saat periode remisi (asma).

2.1.5.2 Pemeriksaan fungsi paru-paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari dispnea,

menentukan abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau retriksi, memperkirakan tingkat

disfungsi dan mengevaluasi efek dari terapi misalnya bronkodilator.

2.1.5.3 ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 dan PCO2 menurun pada asma

dengan pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi.

2.1.5.4 Darah komplit: dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil dapat mencapai 1000-

1500/mm3 sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.

2.1.5.5 Kimia darah dan darah rutin: jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya

infeksi. SGOT (Serum Glutamic Oxakoacetix Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic

Piruvat Transaminase) meningkat disebabkan karena kerusakan hati akibat hipoksia atau

hiperkapnea.

2.1.5.6 Sputum kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen dan pemeriksaan

sitologi untuk menentukan penyakit keganansan atau alergi.

2.1.5.7 Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia,

perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi

pada asma.

2.1.6    Penatalaksanaan

Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan

pengobatan farmakologik.

2.1.6.1  Pengobatan non farmakologik

2.1.6.1.1 Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma

sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat

secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

2.1.6.1.2 Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya,

serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan

cairan yang cukup bagi klien.

2.1.6.1.3 Fisioterapi

Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan

dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2.1.6.2 Pengobatan farmakologik

2.1.6.2.1 Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan

pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,

metrapel ).

2.1.6.2.2 Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta

agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 4 x 125-200

mg sehari.

2.1.6.2.3 Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan

kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan dosis 4 x

800 mg semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping

maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
2.1.6.2.4 Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 4 x 1-2

kapsul sehari.

2.1.6.2.5 Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntungannya dapat

diberikan secara oral.

2.1.6.2.6  Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 ).

2.1.6.3 Pengobatan selama serangan status asthmatikus terjadi :

Infus RL : D 5% = 3 : 1 tiap 24 jam diberikan karena pasien mengalami dehidrasi

akibat proses diaforesis dan untuk menambah tenaga karena kelelahan akibat sesak nafas.

Oksigen diberikan 4 l/menit melalui nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang

kurang akibat sesak nafas. Aminophylin bolus 5 mg/kgBB diberikan pelan-pelan selama 20

menit dilanjutkan drip RL atau D 5% mentenence 20 tetes/menit dengan dosis 20

mg/kgBB/24 jam. Aminophylin diberikan untuk melebarkan jalan nafas karena aminophylin

adalah bronkodilator. Selain itu diberikan dexamethason 10-20 mg/6 jam secara intravena

untuk memacu jantung menghantarkan darah yang mengandung oksigen ke organ-organ yang

membutuhkan. Antibiotik spektrum luas untuk membunuh mikroba yang menyebabkan

infeksi.

(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).

2.2 Manajemen Proses Keperawatan


Asuhan  keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan

kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses

keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi.

2.2.1  Pengkajian

2.2.1.1  Pengumpulan data.

2.2.1.1.1  Identitas klien.

Pengajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status

asthmatikus. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin

terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non

atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui

kemungkinan faktor pencetus serangan asma. Status perkawinan, gangguan emosional yang

timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma, pekerjaan,

serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain

yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.

(Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).

Riwayat penyakit sekarang.

Klien  dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak

napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,

Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan

tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

2.2.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit

tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma frekuensi, waktu,
alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang

dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel, 1991)

2.2.1.1.4 Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma

atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada

penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)

2.2.1.1.5 Riwayat psikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik

ganguan itu berasal dari  rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang

yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asma. yatim piatu,

ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan

peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).

2.2.1.1.6 Pola fungsi kesehatan

2.2.1.1.6.1 Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat

Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien

dengan asma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi

serangan asma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)

2.2.1.1.6.2  Pola nutrisi dan metabolisme

Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan

dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya

kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju

metabolisme  serta ansietas yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)

2.2.1.1.6.3 Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi,

jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.


2.2.1.1.6.4 Pola tidur dan istirahat

Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat  klien meliputi berapa lama klien tidur dan

istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan

ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, (Antony C;1997)

2.2.1.1.6.5 Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas  keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya.

Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asma yang disebut dengan Exerase

Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)

2.2.1.1.6.6 Pola hubungan dan peran

Gejala asma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien

perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah

tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)

2.2.1.1.6.7 Pola persepsi dan konsep diri

Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat

menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan

menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan

klien dengan asma meningkatkan kemungkinan serangan asma yang  berulang.

2.2.1.1.6.8 Pola sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya

mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan

asma yang berulangpun akan semakin tinggi.

2.2.1.1.6.9 Pola reproduksi seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi

akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan

meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asma.


2.2.1.1.6.10  Pola penangulangan stress

Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma maka

perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta

cara penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1991)

2.2.1.1.6.11  Pola tata nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan

jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya

merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif

2.2.1.1.7 Pemeriksaan fisik pada pasien Asma Bronchiale

2.2.1.1.7.1    Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan

darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu

pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995,

Karnen B ;19983).

2.2.1.1.7.2    Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,

mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria

atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994,

Laura A. Talbot; 1995).

2.2.1.1.7.3    Kepala.

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan

sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura A.Talbot;1995).

2.2.1.1.7.4    Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan klien. Serta

riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995)).

2.2.1.1.7.5    Hidung

Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori (Karnen

B.;1994, Laura A. Talbot;1995).

2.2.1.1.7.6    Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada

tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).

2.2.1.1.7.7    Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan otot-

otot pernafasan (Karnen B.;1994).

2.2.1.1.7.8    Thorak

a.   Inspeksi

      Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah disebabkan oleh udara

dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi

pernafasan meningkat dan tampak penggunaan otot-otot tambahan

(www.medlinux.blogspot.com).

b.   Palpasi.

Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada asma, paru-paru

penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit

(Laura A.T.;1995).

c.   Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar

dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan jalan

nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru (Laura A.T.;1995).

d.   Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih

dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan wheezing karena sekresi mucus yang kental dalam

lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan

saluran napas menjadi sangat meningkat (Karnen B .;1994).

2.2.1.1.7.9    Kardiovaskuler.

Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara

jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus,

(Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).

2.2.1.1.7.10  Abdomen.

Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang

serangan asma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan

Gallo;1997, Laura A.T.;1995).

2.2.1.1.7.11  Ekstrimitas.

Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat

merangsang serangan asma,(Laura A.T.;1995).

2.2.1.2 Analisa data

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data

merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi

kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan

atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya

membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.


2.2.2 Diagnosa Keperawatan .

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau

masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi

dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,

menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggungjawabnya,

(Lismidar ; 1992).

Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus

(menurut Susan Martin Tucker, 1993):

2.2.2.1  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola pernafasan dan kerusakan

pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme dan peningkatan sekresi pulmoner.

2.2.2.2  Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar udara dan takut.

2.2.2.3  Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan efek samping obat dan distress

pernafasan.

2.2.2.4  Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan pesipitasi atau memburuknya gejala

pernafasan dengan peningkatan aktivitas.

2.2.2.5  Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit

dan tindakan.

Sedangkan menurut Merylin E. Doengoes, 1999 : 156, diagnosa keperawatan yang

sering muncul pada pasien dengan asma adalah :

2.2.2.1 Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi

sekret, sekresi tertahan, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan.

2.2.2.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan

nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubngan dengan dispnea, kelemahan, efek

samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.


2.2.2.4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama

(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,

peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.

2.2.2.5 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan

kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang

mengingat/keterbatasan kognitif.

2.2.3 Perencanaan

Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis

keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan. Pada tahap ini perawat membuat

rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan

masalah klien. Ada tiga fase dalam tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas,

menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan (menurut Susan Martin Tucker,

1993). Perencanaan dari diagnosis-diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

2.2.3.1  Diagnosa keperawatan I

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola pernafasan dan kerusakan

pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme dan peningkatan sekresi pulmoner.

Hasil yang diharapkan:

-          Pasien mempunyai pernafasan yang sesuai usia.

-          Pasien menyebutkan bahwa ia dapat bernafas dengan lebih baik.

-          Pasien mampu membuang sekresi.

-          Mengi minimal dan intoleransi aktivitas minimal.

Rencana tindakan :

-          Pantau TTV, termasuk pengkajian pernafasan tiap 2 jam.

-          Berikan oksigen sesuai pesanan dan untuk distress pernafasan dan sianosis; pemantauan

oksigen transkutan.
-          Hindari penggunaan kadar O2 terlalu tinggi karena dapat menekan pernafasan secara

bermakna.

-          Berikan bronkodilator melalui nebulizer sesuai pesanan dan kaji status pernafasan sebelum

dan sesudah pemberian.

-          Berikan infus bronkodilator secara intravena sesuai pesanan.

-          Jamin bahwa pasien menerima maksimum untuk usia dan berat badan melalui parenteral dan

oral.

-          Izinkan pasien memilih posisi yang paling nyaman.

-          Periksa kadar teofilin dan berikan dosis bolus dari bronkodilator secara intravena sesuai

pesanan untuk mempertahankan kadar obat terapeutik.

-          Patau gas darah.

-          Pantau terhadap tanda dan gejala gagal pernafasan dan siapkan untuk intubasi darurat bila

ada hal berikut terjadi: pernafasan cepat dan dangkal, penurunan bunyi nafas, pengisian

kapiler lambat, takikardia, penurunan kesadaran.

2.2.3.2 Diagnosa Keperawatan II

Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar dan takut.

Hasil yang diharapkan: Ansietas pasien minimal

Rencana tindakan :

-          Minimalkan rutinitas keperawatan sampai status pernafasan membaik.

-          Izinkan pasien memilih posisi yang paling nyaman.

-          Ajarkan tehnik relaksasi (misal aktivitas hiburan, nafas dalam).

-          Berikan dukungan emosi pada pasien dengan menjelaskan semua prosedur.

-          Izinkan keluarga berpartisipasi dalam perawatan pasien bila mereka dapat tetap tenang dan

mendukung.

-          Kenalkan bahwa disorientasi dan panik memperberat pasien menjadi hipoksemik.
2.2.3.3 Diagnosa Keperawatan III

Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan efek samping obat dan distress

pernafasan.

Hasil yang diharapkan : pasien tetap terhidrasi dengan baik.

Rencana tindakan :

-          Kaji terhadap anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.

-          Pantau kadar teofilin darah untuk menghindari toksisitas.

-          Pertahankan puasa dan berikan kebutuhan cairan secara parenteral selama distress

pernafasan berat.

-          Berikan makan sedikit tapi sering, cairan jernih, dan hangat  bila ditoleransi.

-          Ajarka diet reguler untuk usia sesuai toleransi.

-          Pantau masukan dan haluaran.

2.2.3.4 Diagnosa Keperawatan IV

Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan persipitasi atau memburuknya gejala

pernafasan dengan peningkatan  aktivitas.

diharapkan : Pasien mampu mentoleransi peningkatan aktivitas progresif.

ndakan :

-          Anjurkan tirah baring pada gejala pernafasan berat.

-          Secara bertahap tingkatkan aktivitas sambil mendorong ditempat tidur, membaca buku dan

lain-lain.

-          Anjurkan latihan sedang dengan sedikitnya 15 menit bagian pemanasan (berenang adalah

latihan yang paling baik dan siap ditoleransi.

-          Rujuk pasien pada terapi fisik atau kamp asma untuk latihan fisik

-          Ajarkan penggunaan yang tepat dari tehnik relaksasi fisik dan mental untuk mencegah

ancaman serangan.
-          Untuk pasien dengan asma karena latihan, instruksikan tentang penggunaan inhaler sebelum

latihan.

2.2.3.5 Diagnosa Keperawatan V

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit dan

tindakan.

diharapkan : Pasien memahami penyakit dan tindakan juga mampu mendemonstrasikan kembali latihan

pernafasan dan penggunaan inhaler.

Rencana tindakan :

-          Ajarkan pasien untuk menghindari alergen jika diketahui

-          Ajarkan pasien tentang tanda bahaya dini dari ancaman serangan dan anjurkan intervensi

dengan istirahat, peningkatan cairan dan obat-obatan.

-          Ajarkan latihan pernafasan diafragmatik.

-          Ajarkan pasien cara mengontrol gejala dengan pemberian obat yang tepat.

-          Waspadakan penggunaan bronkodilator berlebihan melalui inhaler.

-          Diskusikan kemungkinan pencetus dan annjurkan mempertahankan catatan aktivitas

sebelum, selama dan sesudah serangan.

-          Waspadakan terhadap pemajanan iritan lingkungan yang diketahui seperti rokok, udara

dingin, dan kelembaban berlebihan.

-          Ijinkan pasien untuk memberikan terapi inhalasi termasuk nama, kerja, dosis, waktu

pemberian dan efek samping.

-          Jadwalkan pemberian obat tepat sebelum waktu tidur dengan masukan cairan cukup.

-          Beritahu pasien bahwa meskipun dengan penatalaksanaan cermat terhadap serangan kadang-

kadang dapat terjadi.

-          Diskusikan desentisasi bila tepat.

  Perencanaan menurut Merylin E. Doengoes, 1999 adalah sebagai berikut :


2.2.3.1 Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi

sekret, sekresi tertahan, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan.

ng diharapkan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas, menunjukkan perilaku

untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (misal batuk efektif).

tindakan :

        Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas mengi, krekels, ronki.

        Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.

        Catat adanya derajat dispnea, penggunaan otot bantu.

        Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur.

        Pertahankan polusi lingkungan minimum.

        Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

        Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr sesuai toleransi jantung.

        Berikan obat sesuai indikasi.

2.2.3.2 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan

nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

ng diharapkan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat, berpartisipasi dalam

program pengobatan dalam tingkat kemampuan.

Rencana tindakan :

-          Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot tambahan.

-          Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk

bernafas.

-          Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

-          Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan jika diindikasikan.

-          Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara.

-          Palpasi fremitus.


-          Awasi tingkat kesadaran/status mental.

-          Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan yang tenang.

-          Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.

2.2.3.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,

efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.

Rencana tindakan :

-          Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.

-          Auskultasi bunyi usus.

-          Berikan perawatan oral sering.

-          Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.

-          Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

-          Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.

-          Timbang berat badan sesuai indikasi

2.2.3.4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama

(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,

peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.

Rencana tindakan :

-          Awasi suhu.

Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat.

-          Observasi warna, karakter, bau sputum.

-          Tekankan cuci tangan yang benar.

-          Awasi pengunjung.

-          Dorong keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.

-          Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

-          Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.


2.2.3.5 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan

kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang

mengingat/keterbatasan kognitif.

Rencana tindakan :

-          Jelaskan tentang proses penyakit individu.

-          Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.

-          Tunjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler.

-          Anjurkan menghindari agen sedatif anti ansietas kecuali diresepkan.

-          Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan aktif.

-          Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik.

 2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Seperti tahap-

tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan

antara lain :

2.2.4.1        Validasi (pengesahan) rencana keperawatan.

2.2.4.2        Menulis/mendokumentasikan rencana keperawatan.

2.2.4.3        Memberikan asuhan keperawatan.

2.2.4.4        Melanjutkan pengumpulan data.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan

sengaja dan terus-menerus yang melibatkan pasien dengan perawat dan anggota tim

kesehatan lainnya.

2.2.5.1 Tujuan evaluasi adalah :

2.2.5.1.1 Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak.
2.2.5.1.2 Untuk melakukan pengkajian ulang.

2.2.5.2 Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan perilaku

pasien :

2.2.5.2.1 Tujuan tercapai jika pasien mampu menunjukan perilaku sesuai dengan pernyataan tujuan

pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan.

2.2.5.2.2 Tujuan tercapai sebagian jika pasien sudah mampu menunjukan perilaku tetapi tidak

seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

2.2.5.2.3 Tujuan tidak tercapai jika pasien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukan

perilaku yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai