Anda di halaman 1dari 108

SAIFULLAH ABU RIDWAN

1
BAB TEMA HALAMAN
1 Pengantar 3
2 Pendahuluan ( Historis & 3 Madzhab ) 10
3 Para Ulama yang Membolehkan Maulid 16
4 Para Ulama yang Tidak Membolehkan Maulid 24
5 Para Ulama Yang Bersikap Pertengahan 32
6 Dalil-dalil yang melarang & Membolehkan 41
7 Maulid Nabi & Kaidah-kaidah Fikih (kesamaran) 45
8 Maulid Nabi & Tinjauan Ilmu Kaidah Usul Fikih 56
9 Maulid Nabi & Fikih Dakwah Bil hikmah 63
10 Maulid Nabi & Tinjauan Ilmu Maqosid Syari’ah 68
11 Tarjih (Memilih Pendapat yang lebih kuat) 82
12 Maulid Nabi & Fikih Ikhtilaf 88
13 Penutup 102
2
• ‫احلمد هلل وكفى والصالة والسالم على رسول هللا املصطفى و على آلو و صحبو اجملتىب أما بعد‬ 3

• Ada Kaidah Keilmuan yang sering diucapkan oleh para Ulama yaitu : “Al istidlaal qoblal ‘itiqod”.

Mengkaji Dalil sebelum berkeyakinan”. Agar keyakinan tumbuh berdasarkan kajian dalil yang benar

sehingga diharapkan sampai kepada hakikat kebenaran. Jika sebaliknya “Berkeyakinan sebelum

mengkaji dalil” maka kajian dalil apapun akan diarahkan kepada Pembenaran keyakinan”. Yang akan

berdampak pada menolak kebenaran jika tidak sesuai dengan keyakinan. Maka yang demikian

dinamakan mencari PEMBENARAN dan manusia Takkan pernah sampai kepada HAKIKAT Kebenaran.

PRO-KONTRA PERINGATAN MAULID NABI dan Hari Besar ISLAM lainnya sesungguhnya sebuah masalah

yang diperdebatkan yang selalu muncul dan selalu saja dipertanyakan bahkan dipermasalahkan oleh

sebagian kalangan. Untuk itulah dengan memohon Taufik Allah Ta’ala Al-Faqir Berusaha mengkaji

masalah ini dengan perlahan dan teliti berdasarkan Pendapat dan Pandangan Para Ulama serta

Timbangan Beberapa disiplin ILMU SYARI’AT yang sangat penting dalam memahami Nash & Masalah

agama yaitu Tinjauan Ilmu Usul Fikih, Kaidah Fikih, Maqosid Syari’ah serta Fikih Dakwah Bilhikmah.

Dengan Harapan Masalah ini dapat difahami oleh Ummat ISLAM dengan benar dan Proporsional.

Wallahu Alam Bissowab. Alfaqir Ilaallah. SAIFULLAH ABU RIDWAN .

• Senin 30 Januari 2023/ Rajab 1444.H


4
5
3 PENDAPAT SIAPA YANG PERTAMA KALI MELAKSANAKAN MAULID NABI

PENDAPAT PERTAMA : DAULAH UBAIDIYAH AL-FATHIMIYAH (Negara Syi'ah), yang


mana mereka menyelenggarakan Beberapa Perayaan (Hari Raya/IED) diantaranya:
Hari Raya Awal Tahun, Hari Asyuro, Maulid Nabi, Maulid Ali Bin Abi Tholib, Maulid
Hasan, Maulid Husein, Maulid Fatimah, Maulid Kholifah Al-Hadir -Sekitar Tahun 361.H.
( di Mesir ) ( Al-mawaiz wal itibar bizikri alkhutot wal aatsaar J2/436 Syeikh Al-
Maqriziy )
PENDAPAT KEDUA: Raja Al-Mudzoffar (ABU SAID KUKUBURI BIN ZAINUDDIN ALI BIN
BAKTAKIN) Penguasa IRBIL (IRAK) Sekitar Tahun 630.H ( Kitab Ianatuttolibin 'Ala halli
alfazh fathil muin j3/364 Imam Ibnul Jauzi)
PENDAPAT KETIGA : SYEIKH UMAR BIN MUHAMMAD AL-MULA DI MOSUL
beliau adalah salah satu orang soleh yang terkenal yang mana beliau diikuti
Penguasa IRBIL ( Al-Baits 'ala inkaril bida'i wal hawadist Hal.21 Imam Abu Syaamah)

Melalui Kitab Al-Qoulul Jaliy fil ihtifal Bil Maulidinnabi Hal 9-17-Syeikh Muh.Anwar
6

HUKUM PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD Shollallahu ‘alaihi


wasallam pada hakikatnya ada dua, yaitu Peringatan yang hukumnya
1
DILARANG berdasarkan KESEPAKATAN ULAMA & Peringatan yang hukumnya
DIPERSELISIHKAN oleh Para Ulama

PERINGATAN MAULID YANG DILARANG BERDASARKAN KESEPAKATAN


ULAMA adalah Peringatan yang bercampur dengan kemungkaran yang
2 dilarang oleh Syari’at seperti : Bercampur-Baurnya antara Kaum Wanita dan
Lelaki (IKTILATH), Menggunakan Alat-alat musik yang diharamkan, Gulluw
(Berlebihan Kepada Rasulullah sampai memberinya sifat Ketuhanan) dsb.
7
Adapun Bentuk Peringatan Maulid yang diperselisihkan oleh para Ulama

yaitu, Manusia Berkumpul pada hari kelahiran NABI atau pada hari lain

meskipun tidak bertepatan, mereka membaca Siroh/Sejarah Nabi,

mengingat kembali sifat-sifat NABI baik dalam bentuk syair ataupun pujian,

3 kemudian mereka bersholawat, membacakan /melantunkan Qosoid (sya’ir-

sya’ir) yang berisi pujian kepada NABI, ungkapan Rasa Cinta kepada-nya,

pemberian Nasehat & Ceramah agama setelah itu mereka memberikan

Makanan . Maka yang demikian HUKUMNYA DIPERSELISIHKAN OLEH PARA

ULAMA

Kitab Hukmul Ihtifal bil maulidinnabawi bainal Mujiziin wal maa-ni’iin Hal. 5-6
DR. Abdul Fattah Bin Soleh Quddais Al-yafi’i
Berdasarkan Penelitian Penulis, Secara Umum Sebab-Sebab PERSELISIHAN 8

PARA ULAMA DALAM MENYIMPULKAN HUKUM PERINGATAN MAULID NABI

dilatar-belakangi oleh Beberapa Sebab, di antaranya :

