Anda di halaman 1dari 14

Makalah

LITURGIKA

OLEH:

Nama : Agustina Padang

Prodi : PAK

M.Kuliah : Liturgika

T/S : III/VI

Dosen : Dr. Pariaty Nababan, M.Pd.K

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA OIKUMENE INJILI SIDIKALANG


Tahun 2023/2024

1
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................1

DAFTAR ISI ......................................................................................................................2

KATA PENGANTAR ........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................4

A. Latar Belakang ........................................................................................................4


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................4
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................5

A. Pengembangan liturgi secara kontestual protestan: hkbp........................................5


1. Arti ibadah Kristen............................................................................................5
a. Fenomena Ibadah Kristen............................................................................6
b. Definisi-definisi ibadah Kristen...................................................................7
c. Bahasa yang digunakan orang-orang Kristen tentang ibadah......................8
B. Istilah Liturgi dalam Perjanjian Lama.....................................................................9
C. Istilah Liturgi dalam Perjanjian Baru......................................................................10
D. Istilah Liturgi dalam Sejarah Gereja Selanjutnya....................................................11
E. E. Istilah Liturgi pada Masa Kini............................................................................12
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .......................................................................................................13
B. Daftar Pustaka..........................................................................................................14

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, dimana pada
saat ini saya dapat menyusun makalah yang berjudul “Liturgika ”.Saya juga berterimakasih
kepada dosen pengampu saya yaitu Ibu Dr. Pariaty Nababan, M.Pd.K” yang memberikan
waktu dan kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah ini. Dan harapan saya semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembacaan Liturgika
dengan demikian pembelajaran dapat mencapai target serta setiap para pembaca dapat
menambah wawasan dan menjadikan makalah sebagai bahan dari pengetahuan pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata saya ucapkan
terimakasih.
Syalom………

Sidikalang 29 February 2024

Penyusun

Agustina Padang

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Gereja memiliki peran yang amat menentukan perwujudan narasi injil Yesus Kristus
kepada semua orang, secara khusus kepada warga jemaat dalam berbagai kesempatan
peribadatan yag dikembangkan agar diselamatkan dalam kehidupan yang kekal. Pemberitaan
injil yang objektif bukan hanya melalui pengabdian diri kepada badan injil atau misi atau pun
lembaga tertentu kemudian ditempatkan di daerah untuk menginjili, tetapi bisa dalam bentuk
yang sederhana seperti pemantapan pola ibadah formal yang dikembangkan, seperti liturgi
yang digunakan dalam setiap ibadah agar lebih up to date, kreatif, inovatif serta memberi
warna baru yang mengesankan, namun tetap pada koridor semata-mata untuk memuliakan
Tuhan.

B. Tujuan Penulis

Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk orang dapat mengerti dan
memahami tata liturgi di setiap gereja-gereja yang ada di dunia modern, dan dapat
menjelaskannya untuk generasi-generasi penerus tanpa membuat pemahaman-pemahaman
yang baru. Dan harapan ke depan sebagai penulis karya ilmiah ini penulis mengharapkan agar
pembaca dapat mendalami dan memahami bagaimana cara untuk berliturgi orang di jaman
sekarang ini.

C. Batasan Masalah

Dalam makalah ini saya membahas mengenai pengembangan liturgi secara


kontestual di dunia modern digereja yang terbagi dalam beberapa poin pembahasanya. Dalam
makalah ini penulis membahas tentang pengembangan liturgi secara kontestual bagi orang
kristen, penolakan terhadap konsep struktur kewibawaan, dan lain sebagainya. Hal-hal diatas
inilah yang penulis akan bahas dalam karya ilmiah ini dengan menggunakan buku-buku yang
dapat mendukung karya ilmiah ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGEMBANGAN LITURGI SECARA KONTESTUAL PROTESTAN: HKBP


Ibadah dalam konsep Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mempunyai arti
pelayanan. Dalam istilah Ibrani disebut avoda sedangkan dalam bahasa Yunani disebut
latreia. Istilah avoda merujuk kepada ibadah di kuil dan khusus lebih mengarah dalam hal
berdoa.Abineno menunjukkan bahwa kata ‘ibadah’ yang biasanya digunakan dalam PB
terjemahan dari istilah Yunani adalah:
 Leiturgia (λειτουργια) Kis.13:2, beribadah kepada Allah
 Latreia (λατρεια) Roma 12:1, mempersembahkan seluruh tubuh
 Thereskeia (θρησκεια) Yak.1:27, pelayanan kepada orang yang dalam kesusahan.

Jadi ibadah adalah avoda atau latreia yang sebenarnya yang merupakan suatu pelayanan
yang dipersembahkan/ketaatan kepada Allah, tidak hanya dalam arti ibadah di Bait Suci
(berdoa), tetapi juga dalam arti pelayanan kepada sesama (Luk.10:25; Mat.5:23, Yoh.4:20-24,
Yak.1:27).Namun leitourgia juga digunakan untuk menunjuk pelayan rumah tangga dan
pegawai pemerintah semisal menarik pajak. Secara harfiah, leitourgia berarti kerja atau
pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa.

Menurut asal-usulnya, istilah leitourgia memiliki arti profan-politis, dan bukan arti kultis
sebagaimana biasa dipahami. Baru sejak abad keempat sebelum masehi, pemakaian kata
leitourgia diperluas,yakni untuk menyebut berbagai macam karya pelayanan.Baru sejak abad
kedua sebelum masehi para penerjemah Alkitab dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani
(Septuaginta) memilih kata Yunani leitourgia untuk menerjemah kata Ibrani abodah yang
berarti “pelayanan” khususnya pelayanan para Imam dan orang-orang Lewi di hadapan
Tuhan.

1. ARTI IBADAH KRISTEN


Ibadah adalah bentuk ekspresi berupa tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dalam
konteks Kristen maka diperlukan definisi yang jelas mengenai bagaimana bentuk Ibadah
Kristen ? Salah satu cara untuk mendefinisikan Ibadah Kristen yaitu dengan menggunakan
pendekatan fenomenologis, metode ini dengan jelas akan menjelaskan apa yang biasanya
akan dilakukan orang Kristen dalam beribadah. Selain itu pendekatan yang lain yaitu mencari

5
definisi dari para teolog kristen tentang apa itu Ibadah Kristen. Sedangkan yang terakhir
dapat dilakukan dengan memeriksa beberapa kata kunci yang sering muncul pada saat
beribadah.

a. Fenomena Ibadah Kristen

Metode atau pendekatan fenomenologis ini membuka peluang bagi orang luar
maupun dalam untuk dapat meneliti bentuk-bentuk ibadah Kristen yang sering dilakukan
dengan salah satunya memperhatikan struktur-struktur ibadah yang sudah tersusun. Ibadah
Kristen adalah bentuk kegiatan yang terstruktur dan berlandaskan pada pengaturan waktu,
selain itu juga ada perhatian mengenai ruangan dan perlengkapan pendukung kegiatan
ibadah.

b. Definisi-definisi ibadah Kristen

Cara terbaik untuk menangkap arti dari setiap istilah adalah dengan mengamati
penggunaannya dari pada langsung memberikan definisi secara sederhana. Salah satu contoh
adalah pengamatan dari Prof.Paul W.Hoon seorang Metodis yang menulis dalam bukunya
The Integrity of Worship bahwa Ibadah harus dilihat secara fundamental Kristologis, ibadah
Kristen terkait secara langsung pada sejarah penyelamatan, kehidupan ibadah adalah
kehidupan liturgis. Menurut Hoon ibadah Kristen adalah penyataan diri Allah sendiri dalam
Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya. Kata kuncinya adalah “penyataan” dan
“tanggapan”. Justin Martyr menggambarkan liturgi (tata cara urutan ibadah) Kristen di First
Apology kepada Penguasa Antoninus Pius pada abad ke-2, dan penggambarannya masih
relevan untuk menggambarkan struktur dasar dari liturgi ibadah Kristen. Justin
menggambarkan, orang Kristen berkumpul untuk ibadah bersama pada hari Minggu, yaitu
hari Yesus bangkit dari kubur.

Pembacaan Firman Tuhan diambil dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tapi
terutama dari Injil. Pada akhir dari liturgi ibadah, diadakan Perjamuan Kudus, untuk
memperingati pengorbananYesus.Peter Brunner seorang Lutheran dalam bukunya Worship in
the name of Jesus dengan kata Gottesdienst atau ibadah memiliki pengertian pelayanan Allah
kepada manusia dan sebaliknya pelayanan manusia kepada Allah. Luther menjelaskan bahwa
tidak ada satu pun yang terjadi di dalamnya kecuali bahwa Tuhan kita yang pengasih itu
senditi berbicara kepada kita melalui firman-Nya yang kudus dan bahwa kita pada gilirannya
berbicara kepadanya dalam bentuk doa dan nyanyian.
6
Sedangkan menurut Prof. Jean-Jacques von Allemen yang adalah seorang Reformed
dalam bukunya Worship: Its theology anda practice menjelaskan bahwa ibadah Kristen
adalah sebuah rekapitulasi (atau pengulangan dari apa yang telah dibuat Allah). Ibadah
adalah pemulihan dan penegasan secara baru proses sejarah penyelamatan yang telah
mencapai titik puncaknya dalam intervensi Kristus kedalam sejarah menusia dan melalui
peringkasan serta penegasan yang selalu diulang ini Kristus melanjutkan karya
penyelamatan-Nya melalui karya Roh Kudus. Ibadah adalah epifani (penampakan diri) gereja
yang karena menyimpulkan sejarah keselamatan memapukan gereja untuk menjadi dirinya
sendiri untuk menjadi sadar akan dirinya sendiri dan untuk mengakui apa yang sebenarnya
esensial. Ibadah juga adalah bentuk ancaman penghakiman dan pengharapan kepada dunia.
Tiga kata kunci untuk pemahaman von Allmen adalah rekapitulasi, epifani dan
penghakiman.Dari tradisi Anglo-Katolik Evelyn Underhill dalam bukunya Worship
mengekspresikan sejumlah konsep tentang ibadah adalah tanggapan ciptaan kepada Yang
Abadi. Upacara merupakan ekspresi emosi keagamaan, Ibadah Kristen adalah tindakan
supranatural yang melibatkan tanggapan khas terhadap pernyataan yang khas.

Dari pandangan Ortodoks Prof.George Florovsky menjelaskan bahwa Ibadah Kristen


adalah jawaban manusia terhadap panggilan ilahi dari tindakan Allah yang penuh kuasa dan
berpuncak melalui tindakan pendamaian dari Kristus. Menjadi orang Kristen dan
menjalankan ibadah adalah dengan melakukan persekutuan, berada dalam suatu komunitas di
dalam Gereja. Teolog Ortodoks lainnya yakni Nikos A.Nissiotis menekankan kehadiran dan
tindakan Allah Trinitas dalam ibadah. Ibadah adalah inisiatif pendamaian Allah dalam
Kristus melalui Roh-Nya Oleh kekuatan Roh Kudus gereja dapat menawarkan ibadah yang
memberi sukacita sebagai tindakan dari Allah Trinitas maupun ditujukan kepada Allah
Trinitas

Dalam Roma Katolok ada konsep pemuliaan Allah dan pengudusan manusia konsep
ibadah seperti ini memberikan gambaran bahwa Ibadah untuk adalah bentuk memuliakan
Allah yang dilakukan oleh orang-orang kudus. Kedua konsep ini berjalan bersamaan dimana
kemuliaan Allah dinyatakan ketika manusia memelihara kekudusan hidup, tidak ada suatupun
yang mungkin membuat seseorang menjadi kudus selain dari keinginan untuk memuliakan
Allah.

7
c. Bahasa yang digunakan orang-orang Kristen tentang ibadah

Ada beberapa kata kunci yang telah dipilih oleh komunitas Kristen yang dipakai
ketika berbicara tentang ibadah. Terkadang kata tersebut bermakna sekuler tetapi kata ini
dipakai sebagai ekspresi untuk ibadah. Beberapa kata yang perlu kita pahami adalah sebagai
berikut:

1. Gottesdienst:
Pelayanan Allah dan pelayanan kita kepada Allah. Kata dienst tidak memiliki akar
kata dalam bahasa Inggris, kata ini mengarah kepada bengkel-bengkel dan pompa
bensin di Jerman, kata yang paling memadai adalah service atau pelayanan. Pelayanan
adalah sesuatu yang dilakukan demi orang lain, untuk kepuasan orang lain.
Gottesdienst merefleksikan suatu Allah yang telah mengosongkan diri-Nya sendiri
dan mengambil rupa seorang hamba (Flp.2:7) dan pelayanan kita kepada Allah.
2. Liturgy
berasal dari bahasa Yunani leitourgia yang terdiri dari kata bekerja (ergon) dan umat
atau rakyat (laos). Pekerjaan yang dilakukan rakyat demi kepentingan kota atau
negara.
3. Cult
Dalam bahasa Inggris lebih menyatakan hal yang aneh (tidak biasa) tetapi memiliki
fungsi yang luhur dari bahasa Prancis le culte, Italia il culto dan Latin colere adalah
istilah agraris yang berarti menanam. Kata-kata ini memiliki istilah yang kaya jauh
lebih kaya dari kata worship karena kata ini menunjukkan rasa bertanggung jawab
baik sang petani maupun tanahnya atau ternaknya. Kalau petani tidak memberi makan
ayam maka tidak akan ada telur, jika tidak menyiangi maka tidak akan ada hasil sayur
mayur. Jadi ada hubungan timbal balik.
4. Proskunein,
Yang memberikan konotasi fisik eksplisit yaitu merebahkan diri untuk menyembah
dan bersujud (Why.5:14). Ini adalah penggambaran posisi tubuh yang nyata dari
ibadah yang digambarkan lewat kata kerja.
5. Thusia dan prosphora

8
Thusia memberikan gambaran tentang persembahan yang hidup (Rm.12:1), Prosphora
adalah tindakan mempersembahkan korban.
6. Threskeia
Yang berarti pelayanan keagamaan atau ibadah (Kis.26:5, Kol.2;18 dan Yak.1:26)
7. Sebein
orang-orang yang takut akan Allah yang beribadah (Kis.12:50, 16:14)

B. Istilah Liturgi dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama berbahasa Yunani kata liturgi dijumpai sebanyak 170 kali
dari kata abodah. Kata ini mengandung dua pengertian dengan memakai istilah sher`et yang
menekankan ungkapan perasaan dalam pengabdian diri serta kesetiaan kepada majikan dan
abh`ad lebih menekankan ketaatan kerja seorang hamba (budak, abdi) kepada tuannya.
Kedua istilah ini juga dipakai dalam pengertian profan tetapi dalam pengertian religius selalu
dimaksudkan dengan ibadah yang diarahkan kepada Allah oleh para imam Lewi di Bait Suci.

Istilah sher`et dan abh`ad tidak dimaksudkan untuk ibadah umum oleh seluruh umat
tetapi secara khusus yang dilaksanakan oleh suku Lewi kepada Allah untuk kepentingan
seluruh umat Israel (Bil.16: 9). Istilah yang digunakan untuk menggambarkan ibadah yang
dilakukan oleh seluruh umat Israel ialah kata latreia dan douleia terpisah dan berbeda dari
peribadahan suku Lewi yang dipandang lebih tinggi dan terhormat dengan corak perayaan
yang khusus.Dalam Perjanjian Lama terjemahan Septuaginta istilah leitourgia digunakan
untuk pelayanan ibadah para imam kaum Lewi. Sedangkan tindakan kultis umat biasanya
diungkapkan dengan istilah latreia (penyembahan).

C. Istilah Liturgi dalam Perjanjian Baru

Kata leitourgia dan leitourgein mengalami perkembangan dalam Perjanjian Baru.


Dalam Luk.1: 23, leitourgia masih memiliki makna yang sama dengan penggunaannya
dalam LXX (Septuaginta) yaitu pelayanan imam. Dibandingkan dengan tulisan Perjanjian
Baru yang lain, surat Ibrani merupakan kitab yang sering menggunakan kata leitourgia dan
leitourgein (Ibr.8: 6, 9: 21, 10: 11) dengan konteks yang sama sekali baru. Penulis Ibrani
menggunakan kata leitourgia untuk menjelaskan makna imamat Yesus Kristus sebagai satu-
satunya Imamat Perjanjian Baru.Imamat Kristus merupakan pelayanan yang jauh lebih agung
dan berdaya guna dibandingkan dengan pelayanan imam Perjanjian Lama.

9
Pada tulisan Perjanjian Baru yang lain, penggunaan kata leitougia atau leitourgein
memiliki makna yang berbeda-beda. Kis.13: 2 merupakan satu-satunya teks yang
menggunakan kata liturgi menunjuk ibadah. Dalam Rm.15: 16 Paulus disebut pelayan
(leitourgos) Yesus Kristus melalui pemberitaan Injil. Dalam 2Kor.9, 12 dan Rm.15: 27 kata
“liturgi” berarti sumbangan yang merupakan tindakan amal kasih bagi saudara-saudara
seiman di tempat lain. Dalam teks-teks seperti Flp.2: 25, 30, Rm.13: 6, Ibr.1: 7, kata liturgi
memiliki arti melayani dalam arti yang biasa.

Selanjutnya G.Riemer mengungkapkan bahwa istilah leitourgia dalam Perjanjian Baru


terdapat 15 kali dengan makna yang berbeda-beda. Luk.1: 23, Ibrani 9: 21, Ibr.10: 11
merujuk kepada tugas imam. Ibr.8: 2, Ibr.8: 6 menguraikan pelayanan Kristus sebagai imam.
Rm.15: 16 merujuk kepada pekerjaan rasul dalam pekabaran Injil kepada orang kafir. Flp.2:
17 sebagai kiasan untuk hal percaya. Ibr.1: 7, 14 merujuk kepada pekerjaan malaikat-
malaikat melayani. Rm.13: 6 mengacu kepada jabatan pemerintah. Rm.15: 27, Flp.2: 25,
Flp.2: 30, Flp.4: 18 merujuk kepada pengumpulan persembahan untuk orang miskin. Kis.13:
2 mengacu kepada kumpulan orang yang berdoa dan berpuasa.

Perjanjian Baru menggunakan pelbagai istilah untuk ibadah. Kata latreia yang
diterjemahkan sebagai pelayanan atau ibadah. Kata ini digunakan untuk menyatakan
kewajiban menerapkan hidup beribadah bagi umat (Flp.3: 3). Kata proskunein yang
diterjemahkan untuk merebahkan diri, menyembah atau bersujud (Mat.4: 10; Luk.4: 8). Kata
thusia yang diterjemahkan sebagai persembahan kurban dalam bentuk perayaan yang
ditunjukkan melalui perbuatan (1Kor.10: 20, Ibr.13: 15). Kata prosphora sama dengan kata
thusia menyatakan tindakan mempersembahkan kurban yang ditujukan kepada Kristus
(Ibr.10: 10). Kata threskeia yang diterjemahkan sebagai pelayanan keagamaan atau ibadah
(Kis.26: 5, Kol.2: 18). Kata sebein diterjemahkan untuk menunjuk ke ibadah (Mat.15: 9, Mrk.7:
7). Kata homologein mempunyai sejumlah arti seperti pengakuan dosa (1Yoh.1: 9), mengaku dengan
mulut atau ucapan bibir (Rm.10: 9, Ibr.13: 15).

D. Istilah Liturgi dalam Sejarah Gereja Selanjutnya


Dalam masa pasca para rasul, kata liturgi sudah digunakan untuk menunjuk kegiatan
ibadat atau doa Kristiani. Klemen dalam suratnya (1Klemen 41: 1) menyebut istilah liturgi
untuk menunjuk pelayanan ibadat baik kepada Allah maupun kepada jemaat yang dilakukan
oleh uskup, imam, dan diakon. Akan tetapi, sejak abad-abad pertengahan, kata “liturgi”
hanya terbatas digunakan untuk menyebut perayaan Ekaristi saja. Pebatasan ini terjadi di

10
Gereja Timur dan Gereja Barat. Penggunaan kata “liturgi” bagi penyebutan Ekaristi hingga
kini tetap dipertahankan di Gereja Timur, sedangkan untuk perayaan-perayaan ibadat lainnya
dipakai sebutan doa atau tata perayaan (Yunani: taxis, Latin: ordo).

Dalam Gereja Barat, istilah “liturgi” lama menghilang,baru mulai abad ke-16 istilah
“liturgi” kembali dikenal. Gereja-gereja Reformasi menggunakan kata Liturgi mulai pada
abad ke-17 dan 18 dengan arti ibadat Gereja.

Kemudian Gereja Katolik Roma mulai memakai kata sifat liturgicus untuk menunjuk
hal-hal yang berkaitan dengan ibadat. Kata benda liturgia baru digunakan dalam dokumen
resmi Gereja Katolik Roma pada abad ke-18. Akhirnya, Konsili Vatikan II membakukan
istilah “liturgi” untuk menyebut “peribadahan Gereja” dalam Konstitusi Liturgi
Sacrosanctum Concilium (SC).

E. Istilah Liturgi pada Masa Kini


Dewasa ini kata liturgi adalah sebutan yang khas untuk perayaan ibadah Kristen. Kata
ibadah berasal dari bahasa Arab, yakni ebdu atau abdu (abdi = hamba). Kata ini sejajar
dengan bahasa Ibrani, yakni abodah (ebed = hamba). Artinya perbuatan untuk untuk
menyatakan bakti kepada Tuhan. Ibadah terkait seerat-eratnya dengan suatu kegiatan manusia
kepada Allah, yakni dengan pelayanan kepada Tuhan.Rasul Paulus dalam Rm.12: 1
menuliskan tentang “ibadah sejati” dalam kaitan dengan persembahan hidup.

Liturgi sebagaimana pemahaman Paulus adalah juga sikap beriman sehari-hari tidak
terbatas pada perayaan Gereja. Selain liturgi, kata dalam bahasa Indonesia yang sejajar ialah
kebaktian. Bhakti (Sansekerta) ialah perbuatan yang menyatakan setia dan hormat, sikap
memperhambakan diri, perbuatan baik. Bakti dapat ditujukan baik untuk seseorang, Negara,
maupun untuk Tuhan yang dilakukan dengan sukarela. Pada pihak lain kebaktian mempunyai
makna luas, yakni sikap hidup sebagai pelayan Tuhan menyangkut tabiat, perbuatan,
karakter, atau pola pikir yang ditujukan secara utuh dan nyata oleh orang percaya di dalam
dunia.

Ketiga kata dalam bahasa Indonesia tersebut, yaitu: liturgi, kebaktian dan ibadah,
digunakan secara sama dan sejajar. Namun sekalipun demikian dalam pemahaman sehari-hari
ada perbedaannya. Kata liturgi sering digunakan dalam kaitan dengan disiplin ilmu, teologi,
atau cara resmi dan agung sebagaimana dalam Gereja Roma Katolik. Di seminari ada mata
kuliah liturgi, tetapi tidak disebut mata kuliah kebaktian atau ibadah. Kata kebaktian lebih
sering digunakan untuk menunjuk perayaan peribadahan. Sementara kata ibadah cenderung
11
digunakan untuk perayaan agama apapun, bahkan agama-agama tradisi dan agama suku.
Lazimnya orang menyebut ibadah Yahudi atau ibadah di Masjid, tetapi tidak kebaktian
Yahudi atau liturgi di Masjid.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebelum kekristenan memasuki tanah Batak sesungguhnya orang Batak sudah


mempercayai bahwa ada satu kekuatan yang berada di luar diri mereka sendiri yang diyakini
dapat memberi berkat. Kepercayaan dan keyakinan ini mendorong mereka membuat upacara-
upacara sebagai bentuk penghormatan dan ketundukan kepada kekuatan yang berada di luar
diri mereka. Berbagai bentuk upacara yang mereka lakukan sesuai dengan peristiwa yang
dialami dan di setiap upacara pemberian persembahan dalam bentuk korban hewan
peliharaan dan hasil panen selalu dilaksanakan. Bentuk upacara yang dilaksanakan tidak
selalu sama, namun disusun sedemikian rupa sesuai dengan peristiwa yang dialami dengan
maksud supaya kehidupan terberkati. Dengan demikian praktek pemujaan orang Batak pada
awalnya berorientasi kepada kepentingan mereka sendiri yaitu supaya roh nenek moyang
tidak mengganggu kehidupan dan berkenan memberkati hasil pekerjaan pertanian mereka.

Setelah kekristenan praktek upacara- upacara ini tetap dilakukan dengan mengambil
unsur-unsur positif dari budaya dan mengarahkan bentuk-bentuk upacara kepada
penyembahan Allah. Unsur budaya tidak semuanya ditolak atau dibuang tetapi dalam missi
kekristenan unsur-unsur budaya tertentu justru dipergunakan dalam upacara-upacara
kekristenan. Seiring dengan dimulainya penginjilan ke tanah Batak praktek peribadahan tetap
mengalami perkembangan. Praktek peribadahan HKBP pada awalnya dibawa oleh RMG
yang bercorak “uniert” tetapi di dalam perkembangan selanjutnya bahwa di dalam tubuh
HKBP mengalir dasar-dasar teologi yang diperoleh dari Gereja muda yang digunakan dalam
Katolik Roma, nyanyian-nyanyian mazmur yang biasa digunakan Gereja Calvinis dan
nyanyian yang berjiwa pietis. Sedangkan yang berasal dari Gereja “uniert” adalah nyanyian-
nyanyian (lagu-lagu koor), pemahaman dan pelaksanaan Baptisan dan Perjamuan Kudus.

12
Pengaruh Calvinisme dalam praktek peribadahan HKBP dapat juga dilihat dari
adanya penggunaan nyanyian-nyanyian Mazmur dan pencatuman pembacaan Hukum Taurat
dalam tata ibadah Minggu. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa HKBP dalam praktek
peribadahannya dipengaruhi oleh pengalaman budaya yang disebut sebagai preparation
evanggelica, hasil missi RMG yang di dalamnya terdapat teologi-teologi Gereja muda dan
pengaruh Calvinis. HKBP tidak sepenuhnya bercorak Lutheran, hanya saja lebih didominasi
oleh corak ajaran dan ibadah Lutheran. Demikian juga unsur-unsur tata ibadah yang
dilakukan di HKBP tetap mengalami perkembangan dan bersifat dinamis.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hastings James, Encyclopedia of Relegion and Ethics vol.29, (New York: Charles Scribner’s
Sons, 1955.

G Riemer, Cermin Injil, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995

Douglas J.D. (ed.), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I, Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2004

F. White James, Pengantar Ibadah Kristen, BPK-GM, Jakarta:2011

Martasudjita,E. Pengantar Liturgi : Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi (Yogyakarta:


Kanisius 1999

Van Dop H.A., “Hakekat dan Makna Liturgi”, Liturgi dan Komunikasi; (Jakarta: Yakoma
PGI, 2005), 104.

O.Carm Bosco Da Cunha, Teologi Liturgi dalam Hidup Gereja (Madang: Dioma, 2004

14

Anda mungkin juga menyukai