Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Material

Gambar 2.1 Bagan Klasifikasi Material

Berdasarkan sumbernya material dibagi atas dua macam :

A. Material Organik
Material organik merupakan material yang bersumber langsung
dari alam berupa makhluk hidup dan dapat digunakan langsung tanpa
perlu melewati proses produksi. Contoh : kayu, karet alam, rotan, dll

B. Material Anorganik

Material anorganik merupakan material yang bersumber langsung


dari alam selain makhluk hidup, untuk menjadikan material anorganik
memiliki fungsinya, harus melalui proses produksi terlebih dahulu.
Material anorganik dibedakan atas 2 macam yaitu :
1. Logam

Logam adalah material yang umumnya mempunyai sifat


konduktor yang baik, tahan terhadap suhu tinggi, mempunyai titik
leleh tinggi, keras, dan mengkilap. Logam terbagi atas logam ferro
dan non ferro.

a. Logam Ferro

Logam ferro merupakan logam dengan unsur penyusun utamanya


adalah Fe (besi). Logam ferro terbagi menjadi:

1) Baja

Baja merupakan logam dengan unsur penyusun utamanya adalah Fe


(besi) dan C (karbon) dengan kadar karbon antara 0,02 % sampai 2,1
%. Baja ini terdiri atas:

a) Baja Karbon (Carbon Steel), terdiri dari :

 Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel), yang mengandung ≤


0,25 % karbon.. Contoh : plat motor
 Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel), yang
mengandung 0,25% - 0,60% karbon. Contoh : rel kereta api
 Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel), yang mengandung
0,60%-1,4% karbon.. Contoh : per dan pegas

b) Baja Paduan (Alloy Steel)

Baja paduan merupakan baja yang didapatkan dari hasil paduan baja
dengan unsur lain untuk mendapatkan baja dengan sifat mekanik
tertentu, baja paduan dibagi atas :

1. Berdasarkan paduan
 Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel), yang mengandung ≤
10% paduan. Contoh: Baja kontruksi
 Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel), kadar paduan > 10%.
Contoh : Baja tahan panas dan Baja Tahan karat.

2. Berdasarkan kegunaan:

 Baja tahan karat Dengan penambahan Crom (Cr). Contoh:


Stainless steel

Gambar 2.2 Peralatan Masak

 Baja tahan aus Dengan penambahan Mangan (Mn). Contoh: Rel


kereta

Gambar 2.3 Rel Kereta Api

 Baja tahan temperatur tinggi Dengan penambahan Molybdenum


(Mo) & Wolfram (W). Contoh: Sudu turbin PLTU

Gambar 2.4 Sudu Turbin PLTU

 Tool steel Dengan penambahan Molybdenum (Mo) &


Vanadium (V). Contoh: Mata pahat
Gambar 2.5 Pahat Karbida

2) Besi Cor (Cast Iron)

Besi cor merupakan logam dengan unsur penyusunnya adalah Fe


dan grafit dengan kadar karbonnya antara 2,1% sampai 6,67%.

Gambar 2.6 Proses Pembentukan Besi Cor

Berdasarkan proses pembuatannya besi cor terbagi atas:

a) Besi Cor Putih (White Cast Iron)

Besi cor putih merupakan besi cor yang tidak mempunyai grafit
dengan fasa martensit. Besi ini banyak mengandung Fe3C karena
diperoleh dari pendinginan cepat. Hal ini yang menyebabkan besi cor
putih bersifat keras dan getas dengan % Si < 1. Contoh: Besi rol kanal

Gambar 2.7 Struktur Mikro Besi Cor Putih


b) Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Besi cor kelabu merupakan besi cor dengan grafit berbentuk


pipih yang terbentuk dari Fe3C yang terurai, bersifat mampu meredam
getaran, dan mempunyai kekuatan tekan yang tinggi. Perbedaannya
dengan besi cor putih terletak pada laju pendinginan. Contoh: mesin
bubut.

Gambar 2.8 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu

c) Besi Cor Nodular (Nodular Cast Iron)

Gambar 2.9 Grafik Pembentukan Besi Cor Nodular

Besi cor dengan bentuk grafit bulat, diperoleh dari besi cor yang
dipanaskan lalu ditambah Mg (Nokulen) dan membentuk gelembung-
gelembung udara yang diisi oleh karbon dan memiliki keuletan yang
tinggi. Bersifat tahan beban tarik. Contoh: gigi Tarik
Berdasarkan fasanya terbagi dua, yaitu :
Gambar 2.10 Struktur Mikro Besi Cor Nodular

d) Besi Cor Maliabel (Melleable Cast Iron)


Besi cor yang diperoleh dari proses tempa , menghasilkan sifat
keras dan getas serta bentuk grafit seperti bongkahan. Contoh: spare
part yang berukuran kecil.

Gambar 2.11 Struktur Mikro Besi Cor Maliabel

Berdasarkan fasanya terbagi dua, yaitu :


b. Logam Non Ferro
Logam non ferro adalah logam dengan unsur penyusun utamanya
selain Fe (besi) yang dicampur dengan unsur lain. Contoh: kuningan
(Cu + Zn), alumunium, dan brass.

2. Non Logam
Non logam adalah material yang umumnya memiliki titik leleh
rendah, bersifat isolator, tidak tahan suhu yang tinggi, dan sebagian
tembus cahaya. Material non logam terdiri dari:

A. Polimer
Polimer merupakan ikatan-ikatan banyak monomer yang
membentuk rantai hidrokarbon (C-H) yang panjang yang terdiri dari :

1) Termoplastik
Termoplastik merupakan polimer dengan rantai karbon lurus,
tidak tahan temperatur tinggi, mudah meleleh, dan berkekuatan
rendah. Contoh: plastik, PVC (Poly Vinyl Chloride).
Gambar 2.12 Bentuk Rantai Hidrokarbon Thermopastic

2) Termosetting
Termosetting merupakan polimer dengan rantai hidrokarbon
bercabang, tahan terhadap temperatur tinggi, dan mempunyai
stabilitas yang tinggi. Contoh : melamin.

Gambar 2.13 Bentuk Rantai Hidrokarbon Thermosetting

3) Elastomer
Elastomer merupakan polimer dengan rantai karbon kompleks
yang mempunyai tingkat elastisitas yang. Contoh : Karet alam.

Gambar 2.14 Bentuk Rantai Hidrokarbon Elestromer

B. Komposit
Komposit merupakan perpaduan dua unsur yang terdiri dari
matriks dan reinforcement, yang masih memiliki sifat aslinya.
Reinforcement sebagai penguat dapat berupa fiber dapat berupa
partikel, dan matriks sebagai pengikat.

C. Keramik
Keramik adalah material yang terbentuk dari gabungan
antara satu atau lebih unsur-unsur lofam dengan satu atau lebih
unsur-unsur non logam. Keramik memiliki sifat tahan terhadap
listrik, suhu yang tinggi, dan lingkungan yang buruk, tetapi mudah
pecah. Keramik dibagi mejadi 2 macam, yaitu :
a. Keramik Tradisional
Keramik tradisional adalah keramik yang dibuat dengan cara
tradisional. Contoh: gerabah dan ubin.

b. Keramik Modern
Keramik modern adalah keramik yang pembuatannya dengan cara
p e m a n f a a t a n t e k n o l o g i . Contoh: gelas, isolator listrik, dan busi.

2.2 Jenis-Jenis Pengujian Material

Pengujian mekanik adalah pengujian untuk melihat pengaruh


atau respon material terhadap pembebanan. Beberapa jenis pengujian
antara lain:

2.2.1 Akibat yang Ditimbulkan pada Material

Akibat yang ditimbulkan pada material terdiri atas :


a. Pengujian yang merusak (DT/ Destructive Test)
Pengujian yang merusak (DT) adalah pengujian yang dilakukan
dengan memberikan beban / deformasi sampai material cacat
atau rusak, dengan cara memberikan suatu percobaan. Contoh :
uji tarik, uji impak, uji tekan, dan uji keras.

b. Pengujian yang tidak merusak (NDT/ Nondestructive Test)


Pengujian yang tidak merusak (NDT) adalah pengujian yang
dilakukan tanpa merusak material. Pada umumnya pengujian ini
bertujuan untuk menemukan cacat makro dan mikro pada
material. Contoh : Ultrasonik, Dye-Penetrant, Radiography Test,
Visual test, dan Magnetic particle test, liquid penetrant test.

2.2.2 Berdasarkan Pembebanan


Terbagi atas :
a. Pembebanan Statis
Pengujian dengan pembebanan statis merupakan pengujian yang
dilakukan dengan memberikan beban konstan tiap satuan waktu
pada suatu material. Contoh : uji tarik, uji keras, uji tekan, uji
puntir, dan uji lentur.
b. Pembebanan Dinamis
Pengujian dengan pembebanan dinamis merupakan pengujianyang
dilakukan dengan memberikan beban yang berbeda tiap satuan
waktu pada suatu material. Contoh : Uji lelah.
c. Pembebanan Impak
Pengujian dengan pembebanan impak merupakan pengujian yang
dilakukan dengan memberikan beban kejut atau secara tiba–tiba
pada suatu material. Contoh : uji impak.

2.3 Pengertian Uji Keras


Kemampuan material dalam menahan deformasi plastis lokasi
akibat terjadinya penetrasi di permukaan disebut dengan kekerasan.
Sedangkan uji keras merupakan pengujian sebuah material dengan
melakukan pengukur ketahanan suatu material terhadap deformasi
plastis yang terlokalisasi. Secara umum, uji keras ini dilakukan
dengan menekan material menggunakan indentor dan menganalisis
pengaruhnya.

2.4 Metode Pengujian Kekerasan


2.4.1 Metode Penekanan
Metode penekanan merupakan metode yang dilakukan dengan
penekanan ke bagian permukaan menggunakan identor. Beban
diletakkan selama beberapa saat dan lekukan diameter diukur
menggunakan mikroskop. Rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter
pada jejak yang berarah tegak lurus dapat diukur setelah beban
dihilangkan.

Gambar 2.15 Pengukuran Diameter pada Jejak yang Berarah Tegak


Lurus

a. Kekerasan Rockwell
Kekerasan Rockwell merupakan metode uji keras yang paling
banyak digunakan, karena:
- Cepat
- Bebas dari kesalahan manusia
- Dapat membedakan kekerasan yang memiliki perbedaan kecil pada
baja yang diperkeras sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas
dapat diuji kekerasannya.

Uji Rockwell menggunakan kerucut intan sebagai penetrasi dan


untuk Superficial. Rockwell menggunakan bola baja dengan diameter
1/16, 1/8, ¼,1/2 (inchi).

Gambar 2.16 Bentuk Penekanan Rockwell (Tampak Samping)

Gambar 2.17 Bentuk Penekanan Rockwell (Tampak Depan)

b. Kekerasan Brinell
Yaitu berupa pembentukan lekukan pada permukaan dengan
menggunakan bola bajas ebagai penetrator. Beban diletakkkan selama
waktu beberapa saat, lekukan diameter diukur dengan mikroskop.
Setelah beban dihilangkan kemudian dicari rata-rata dari 2 buah
pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus.

Gambar 2.18 Pengukuran Diameter Pada Jejak Yang Berarah Tegak


Lurus.
t = D/2 – x
x=√ ( D / 2)2 −( d / 2)2
t=D/2− √( D/2)2−( d/2 )2
P P
BHN = =
πD( D/2−√ ( D/2)2 −(d /2)2 ) πD/2(D−√ D2−d 2 )
2P
BHN =
πD( D−√ D2 −d 2 )
Keterangan :
D = diameter bola (intan) (mm)
P = besar beban (kg.f)
D = diameter jejak (mm)

c.Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vickers dilakukan dengan menggunakan
penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar.
Besarnya sudut antara permukaan piramida yang saling berhadapan
adalah 136 o .

Gambar 2.19 Penumbuk Piramida Intan

d1+d2
d =
2
X= Cos 45 °
1
= d√ 2
2
1
X
2
Y=
Cos 22°
1
d√2
2
=
Cos 22°
1
L ΔAOB= X.Y
2
1 1 1
. .d √ 2 d √ 2
2 2 2
=
Cos 22°
1 2
d
8
=
Cos 22°
A=4L ΔAOB

4 (18 d )
2

Cos 22°
1 2
d
2
Cos 22°
P 1,854P
HVN= =
A d2

Dimana :
P = beban yang diterapkan (Kg)
d = Diameter rata-rata (mm)

d.Kekerasan Meyer
Meyer megajukan definisi kekerasan yang lebih rasional dari
pada Brinell yakni berdasarkan luas proyek jejak bukan luas
permukaannya. Tekanan rata-rata antara penumbuk dan lekukan
adalah beban dibagi proyeksi lekukan.

Gambar 2.20 Metode kekerasan Meyer


P
MHN = A
P
MHN=
π 2
.d
4
4P
MHN = 2
πd

e. Kekerasan Knoop
Disebut juga dengan kelarasan mikro. Pada dasarnya pengujian
knoop hampir sama dengan Vickers, tetapi berbeda pada fungsinya
dimana pengujian Knoop dilakukan untuk menguji material yang
kecil. Bentuk penekanan :

Gambar 2.21 Bentuk Penekan Kekerasan Knoop

P P 14,2 P
KHN = A = 2 = 2
L C L

2.4.2 Metode Goresan


Metode goresan merupakan sebuah cara untuk mengukur
kekerasan dengan menggoreskan material yang lebih keras ke bagian
spesimen uji. Material penggores disebut dengan indentor. Skala
Mohs digunakan sebagai skala untuk menentukan indentor tersebut,
yang berfungsi sebagai alat pembanding dan pengetes.

Gambar 2.22 Metode Goresan


Jenis-jenis skala Mohs, terdiri atas:
1. Talc
2. Gypsum
3. Calcite
4. Flourite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum or Sapphire
10. Diamond

2.4.5 Metode Pantulan

Metode pantulan merupakan metode dilakukan dengan cara


lantunan bola (scleroscope). Pengujian dengan metode pantulan
dilakukan dengan menjatuhkan bola dengan ukuran dan ketinggian
lantunan bola tertentu. Material lunak dapat memberikan pantulan
terhadap bola baja lebih rendah dibandingkan material keras karena
energi diserap oleh material yang lebih lunak akan lebih besar
dibandingkan material yang keras.

Gambar 2.23 Metode Pantulan


2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekerasan suatu material:


1) Ukuran Butir
Ukuran butir yang besar akan memiliki kekerasan yang kecil
sehingga materialnya lunak. Sebaliknya jika ukuran butir kecil
maka susunan butir akan rapat sehingga deformasi yang terjadi
sulit untuk masuk ke batas-batas butir dan menyebabkan
material kuat.
2) Jenis Bahan/Material
Pengaruh jenis bahan (khusus untuk baja) terhadap kekerasan
material dapat dilihat dari kadar karbon yang dimiliki oleh
material tersebut. Kadar karbon yang tinggi akan
meningkatkan kekerasan material, sedangkan untuk kadar
karbon rendah dapat mengurangi kekerasan material.
3) Komposisi Kimia
Pengaruh komposisi kimia terhadap kekerasan suatu material
dikarenakan oleh ada atau tidaknya unsur penyusun lainnya
dari material tersebut. Hal ini dikarenakan jika ada unsur
paduan yang bersifat keras, maka akan menambah kekerasan
dari material tersebut.
4) Persen atau Kandungan Karbon
Kandungan karbon pada material akan meningkatkan nilai dari
kekerasan material tersebut, karena semakin tinggi persen
kandungan karbonnya, maka akan semakin keras material
tersebut. Sebaliknya jika semakin rendah, maka akan semakin
rendah pula kekerasan dari suatu materi.

Anda mungkin juga menyukai