1. Tidak Adanya Nash yang Secara Tegas dan jelas yang MEMERINTAHKAN

ATAUPUN MELARANG MAULID

2. Perbedaan Dalam Menyimpulkan Nash-Nash Yang Dzhonni (intrepretatif-


4
Multitafsir) dan dalam menyimpulkan Dalil yang Muthlak / Umum

3. Perbedaan MADZHAB DALAM MEMAHAMI BID’AH & PEMBAGIANNYA

4. Adanya KESAMARAN Apakah Masalah MAULID termasuk Kedalam

Masalah IJTIHAD ATAU BUKAN IJTIHAD, Masalah IBADAH atau Bukan,

sehingga berbeda dalam menghukuminya

5. Perbedaan Dalam Masalah Methodologi IJTIHAD (PENULIS)


9

Untuk Selanjutnya Tulisan ini berusaha untuk fokus

mengkaji HUKUM PERAYAAN MAULID YANG

DIPERSELISIHKAN ULAMA adapun Perayaan maulid yang

5 dilarang berdasarkan kesepakatan ULAMA karena

bercampur dengan kemungkaran adalah masalah yang

sudah FIX yang harus ditinggalkan karena Kesepakatan

Ulama TIDAK BOLEH DILANGGAR

PENULIS
10
11

1 MADZHAB MUWASSI’IN (LONGGAR) DALAM MEMAKNAI BID’AH

MADZHAB INI ADALAH PARA ULAMA yang berpendapat bahwa hal baru
yang diada-adakan di dalam Agama bisa dikatakan terpuji atau tercela
(BID’AH HASANAH-BID’AH SAYYI’AH), yang menjadi timbangannya
adalah IJTIHAD, kajian, dan Istinbath / menyimpulkan kandungan
makna NASH-NASH SYARI’AT, Isyarat-isyarat Nash yang mengarah
kepada suatu amalan, juga dilakukan dengan KIYAS baik dengan Al-
1
Qur’an ataupun Hadist, jika hasil kajian tersebut menghasilkan
keserupaan dengan Hukum MUBAH, maka dihukumi MUBAH, Jika
HARAM maka dihukumi HARAM, Para Ulama kelompok ini membagi
BID’AH kedalam 5 HUKUM Yaitu : Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh,
Haram. ( Kitab Mafhumul Bid’ah wa atsaruhu fi ithirobi Fatawa
mu’asiroh Hal. 69. Syeikh DR Abdul Ilah ibnul Husein Al-’Arfaj)
12
PARA ULAMA MADZHAB MUWASSI’IN (LONGGAR) DALAM MEMAKNAI BID’AH

Dalam Kitab Al-mausu’ah Al-fiqhiyyah alkuwaitiyyah Jilid 8 hal. 26

disebutkan bahwa : PARA ULAMA MADZHAB INI DIANTARANYA : Imam

Syafi’I, Al-Izz Bin Abdissalam, Abu Syaa-mah, Imam NAWAWI (Madzhab

Syafi’i) Imam Qorofi & Imam Zarqoni (Madzhab Maliki), Imam Ibnul Jauzi (

Madzhab Hambali) & Imam Ibnu Abidin (Madzhab Hanafi) mereka ini

membagi Bid’ah mengikuti Hukum yang 5 yaitu : Wajib, Haram, Mandub,

Makruh, Mubah. (Kitab Mafhumul Bid’ah wa atsaruhu fi ithirobi fatawa

mu’asiroh hal. 93)


13

2 MADZHAB MUDOYYIQIIN ( KETAT) DALAM MEMAKNAI BID’AH

MADZHAB YANG KETAT INI ADALAH PARA ULAMA yang berpendapat


bahwa semua (Setiap Sesuatu) yang diada-adakan di dalam Agama
yang tidak pernah dilakukan di Zaman NABI dan Sahabatnya serta
Zaman Salafussolih adalah Bid’ah yang tercela dan Bid’ah yang SESAT.
2 Para Ulama yang bersikap Ketat dalam Memaknai BID’AH ini hanya
menyematkan SATU HUKUM SAJA dalam semua hal yang diada-adakan
dalam masalah Agama YAITU HARAM ( Mafhumul Bid’ah hal. 69)
MADZHAB INI di pelopori oleh IMAM SYAUKANI, IMAM SON’ANI,
SIDDIQ HASAN KHON ( Mafhum Bid’ah hal. 93-96 diringkas )
14
3 MADZHAB WASOTH ( PERTENGAHAN) DALAM MEMAKNAI BID’AH

MADZHAB INI Berpandangan Bahwa Sesuatu yang diada-adakan di dalam


Agama yang masih dalam KORIDOR Prinsip-Prinsip Syari’at ISLAM yang
mana masih terkandung di dalam Nash-Nash Syari’at baik secara ISYARAT,
Secara tdk langsung & Secara Global maka yang demikian tidak dinamakan
BID’AH akan tetapi hal tersebut langsung diberikan STATUS HUKUM YANG
SESUAI UNTUKNYA DENGAN 5 HUKUM YANG SUDAH DIKENAL, yaitu Wajib,
3 Sunnah, Mubah, Makruh, Haram. Hal ini dinamakan MASLAHAT MURSALAH
BUKAN BID’AH. Mazhab Ini di Pelopori Oleh IMAM SYATIBI Rohimahullah (
Mafhumul Bid’ah hal. 70) MASLAHAT MURSALAH ADALAH Suatu Maslahat
yang Asalnya tidak diperintahkan tidak juga dilarang OLEH SYARI’AT yang
mana MASLAHAT MURSALAH adalah salah satu DALIL yang digunakan oleh
Mujtahid dalam Menyimpulkan sebuah Hukum dalam MASALAH BARU.
Contohnya Pengumpulan Al-Qur’an di Zaman ABU BAKAR (PENULIS)
KESIMPULAN 15

1. Semua Ulama Pada Hakikatnya Sepakat BAHWA BID’AH YANG


BERTENTANGAN DENGAN SYARI’AT & PRINSIP AGAMA adalah Tercela,
Terlarang dan Wajib dihindari
2. Munculnya 3 MADZHAB dalam memahami BID’AH bersumber dari
perbedaan dalam Menyimpulkan Nash-Nash SYARI’AT yang terkait dengan
BID’AH (Lihat Kitab Mafhumul Bid’ah Hal. 67-106)
3. SYEIKH DR. ABDUL ILAH AL-ARFAJ setelah meneliti dan mengkaji serta
mengelompokkan 3 Madzhab dalam memahami BID’AH BERKATA : “ SAAT
INI Sungguh WAJIB hukumnya Bagi Para Penuntut ILMU menjaga &
memperhatikan masalah KETELITIAN & HAKIKAT KEBENARAN yang terkait
dengan Masalah YANG BERBAHAYA INI - BID’AH- serta wajib menguraikan
MAKNA BID’AH SECARA JELAS. (Mafhumul Bid’ah wa atsaruhu fi ittirob al-
fatawa al-mua’siroh Hal. 106)
16
1. IMAM ABU SYAMAH ( GURUNYA IMAM NAWAWI )
17
IMAM ABU SYAMAH Berkata : Dan Yang termasuk Hal yang baik yang diada-

adakan pada Zaman Kita adalah apa yang dilakukan setiap Tahun saat

bertepatan dengan KELAHIRAN NABI MUHAMMAD berupa Sedekah, melakukan

kebaikan, berhias, dan menampakkan kebahagiaan yang demikian bisa

menambah RASA CINTA KEPADA NABI Shollallahu alaihi wasallam &


1
Mengagungkannya di dalam hati orang yang melakukannya, dan sebagai

Ungkapan RASA SYUKUR Kepada ALLAH yang telah menciptakan RASUL-NYA

serta mengutusnya sebagai RAHMAT bagi ALAM Semesta“. (Kitab Al-Baits „ala

inkaril Bidai‟ wal hawadist hal.21, Melalui kitab Alqoulul Jaliy Fil Ihtifal bil

Maulidinnabiy Hal. 177 )


2. IMAM IBNU HAJAR AL-ASQOLANI 18

Imam Suyuthi Rohimahullah menulis kitab Al-haawi lilfatawi pada j1/282


berkata " Imam Ibnu Hajar Al-asqolani ditanya tentang hukum
melaksanakan Maulid Nabi , Maka beliau menjawab "Asalnya
Melaksanakan Maulid Nabi adalah Bid'ah karena belum pernah dilakukan
oleh Salafussolih dari generasi pertama, akan tetapi Maulid itu bisa
mengandung kebaikan atau sebaliknya, barangsiapa yang melaksanakan
maulid dengan mengusahakan kebaikan serta menjauhkan keburukannya
maka yang demikian termasuk BID'AH HASANAH". ( Hukmul ihtifal bil
maulidinnabi bainal Mujiziin wal mani'in hal. 11)
19
3. IMAM SUYUTHI

Imam Suyuthi Rohimahullah membolehkan Peringatan MAULID NABI serta


menulis Uraian yang diberi judul “ Husnul Maqsod Fi Amalil Maulid”. Beliau
berkata :”Aku berpandangan Bahwa MAULID NABI itu adalah manusia
berkumpul lalu membaca beberapa ayat Al-qur‟an dan Siroh Nabi serta kisah
tentang tanda-tanda kenabiannya saat kelahirannya, setelah itu
menghidangkan makanan. Setelah itu, selesai. dan tidak lebih dari itu, maka
yang demikian termasuk BID‟AH HASANAH yang pelakunya akan diberikan
pahala karena di dalamnya terkandung Makna Mengagungkan NABI serta
menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan atas KELAHIRANNYA ". (
Alhawi lilfatawi j1/272 imam suyuthi- melalui kitab Hukmul ihtifal bil
maulidinnabi bainal Mujiziin wal mani'in hal. 17)
20
4. IMAM IBNU HAJAR AL-HAITAMI

