Anda di halaman 1dari 16

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MADRASAH DAN

KEGIATAN LAIN YANG DIPERLUKAN DI DALAMNYA (FAKTOR


PENDUKUNGNYA)1

Fatkhul Mubin
Fatkhulmubin90@alhikmahjkt.ac.id
Mahasiswa Pascasarjana STAI Alhikmah Jakarta

A. Pengertian Model Manajemen Berbasis Madrasah


Secara etimologis, model mempunyai pengertian kerangka konseptual
yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan.
Dalam definisi lain, model merupakan barang atau benda sesungguhnya, seperti
“bola dunia” adalah model dari bumi tempat manusia dan makhluk lain hidup. 2
Lebih lanjut, model adalah suatu rancangan yang merepresentasikan kenyataan
yang sesungguhnya. Hal ini, tutur Syaiful Sagala dengan mengutip Komarudin,
dikarenakan model merupakan suatu tipe atau desain, deskripsi atau analogis,
sistem asums-asumsi, data-data, dan gambaran-gambaran suatu peristiwa, serta
penyajian-penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan sifat dan bentuk
aslinya. 3 Dengan demikian, model manajemen berbasis madrasah adalah kerangka
konseptual dan tata cara yang sistematis dalam mengelola manajamen madrasah
untuk mencapai kualitas tertentu dan berfungsi sebagai pedoman pengelolaan
madrasah itu sendiri.
Manajemen secara etimologis, merupakan bentuk kata serapan dari Bahasa
Inggris to manage yang mempunyai makna mengurus, mengatur, mengelola dan
melaksanakan. 4 Secara terminologis, Ibrahim Ishmat Muttawi’ dan Amin Ahad
Hasan dengan mengutip H. Fayol merumuskannya sebagai aktivitas

1
Tulisan Ini dipresentasikan sebagai Makalah pada Mata Kuliah Manajemen Berbasis
Madrasah pada 26 Juni 2019.
2
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 13.
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 175-176.
4
John M. Echols dan Hasan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT.
Gramedia, 2003), cet. XXV, h. 372.

4
5

mempersiapkan perencanaan, pengorganisasian, pengambilan kebijakan,


pengkoordinasian dan pengawasan.5
Dengan demikian, manajemen yang ideal merupakan manajemen yang
tidak terlalu jauh penyimpangannya dari konsep dan sesuai dengan obyek yang
ditangani dalam suatu organisasi. Manajemen harus mempunyai keluwesan untuk
menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. 6
Madrasah sebagai unit pelaksana pendidikan formal yang terdepan dengan
berbagai keragaman dan kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya,
maka madrasah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk
mengupayakan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan. Hal ini akan dapat
dilaksanakan jika madrasah diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus
dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan pelanggan.7
Konsep pemikiran tersebut telah mendorong munculnya pendekatan baru,
yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan yang berbasis madrasah sebagai
institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan inilah yang dikenal
dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah (madrasah-
based quality management/ Madrasah-based quality improvement).8 Pada
hakekatnya Madrasah-Based Management (MBM) akan membawa kemajuan
dalam dua area yang saling tergantung, yaitu pertama, kemajuan program
pendidikan dan pelayanan kepada siswa-orang tua, siswa-masyarakat. Kedua,
kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi. 9
Berdasarkan fungsi dan manfaat Manajemen Berbasis Madrasah tersebut
maka bukanlah langkah yang salah jika madrasah melaksanakan pengelolaan
manajemen mutu berbasis madrasah dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan di madrasah. Apalagi, jika melihat berbagai macam persoalan yang

