Anda di halaman 1dari 3

Kebijakan Khalifah Utsman bin Affan Saat Pengumpulan Ayat Al-Qur’an

dan Membukukannya

nunmedia.id - Disebutkan di dalam kitab Shahih Bukhari No 4987 bahwa


Hudzaifah bin Al-Yaman datang kepada Khalifah Utsman bin Affan setelah
sebelumnya ia memerangi Ahlu Syam.

Kemudian ia dapati disana perselisihan diantara mereka dalam qira’ah sangatlah


mengejutkannya. Sampai-sampai sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang
lain. Sehingga Sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman meminta Khalifah merangkul
mereka, agar tidak menjadi seperti kaum Yahudi dan Nasrani yang selalu
berselisih di antara mereka.

Maka sang Khalifah Utsman meminta kepada Hafsah istri Nabi Muhammad dan
juga anak dari Khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar untuk meminjamkan
lembaran-lembaran yang sebelumnya dikumpulkan oleh Khalifah Abu Bakar
untuk kemudian disalin dalam bentuk mushaf-mushaf dengan satu huruf atau
menggunakan bahasa quraisy, sebab Al-Qur’an turun dengan bahasa mereka.

Maka para sahabat mentaati perintah itu tanpa menyelisihinya. Setelah itu,
Khalifah Utsman mengirimkan sejumlah mushaf yang telah disalin ke berbagai
penjuru negeri dan memerintahkan untuk membakar setiap lembaran-lembaran
Al-Qur’an selain mushaf yang telah dikumpulkan Khalifah.

Dari latar belakang ini kita dapati bahwa pengumpulan Al-Qur’an di masa
Khalifah Utsman bin Affan disebabkan adanya perbedaan manusia dalam bacaan
karena perbedaan mushaf yang ada di tangan para sahabat.

Sehingga di khawatirkan terjadi fitnah, maka Khalifah memerintahkan agar


musha-mushaf itu dikumpulkan dan dijadikan menjadi satu mushaf, agar manusia
tidak berselisih dalam kitab Allah dan menjadikan mereka terpecah belah.

Penulis: Rabbaanii Khaalish, Mahasiswa IAI Syarifuddin Lumajang


Implementasi Nilai-nilai Aswaja dalam membentuk sikap moderasi
beragama

nunmedia.id - Nahdlatul Ulama mempunyai kerangka berfikir yang berdasar


pada ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah sehingga menghasilkan Khittah Nahdlatul
Ulama. Khittah ini diimpelentasikan menurut apa yang ada di dalam masyarakat
di Indonesia dan digali dari sejarah Nahdlatul Ulama.

Sumber dasar keagamaan dari ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut,


membentuk adanya nilai-nilai sikap dalam keselamatan dan kebahagian agar dapat
menghadapi dan menerima perubahan dari luar secara fleksibel. Nilai-nilai sikap
tersebut diantaranya sebagai berikut:

1) Tawassuth (Moderat) yakni sikap netral yang berintikan pada prinsip


hidup dalam menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan ditengah-tengah masyarakat.

2) I’tidal (Berkeadilan) yaitu sikap tegak lurus dan adil, suatu tindakan
yang dihasilkan dari suatu pertimbangan

3) Tawazun (seimbang) merupakan sikap yang dapat menyeimbangkan


diri seseorang pada saat memilih sesuatu kebutuhan, tanpa condong terhadap
suatu hal tersebut

4) Tasamuh (toleran) merupakan sikap akhlak terpuji dalam pergaulan,


dimana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia.

5) Amar ma’ruf nahi Munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah


kemunkaran).

Nilai-nilai diatas tentunya menjadi usaha untuk menjaga keberagaman


ditengah berbagai desakan ketegangan dan penolakan ekstrim atas ajaran agama.
Seperti halnya Khalifah Utsman bin Affan yang memerintahkan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu Mushaf dan membakar lembaran dan
mushaf yang lain yang notabene juga berasal dari bacaan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk menjaga pertikaian dan pecah belah antar ummat.
Oleh karenenya, saat ini sudah waktunya semua masyarakat
Indonesia menanamkan nilai-nilai ini. Sehingga tidak lagi nampak
pertikaian dan pecah belah di dalam sebuah bangsa. Dan penanaman nilai-
nilai itu dapat dimulai dari usia dini dengan orang tua sebagai pengajar
pertama di dalam rumah. Orang tua harus mengupayakan agar nilai-nilai
ini benar-benar tertancap kuat sehingga kelak mereka menjadi generasi
yang dapat membesarkan bangsa dengan tanpa pertikaian dan pecah belah.

Penulis: Rabbaanii Khaalish, Mahasiswa IAI Syarifuddin Lumajang

Anda mungkin juga menyukai