Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FUNGSI TUBUH HEWAN


“Konsumsi Oksigen”

Dosen Mata Kuliah:


Dr. Lina Listiana, M.Kes.

Disusun oleh:
Kelompok 1
Nadhir Fakhrudin (20161113009)
Oki Safitri (20161113010)
Fitrotin Rosyidah (20161113015)
Dian Qonita (20161113020)
Aminatu Nasibah Ima (20161113021)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN 2018
A. Judul :
Konsumsi Oksigen

B. Tujuan :
Untuk mengetahui konsumsi oksigen dan mengukur kecepatan metabolisme
pada berbagai hewan

C. Dasar Teori :
Oksigen diperlukan oleh semua organisme karena berungsi sebagai akseptor
hidrogen dan akseptor elektron terakhir dalam proses pernapasan sel. Tanpa
oksigen, produksi energi pada organisme yang aerob akan berhenti
(Winatasasmita, 1985).
Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam
tubuh serta membuang CO2 dari dalam tubuh. Penyelenggaraan respirasi harus
didukung oleh alat pernapasan yang sesuai, yaitu alat yang dapat digunakan oleh
hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan lingkungannya (Isnaeni, 2017).
Sistem trakea adalah alat pertukaran gas yang paling lazim ditemukan pada
arthropoda darat (Ville; Walker dan Barnes, 1973). Pada serangga yang lebih
kecil atau kurang aktif, masuknya oksigen melalui sistem trakea ialah dengan
difusi secara sederhana. Sebaliknya serangga yang berukuran besar atau aktif
seperti belalang, dengan giat melangsungkan pertukaran udara dalam trakeanya
(Kimball, 1994).
Konsumsi oksigen dipengarhi oleh oleh beberapa faktor seperti temperatur,
ukuran tubuh dan aktivitas yang dilakukannya (Djuhanda, 1981 dalam Sahetapy,
2013). Konsumsi oksigen pada tiap organisme berbeda-beda bergantung pada
aktivitas, jenis kelamin, ukuran tubuh, temperature dan hormon (Sahetapy, 2013)

D. Alat dan Bahan :


 Alat
1. Respirometer sederhana 3. Timbangan
2. Pipet tetes 4. Kapas
 Bahan
1. Vaselin 4. Hewan percobaan (Jangkrik
2. Kristal NaOH/KOH dan Ulat Jerman)
3. Eosin

E. Prosedur / Cara Kerja :


1. Memasukkan kristal KOH atau NaOH ke dalam botol respirometer
sederhana.
2. Menutup kristal NaOH/KOH
N dengan selapis kapas, agar binatang yang
diselidiki tidak tersentuh oleh kristal tersebut
3. Memasukkan hewan percobaan tertentu yang sudah diketahui beratnya
ke dalam botol respirometer
4. Menutup botol dengan pebutup pada pipa berskala, kemudian mmenutup
ujung pipa berskala dengan ujung jari selama 2-5
2 5 menit, kemudian
menetesi ujung pipa tersebut dengan larutan eosin. (agar tidak bocor,
penutup bootol diolesi dengan vaselin)
5. Menandai letak eosin, mengamati perubahannya pada 5 menit selama 15
menit dan mencatat hasinya
6. Melakukan
lakukan percobaan ini dengan variasi berat badan hewan yang
berbeda pada hewan tertentu
7. Membuat grafik yang menunjukkan hubungan antara berat badan suatu
hewan dengan kebutuhan oksigen dalam waktu tertentu

F. Hasil Pengamatan

Gambar 1. Pengujian pada Ulat Jerman Gambar 2. Pengujian pada Jangkrik


1. Tabel berat badan hewan percobaan (jangkrik dan ulat jerman)
Hewan Berat Badan
Jangkrik 0,58 gr
Ulat Jerman 0,75 gr

2. Tabel pengukuran konsumsi oksigen selama 15 menit


Skala yang Ditunjuk
Hewan
5 Menit Pertama 5 Menit Kedua 5 Menit Ketiga
Jangkrik 0,21 ml 0,11 ml 0,12 ml
Ulat Jerman 0,13 ml 0,04 ml 0,05 ml

3. Tabel total konsumsi oksigen hewan percobaan (jangkrik dan ulat jerman)
Laju Rata-Rata Konsumsi
Hewan Total Konsumsi Oksigen
Oksigen
Jangkrik 0,44 ml 0,147 ml
Ulat Jerman 0,22 ml 0,073 ml

G. Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data yang menunjukkan
adanya perbedaan konsumsi oksigen pada kedua hewan percobaan. Hewan
percobaan yang digunakan dalam pengamatan konsumsi oksigen adalah jangkrik
dan ulat jerman. Sebelum dilakukan pengamatan, hewan percobaan ditimbang
terlebih dahulu berat badannya. Dari menimbang berat badan hewan percobaan,
diperoleh hasil berat badan jangkrik sebesar 0,58 gram dan berat badan ulat
jerman sebesar 0,75 gram. Dari hasil ini, dapat diketahui bahwa ulat jerman lebih
berat dibanding jangkrik.
Pengamatan diawali dengan meletakkan kristal KOH yang telah dibungkus
dengan kapas tipis kedalam tabung respirometer. Hal ini bertujuan agar kristal
KOH tidak langsung bersentuhan dengan kulit hewan percobaan. Kristal KOH
merupakan basa kuat yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit jika kulit
bersentuhan langsung dengan kristal KOH. Fungsi KOH yaitu sebagai penyerap
gas CO2. Mulyono (2005) menjelaskan bahwa hasil melarutkan 180 g kristal KOH
dengan aquades hingga 500ml, pada 250C; 1 atm dapat menyerap 30 mL CO2 tiap
mL larutan. Dalam reaksi kimia dijelaskan sebagai berikut :
2KOH + CO2  K2CO3 + H2O
Setelah kristal KOH diletakkan ke dalam respirometer, hewan percobaan
yang akan diamati dimasukkan kedalam respirometer. Tabung respirometer
kemudian ditutup menggunakan pipa skala respirometer. Perbatasan antara pipa
skala dan tabung respirometer harus diberi vaselin agar tidak ada kebcoran yang
dapat mengurangi bahkan menghilangkan tingkat kevalidan data. Selain itu juga
untuk menghindari pecahnya respirometer karena respirometer terbuat dari kaca.
Ujung pipa skala kemudian ditutup menggunakan jari selama 5 menit. Hal ini
dilakukan agar kristal KOH menyerap seluruh CO2 yang berada di dalam
respirometer. Sehingga saat dilakukan pengamatan, hanya O2 murni yang benar-
benar dihirup hewan percobaan.
Setelah 5 menit, buka tutup pipa skala dan dengan cepat ditetesi dengan
eosin. Eosin digunakan untuk mengetahui berapa skala yang dilewati. Artinya,
eosin sebagai penanda konsumsi oksigen hewan percobaan yang ditunjukkan pada
skala yang ada di pipa skala. Hal ini dikarenakan eosin memiliki warna merah
yang mencolok sehingga memudahkan praktikan untuk mengamati jalana eosin
yang menunjukkan skala konsumsi oksigen.
Pengamatan dilakukan selama 15 menit dan damati setiap 5 menit. Pada
hewan jangkrik yang memiliki berat badan 0,58 gram, didapat hasil 5 menit
pertama, eosin berhenti pada skala 0,21. Hal ini menandakan bahwa konsumsi
oksigen sebesar pada jangkrik di 5 menit pertama sebesar 0,21 ml. Pengamatan
dilanjutkan ke 5 menit kedua, dan didapatkan hasil konsumsi oksigen jangkrik
sebesar 0,11 ml. Pada 5 menit terkahir, konsumsi oksigen jangkrik sebesar 0,12
ml. Jadi, dalam waktu 15 menit, konsumsi oksigen pada jangkrik sebesar 0,44 ml
dengan laju rata-rata konsumsi oksigen setiap 5 menitnya sebesar 0,147 ml.
Pengamatan berlanjut pada hewan ulat jerman dengan berat badan 0,75
gram yang pada 5 menit pertama, konsumsi oksigennya sebesar 0,13 ml. Hal ini
sesuai dengan skala yang ditunjuk eosin. Pada 5 menit kedua, konsumsi oksigen
ulat jerman sebesar 0,04 ml. Dan pada 5 menit terakhir, konsumsi oksigen ulat
jerman sebesar 0,05 ml. Jadi, dalam waktu 15 menit, konsumsi oksigen pada ulat
jerman sebesar 0,22 ml dengan laju rata-rata
rata rata konsumsi oksigen setiap 5 menitnya
sebesar 0,073 ml.
Pada kedua jenis hewan percobaan, dari data yang diperoleh, didapat grafik
konsumsi oksigen terhadap waktu yang sama sebagai berikut :

Grafik Konsumsi Oksigen terhadap Waktu


0.25

0.21
0.2

0.15
0.13 Jangkrik
0.12
0.11
0.1 Ulat Jerman

0.05 0.05
0.04

0
5 10 15

Sehingga, konsumsi oksigen total kedua hewan percobaan tersebut selama


15 menit, dibandingkan dengan berat tubuhnya didapat grafik sebagai berikut :

Konsumsi Oksigen Terhadap Berat Badan


0.5
0.45
0.4
Konsumsi ksigen (ml)

0.35
Jangkrik
0.58
0.3
0.25 Ulat Jerman
0.75
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0.58 0.75
Berat Badan Hewan Coba (gram)

Dari hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa konsumsi oksigen hewan


percobaan dengan berat badan yang lebih ringan, memerlukan lebih banyak
beratlah yang konsumsi oksigennya
ksigennya lebih besar. Hal ini karena laju metabolisme
pada hewan dengan berat badan yang berat, lebih cepat daripada yang memiliki
berat badan yang lebih ringan. Laju metabolisme yang cepat ini dikarenakan
hewan dengan berat badan yang lebih berat memiliki sel dengan jumlah yang
lebih banyak. Dari hasil pengamatan dan teori, ditemukan adanya ketidakcocokan
hasil. Hal ini dikarenakan, faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi bukan
hanya dilihat dari berat badan. Tetapi juga ada beberapa faktor lain.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsumsi oksigen berdasarkan
perbedaan-perbedaan yang terdapat pada hewan uji yaitu luas permukaan tubuh,
dimana luas permukaan tubuh jangkrik lebih luas dibanding luas permukaan
tubuh ulat jerman. Faktor lainnya yaitu aktivitas hewan uji, dimana jangkrik lebih
aktif dibanding dengan ulat jerman. Hewan dengan aktivitas yang tinggi,
memerlukan oksigen yang lebih banyak dbanding dengan hewan yang pasif.
Sangat disayangkan karena pada saat pengujian, jenis kelamin dari hewan
uji yang diperiksa hanya jangkrik, yaitu jangkrik jantan. Sedangkan ulat jerman
tidak diperiksa jeni kelaminnya. Hal ini cukup fatal mengingat bahwa jenis
kelamin merupakan salah satu faktor laju respirasi. Jenis kelamin jantan memiliki
laju respirasi yang lebih cepat dan konsumsi oksigen yang lebih banyak
dibandingkan dengan jenis kelamin betina.
Kekurangan yang kedua yaitu tidak adanya pembanding konsumsi oksigen
dengan jenis hewan yang sama tetapi berat badan berbeda. Jika dilakukan
pengamatan dengan jenis hewan yang sama, tetapi berat badan berbeda, dapat
dibandingkan dan diamati apakah berat badan memang benar-benar berpengaruh
terhadap konsumsi oksigen atau tidak.

H. Diskusi
1. Mengapa dalam botol tersebut disimpan KOH/NAOH? Jelaskan!
- Fungsi KOH/NAOH dalam botol adalah untuk menyerap seluruh CO2
yang berada di dalam respirometer. Sehingga saat dilakukan
pengamatan, hanya O2 murni yang benar-benar dihirup hewan
percobaan.
2. Mengapa tetesan eosin pada pipa berskala bergerak mendekati botol
reseptor?
- Karena didalam respirmeter (tabung dan pipa berskala) hanya terdapat
O2 (karena CO2 telah diserap oleh KOH). Pada saat hewan uji bernafas,
knsentrasi O2 akan semakin berkurang. Eosin yang terus berjalan
merupakan tanda sampai dimana O2 didalam respiromater masih ada.
Sehingga dapat diketahui banyaknya konsumsi O2 oleh hewan uji.
3. Adakah hubungan antara berat badan suatu hewan dengan kebutuhan
oksigen dalam pernafasannya!
- Ada hubungan antara berat badan suatu hewan dengan kebutuhan
oksigen. Karena semakin berat, semakin banyak pula sel dari hewan
tersebut. Semakin banyak sel dari hewan tersebut, semakin cepat pula
laju metabolisme hewan tersebut. Semakin cepat laju metabolisme,
maka makin banyak pula oksigen yang diperlukan. Sehingga, makin
berat bobot tubuh hewan, makin banyak pula konsumsi oksigennya.

I. Simpulan
- Konsumsi oksigen pada hewan dipengaruhi beberapa faktor, dantaranya
faktor berat badan, faktor luas permukaan tubuh hewan, faktor aktivitas
dan faktor jenis kelamin.
- Semakin berat, semakin besar luas permukaan tubuh dan semakin aktif,
maka konsumsi oksigennya pun semakin besar. Hal ini berlaku
kebalikannya, yaitu semakin ringan, semakin semoit luas permukaan
tubuhnya dan semakin pasif, maka knsumsi oksigennya pun semakin
sedikit.
- Jenis kelamin mepengaruhi konsumsi oksigen dimana jantan konsumsi
oksigennya lebih banyak dibanding konsumsi oksigen pada betina.
- Laju metabolisme dpengaruhi oleh konsumsi oksigen, dimana semakin
banyak konsumsi oksigen, maka semakin cepat pula laju
metabolismenya.
Daftar Pustaka
Campbell. Neil A. 2008. Biologi Jilid 3 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Isnaeni, wiwi. 2006. Fisiolgi Hewan. Yogyakarta : Kanisius

Kimball,John W. 2004. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara

Sahetapy, Jacqueline M.F., 2013. Pengaruh Pperbedaan Volume Air Terhadap

Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila (Oreochormis sp.). Ambon :

Universitan Pattimura

Villee, Calude A ; Walker, Warren F ; Barnes, Robert D. 1973. Zoologi Umum

Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Winatasasmita, Djamhur. 1985. Buku Materi Pokok Fisilgi Hewan dan

Tumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai