Anda di halaman 1dari 4

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Volume 5, Edisi 11, November – 2020 Jurnal Internasional Sains dan Teknologi Penelitian Inovatif
Nomor ISSN: -2456-2165

Pengetahuan dan Kesadaran Tenaga Kesehatan dalam


Melaporkan Reaksi Obat Yang Merugikan Geriatri
Pasien di RS Dr. M. Djamil Padang
Molinda Damris, Yelly Oktavia Sari, Dedy Almasdy
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Padang, Sumatera Barat, Indonesia

Abstrak:- Adverse Drug Reaction (ADR) merupakan masalah Tingginya kejadian ADR didorong oleh kondisi
kesehatan yang kompleks dan memberikan kontribusi yang multipatologi yang sering terjadi pada pasien geriatri. Dengan
signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas pasien. bertambahnya usia, ada waktu paruh yang diperpanjang dan
Geriatri merupakan salah satu populasi yang paling berisiko peningkatan kadar obat dalam darah dalam bentuk aktifnya.
mengalami kejadian ADR. Karena usia, ada waktu paruh Sedangkan untuk beberapa obat, kondisi ini akan memberikan
yang diperpanjang dan peningkatan kadar obat dalam efek yang lebih besar, terutama pada kondisi pasien geriatri [6].
darah. Kondisi multipatologi dan polifarmasi merupakan
faktor risiko terbesar yang berperan dalam terjadinya ADR.
Pelaporan ADR merupakan salah satu cara pencegahan ADR Beberapa keluhan kesehatan pasien geriatri
di fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian dilaksanakan di memerlukan penanganan yang lebih serius dan
ruang rawat inap RSUD Dr. M. Djamil Padang pada bulan mengharuskan pasien untuk dirawat inap. Multipatologi
Februari sampai Juni 2020. Pengumpulan data menggunakan yang dialami pasien geriatri juga berkontribusi terhadap
metode wawancara semi terstruktur dengan 22 informan peningkatan potensi polifarmasi dan perkembangan ADR
yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Hasil selama perawatan. Respon tubuh pasien geriatri dengan
penelitian menunjukkan pengetahuan petugas kesehatan kondisi multipatologis berbeda dengan pasien dewasa. Hal
yang bertugas di ruang rawat inap RSUP Dr. M. Djamil ini dikarenakan dengan bertambahnya usia terjadi
Padang soal ADR dinilai masih kurang. Kesadaran petugas perubahan dalam proses absorpsi, distribusi, metabolisme,
kesehatan dalam melaporkan kejadian ADR juga masih dan eliminasi obat di dalam tubuh [7].
rendah. Keterbatasan pengetahuan petugas kesehatan
mengakibatkan minimnya pelaporan kejadian ADR di RSUD Obat-obatan memiliki potensi bahaya dan juga manfaat, dan pasien
Dr. M. Djamil Padang. yang lebih tua mungkin memperoleh lebih sedikit manfaat dan lebih banyak
kerugian dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Petugas kesehatan
Kata kunci:- Efek Samping Obat, Geriatri, Tenaga mungkin mengalami kesulitan untuk melakukan trade-off ketika penyakit baru
Kesehatan. muncul pada pasien polifarmasi dan perlu mempertimbangkan untuk
meresepkan obat lain [8].
SAYA. PENGANTAR
Oleh karena itu, penggunaan obat pada pasien geriatri perlu
Adverse Drug Reaction (ADR) adalah respon obat yang mendapat perhatian terutama tim medis. Hal ini menuntut tenaga
berbahaya dan tidak disengaja, terjadi pada dosis yang digunakan kesehatan untuk memahami sepenuhnya kebutuhan obat dan
pada manusia sebagai profilaksis, diagnosis, terapi, atau modifikasi manfaatnya dalam terapi pasien. [8] Namun, seringkali tidak ada data
fungsi fisiologis [1]. Senada dengan itu, Allemann menyatakan bahwa tentang keamanan dan efektivitas obat pada pasien geriatri karena
istilah ADR mengacu pada suatu kejadian yang tidak terduga dari kurangnya penelitian dan laporan yang membahas masalah ini.
pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat. Sehingga
berpotensi mengganggu keberhasilan terapi [2]. ADR merupakan
masalah kesehatan yang kompleks bagi para profesional kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap morbiditas, merekomendasikan agar setiap negara memulai program
mortalitas, dan biaya perawatan di rumah sakit [3]. farmakovigilans untuk mengidentifikasi obat-obatan yang dapat
menyebabkan ADR [9]. Di Indonesia, kegiatan pemantauan
keamanan penggunaan obat menjadi tanggung jawab FDA
Geriatri merupakan salah satu populasi yang paling Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya tentunya
berisiko mengalami kejadian ADR. Dalam penelitiannya Bond membutuhkan dukungan dan partisipasi dari semua pemain
dan Raehl menyatakan bahwa kejadian ADR di Amerika kunci khususnya tenaga kesehatan yang terlibat dalam
menyebabkan morbiditas dan mortalitas akibat ADR mencapai perjalanan atau siklus suatu obat. Karena obat melalui proses
1,73% dan 19,18% [4]. Sedangkan kejadian ADR pada pasien pra-pemasaran hingga pasca-pemasaran.
geriatri di RSUD Dr. M. Djamil Padang tahun 2010 mencapai 20%
[5].

IJISRT20NOV446 www.ijisrt.com 570


Volume 5, Edisi 11, November – 2020 Jurnal Internasional Sains dan Teknologi Penelitian Inovatif
Nomor ISSN: -2456-2165

Kegiatan pelaporan ADR oleh tenaga kesehatan di AKU AKU AKU. DISKUSI
Indonesia masih bersifat sukarela. Selain itu, pelaporan kejadian
ADR di fasilitas pelayanan kesehatan juga dinilai kurang aktif. Penelitian ini melibatkan 23 tenaga kesehatan yang telah
Namun, kurangnya kesadaran untuk melaporkan ADR oleh bekerja di ruang rawat inap RSUP Dr. M. Djamil Padang minimal
petugas kesehatan masih menjadi tantangan yang harus selama tiga tahun. Berdasarkan karakteristik sosiodemografi,
dihadapi terutama di negara berkembang. Konsekuensi informan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia,
signifikan dari pelaporan ADR akan memfasilitasi kepentingan pendidikan terakhir, dan lama bekerja. Berdasarkan jenis
publik yang luas [11]. kelamin populasi, informan laki-laki lebih sedikit dibandingkan
informan perempuan, yaitu 31,8% dan 68,1%. Berdasarkan
II. METODE PENELITIAN rentang usia informan dikelompokkan menjadi tiga yaitu rentang
usia 20-40 tahun sebesar 54,5%, rentang usia 41-60 tahun
Penelitian dilakukan di Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini sebesar 31,8%, dan rentang usia >60 tahun sebesar 13,6%.
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Rentang usia tersebut dianggap cukup untuk menggambarkan
Melibatkan tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, dan secara umum bahwa kelompok usia 20-40 tahun merupakan
apoteker yang menangani pasien secara langsung. populasi terbesar yang bekerja di bangsal penyakit dalam.

Informan dipilih dengan metode purposive sampling Dilihat dari latar belakang pendidikan informan, 18,1%
sesuai dengan kriteria yang diterapkan. Jumlah informan yang adalah sarjana, 9,0% sarjana, kemudian 31,8% melanjutkan
terlibat dalam penelitian ini adalah 22 orang (Tabel 1). ke tingkat profesional, baik apoteker dan perawat, 18,1%
Merupakan tenaga kesehatan yang telah mengabdi minimal 3 telah menyelesaikan pendidikan pascasarjana dan 22,7%
tahun di bangsal penyakit dalam RS Dr. M. Djamil Padang. lainnya menyelesaikan studi spesialis menengah terdiri dari
Penetapan masa kerja minimum bertujuan untuk memastikan sub spesialis geriatri, endokrinologi dan imunologi. Dari hasil
bahwa informasi yang diperoleh berasal dari subjek yang benar- wawancara dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan
benar memahami situasi di mana penelitian berada. berpengaruh terhadap pengetahuan informan tentang ADR.
Dimana informan yang memiliki latar belakang pendidikan
Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tinggi dapat menjelaskan lebih spesifik tentang ADR dan
metode wawancara semi terstruktur, peneliti menyiapkan beberapa pelaporannya. Semakin tinggi pendidikan seorang tenaga
pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian. Daftar kesehatan, semakin besar kemungkinan dia untuk
pertanyaan terlampir pada tabel 2. Selama wawancara, peneliti akan mendapatkan jabatan struktural yang lebih tinggi. Tentu
mencatat hasil wawancara dan kemudian menerjemahkannya kata pertimbangan ini tidak semata-mata didasarkan pada latar
demi kata. Kemudian, dianalisis. belakang pendidikan, faktor lain juga mempengaruhi masa
kerja tenaga kesehatan yang bersangkutan. Hasil penelitian
TABEL I. SOSIODEMOGRAFI INFORMAN ini sedikit berbeda dengan Lovia yang mengatakan bahwa
CIRI tingkat pendidikan tidak banyak mempengaruhi hasil
Demografis Nomor Persentase wawancara. Menurutnya, masa kerja dan pengalaman
Informasi (orang) merupakan faktor yang lebih dominan mempengaruhi
Jenis kelamin pengetahuan petugas kesehatan di bangsal anak [12].
- Pria 7 31,8%
- Perempuan 15 68,1% Dari hasil survei sosiodemografi masa kerja
Usia informan diketahui bahwa sebaran masa kerja terkecil
- 20-40 tahun 12 54,5% adalah tiga tahun dan masa kerja terlama adalah 55
- 41-60 tahun 7 31,8% tahun. Sebanyak 40,9% informan memiliki masa kerja
3 13,6% 3-10 tahun, 22,7% informan telah bekerja 11-20 tahun
- > 60 tahun
dan 36,3% informan lainnya telah bekerja lebih dari 20
Pendidikan
tahun. Masa kerja tampaknya mempengaruhi hasil
Latar belakang 4 18,1%
wawancara yang diperoleh. Peneliti menilai informan
- D3 2 9,0%
yang menjabat lebih lama memiliki pengalaman lebih
- S1 7 31,8%
dalam menemukan kasus ADR. Hal ini sejalan dengan
- Profesi 4 18,1%
penelitian [12] yang menyatakan bahwa meskipun
- S2 5 22,7%
berpengaruh, masa kerja tidak dapat menjadi satu-
- spesialis satunya ukuran dalam menilai pemahaman petugas
Lama bekerja kesehatan. Karena selain itu peneliti juga menemukan
- 3-10 tahun 9 40,9% informan yang memiliki masa kerja lebih pendek
- 11-20 tahun 5 22,7% namun memiliki pengalaman yang cukup baik dengan
- > 20 tahun 8 36,3% kejadian ADR.

IJISRT20NOV446 www.ijisrt.com 571


Volume 5, Edisi 11, November – 2020 Jurnal Internasional Sains dan Teknologi Penelitian Inovatif
Nomor ISSN: -2456-2165

Informan diberikan pertanyaan yang meliputi Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya
pengetahuan terkait ADR, pengalaman informan dalam 9,09% informan yang pernah melaporkan kejadian
menemukan kejadian ADR hingga pelaporan kejadian ADR yang mereka temui saat bekerja. Hal ini dinilai
ADR di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Hasil penelitian ini sangat sedikit dibandingkan dengan pengalaman
menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan informan yang pernah menjumpai kasus ADR namun
belum memiliki pengetahuan yang baik tentang konsep tidak melaporkannya sesuai alur pelaporan yang
ADR, baik definisi maupun tujuan implementasinya [13]. tersedia di rumah sakit. Beberapa alasan disampaikan
Namun, pada umumnya petugas kesehatan mengalami informan, antara lain karena informan bingung harus
kejadian ADR selama menjalani rawat inap. Dalam proses melapor kemana (41,1%). Selain itu, petugas
pelaporan ditemukan petugas kesehatan yang belum kesehatan merasa kasus ringan tidak perlu dilaporkan
memahami sepenuhnya bahwa pelaporan kejadian ADR (58,8%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
perlu dilaporkan kepada tim Panitia Farmasi dan Terapi. yang dilakukan oleh Kudri & Barliana (2017) yang
Sebagian besar kejadian ADR dilaporkan melalui rekam meneliti pemahaman apoteker bahwa 68,9% petugas
medis pasien saja. Ini adalah titik kritis dan perlu kesehatan tidak tahu kemana harus melaporkan kasus
mendapat sorotan pemerintah. ADR, 35,2% merasa ADR tidak boleh dilaporkan, 30,2%
merasa lebih penting untuk merawat pasien lain dan
Makalah ini menyatakan bahwa geriatri merupakan salah 25 lainnya.
satu populasi yang berisiko mengalami ADR. Seperti pada [14]
lebih detail Faktor Terkait Dengan ADR pada Pasien Lansia di Saat ditemukan kasus ADR, semua informan
Taiwan. Dilaporkan bahwa kejadian ADR pada pasien geriatri sepakat bahwa kejadian tersebut harus segera
rawat inap berkisar antara periode 2006-2011 sebanyak 539 dilaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien
kasus ADR yang dilaporkan. atau dokter jaga saat itu. Senada dengan penelitian
Lovia (2019), disebutkan bahwa sebelum masa
Merujuk pada literatur, dapat dikatakan bahwa akreditasi rumah sakit, pelaporan ADR hanya
pengalaman informan dalam menemukan kejadian ADR sangat disampaikan kepada DPJP secara lisan, kemudian
kecil dibandingkan dengan yang seharusnya ditemui. Kategori ditulis di rekam medis pasien [12]. Namun setelah
langka yang dimaksud oleh informan diduga karena kurangnya akreditasi rumah sakit, pengetahuan informan
monitoring yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya ADR. meningkat dengan adanya prosedur operasional
Peneliti menduga hal ini berkaitan dengan pemahaman dan standar pelaporan insiden ADR di rumah sakit.
pengetahuan petugas kesehatan mengenai ADR. Untuk dapat Pelaporan dilakukan dengan mengirimkan laporan
mengetahui bahwa suatu reaksi yang terjadi pada pasien kejadian melalui pesan WhatsApp kepada Panitia
merupakan ADR, petugas kesehatan harus memiliki Farmasi dan Terapi. Kemudian laporan ini akan
pengetahuan tentang ADR. Peneliti berpendapat bahwa kejadian ditindaklanjuti oleh Panitia Farmasi dan Terapi ke
ADR lebih banyak daripada yang disampaikan informan. Selain lokasi kejadian. Meskipun secara umum informan
karena kurangnya kemampuan menilai reaksi yang terjadi pada mengetahui alur pelaporan,
pasien, hal ini juga disebabkan oleh karakteristik ADR itu sendiri
yang terkadang cenderung menyerupai penyakit yang
mendasari pasien. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengetahuan
informan yang bertugas di ruang rawat inap RS Dr. M. Djamil
Tabel 2. Daftar Pertanyaan Tenaga Kesehatan Padang tentang ADR dinilai masih kurang. Jumlah laporan yang
TIDAK pertanyaan masuk ke PFT sangat sedikit dibandingkan dengan yang terjadi
1 Pengetahuan tentang ADR dan Pharmacovigilance di lapangan. Hal ini dirasa perlu untuk menambah pengetahuan
2 Pengalaman menemukan kasus ADR informan tentang ADR dan pelaporannya. Kurangnya
3 Faktor risiko ADR pengetahuan informan mempengaruhi kurangnya kesadaran
4 Pengaruh jenis kelamin dan usia pada kejadian ADR akan keluhan dan reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi pada
5 Pengaruh komplikasi penyakit terhadap kejadian pasien setelah penggunaan obat. Kondisi ini pada gilirannya
ADR dapat berdampak pada penurunan keberhasilan terapi dan
6 Obat dengan potensi ADR keamanan penggunaan obat pada pasien.
7 Pengalaman ADR karena jamu
8 Pengalaman menemukan peristiwa dengan reaksi transfusi
IV. KESIMPULAN
9 Pengetahuan tentang alur penanganan dan pelaporan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
10 Pengalaman melaporkan peristiwa ADR
disimpulkan bahwa pengetahuan petugas kesehatan yang
bertugas di ruang rawat inap Dr. M. Djamil Padang tentang
Pentingnya pelaporan kasus ADR merupakan topik
ADR (Reaksi Obat Merugikan) dinilai masih kurang. Hal ini
yang tidak dapat dihindari. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kegiatan farmakovigilans tidak
menunjukkan bahwa optimalisasi pengetahuan, etika, dan
dilakukan di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Salah satunya
penanganan terkait pelaporan ADR akan menciptakan
terlihat dari tidak adanya laporan ADR yang diterima oleh PFT
strategi khusus untuk mendorong penerapan pelaporan ADR
dari bangsal penyakit dalam selama tahun 2019.
yang lebih masif [13] [15].

IJISRT20NOV446 www.ijisrt.com 572


Volume 5, Edisi 11, November – 2020 Jurnal Internasional Sains dan Teknologi Penelitian Inovatif
Nomor ISSN: -2456-2165

PERSETUJUAN ETIKA [9]. WHO,Laporan dunia tentang Penuaan dan Kesehatan, vol. 5, tidak.
1. 2017.
Persetujuan etik diperoleh dari komite etik masing-masing [10]. BPOM RI, “Pedoman Monitoring Efek Samping Obat
di RS Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Semua (MESO) Bagi Tenaga Kesehatan,”Direktorat Pengawas.
informan yang diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian distribusikan Melecut. Ter. dan PKRT Badan Pom RI,
ini memberikan persetujuan sebelum mengambil bagian dalam hlm. 1–35, 2012.
penelitian ini. Untuk melindungi informan dari segala [11]. AM Kudri dan MI Barliana, “Pengetahuan dan
konsekuensi, data dibuat anonim (kode) sebelum dianalisis. Kesadaran Apoteker dan Pasien dalam Melaporkan
Pandangan dan pendapat masing-masing informan dianggap Adverse Drug Reaction (ADR) terhadap Keamanan
sama. Obat,”Farmaka, vol. 16, tidak. 2, hlm. 525–530, 2018,
[Online]. Tersedia:
PENGAKUAN http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/17602.
[12]. S. Lovia, YO Sari, D. Almasdy, and F. Amelin, “Studi
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh Kualitatif Pengetahuan Perawat tentang Adverse
tenaga kesehatan dan staf di ruang rawat inap RSUD Dr. M. Drug Reaction (ADR) di Bangsal Rawat Inap Anak
Djamil Padang yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. RSUP DR. M.Djamil Padang,”Pertanian J.Sains. Klin.,
Penelitian ini dibiayai oleh Beasiswa Prestasi Pascasarjana vol. 6, tidak. 2, hlm. 95-103, 2019.
2019 Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. [13]. A. Ahmad, R. Balkrishnan, P. Manna, G. Mohanta, dan I.
Patel, "Evaluasi pengetahuan, sikap dan praktik
REFERENSI apoteker India terhadap pelaporan reaksi obat yang
merugikan: Sebuah studi percontohan,"Perspektif.
[1]. H. Lodhi dan J. Thompson, "Reaksi obat yang merugikan," klinik Res., vol. 4, tidak. 4, hal. 204, 2013, doi:
anestesi. Perawatan Intensif Med., vol. 21, tidak. 4, hlm. 10.4103/2229- 3485.120168.
212– 216, 2020, doi: 10.1016/j.mpaic.2020.01.011. [14]. P.-J. Liao, C.-T. Mao, T.-L. Chen, S.-T. Deng, dan K.-
[2]. SS Allemann, JWF Van Mil, L. Botermann, K. H. Hsu, “Faktor-faktor yang terkait dengan kejadian dan
Berger, N. Griese, dan KE Hersberger, "Perawatan prognosis reaksi obat yang merugikan, dan dampak
farmasi: Definisi PCNE 2013," Int. J.klin. Farmasi., ekonominya pada pasien rawat inap yang lebih tua di Taiwan:
2014, doi: 10.1007/s11096-014-9933- studi kasus-kontrol bersarang.,” BMJ Terbuka, vol. 9, tidak. 5,
x. hal. e026771, Mei 2019, doi: 10.1136/bmjopen-2018-026771.
[3]. LE Bracken, AJ Nunn, JJ Kirkham, M. Peak, J. Arnott, RL [15]. HM Al-Malaq, SA Al-Aqeel, dan MS Al-Sultan, “Reaksi obat
Smyth, M. Pirmohamed, MA Turner. “Pengembangan yang merugikan terkait rawat inap yang diidentifikasi
alat penilaian penghindaran reaksi obat yang dengan mengeluarkan kode ICD-9 di rumah sakit
merugikan Liverpool,”PLoS Satu, vol. 12, tidak. 1, hlm. universitas di Riyadh.,”Saudi Med. J., vol. 29, tidak. 8, hlm.
1–11, 2017, doi: 10.1371/journal.pone.0169393. 1145–1150, Agustus 2008.
[4]. CA Bond dan CL Raehl, "Layanan farmasi klinis, staf
farmasi, dan reaksi obat yang merugikan di
rumah sakit Amerika Serikat," Farmakoterapi, vol.
26, tidak. 6 I, hlm. 735–747, 2006, doi: 10.1592/
phco.26.6.735.
[5]. SR Tobat, MH Muchtar, dan RD Martini, “Identifikasi
ADR Pada Pasien Geriatri Di Bagian/Smf Rawat
Inap Penyakit Dalam RSUP. Dr.M.Djamil Padang,”
Sci. J.Pertanian. dan Kesehat., vol. 5, tidak. 1, hal.
57, 2016, doi: 10.36434/scientia.v5i1.70.

[6]. N. Tanna, T. Tatla, T. Winn, S.Chita, K. Ramdoo, C.


Batten, J. Pitkin. "Ulasan Pengobatan Klinis dan Jatuh
pada Orang Tua—Apa Basis Buktinya?" farmasi. &
Farmasi., vol. 07, tidak. 02, hlm.89–96, 2016, doi:
10.4236/hlm.2016.72012.
[7]. Kementerian Kesehatan RI, “Pedoman pelayanan farmasi
(tata laksana terapi obat) untuk pasien geriatri
· 478,” 2010.
[8]. TME dan KC, “Pasien yang jatuh: 'Selalu ada trade-
off,'”JAMA - J.Am. Med. Asosiasi, vol. 303, tidak. 3,
hlm. 258–266, 2010, [Online]. Tersedia: http://
www.embase.com/search/results?subaction=vie
wrecord&from=export&id=L358143387%0Ahttp://ja
ma.ama-
assn.org/cgi/reprint/303/3/2588%0Ahttp://dx.doi.org/10 .
1001/jama.2009.2024.

IJISRT20NOV446 www.ijisrt.com 573

Anda mungkin juga menyukai