5
Ibrahim Ishmat Muttawi’ dan Amin Ahad Hasan, Al-Ushul al-Idariyyah li al-Tarbiyyah,
(Riyadh: Dar-al-Syuruq, 1996), h. 13.
6
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2005), h. 7.
7
Soebagio Atmodiwiro, Manajamen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ardadizyajaya,
2000), h. 5-6
8
Suryosubroto, Manajemen Pendidikan Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.
204-205.
9
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi, (Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), h. 81.
6

ada di madrasah, terutama dalam hal diskriminasi dan kurangnya pemerataan


pendidikan dalam lembaga pendidikan Islam. Menurut hemat penulis, sistem
sentralisasi madrasah tidak semestinya menjadikan madrasah untuk tidak
menjalankan konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Dalam hal ini, dengan
mengadopsi model-model Manajemen Berbasis Sekolah, madrasah dapat
menjalankan pengelolaan manajemen berbasis sekolah yang kemudian
bertransformaso menjadi manajemen berbasis madrasah.
B. Model-model Manajemen Berbasis Madrasah
Kualitas pendidikan akan dihasilkan dari sinergitas semua unsur terkait
dalam usaha mencapai usaha. Salah satu cara dala rangka mencapai tujuan
tersebut adalah pengembangan Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) di
lembaga-lembaga pendidikan. Dengan MBM diharapkan lahir dalam diri
madrasah untuk lebih mendayagunakan semua potensi madrasah berdasarakan
“fondasi” otonomi serta mendorong madrasah mengambil keputusan secara
partisipatif dengan melibatkan warga madrasah dan pihak masyarakat
(stakeholder).10
Jamal Ma’mur Asmani dengan mengutip Djam’an Satori mengemukakan
bahwa implementasi manajemen madrasah bertujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dengan cara mendayagunakan seluruh sumberdaya sekolah atau
madrasah sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan menerapakan aturan-aturan
manajemen sekolah atau madrasah yang professional. 11 Sinergitas semua unsur
sekolah atau madrasah sangan menentukan keberhasilan suatu lembaga dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, terutama pengerahan sumber daya manusia
sebagai modal social yang penting.
Manajemen Berbasis Sekolah atau Madrasah dalam pelaksanaannya dapat
mengelola sumber daya sekolah atau madrasah yang sangat beragam
(multiplesmart) yang dilakulan secara otonom oleh sekolah atau madrasah,

10
Bedjo Sujianto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah: Model Pengelolaan di Era
Otonomi Daerah, (Jakarta: Sagung Seto, 2009), h. 31.
11
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press,
2012), h. 48.
7

dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah. 12


Namun demikian, untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan pelaksanaan
Manajemen Berbasis Madrasah diperlukan model MBM yang tepat untuk
diterapkan, meskipun secara konseptual dan teoritis masih mengadopsi dari
konsep Manajemen Berbasis Sekolah.
Model Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di berbagai negara
mengarah pada satu titik, yaitu peningkatan mutu sekolah atau madrasah dan
pendidikan. Kemunculan MBS di tiap-tiap negara tidaklah terlepas dari sejarah
pendidikan tersebut. Mulanya terdapat kelemahan di beberapa bidang tertentu
yang kemudian difokuskan untuk ditingkatkan kinerjanya. Beberapa negara cukup
teliti dalam menganalisis kekurangannya sehingga mampu membuat model MBS
secara jelas dan fokus, namun di beberapa negara model MBS masih melebar dan
kurang fokus. Berikut beberapa model Manajemen Berbasis Sekolah yang
diterapkan di beberapa Negara:
1. Model MBS di Hong Kong
Di Hong Kong MBS disebut The School Management Initiative (SMI)
atau manajemen sekolah inisiatif. MBS di Hong Kong muncul dikarenakan
kondisi pendidikan yang kurang baik sehingga perlu adanya perbaikan. Prinsip-
prinsi MBS di Hongkong yang diusulkan adalah perlunya telaah ulang secara
terus-terus menerus terhadap pembelanjaan anggaran pemerintah, perlunya
evaluasi secara sistematis terhadap hasil, definisi, yang lebih baik tentang
tanggung jawab, hubungan yang erat antara tanggung jawab sumber daya dan
manajemen, perlu adanya organisasi dan kerangka kerja yang sesuai, hubungan
yang jelas antara pembuat kebijakan dengan agen-agen pelaksana. Dengan
demikian, model MBS yang diterapkan di Hong Kong lebih menitikberatkan pada
inisiatif dari sekolah untuk menggantikan inisiatif dari pemenrintah. 13
2. Model MBS di Kanada
Di Kanada, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi di
mana pemerintah kota atau district sebagai unit administrative dan pengambilan

