Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI”

Disusun Oleh :
Faizatul Mukarromah (14.0235.N)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN-PEKALONGAN

2015

LAPORAN PENDAHULUAN
“HIPERTENSI”
A. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistole
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg (Price &
Wilson 2006, h.583).
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
(Vitahealth 2005, h.12).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer 2002, h.896).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkanbahwa hipertensi
merupakan penyakit gangguan pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah persisten dimana tekanan batas nilai minimum
sistoliknya 140 mmHg dan batas minimum diastoliknya 90 mmHg.

B. Klasifikasi

Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan penyebabnya.

Vitahealt (2005, hh.26-27) mengatakan bahwa berdasarkan penyebabnya,


hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial.

Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui dengan


pasti penyebabnya.Dari berbagai kasus hipertensi sebanyak 90 sampai
95% merupakan hipertensi jenis ini.

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal yaitu hipertensi yang


penyebab spesifiknya sudah diketahui.Hiepertensi jenis ini lebih
sedikit presentasenya dibandingkan hipertensi primer, yaitu sekitar 5%
sampai 10%.
2. Kalsifikasi berdasarkan ringan dan beratnya
Menurut WHO dalam Gunawan (2002, h.11), mengatakan bahwa
hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 <80
Normal tinggi 120-139 80-89
Hipertensi ringan 140-159 90-99
Hipertensi sedang 160-179 100-109
Hipertensi berat 180 110
Hipertensi 140 <90
sistolik

C. Etiologi
Penyebab hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Penyebab hipertensi primer atau hipertensi esensial.
Walaupun belum diketahui secara pasti penyebab dari hipertensi jenis ini,
namun menurut Gray et.al (2003, hh.58-59), mengatakan bahwa beberapa
faktor yang dianggap relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi
adalah sebagai berikut :
a. Genetik.
Dibandingkan orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih
banyak mengalami hipertensi, lebih tinggi tingkatan hipertensinya, dan
lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya, sehingga
diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik.Beberapa
peneliti mengatakan terdapat kelainan pada angiotensinogen tetapi
mekanismenya bersifat poligenik.
b. Geografi dan lingkungan.
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi
kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa
Indian Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak
banyak meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibanding
masyarakat Barat.
c. Janin.
Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah
tampaknya merupakan predisposisi hipertensi dikemudian hari,
kemungkinan karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih
rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat
lahir rendah.
d. Jenis kelamin.
Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause
dibandingkan pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon.
e. Natrium.
Banyak bukti yang mendukung peran natriumterhadap terjadinya
hipertensi, kemungkinan karena ketidakmampuan mengeluarkan
natrium secara efisien baik diturunkan atau didapat.Ada yang
berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik (de wardener) yang
menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-kalium)
dan mempunyai efek penekanan.Berdasarkan studi populasi, seperti
studi Intersalt (1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata
dengan tekanan darah, dan penurunan tekanan darah dapat diperoleh
dengan mengurangi konsumsi garam.
f. Sistem renin angiotensin.
Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron
(yang memacu natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat).
Beberapa studi telah menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer
mempunyai kadar renin yang meningkat, tetapi sebagian besar normal
atau rendah, hal ini disebabkan oleh efek homeostatik dan mekanisme
umpan balik karena kelebihan beban volume dan peningkatan tekan
darah dimana keduanya akan menekan produksi renin.
g. Resistensi insulin atau hiperinsulinemia.
Kaitan hipertensi primer dengan resistensi insulin telah diketahui sejak
beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan
zat penekan karena meningkatkan kadar ketokolamin dan reabsorbsi
natrium.
h. Disfungsi sel endotel
Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi
terhadap nitrat oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti
endotelin-I, meskipun kaitanyadengan hipertensi tidak jelas.
2. Penyebab hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
Menurut Gray et.al (2003, hh.58-59), mengatakan bahwa penyebab
hipertensi sekunder dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Penyakit parenkim ginjal.
Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-
sebab penyumbatan) yang menyebabkan kerusakan parenkim
akancenderung menyebabkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan
mengakibatkan kerusakan ginjal.
b. Penyakit renovaskuler.
Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah
ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama
mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling
sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibro diplasia yang terutama
mempengaruhi dua pertiga bagian distal, dijumpai paling sering pada
individu muda, terutama perempuan. Penurunan pasokan darah ke
ginjal akan memacu produksi renin dan meningkatkan tekanan darah.
Keadaan ini perlu juga diperhatikan jika hipertensi terjadi secara
mendadak, secara umum sukar diterapkan tetapi kembali normal
dengan penghambat ACE, jika berat atau meningkat, dan jika bruit
abdominal dapat didengar.
c. Endokrin.
Tingginya kadar aldosteron dan renin yang rendah akan
mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air. Biasanya
disebabkan adenoma jinak soliter atau hiperplasia adrenal bilateral.
d. Sindrom cusing.
Perlu diperhatikan jika terdapat hipertensi bersama dengan obesitas,
kulit tipis dankelemahan ototyang disebabkan oleh hiperplasia adrenal
bilateral yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan
ACTH (adrenocorticotrophic hormone) pada dua pertiga kasus, pada
tumor adrenal primer pada sepertiga kasus.
e. Hiperplasia adrenal kongenital.
Merupakan penyebab hipertensi pada anak. Kasus ini jarang
ditemukan di masyarakat.
f. Feokromositoma.
Disebabkan oleh tumor sel kromafin asal neural yang mensekresikan
ketokolamin, 90% berasal dari kelenjar adrenal. Kurang lebih 10%
terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis, 10% dari tumor ganas, dan
10% adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromositoma dicurigai jika
tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai takikardi, berkeringat, atau
edema paru karena gagal jantung.
g. Koarktasio aorta.
Paling sering mempengaruhi aorta pada atau distal dari arteri subklavia
kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan
di kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada.
Vasokonstriksi arteri sistemik dapat terjadi karena stimulasi sistem
renin angiotensin (karena tekanan perfusi arteri renalis rendah) dan
hiperaktivitas simpatis.
h. Kaitan dengan kehamilan.
Hipertensi gestasional terjadi sampai 10% kehamilan pertama, lebih
sering pada ibu muda, diperkirakan karena aliran uteroplasental yang
kurang baik dan umumnya terjadi pada trimester terakhir atau awal
periode postpartum. Terdapat proteinuria, peningkatan kadar urat
serum, dan pada kasus yang berat memperburuk hipertensi primer
sebelumnya dan variasi “akut pada kronis” ini lebih sering terjadi pada
ibu multipara usia lanjut, dan biasanya telah tampak sebelum
kehamilan berusia 20 minggu.
i. Akibat obat.
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi
adalah pil kontrasepsi oral (OCP), dengan 5% perempuan mengalami
hipertensi dalam 5 tahun sejak mulai penggunaan.
3. Penyebab hipertensi pada lansia.
Pada lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer yang bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang dapat
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer 2002, h.899).Penurunan curah jantung dan
peningkatantahanan perifer dapat menyebabkan hipertensi.

D. Manifestasi Klinik
Vitahealth (2005, h.12) mengatakan bahwa tanda gejala hipertensi
bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya. Adapun tanda dan gejalanya yaitu adalah :
1. Sakit kepala
2. Jantung berdebar-debar
3. Sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat.
4. Mudah lelah
5. Penglihatan kabur
6. Wajah memerah
7. Hidung berdarah
8. Sering buang air kecil, terutama dimalam hari
9. Telinga berdenging (tinitus)
10. Dunia terasa berputar (vertigo)
Menurut Setiawan (2008, h.17) mengatakan bahwa tanda dan gejala
hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Sakit kepala, Pusing (sakit kepala sebelah, sakit kepala seluruhnya, kepala
berdeyut seperti ditusuk-tusuk, melayang, vertigo)
2. Kaki bengkak
3. Mimisan
4. Mual, muntah
5. Pelupa
6. Pandangan mata kabur bahkan bisa sampai buta
7. Komplikasi berat seperti sesak nafas hebat, pingsan akibat stroke

