OPINI
Foto/Istimewa)
Keuskupan Militer dalam bahasa latin adalah Ordinariatus Castrensis (OC), merupakan keuskupan kategorial yang tidak
memiliki teritori atau wilayah seperti keuskupan pada umumnya.
Keuskupan Militer melayani tentara, polisi serta tenaga sipil yang berkarya di lingkungan tentara dan polisi, dalam menjalankan
tugas pelayanannya yang khas, maka keuskupan Militer bekerja sama dengan keuskupan setempat.
Keuskupan Militer di dunia ada karena Perang Dunia ke-1, sejak 24 November 1917, ketika Takhta Suci Vatikan mengangkat
Mgr. Patrick J. Hayes DD, Uskup Pembantu New York sebagai Uskup Militer bagi Angkatan Bersenjata yang beragama Katolik
bersama keluarganya di Amerika Serikat. Karena itu, 24 November 1917 ditetapkan sebagai tanggal lahir Keuskupan Militer
Dunia.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan rohani khusus bagi Angkatan Bersenjata dan keluarganya yang jumlahnya
terus meningkat, maka Takhta Suci Vatikan mengeluarkan SK No. 102/50 dan No. 103/50 tentang Keuskupan Militer dan
memasukan reksa rohani untuk militer yang beragama Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik.
Pada awalnya, tugas keuskupan Militer mendampingi tentara yang terjun di medan perang, para pastor hidup bersama para
tentara untuk memberikan pelayanan rohani dan pendampingan spiritual. Dalam perkembangan selanjutnya, Konggregasi
Konsistoria mengeluarkan instruksi Solemne Semper pada 23 April 1951. Instruksi tersebut menegaskan bahwa Gereja
menjamin reksa pastoral para tentara sesuai dengan beragam keadaan.
Pada 21 April 1986, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan Konstitusi Apostolik Sprirituali Militum Curae (SMC) tentang
Ordinariat Militer dan memiliki kekuatan hukum sejak 21 Juli 1986. Dalam SMC, Paus Yohanes Paulus II, mengacu pada Konsili
Vatikan II, melakukan sejumlah revisi atas norma-norma yang berkaitan dengan reksa pastoral bagi para tentara dengan tujuan
agar norma-norma tersebut memiliki kekuatan baru dan berdaya guna. Revisi SMC membuka jalan bagi reksa pastoral
kategorial yang lebih sesuai dengan kebutuhan kongkret di setiap negara, juga prinsip-prinsip sesuai dengan permakluman
Hukum Kanonik.
Dalam SMC diantaranya ditegaskan supaya ordinaris Militer dapat mencurahkan seluruh tenaganya bagi misi khusus pastoral
ini, berdasarkan hukum sendiri.para Ordinaris Militer bebas dari tugas pastoral lain, kecuali keadaan khusus. Sehubungan
dengan biarawan dan anggota serikat kerasulan yang berkarya untuk Ordinariat, Ordinaris perlu menjaga supaya mereka setia
terhadap panggilan dan konggregasinya serta mempertahankan hubungan erat dengan para pemimpinnya.
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara di Asia (Filipina dan Korea Selatan) yang memiliki Keuskupan Militer atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI).
Dari rekam jejak hostoris, reksa Pastoral (pelayan rohani) atau pemeliharaan jiwa (animarum curae) di kalangan militer di
Indonesia baru dimulai pada tahun 1949 bertepatan dengan agresi militer Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Pada 3 November 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri Pertahanan saat itu, membentuk unit pelayanan rohani dan
mental di Angkatan Perang. Satu bulan kemudian, untuk menangani kebutuhan rohani khusus anggota angkatan perang yang
beragama Katolik di Indonesia, pada 25 Desember 1949, Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Roma, mendirikan Keuskupan Militer
di Indonesia dengan dekret (Surat Keputusan) No. 102/50 yang dikeluarkan Konggregasi Pengembangan Iman (Kini bernama
Konggregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa). Vicarius Catrensis (Uskup Militer) pertama di Indonesia adalah Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ., Vikaris Apostolik Semarang.
Tanggapan cepat dan pengakuan Vatikan yang diikut dengan pendirian Keuskupan Militer di Indonesia merupakan bukti bahwa
Gereja Katolik sejak awal sungguh-sungguh mendukung kemerdekan RI. Inilah warisan yang menjadi spirit kebangsaan di
kalangan umat Katolik bahwa empat konsensus kengasaan: Pancasial, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI adalah harga
mati.
Tanggapan Takhta Suci Vatikan yang begitu cepat tidak terlepas dari diplomasi senyap Mgr. Albertus Soegijapranata SJ.
Setelah kemerdekaan RI ia menulis surat kepada Paus, meminta Vatikan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu Mgr.
Soegijapranata juga melakukan usaha-usaha untuk menjelaskan keadaan Indonesia di Ameika dan Eropa melalui tulisan di
berbagai media. Mgr. Soegijapranata juga mewariskan pesan bagi Umat Katolik Indonesia agar menjadi 100% Katolik dan 100%
Patriot Indonesia.
Komentar
Tambahkan Komentar...
TERPOPULER
NEWS
COMMUNITY Prof. Rokhmin Dahuri: Sains dan Teknologi Berkembang, Alquran Semakin Terungkap Kebenarannya
Minggu, 19 Februari 2023 | 09:53
NEWS Di UGM, Prof. Rokhmin Dahuri Paparkan Pembangunan Ekonomi Kelautan Menuju Indonesia Emas 2045
Rabu, 22 Februari 2023 | 21:53
NEWS Orang 'Terkaya' di Cibeureum ini Bawa Uang Puluhan Juta di Dalam Galon Tanpa Takut Dirampok!
Rabu, 22 Februari 2023 | 21:55
TAGS
GUNUNG PINDAH DI NTT PROF. ROKHMIN DAHURI DI UGM ORANG TERKAYA DI CIBEUREUM KUNINGAN
Askara
Follow Page 73K followers