12
Riyanta, “Unsur Penting dalam Manajemen yang Berbasis Sekolah”, Kalteng Pos, edisi
Rabu, 26 November 2014, h. 28.
13
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi, h. 87-88.
8

kebijakan. Perubahan yang terjadi di sekolah-sekolah negeri Edmonton di Alberta


digambarkan sebagai inisiasi model School-Site Decision Making. Model itulah
yang menjadi sorotan secara nasional ataupun internasional. Model MBS di
Kanada yang dimulai pada tahun 1970 dengan tujuh sekolah percobaan dan pada
tahun 1980-1981 diadopsi secara besar-besaran ke berbagai sekolah dengan
pendekatan manajemen mandiri mendasarkan pengambilan keputusan diserahkan
pada sekolah. Namun demikian, pemberian kewenangan kepada sekolah untuk
mengambil keputusan terbatas pada hal yang menyangkut pengangkatan. Promosi,
penghargaan dan penghentian tenaga pendidik dan administrasi, pengadaan
peralatan sekolah, pelayanan kepada pelanggan sekolah. Program lain yang
menjadi ciri khas MBS di Kanada adalah peningkatan dan pengembangan
profesionalisme guru dan tenaga administrasi. 14
3. Model MBS di Amerika Serikat
Penerapan MBS di Amerika Serikat secara serius mulai digalakkan pada
saat adanya gelombang reformasi pendidikan tahap kedua, yaitu pada tahun 1980-
an. Gelombang kedua ini sebagai kebangkitan kembali akan adanya kesadaran dan
pentingnya pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Era tersebut merupakan
kelanjutan dari reformasi yang terjadi pada yahun 1970-an pada saat sekolah-
sekolah di distrik menerapkan Side-Based Management. Gelombang pertama
ditandai dengan adanya sentralisasi fungsi-fungsi pendidikan pada tingkat pusat,
mencakup kurikulum dan ujian nasional. Gelombang kedua muncul karena
adanya laporan dari The National Commision on Exellence in Education (1985)
yang bertujuan untuk mengurangi keterlibatan pemerintah pusat dan pemerintahan
federal. Mulai saat itu muncul rekomendasi dari perseorangan maupun organisasi
untuk mengadopsi MBS. Rekomendasi dari berbagai pihak tersebut berisi saran
bahwa syarat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah otoritas
pengambilan keputusan harus berada pada tingkat sekolah. Hal demikian, yang
melatari lahirnya MBS di Amerika Serikat yang kemudian dikenal dengan istilah -
Site-Based Management.15

14
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi,h. 88-90.
15
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi, h. 90-91.
9

4. Model MBS di Australia


Di Australia lebih dari seratus tahun hingga awal 1970-an, pengelolaan
pendidikan ditangani secara langsung oleh pemerintah pusat, sekolah menengah
pertama , dan sekolah menengah atas diadministrasi oleh masing-masing negara
bagian (state) di bawah pengelolaan sentralistik yang kuat oleh Departemen
Pendidikan. Namun, sejak tahun 1970-an, terjadi perubahan secara dramatis
dalam pengelolaan pendidikan di Australia.
Perubahan yang nyata adalah pemerintah federal mulai mempunyai
keterlibatan peran yang sangat penting dalam pengelolaan pendidikan melalui
Australian Commenwealth School Commission yang dibentuk pada tahun 1975.
Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari aspek kewenangan sekolah
meliputi, pertama, menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Kedua, melakukan
pengelolaan sekolah yang apat dipilih antara tiga pilihan, yaitu: Standard
Flexibility Options (SO), Enhanced Flexibility Options-1 (EO1), dan Enhanced
Flexibility 2 (EO2). Ketiga, membuat perencanaan, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkannya. Keempat, adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan
MBS. Kelima, menjaga dan menjamin dan mengusahakan sumber daya manusia
dan keungang. Keenam, adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya
sekolah.16
5. Model MBS di Perancis
Perancis adalah Negara maju yang agak lambat dalam mereformasi system
pendidikan. Negera-negar lain seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia
sudah memulainya sejak awal tahun 1970-an, namun Perancis baru melakukan
desentralisasi pendidikan secara sungguh-sungguh mulai tahun 1980-an.
Sistem pendidikan di Perancis dikenal sebagai sentralistis yang tradisional.
Sekolah dasar diarahkan oleh inspektorat administrattif dam pedagogic. Kepala
sekolah diambil dari guru dengan tanggung jawab fungsional khusus seperti
mengkoordinasi, dan berhubungan dengan orang tua dan pihak keamanan. Kepala
sekolah dibebaskan dari tugas mengajar berdasarkan besar-kecilnya sekolah yang

16
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi,h. 94-95.
10

dipimpinnya. Di sini, terdapat hubungan keterkaitan antara inspektorat atau


pengawas daerah dengan para guru.
Kemajuan yang sangat berarti terjadi untuk hampir setiap sekolah pada
tahun 1982-1984 di mana otoritas lokal memiliki tanggung jawab terhadap
dukungan finansial. Kekuasaan badan pengelola sekolah menengah atas diperluas
ke beberapa area. Sementara itu, pengangkatan dan pemilihan guru masih
dilaksanakan oleh pusat dengan ketat. Masing-masing sekolah menerima anggaran
serta lumpsum terhadap jam mengajar guru. Kepala sekolah menentukan jenis staf
yang dibutuhkan untuk program-program khusus yang dilaksanakan sekolah.
Upaya untuk mendesentralisasikan keputusan yang berkaitan dengan
kurikulum dan pengajaran terjadi tahun 1984 pada saat diluncurkan rencana lima
tahun pada lingkup terbatas untuk tingkat pendidikan tinggi (college level), yaitu
untuk peserta didik berusia 11-15 tahun.17
6. Model MBS di Selandia Baru
Di Selandia Baru, perhatian masyarakat luas untuk terlibat dalam
pendidikan sudah tampak sejak tahun 1970-an dengan Konferensi Pengembangan
Pendidikan (Education Development Conference) yang melibatkan 60.000 orang
dalam 4.000 kelompok diskusi.
Salah satu hal yang mempermudah pelaksanaan implementasi MBS di
Selandia Baru adalah keterbukaan pemerintah untuk menerima rekomendasi Picot
(1988) bahwa perlu dilakukan transfer kekuasaan atau kewenangan yang
sesungguhnya dalam pengambilan keputusan dari jajaran birokrasi pemerintahan
ke tingkat sekolah. Hal itulah yang oleh Chapman disebut perubahan dramatis.
Laporan Picot menyimpulkan bahwa saat itu struktur administrasi
pendidikan di Selandia Baru terlalu sentralistis dan terlalu kompleks dengan
adanya titik-titik pengambilan keputusan yang terlalu banyak. Picot meyakini
bahwa sistem administrasi yang efektif harus sesederhana mungkin dengan tempat
pelaksanaan pendidikan.
Ditambah lagi kepedulian masyarakat Selandia Baru terhadap pendidikan
sudah tumbuh sehingga struktur pengelolaan pendidikan yang ada di

17
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi,h. 95-97.
11

pemerintahan pusat tidak mungkin lagi dipertahankan. Pemerintah pun


menanggapi laporan Picot tersebut dengan perhatian yang besar.
Sejak tahun 1989 tiap-tiap sekolah akan memiliki dewan sekolah yang
keanggotaannya disetujui oleh menteri. Dewan sekolah itulah yang membuat
kerangka kerja operasional. Lebih dari 90% pembiayaan sekolah akan
didesentralisasikan ke masing-masing sekolah yang kemudian system ini disebut
School-Based Budget. Staf sekolahan akan diseleksi dan diangkat oleh sekolah itu
sendiri.
Tahun 1989 pemerintah Selandia Baru mengeluarkan Undang-undang
Pendidikan (Eduaction Act). Setelah itu, pada tahun 1990 sistem pendidikan di
sana dijalankan secara desentralistik. Benar bahwa saat itulah system pendidikan
mengalami reformasi secara massif. Berbagai bentuk perubahan dalam
pengelolaan pendidikan di Selandia Baru didasarkan pada laporan Picot yang
berjudul “Administering for Exellence Effektive Administration in Education”
yang muat lima kritik terhadap sistem pendidikan di Selandia Baru, yaitu
pengambilan keputusan yang terlalu sentralistik, kompleksitas titik-titik
pengambilan keputusan, kurangnya informasi dan pilihan, kurangnya efektivitas
praktik manajemen dan perasaan ketidak berdayaan.
Setiap sekolah dasar juga mempunyai komite sekolah yang anggotanya
terdiri atas warga setempat dan dipilih setiap dua tahun. Dewan pendidikan
provinsi juga ada yang dibentuk berdasarkan perwakilan dari komite sekolah.
Dewan pendidikan provinsi tersebut mempunyai tanggung jawab untuk
menentukan berbagai macam pekerjaan termasuk di antaranya pemilihan guru-
guru dan menentukan alokasi anggaran bantuan sekolah (grand).18
Kerangka kerja kurikulum nasional masih berlaku, namun masing-masing
sekolah mengembangkan pendidikan khusus kepada siswanya. Dukungan
pendanaan pendidikan di sekolah dijalankan dengan system quasi-free market di

Abd. Aziz Saihu Fatkhul Mubin, Ahmad Zain Sarnoto, “DESIGN OF ISLAMIC
18

EDUCATION BASED ON LOCAL WISDOM : (An Analysis of Social Learning Theories in


Forming Character through Ngejot Tradition in Bali) ,” International Journal of Advanced Science
and Technology 29, no. 06 SE-Articles (April 26, 2020): 1278–93,
http://sersc.org/journals/index.php/IJAST/article/view/11802.
12

mana sekolah akan membuat perencanaan dan keleluasaan pengelolaan dana


sekolah.19
7. Model MBS di Indonesia
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). MPBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibelitas kepada sekolah,
dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia model MBS difokuskan pada peningkatan mutu, tetapi tidak
jelas dalam hal mutu apa saja. Mutu gurukah? Mutu kurukulumkah? Mutu hasil
pengajarankah? Mutu proses belajar mengajarkah? Mutu penilainkah? Perspektif
mutu ini terlalu luas untuk dicakup semua dalam model MBS di Indonesia.
Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif warga masyarakat,
tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa dimengerti karena hal ini dipengaruhi oleh
gaya pemerintahan Presiden Soeharto yang otoriter pada masa Orde Baru. Oleh
karena itu, pendakatan yang digunakan pemerintah berbeda dengan yang
digunakan di Negara lain yang peran serta masyarakatnya tinggi. Di Indonesia,
penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU. No. 25 tahun 2000 tentang
Rencan Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.20

C. Kegiatan atau Faktor Lain Yang Dibutuhkan dalam Manajemen Berbasis


Madrasah
Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah
maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini
karena dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip

19
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi,h.100-102.
20
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi,h. 108-109,
Mubin, F., & Aziz, A. (2020). POLITIK PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA: PERLAWANAN
PESANTREN TERHADAP HEGEMONI PENDIDIKAN BARAT ERA KOLONIALISME
BELANDA. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 3(1), 123-136.
13

manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,


sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya.
Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut
prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui
pelaksanaan program ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala
sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara
aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu
berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan
yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
➢ Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan

mutu pembelajaran di sekolah


➢ Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain
Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama
(yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan
Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat
jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan.
➢ Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru),
kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf
kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang
Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta
masyarakat.
➢ Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala
sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu
pembelajaran
➢ Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten

terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui


berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan
solusi/pemecahan masalah yang diperlukan.
14

➢ Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah

untuk peningkatan mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana


dan prasarana Pendidikan, dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus
untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan
terhadap Tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
❖ Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS aan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala
sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah
secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang
kondusif untuk proses belajar mengajar.
❖ Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternal yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah
kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam
membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus
belajar.
❖ Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi
sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum
siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana
pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah
menjadi penentu keberhasilan.
❖ Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja
sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah,
guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta
prestasi siswa. 21

21
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat
Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi
Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002, h. 7. Mubin, F. (2019). TAFSIR
EMANSIPATORIS: PEMBUMIAN METODOLOGI TAFSIR PEMBEBASAN. Mumtaz: Jurnal
Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(1), 131-151.
15

Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan


terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus
menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada
hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang
terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah
dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan
berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling
tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan
Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.
D. Kesimpulan
1. Secara etimologis, model mempunyai pengertian kerangka konseptual
yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan atau
pekerjaan. Dalam definisi lain, model merupakan barang atau benda
sesungguhnya, seperti “bola dunia” adalah model dari bumi tempat
manusia dan makhluk lain hidup. Lebih lanjut, model adalah suatu
rancangan yang merepresentasikan kenyataan yang sesungguhnya. Hal
ini, tutur Syaiful Sagala dengan mengutip Komarudin, dikarenakan model
merupakan suatu tipe atau desain, deskripsi atau analogis, sistem asums-
asumsi, data-data, dan gambaran-gambaran suatu peristiwa, serta
penyajian-penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan sifat dan
bentuk aslinya. Dengan demikian, model manajemen berbasis madrasah
adalah kerangka konseptual dan tata cara yang sistematis dalam mengelola
manajamen madrasah untuk mencapai kualitas tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman pengelolaan madrasah itu sendiri.
2. Model Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di berbagai negara
mengarah pada satu titik, yaitu peningkatan mutu sekolah atau madrasah
dan pendidikan. Kemunculan MBS di tiap-tiap negara tidaklah terlepas
16

dari sejarah pendidikan tersebut. Mulanya terdapat kelemahan di beberapa


bidang tertentu yang kemudian difokuskan untuk ditingkatkan kinerjanya.
Beberapa negara cukup teliti dalam menganalisis kekurangannya sehingga
mampu membuat model MBS secara jelas dan fokus, namun di beberapa
negara model MBS masih melebar dan kurang fokus. Berikut beberapa
model Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di beberapa Negara:
Di Hong Kong MBS disebut The School Management Initiative (SMI)
atau manajemen sekolah inisiatif. Di Kanada, pendidikan menjadi
tanggung jawab pemerintah provinsi di mana pemerintah kota atau district
sebagai unit administrative dan pengambilan kebijakan. Perubahan yang
terjadi di sekolah-sekolah negeri Edmonton di Alberta digambarkan
sebagai inisiasi model School-Site Decision Making. Penerapan MBS di
Amerika Serikat secara serius mulai digalakkan pada saat adanya
gelombang reformasi pendidikan tahap kedua, yaitu pada tahun 1980-an.
Gelombang kedua ini sebagai kebangkitan kembali akan adanya kesadaran
dan pentingnya pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Era tersebut
merupakan kelanjutan dari reformasi yang terjadi pada yahun 1970-an
pada saat sekolah-sekolah di distrik menerapkan Side-Based Management.
Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari aspek kewenangan
sekolah meliputi, pertama, menyusun dan mengembangkan kurikulum dan
proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Kedua, melakukan pengelolaan sekolah yang apat dipilih antara tiga
pilihan, yaitu: Standard Flexibility Options (SO), Enhanced Flexibility
Options-1 (EO1), dan Enhanced Flexibility 2 (EO2). Ketiga, membuat
perencanaan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya. Keempat,
adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS. Kelima, menjaga dan
menjamin dan mengusahakan sumber daya manusia dan keungang.
Keenam, adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya sekolah. Di
Perancis. upaya untuk mendesentralisasikan keputusan yang berkaitan
dengan kurikulum dan pengajaran terjadi tahun 1984 pada saat
diluncurkan rencana lima tahun pada lingkup terbatas untuk tingkat
17

pendidikan tinggi (college level), yaitu untuk peserta didik berusia 11-15
tahun. Sejak tahun 1989 di Selandia Baru, tiap-tiap sekolah akan memiliki
dewan sekolah yang keanggotaannya disetujui oleh menteri. Dewan
sekolah itulah yang membuat kerangka kerja operasional. Lebih dari 90%
pembiayaan sekolah akan didesentralisasikan ke masing-masing sekolah
yang kemudian system ini disebut School-Based Budget. Staf sekolahan
akan diseleksi dan diangkat oleh sekolah itu sendiri. Model MBS di
Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS). MPBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibelitas kepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Faktor pendukung yang keberhasilan Manajemen berbasis sekolah atau
madrasah adalah: kepemimpinan dan lembaga sekolah yang baik. Kondisi
social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Dukungan
pemerintah. Profesionalisme.
18

DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur , Tips Aplikasi Manajemen Sekolah, (Yogyakarta: Diva
Press, 2012).
Atmodiwiro, Soebagio, Manajamen Pendidikan Indonesia, (Jakarta:
Ardadizyajaya, 2000).
Aziz, Ahmad Zaini, “Manajemen Berbasis Sekolah: Alternatif Peningakatan Mutu
Pendidikan Madrasah” El-Tarbawi Jurnal Pendidikan Islam, Vol. VIII, No.
1. 2015.
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat
Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen
Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah,
200.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta:
PT. Gramedia, 2003).
Majid , Abdul, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013).
Mubin, F. (2019). TAFSIR EMANSIPATORIS: PEMBUMIAN METODOLOGI
TAFSIR PEMBEBASAN. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan
Keislaman, 3(1), 131-151.
Mubin, F., & Aziz, A. (2020). POLITIK PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA:
PERLAWANAN PESANTREN TERHADAP HEGEMONI PENDIDIKAN
BARAT ERA KOLONIALISME BELANDA. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu
dan Budaya Islam, 3(1), 123-136.
Mulyasa ,E., Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategib dan Implementasi
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005).
Muttawi’, Ibrahim Ishmat dan Amin Ahad Hasan, Al-Ushul al-Idariyyah li al-
Tarbiyyah, (Riyadh: Dar-al-Syuruq, 1996).
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi, (Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003).
Riyanta, “Unsur Penting dalam Manajemen yang Berbasis Sekolah”, Kalteng Pos,
edisi Rabu, 26 November 2014.
19

Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu


Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta,
2003).
Saihu Fatkhul Mubin, Ahmad Zain Sarnoto, Abd. Aziz. “DESIGN OF ISLAMIC
EDUCATION BASED ON LOCAL WISDOM  : (An Analysis of Social
Learning Theories in Forming Character through Ngejot Tradition in Bali) .”
International Journal of Advanced Science and Technology 29, no. 06 SE-
Articles (April 26, 2020): 1278–93.
http://sersc.org/journals/index.php/IJAST/article/view/11802.
Salinan Undang-undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Bab I
Pasal I butir huruf h dan I, h. 3.
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_22.pdf.
Salinan Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab IV Pasal 11 butir nomor (1).
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/591.pdf..
Salinan Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah Bab I Pasal I butir angka 1, h. 2.
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_25.pdf.
Sujianto, Bedjo, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah: Model Pengelolaan di
Era Otonomi Daerah, (Jakarta: Sagung Seto, 2009).
Suryosubroto, Manajemen Pendidikan Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004).
Tilaar, H.A.R., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan
Masa Depan, (Banudung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004).
Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2005),.

Anda mungkin juga menyukai