E. Pathofisiologi
Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya hipertensi adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah tepi, peningkatan volume aliran darah, dan gizi (Utami 2009,
h.5). Corwin(2009, h.489), menyatakan bahwa hipertensi juga dapat
dipengaruhi oleh volume sekuncup, resistensi perifer total (TPR), dan
kecepatan denyut jantung. Peningkatan salah satu dari tiga variabel yang tidak
dikompensasikan, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf
simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA (Corwin 2009, h.485).
Impuls yang berkaitan dengan tekanan darah diintegrasikan di otak yaitu
berada di formasio retikularis yang terletak di medula oblongata bagian bawah
dan pons yang merupakan pusat kontrol kardiovaskuler (Muttaqin 2009,
h.14).
Kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah di otak melibatkan
baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor, dan serabut
vasomotor di medula oblongata dan otot polos pembuluh darah (Muttaqin
2009, h.14). Pusat vasomotor yang mempengaruhi diameter pembuluh adalah
pusat vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat
vasomotor dan pusat kardiovaskuler bersama-sama meregulasi tekanan darah
dengan mempengaruhi curah jantung dan diameter pembuluh darah. Pusat
vasomotor mengirim impuls secara tetap melalui serabut efferen saraf simpatis
(serabut motorik) yang keluar dari medula spinalis pada sekmen T1 sampai L2
dan masuk menuju otot polos pembuluh darah dan yang terpenting adalah
pembuluh darah arteriol, akibatnya pembuluh darah arteriol hampir selalu
dalam keadaan kontriksi sedang (Muttaqin 2009, h.15).
Price dalam Muttaqin (2009, h.15) mengatakan bahwa derajat
kontriksi setiap organ bervariasi, umumnya pembuluh darah arteriol kulit dan
sistem pencernaan menerima impuls vasomotor lebih sering dan cenderung
berkontriksi lebih kuat dibandingkan pembuluh arteriol pada otot rangka.
Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokontriksi menyeluruh dan
dapat meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, penurunan aktivitas simpatis
memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan menyebabkan
penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal.
Kontriksi dan relaksasi pembuluh darah dikontrol oleh pusat
vasomotor yang terletak pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi (Smeltzer 2002, h.898).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan aktivitas vasokonstriksi meningkat. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal sehingga menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal (Smeltzer 2002, h.899).
Aldosteron membuat ginjal menahan natrium (garam) sehingga air akan
tertarik melalui osmosis dan menyebabkan tekanan darah meningkat (Palmer
2007, h.63).
F. Pathways

Obesitas Stress Kelebihan Na Pertambahan usia Rokok, alkohol

Katekolamin Elastisitas pemb.darah, aterosklerosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pemb.darah Perubahan status


kesehatan

Perubahan struktur

Krisis situasional
Penyumbatan pemb.darah

Koping individu tdk efektif


vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak Ginjal Pemb.darah Retina

Resistensi Suplai O2 otak Vasokonstriksi Koroner Sistemik Spasme


pemb.darah pemb.darah arteriole
otak ginjal
Sinkop Iskemik Vasokonstriksi
miokard Diplopia
Nyeri Blood flow
Gangguan aliran darah
perfusi Nyeri Perubahan Afterload
jaringan dada suplai
darah ke
Respon RAA Fatique
paru

Rangsang Resti Intoleransi


aldosteron Dispnea,
Penurun aktivitas
ortopnea,
an curah
Kelebihan takikardi
jantung
vol.cairan Oedema Retensi Na
G. Komplikasi
Menurut Corwin (2009), komplikasi dari hipertensi adalah:
1. Stroke
Dapat terjadi hemoragi tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi.
2. Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah.
3. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal.
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
5. Kejang
Dapat terjadi pada wanita preeklamsi

H. Pemeriksaan Penunjang
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat
penting.Retina harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal atau jantung
yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah.Hipertensi ventrikel kiri
dapat dikaji dengan ECG, protein dalam urin dapat dideteksi dengan
urinalisa.Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin dan
peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan
penentuan kadar urin dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi pasien
dengan penyakit renovaskuler. Adanya factor resiko lainnya juga harus dikaji
dan dievaluasi (Corwin, 2009).
I. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksaan hipertensi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Penatalaksanaanfarmakologis.
Palmer (2007, h.25) mengatakan bahwa obat hipertensi dapat dibagi
menjadi beberapa kategori yaitu sebagai berikut :
a. Diuretik (misalnya Chortalidaone, Bendroflumethiazide).
Menurunkan tekanan darah dengan bekerja pada ginjal. Diuretik
menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan garam dalam darah
melalui urin. Hal ini mengurangi volume cairan dalam sirkulasi dan
kemudian menurunkan tekanan darah.
b. Alfa-bloker (misalnya Doxazosin, Terazosin).
Menurunkan tekanan darah dengan memblokade reseptor pada otot
yang melapisi pembuluh darah. Jika reseptor tersebut diblokade,
pembuluh darah akan melebar (berdilatasi) sehingga darah mengalir
dengan lebih lancar dan tekanan darah menjadi menurun.
c. Beta-bloker (misalnya Atenol, Bisoprolol).
Menurunkan tekanan darah dengan memperlambat kekuatan kontraksi
jantung. Dengan demikian, tekanan yang disebabkan oleh pompa
jantung juga berkurang. Beta-bloker juga memperlambat (mendilatasi)
pembuluh darah dengan mempengaruhi produksi hormon renin yang
mengurangi resistensi sistemik, sehingga jantung dapat bekerja lebih
ringan.
d. Bloker kenal kalsium (misalnya Amlodipine, Felodipine).
Menurunkan tekanan darah dengan memblokade masuknya kalsium ke
dalam sel. Jika kalsium memasuki sel otot, maka otot akan
berkontraksi. Dengan menghambat kontraksi otot yang melingkari
pembuluh darah, pembuluh akan melebar sehingga darah mengalir
dengan lancar dan tekanan darah menurun.
e. Inhibitor ACE (Angiotensin-Converting Enzyme).
Bekerja memblokade produksi hormon angiotensin II yang
menyababkan konstriksi pembuluh darah. Dengan demikian, obat ini
dapat memperlebar pembuluh darah.
f. Bloker reseptor angitensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB).
Bekerja dengan cara yang sama seperti inhibitor ACE yaitu yang
memblokade efek konstriksi dan angiotensin II. Berbeda dengan
inhibitor ACE yang memblokade produksi angiotensin II, ARB
bekerja dengan memblokade pengikatan angiotensin ke spesifiknya,
bukanya mengurangi produksi angiotensin. Oleh karena angiotensin
tidak dapat mengkonstriksi pembuluh darah, maka pembuluh darah
akan melebar (berdilatasi) dan tekanan dalam sistem sirkulasi
berkurang.
2. PenatalaksanaanNon-farmakologik.
PenatalaksaanNon-farmakologikmerupakan pengobatan yang tidak
menggunakan obat-obat dengan bahan kimia, seperti halnya pengobatan
komplementer. Pengobatan komplemeter bersifat terapi pengobatan alami.
Umumnya pengobatan kedokteran diutamakan untuk menangani gejala
penyakit, sedangkan pengobatan alami menangani penyebab penyakit serta
memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakit yang diderita.
Adapun jenis-jenis pengobatan komplementer sebagai berikut: terapi
herba, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, akupuntur, akupresur,
homeoterapi, aroma terapi, terapi Bach Flower Remedly, refleksologi, dan
terapi musik (Vitahelth 2005, h.69).

J. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan hipertensi menurut Muttaqin (2009,
hh.16-17), yaitu :pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat
peningkatan tekanan darah, adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama dan riwayat meminum obat antihipertensi.
Apabila klien sedang dalam pengobatan antihipertensi, pengukuran
tekanan darah wajib dilakukan untuk menentukan apakah obat tersebut efektif
dan untuk mengetahui adanya perubahan tekanan darah yang memerlukan
penggantian pengobatan.
Pengkajian pada klien yang menggunakan obat-obatan antihipertensi
adalah sebagai berikut:
1. Kaji tanda vital,laporkan jika terdapat tekanan darah abnormal.
Bandingkan tanda vital dengan nilai dasarnya.
2. Periksa elektrolit serum,laporkan hasil-hasil yang abnormal.
3. Periksa bunyi paru apakah terdapat ronkhi. Banyak dari obat-obat
antihipertensi seperti metildopa, klonidin, guanetidin, guanadrel, prazosin,
terazosin, hidralazin dan minoksidil menambah retensi natrium dan air.
4. Periksa output urine. Catat dan laporkan jumlahnya. Output urine yang
berlebihan dapat mengakibatkan dehidrasi, ketidak seimbangan elektrolit
dan gejala-gejala seperti syok.
5. Periksa anggota gerak apakah terjadi edema. Banyak dari simpatolitik
menyebabkan edema perifer.
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya
kerusakan pembuluh darah, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
4. Resiko injuri berhubungan dengan kesadaran menurun.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium sekunder
penurunan GFR.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional
L. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi

Kriteria hasil :

a. Denyut jantung dalam batas normal.

b. Distensi vena sentral dalam batas norrnal.

c. Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima.

d. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang

normal pasien.

Intervensi

a. Kaji dan dokumentasi tekanan darah, adanya sianosis, status

pernapasan dan status normal.

b. Pantau tanda kelebihan cairan (misalnya, edema pada tubuh bagian

bawah atau yang tergantung dan peningkatan berat badan).

c. Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas

pendek, nyeri, palpitasi atau pusing.

d. Pantau dan dokumentasikan denyut jantung, irama, dan nadi.

e. Berikan informasi untuk teknik penurunan stres, seperti biofeed-back,

relaksasi otot progresif, meditasi, dan latihan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak

seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Kriteria hasil :

Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau

diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat

diukur.
Intervensi :

a. Instruksikan tentang dan bantu dalam aktivitas fisik.

b. Instruksikan pengaturan penggunaan energi untuk mencegah

kelelahan.

c. Kaji respon klien terhadap aktivitas.

d. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya, takikardi,

disritmia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan

frekuensi respirasi).

e. Pantau respon oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan

frekuenssi respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler cerebral.

Kriteria hasil :

Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol,

mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan, mengikuti

regiment farmakologi yang diresepkan.

Intervensi

a. Minta pasien untuk menilai nyeri pada skala 0 sampai 10 (0 tidak

nyeri, 10 = nyeri sangat nyeri).

b. Instrusikan klien untuk menginformasikan kepada perawat jika

pengurangan nyeri tidak dapat tercapai.

c. Ajarkan klien cara mengendalikan nyeri sebelum menjadi berat ;

ajarkan penggunaan teknik Non-farmakologi (misalnya : relaksasi,


terapi musik, umpan balik biologis) sebelum nyeri terjadi atau

meningkat.

4. Resiko injuri berhubungan dengan kesadaran menurun.


Kriteria hasil:
Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh
Intervensi:
a. Atur posisi pasien agar aman.
b. Batasi aktivitas.
c. Bantu dalam ambulasi.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium sekunder
penurunan GFR
Kriteria Hasil:
a. Cairan dalam keadaan seimbang.
b. TTV dalam rentang normal
c. Tidak ada oedem
Intervensi :
d. Pantau haluaran urin, jumlah dan warna saat terjadi dieresis
e. Hitung masukan dan keluaran cairan selama 24 jam.
f. Kolaborasi pemberian diuretik
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional
Kriteria hasil: strategi koping efektif
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu.
c. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
d. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC

Gray et al, 2008. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta:EGC

Gunawan, L.2002. Hipertensi, Penyakit Tekanan Darah Tinggi. Jakarta:EGC

Muttaqin, A. 2009. Pengantar : Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Palmer, A .2007.Simple Guides : Tekanan Darah Tinggi. Jakarta :Penerbit


Erlangga.

Price S. A & Lorraine M. W. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Edisi VI, Volume I.Jakarta:EGC.

Setiawan.2006.Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa Tahun 2004,


Volume 1, No. 2. Semarang:Kesmas.

Smeltzer, S. C & Brenda G. B 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Volume II, EGC, Jakarta

Vitahealth. 2006. Hipertensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai