Anda di halaman 1dari 2

1 Muharram : Momen 1 Suro dan Pawai Obor

Sebagaimana diketahui, 1 Muharram adalah tahun baru Hijriyah dalam kalender Islam.
Kalender Hijriyah pertama kali dicetuskan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin
Khatthab. Awal kalender ini terhitung sejak hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah
pada tahun 622M dan dimulai pada malam hari (setelah maghrib). Berbeda dengan kalender
Masehi yang menggunakan sistem lunar atau matahari, Kalender hijriyah menggunakan
hitungan pergerakan bulan.

1 Muharram dalam adat jawa juga dikenal dengan sebutan 1 suro. Sebutan ini mengacu pada
kata 'Asyuro yang merupakan sebutan untuk tanggal 10 Muharram, kemudian 'Asyuro
diserap dalam bahasa lokal dan dijadikan sebutan untuk bulan Muharram sebagai bulan Suro.

Melansir dari Tribunnews.com, bulan Suro adalah sebutan bulan Muharram dalam kalender
Saka, yakni kalender perpaduan Jawa asli dan Hindu yang sistemnya telah diubah oleh Sultan
Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Kerajaan Mataram: 1613-1645) dan menggabungkannya
dengan kalender Hijriyah.

Tetapi, kedua kalender ini memiliki perbedaan yang unik. Apabila kalender Hijriyah yang
perhitungannya melalui pergerakan bulan, kalender Saka perhitungannya berdasarkan
pergerakan matahari.

Pada malam 1 Muharram terdapat perayaan khas dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Budaya ini telah dilakukan sejak puluhan tahun lalu sebagai bentuk penyambutan untuk tahun
baru Hijriyah, yakni Pawai Obor.

Pawai obor adalah sebuah kegiatan serombongan orang melakukan pawai keliling dengan
membawa obor sambil melantunkan bacaan dan pujian kepada Allah. Pawai obor memiliki
banyak hikmah. Di antaranya adalah hikmah kebersamaan dan silaturahmi saat melakukan
pawai, karena saat pawai masyarakat akan saling bertemu dan berinteraksi. Selain itu,
kebersamaan dan gotong royong juga terasa dalam proses pembuatan obor yang harus
dikerjakan bersama-sama.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Obor adalah sebutan untuk suluh
terbuat dari daun kelapa kering atau seruas bambu yang diisi minyak tanah (minyak kelapa),
ujungnya disumpal dengan secarik kain (atau sabut). Pada zaman dahulu obor digunakan
sebagai sumber penerangan. Namun seiring berjalannya waktu, obor tidak lagi digunakan
sebagai sumber penerangan karena telah digantikan oleh lampu dan hanya digunakan pada
momen-momen tertentu, salah satunya pada perayaan Tahun Baru Islam.

Bila diperhatikan, obor memiliki makna filosofi yang dalam. Bambu sebagai bahan utamanya
merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan hidup bahkan di tempat yang sulit. Ketika
pohon bambu ditiup angin kencang, ia akan merunduk. Tetapi setelah angin berlalu, ia akan
tegak kembali. Laksana perjalanan hidup seorang manusia yang tak pernah lepas dari cobaan
dan rintangan, maka jadilah seperti pohon bambu.

Obor juga menghasilkan api, yang mana memiliki dua energi sekaligus, yakni energi panas
dan cahaya. Seseorang mulanya menghidupkan sebuah obor, kemudian apinya dibagikan
pada obor-obor yang lain, sehingga menjadi banyak dan menyebar. Begitu pula dengawn
kebaikan, kehangatan dan cahaya kebaikan yang dibagi akan menghasilkan kebaikan lebih
banyak. Dalam www.kutaitimurkab.go.id Api obor juga dimaknai sebagai semangat dan
keperkasaan.

Demikianlah sekilas perenungan terkait bulan Suro dan Pawai obor. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai