Anda di halaman 1dari 5

BAB 3

Rani

‘Ah... Mantap.’

Aku berbaring di atas ranjang, meninggikan bantal sampai posisi setengah duduk. Aku
membuka HP Android Vivo Y15 kepunyaanku, bersiap untuk mengerjakan tes masuk sekolah.
Secangkir coklat hangat ku siapkan untuk merefresh otakku yang siap pusing dengan tes masuk. Baju
seragam yang belum ku ganti akan menjadi saksi bahwa aku siap untuk mengerjakan tes.

Aku merogoh tas selempang yang sedari tadi beristirahat di sampingku, lalu ku keluarkan
sekertas prosedur pengerjaan tes masuk sekolah yang tadi diberikan oleh kakak angkatan. Ku baca
beberapa baris ketentuannya, sampai aku bertemu dengan link untuk mengerjakan soal.

HP Android yang sedari tadi aku pegang, kini sudah hidup untuk memulai pekerjaannya. Ku
buka google lalu ku ketikan linknya, sampai aku kedapatan masuk ke dalam suatu situs web. Di situ
ada semacam formulir, tetapi bentukan pertanyaannya adalah pertanyaan untuk menguji
kemampuan otak. Dari formulir tersebut, para peserta tes dapat langsung tahu nilai dari tes itu.

Sebelum ku eksekusi soal dari tes tersebut, ku seruput terlebih dahulu coklat yang ku
sediakan tadi. Setelah itu, ku lanjutkan pengeksekusian soal yang pastinya dan ku yakini serta ku
harapkan, mudah. Dengan santai ku baca satu per satu soal, kemudian aku menjawab dengan
kemantapan hati.

‘Apa yang kamu ketahui tentang Hari Kiamat?’ dalam hatiku membaca pertanyaan.

“Oh, ini mah gampang!” ucapku, berbicara pada diri sendiri.

Aku mulai mengetik jawabanku, ‘Saya tidak tahu apa-apa tentang hari Kiamat. Saya kan
belum pernah ikut acara kiamat. Saya pernah mendengar soal kiamat cuma di al-Qur’an. Sebab, guru
saya bilang kalau orang yang hidup pada hari Kiamat itu bukan orang yang baik, jadi saya tidak mau
tahu soal Hari Kiamat itu.’

Ya, demikianlah aku menjawab beberapa pertanyaan dari soal-soal tes masuk sekolah
tersebut. Memang sengaja aku jawab dengan seadanya, sebab aku pikir walau tidak benar semua
yang penting aku mengerjakannya dan ku yakini bahwa tidak ada ceritanya orang tidak lulus di
sekolah tersebut.

Usai mengerjakan soal-soal tersebut, dalam link tersebut muncul kata-kata ‘selamat anda
telah mengerjakan soal-soal lumayan baik. Nilai: 25 % ketepatan.’ Lumayanlah untukku yang bodoh
ini.

Selesai itu semua, aku tinggal menunggu besok. Besok adalah pengumuman nilai tertinggi
dan yang tidak lulus. Ya, walaupun ku yakini bahwa tidak akan ada yang tidak lulus.

“Rain! Makan siang sudah siap! Tapi ingat, kalau mau makan jemur pakaian dulu! Kalau gak
dijemur, kamu yang akan kakak jemur!” teriak Kak Dila.

‘Hadeh, mau makan masih disuruh jemur pakaian,’ keluhku dalam hati.

Aku keluar, melewati depan kamar Kak Dila.

“Ia kak, siap kak.” Jawabku setengah malas.

........

MIMPI RAIN
“KAK!!! SUBUH KAK!!!” teriak Dina pagi-pagi sekali saat fajar masih menguasai alam.

“IA!!! KAKAK GAK TIDUR!!!” balasan teriakan yang setimpal ku lontarkan.

“Oh, bagus. Ummi yang nyuruh, jangan marah.” Teriakan Dina redup kembali.

“ ... ”

“KAK!!! TIDUR LAGI YA!!!”

“TIDAK!!!”

“JANGAN TIDUR KAK!!!”

“MAKSA KAU DIN, NANTI KU SANTET KAU!!”

“Hahaha ... Bisa aja kakak.”

“Ketawa lagi, itu bukan pujian!!”

“Rain! Dina! Subuh-subuh begini Jangan teriak-teriak, aku lagi nyantet!” terdengar teriakan
dari dalam kamar Kak Dila.

“HAHAHA ... ” ketawa Dina semakin menjadi-jadi, disusul cekikikan dari kamar Dila.

“Ih, nenek sihir ikutan lagi!” sambarku.

“Apa Ren? Mau disantet juga kamu?!” balas Kak Dila padaku. ‘Ren’ itu nama panggilanku,
untuk memudahkan orang dalam memanggilku.

‘Coba saja kalau berani, emang beli dimana santet. Seenaknya aja ... .‘ Dalam hati ku
berkata.

Aku diam saja tak merespon kata-kata dari Kak Dila. Mulutku terasa masih kaku, aku
memang begini kalau bangun tidur.

Kak Dila, terkadang dia suka bercanda. Dia adalah termasuk Kakak yang asik dibuat teman.
Bagiku, dia kakak sekaligus sahabat baikku. Dina pun demikian bagiku. Aku menyayangi menyayangi
mereka berdua.

“Kak Rain! Tidur lagi kamu?!” lontaran kata dari Dina dengan separuh berteriak padaku.

“Enggak! Ini udah mau salat!” jawabku.

“Kok gak dijawab Kak Dila!?” ejek Dina.

“Ia Din, aku gak mau disantet!” jawabku.

“Nah, gitu dong, kan ketahuan kalau Kakak gak tidur!” Kata Dina sambil cekikikan, disusul
tawa kecil yang sedikit terdengar dari kamar Kak Dila.

Dina yang sedaritadi berada di depan kamarku yang dikunci, kini terdengar melangkah
menghilang dari depan pintu. Sudah hampir menjadi kebiasaan bagi Dina membangunkanku di kala
Subuh, dengan jurus valsetonya. Aku sebenarnya akan terkejut kalau mendengar suara valseto Dina
dan sulit untuk tertidur kembali, kecuali saat lelah. Tapi, Dina tetap saja hampir setiap malam,
sesudah membangunkanku kemudian menjagaku tetap terjaga.

Aku mengangkat kepalaku yang terasa berat. Menge-cek belek, diam sejenak, melamun,
lantas lanjut berdiri. Bau ciri khas ku bangun tidur, meresap ke hidungku. Entah apa Cuma

MIMPI RAIN
perasaanku, tapi menurutku, bau badanku ini terasa segar dan menggairahkan. Biasanya bau
badanku masih bercampur dengan bau-bau minyak wangi kemarin yang ku pakai di badanku.

Aku lanjut ke kamar mandi, membasuh muka dan anggota yang lainnya dengan niat
menghilangkan hadats, kemudian lanjut ke kamarku untuk menunaikan salat subuh.

Selesai salat, aku langsung membereskan kamarku, merapikannya dan membersihkannya,


agar jika aku mau tidur nanti, aku langsung bisa meng-asik-an diri di kamar.

Jam menunjukkan jam 07.00, waktu bagiku untuk menge-cek kelulusanku. Sebelum itu aku
menunaikan ritual pagi yang biasa ku lakukan yakni mengantarkan adikku ke sekolah. Aku sendiri
hari ini tidak sekolah, sebab hari ini adalah hari pelulusan tes masuk sekolah. Aku cukup melihat
pengumuman di link yang sudah di sediakan.

Usai menyelesaikan ritual pengantaran tadi, aku lanjut ke pekerjaanku sebagai seorang
peserta tes, ku cari tempat aman dan nyaman di rumahku. Satu-satunya tempat yang memenuhi
kriteria itu, tak lain adalah kamarku.

Aku menuju kamar indahku, lalu aku berbaring di ranjang empuk tempatku mengharap
mimpi. Ku angkat HP kemudian membuka link yang tertera di prosedur yang di berikan kakak
angkatan kemarin.

Ku pejamkan mataku saat loading untuk masuk ke link tersebut. Maksudku agar ini semua
bisa jadi surpraise gitu. Saat ku buka mataku ternyata tidak ada namaku di situ. Ku scroll halaman itu,
tetapi tetap tidak ada. Ku teliti satu per satu, di halaman itu, ada tertera tulisan ‘tidak lulus’. Ku
sentuh halaman itu, ternyata tertera dua orang yang tidak lulus, dan namaku ada di situ.

Hah....

Ya, ku kira akan lulus semua, ternyata dua orang tidak lulus, dan salah satunya adalah aku.
Untunglah aku tidak sendiri. Ku lihat teman senasibku bernama Rani. Sempat terpikir olehku, apakah
huruf dari namaku yang membuatku tidak lulus? Sebab, nama Rani tersusun dari huruf namaku.
Karena penasaran, ku lihat profilnya di kolom pendaftar. Ah, tidak ada fotonya.

Ting ... !

HP ku berbunyi, pesan WA dengan nomor tanpa nama muncul dari pusat pemberitahuan.

[P]

[Siapa?] Sahutku di WA.

[Ini Rain ya?]

[Bener, ini siapa?]

[Ini temen kamu,]

Ku lihat profilnya di WA, dia tak memakai foto profil. Namanya pun tidak dicantumkan.

[O ... Ia, siapa ya?]

[Kamu kan yang daftar sekolah MA Tahfidz Sumenep?]

[Oh, kamu yang tidak lulus?]

[Ia bener, aku Rani]

MIMPI RAIN
[O ... Ia, ia, kita temen senasib kawan.] Aku menambahkan emot senyum dalam pesanku.

[Ia ... Ngomong-ngomong, kamu mau apa setelah tidak lulus?]

[Nah, pertanyaan itu juga yang aku ingin tanyakan,]

Belum sempat Rani balas, aku langsung menambahi pesanku.

[Pertanyaan kamu kayak orang yang mau pelulusan aja, bedanya cuma ini ditanyakan
ketidaklulusannya.]

[Hehehe ... Emang ... ] Rani menambahkan emoticon senyum pada pesannya.

[Terus mau ngapain kita?] tanyaku pada Rani.

[Menurut kamu?]

[Nikah] jawabku asal.

[Idih ... Baru kenal udah gembel eh, gombal] Rani menambahkan emoticon kesal.

[Siapa suruh, ditanya malah tanya balik,]

[Lah, itukan kamu]

[O ia ya... maap, gak sengaja]

[Jadi, kamu mau kemana udahnya gak lulus? Aku mau ikutan]

[Gak bisa cari sendiri bah?]

[Bisa lah ... Emang kenapa sih kalau barengan? Mahal amat]

[Ya gak pa-pa sih ... ,]

[Ok lah, kamu cari sekolah lagi, yang mudah masuknya. Nanti hubungi aku.]

[Enaknya di kamu itu, kamu aja yang cari, aku yang urus ujiannya,] Sangkalku pada Rani.

[Ujian mau diurus apanya coba, udah ah, kita cari bareng aja, gimana?] bantah Rani.

[Ok lah, ok lah ... ]

[Beneran ya?]

[Ia, nyantui kalau itu mah]

[Sip, setuju]

[Eh, kamu dari mana dapat nomer WA aku?] tanyaku yang penasaran.

[Di profil pendaftaran kan ada,] jawab Rani.

[O ia ya, Ok lah, lanjut kapan-kapan ... ]

[Ok. Kalo salah satu dari kita besok dapat info, kita ketemu besok. Gimana?]

[Siap selalu ibu bos.]

[Sip, lanjut besok.]

[Ok.]

MIMPI RAIN
Sedikit lama aku melihat-lihat prihal sekolah, akhirnya aku berhenti merebahkan tubuhku.
Aku berdiri, berniat memberitahu Ummi bahwa aku tidak lulus. Aku lalu berjalan menuju kantor
Ummi; dapur.

Enaknya punya ibu seperti Ummi itu begini, kalau Ummi tahu aku mengalami kegagalan,
Ummi bersikap biasa, tidak memaksakan aku untuk berprestasi. Jadi, aku santai dalam
menyampaikan informasi kegagalanku pada Ummi.

“Mi ... Rain gak lulus masuk sekolah MA Tahfidz,” sesampainya di dapur, aku berkata
demikian pada Ummi yang sedang menggoreng ikan.

“Ya, tak apa-apa nak, kamu berarti tidak ditakdirkan masuk di sana, cari sekolah lain.” Jawab
Ummi.

Aku duduk di kursi dapur sembari memgang HP Androidku, dan sesekali memperhatikan
Ummi masak.

“Benar, di sekolah itu kamu gak lulus Ren?” Kak Dila yang sedaritadi membantu Ummi
mencuci piring, sekarang mulai berceloteh.

“Ia kak, ku kira akan lulus,”

“Ternyata masih gak ada otak,” wajah mengejek Kak Dila mulai keluar, sambil cekikikan.

“Uh, Kakak, ku kira mau memberi solasi.”

“Solusi ... ” sanggah kak Dila.

“Ya itu maksudnya.”

“Heh, sudah-sudah, Rain bukan tidak punya otak, otaknya ada, tapi masih belum dipakai.”
Kata Ummi.

“Yah Ummi ... Itu mah sama saja Rain gak punya otak.” Keluhku.

Seketika, kami pun tertawa.

MIMPI RAIN

Anda mungkin juga menyukai