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami Berkata : “ BID‟AH HASANAH dianjurkan

oleh para ulama berdasarkan kesepakatan, dan melaksanakan MAULID

dan berkumpulnya manusia dalam melakukannya termasuk BID‟AH

HASANAH sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Syamah,

Syeikhnya Imam Nawawi”. (Kitab Assiroh Al-halabiyah karya imam

Burhanuddin Al-halabi j1/137-Melalui kitab Hukmul ihtifal hal. 17)


21
5. IMAM AS-SAKHOWI

Imam As-sakhowi Berkata : “MAULID NABI tidak pernah dilakukan oleh

Generasi Salafussolih sampai Abad ketiga, akan tetapi dilaksanakan Abad

setelahnya kemudian Kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia dan kota-

kota besar menyelenggarakannya yang mana mereka bersedekah pada

malam-malamnya dengan berbagai sedekah dan mereka membaca

sejarah kelahiran Nabi sehingga nampak keberkahan kepada mereka”.

(Kitab Hukmul ihtifal bainal mujizin wal maani‟in hal 18)


22
6. IMAM AL-JAZIRI

Imam Al-jaziri di dalam kitabnya Urfutta‟rif bil maulidissyariif berkata : “

Adalah Maulid Nabi dilaksanakan di Syiib yaitu sebuah tempat yang

masyhur diketahui oleh para penduduk Mekkah, yang mana setiap tahun

penduduk mekkah melaksanakan MAULID di tempat tersebut yang sangat

besar dan lebih besar dari hari Raya yang demikian sampai hari ini dan

aku mengunjungi tempat itu agar mendapatkan keberkahan pada saat

aku berhaji pada Tahun 772.H ( Hukmul ihtifal bil maulidinnabi bainal

mujiziin wal maani-‟in hal. 15)


23

NO NAMA ULAMA NO NAMA ULAMA


1 Imam abul Khotob Ibnu Dihyah 11 Imam Assibti Al-maliki
2 Imam Ibnu Kholikan 12 Imam Fathullah Al-bannani
3 Imam Adz-zahabi 13 Imam Ibnu Ubbad Al-maliki
4 Imam Annasiri Al-maliki 14 Imam Ibnul Jauzi
5 Raja Al-Mudzoffar 15 Imam Al-halabi
6 Raja Yusuf Bin Abdil Haqq 16 Imam Az-zarqoni
7 Imam Ibnu Katsir 17 Imam Asyyihab Al-qistilaani
8 Imam Almuqrizi 18 Syeikh Mutawalli sya’rowi
9 Imam Ibnul Mulaqqin 19 Syeikh Yusuf Al-qordhowi
10 Imam Nasiruddin 20 Syeikh Said Ramadhan Al-buthi dll
Sumber : hukmul ihtifal bil maulidinnabi bainal Mujizin wal maa-ni’in hal 7-26
24
1. IMAM IBNU TAIMIYAH (Wafat Tahun 728.H) 25

Dan Begitu juga apa yang diada-adakan Sebagian Manusia (BID‟AH) yang
menyerupai Kaum Nasrani pada moment kelahiran Nabi ISA Alaihissalam,
yang demikian mereka lakukan (Maulid NABI) karena didorong oleh rasa cinta
1 dan Mengagungkan Nabi. Bisa Jadi Allah memberikan Pahala kepada mereka
karena kecintaan mereka dan karena hasil IJTIHAD Mereka, bukan karena
Bid‟ahnya yaitu menjadikan kelahiran Nabi sebagai IED (Hari Raya/Perayaan)
meskipun manusia berselisih pendapat tentang kapan kelahirannya.

Yang demikian (MAULID NABI) Tidak dilakukan oleh Salafussolih padahal jika
mereka mau mereka bisa melakukannya dan tidak ada penghalangnya,
2 sekiranya hal ini (MAULID) adalah kebaikan yang murni atau lebih banyak
kebaikannya maka Pasti Salafussolih sudah melakukannya karena Mereka itu
lebih mencintai Rasulullah Shollallahu alaihi wassalam dari pada kita.
Sumber : Kitab Iqtido Sirotol Mustaqiim Hal. 341 Imam Ibnu Taimiyah
26
2. IMAM AL-FAKAHANI AL-MALIKI (WAFAT TAHUN 731 H)

Beliau Berkata : Seandainya Maulid terbebas dari kemungkaran maka ia

adalah bid‟ah yang makruh, akan tetapi tidak diharamkan, akan tetapi jika

dicampur dengan kemungkaran maka MAULID NABI adalah BID‟AH yang

diharamkan, lalu berkata “ Aku tidak tau bahwa maulid Nabi bersandar

pada dalil al-qur‟an dan Sunnah , dan pengamalannya bersumber dari

para Ulama yang menjadi Teladan di dalam Agama yang berpegang teguh

pada Asar para Pendahulu yang demikian (MAULID NABI) Adalah BID‟AH

(hukmul ihtifal bil maulidinnabi bainal mujizin wal maniin hal.36)


27
3. IMAM IBNUL HAAJ AL-MALIKI

Imam Ibnul Haj dalam Kitabnya AL-MADKHOL jilid1/361 pada PASAL

MAULID NABI berkata “ Dan hal-hal yang diada-adakan oleh manusia

yang termasuk bid‟ah yang disertai keyakinan yang demikian adalah

ibadah yang agung dan menampakkan syiar-syiar yang mereka lakukan

pada Bulan ROBIUL AWAL yaitu MAULID yang berisi bid‟ah dan hal-hal

yang diharamkan seperti nyanyian-nyanyian dan alat-alat musik “.

(Hukmul Ihtifal hal. 41)


28
4. IMAM IBNU TOBBAKH (WAFAT TAHUN 667 H)

Beliau berkata : “ MAULID NABI tidak termasuk

kedalam Sunah-sunah yang dianjurkan “. (Alqoulul

Jaliy fil ihtifal bil maulidinnabi hal.43)


29
5. IMAM ABU ZUR’AH AL-IROQI

Beliau berkata : “ Aku tidak mengetahui dalil dari

SALAFUSSOLIH kegiatan MAULID meskipun dalam bentuk

memberikan makanan”. (Alqoulul Jaliy fil ihtifal bil

maulidinnabi hal.45 )
30
6. IMAM SYAUKANI (WAFAT TAHUN 1225 H)

Kaum Muslimin sepakat bahwa Maulid Nabi tidak ada pada

zaman salafussolih generasi pertama sampai generasi ketiga

setelahnya (fahurrobbani min fatawal imam syaukani j2/1087

melalui kitab alqoulul jaliy fil ihtifal bil maulidinnabiy hal.46)


31

NO NAMA ULAMA NO NAMA ULAMA

1 Syeikh Zohiruddin Ja’far Attazamnati 8 Syeikh Usaimin

2 Syeikh Rasyid Ridho 9 Syeikh Solih Al-Fauzan

3 Imam Syathibi Al-maliki 11 Syeikh Hamud Attuwaijiri

4 Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab 12 Syeikh BIN BAZ

5 Abu Abdillah Muhammad Al-hafar 13 Syeikh Nasiruddin Al-Albani

6 Syeikh Muhammad Bin Ibrohim 14 Dan Lain-lain

7 Syeikh Abdullah Bin Hamid

Sumber : Alqoulul Jaliy fil ihtifal bilmaulidinnabi Hal. 164-176


32
33
PARA ULAMA YANG PERTENGAHAN

Menurut Pengamatan Penulis, ada beberapa Ulama dan Tokoh yang bersikap

pertengahan (agak moderat) meskipun mereka cenderung membolehkan

maulid ataupun sebaliknya melarang MAULID, sikap pertengahan mereka

ditunjukkan dengan ungkapan yang bernada “memaklumi “ ataupun

menyebutkan dua sisi positif negatif maulid” atau antara sunnah dan bid‟ah,

atau menjadikan maulid sebagai sarana saja bukan Ibadah. Serta mengajak

kepada bersikap adil & Proporsional. Diantaranya sebagai Berikut …

PENULIS
34

1. IMAM IBNU HAJAR Al-ASQOLANI

"Asalnya Melaksanakan Maulid Nabi adalah Bid'ah karena belum pernah

dilakukan oleh Salafussolih dari generasi pertama, akan tetapi Maulid itu bisa

mengandung kebaikan atau sebaliknya, barangsiapa yang melaksanakan

maulid dengan mengusahakan kebaikan serta menjauhkan keburukannya

maka yang demikian termasuk BID'AH HASANAH".

( Hukmul ihtifal bil maulidinnabi bainal Mujiziin wal mani'in hal. 11)
35

2. IMAM IBNU TAIMIYAH

Dan Begitu juga apa yang diada-adakan Sebagian Manusia (BID‟AH)


yang menyerupai Kaum Nasrani pada moment kelahiran Nabi ISA
Alaihissalam, yang demikian mereka lakukan (Maulid NABI) karena
didorong oleh rasa cinta dan Mengagungkan Nabi. Bisa Jadi Allah
memberikan Pahala kepada mereka karena kecintaan mereka dan
karena hasil IJTIHAD Mereka, bukan karena Bid‟ahnya yaitu
menjadikan kelahiran Nabi sebagai IED (Hari Raya/Perayaan) meskipun
manusia berselisih pendapat tentang kapan kelahirannya.

( Iqtidho Sirotol Mustaqiim hal. 341)


36
3. SYEIKH ABU BAKAR AL-JAZAIRI
Beliau cenderung melarang MAULID akan tetapi tetap adil. beliau Berkata : “
Sangat disayangkan orang-orang yang menyelenggarakan Maulid terkadang ada
yang mengatakan kepada orang-orang yang mengingkari maulid sebagai orang
yang membenci RASUL karena tidak melaksanakan Maulid, seharusnya jika
saudaranya mengingatkannya tentang hakikat maulid ia berterimakasih dan
membalasnya dengan ungkapan terimakasih dan berkata aku memegang
pendapat ulama yang membolehkan…..Sebaliknya Orang-orang yang
mengingkari Maulid sampai membenci saudaranya bahkan sampai mensifati
saudaranya sebagai Musyrik dan Kufur jika melaksanakan atau menghadiri Acara
seperti ini…”. (Diringkas)

( Al-Insoof fiima qiila fil maulid minal guluw wa ihjaaf hal 43-46 )
37

4. SYEIKH SAID RAMADHAN AL-BUTHI

“ Sesungguhnya mereka yang berpendapat Bahwa Maulid Nabi itu

tidak diperbolehkan adalah Para Mujtahid dan Kami yang

berpendapat Bahwa MAULID NABI DIPERBOLEHKAN ADALAH

MUJTAHID. Maka jika kita saling menghormati hasil IJTIHAD

MASING-MASING akan selesai masalahnya “.

(Ceramah You Tube dengan Judul Hukmul ihtifal bil maulidinnabi )


38

5. SYEIKH NABULISI

Syeikh NABULISI Berkata “ Jika Masalah MAULID NABI

diyakini sebagai IBADAH maka tidak diragukan Lagi ia adalah

BID‟AH, jika ia dianggap hanya sebagai sebuah SARANA

DAKWAH SAJA maka yang demikian bukan Bid‟ah dan

disyari‟atkan

(Ceramah You Tube dengan Judul Hukmul Ihtifal Bil Maulidinnabi)


6. SYEIKH KHOLID BA HAMID AL-ANSHORI TOKOH YAMAN 39

“ Jika Maulid dinisbatkan sebagai ajaran dan syari‟at islam maka

yang demikian adalah bid‟ah karena tidak berasal dari ajaran

islam karena tidak ada dalilnya, akan tetapi jika hanya dijadikan

sebagai sarana kebaikan mengingatkan manusia agar mencintai

Nabi maka Maulid diperbolehkan karena hukum sarana

mengikuti hukum tujuannya dan sarana tidak membutuhkan

DALIL “

(Ceramah You Tube dengan Judul Hukmul Ihtifal Bil Maulidinnabi)


7. DR ABDUL FATTAH BIN SOLIH QUDDAIS 40

Penulis Kitab “ Hukmul ihtifal bil maulid anbawi bainal mujizin wal mani‟in ini

berkata “ Sesungguhnya Masalah MAULID NABI ini termasuk Masalah

Khilafiyah Assaigoh (Perselisihan yang diperbolehkan) siapa yang mau silakan

melakukannya tidak mengapa, Barangsiapa yang tidak mau melakukannya juga

tidak apa-apa, yang terpenting jangan sampai masalah MAULID INI dan yang

sejenisnya menjadi SEBAB PERPECAHAN UMMAT serta saling membenci dan

membelakangi, sebagaimana terjadi pada banyak orang sungguh hal ini sangat

disayangkan “. ( Styeikh abdul Fattah Bin Solih Quddais)

Hukmul ihtifal bil maulid annabawi bainal mujizin wal mani‟in hal. 56
41
42

NO DALIL YANG MELARANG NO DALIL YANG MEMBOLEHKAN

Dalil Umum “ Barangsiapa yang Takwil Hadist sebab puasa


mengada-adakan sesuatu senin-kamis “…Pada hari senin
1 ajaran di dalam agama kami 1 aku dilahirkan, Diangkat
maka amalan itu tertolak” ( menjadi Nabi & Diturunkannya
Bukhori 2697, Muslim 1718) Al-qur’an” (HR Muslim 1162)

Kesimpulan hadist shoum


Dalil Umum “ Janganlah kalian Assyuro “ Kami lebih berhak
2 menyerupai Yahudi & Nasrani “ 2 untuk mengikuti Nabi Musa
(HR Attirmidzi 2695-Hasan) dari pada kalian…” ( Bukhori
3216, Muslim 1130)
Hadist (janganlah kalian
Keumuman Ayat “ Katakanlah
berlebih-lebihan terhadapku
atas karunia & Rahmat
3 sebagaimana Nasrani 3
Allahlah hendaklah kalian
berlebihan kepada Isa bin
bergembira” ( Qs Yunus 58 )
Maryam… (HR Ahmad 66730)
43

NO DALIL YANG MELARANG NO DALIL YANG MEMBOLEHKAN

Hadist Perkataan Sahabat


Firman Allah “ Pada Hari ini
“Kami berkumpul utk
telak Aku sempurnakan untuk
4 4 dzikrullah & Bersyukur ats
kalian agama kalian….”. (Qs
Nikmat & Hidayah Allah”. (HR
Almaidah :3)
Muslim 2701)

Hadist Bahwa Para Sahabat


Para Sahabat & Salafussolih
5 5 Dahulu memuji Rasul dengan
tidak melakukannya
sya’ir (HR Bukhori 1104)
Al-qoulul Jaliy hal. 54-64 dirinkas Al-Bayan Nabawi hal. 33-61 diringkas
44
CATATAN PENTING
Dalam Tulisan ini tidak dihadirkan perdebatan Para Ulama dalam hal saling
berbantahan & Adu kuat dalil, dengan beberapa pertimbangan, yaitu :
1. Perdebatannya sangat Panjang dan sangat memakan waktu
2. Masing-masing pihak sama kuatnya dalam hal berhujjah
3. Perdebatan dalam hal maulid ini sudah terjadi sejak dulu sampai hari ini
4. Dalam keterbatasan ilmu, penulis akan mencoba mentarjih sesuai kaidah
tarjih, yang mana hasil tarjihnya masih bersifat relatif, tidak muthlak, dan
masih ada kemungkinan salah & benarnya
5. Dalam semua masalah agama yang sifatnya “Khilafiyah” jalan yang
terbaik adalah bersikap adil,proporsional, pertengahan dan TIDAK
TA‟ASSUB (Memonopoli Kebenaran) serta TOLERAN. ( P e n u l I s )
45
KAIDAH “ AL-ISYTIBAH FIL BID’AH WAARIDUN” 46

‫االشتباه يف البدعة وارد‬


1
“ KESAMARAN / KERANCUAN DALAM MASALAH BID’AH BISA SAJA
TERJADI ”.

Yakni : Terkadang terjadi pada sebagian manusia (ULAMA) kesamaran

(kerancuan) dalam menentukan / menghukumi suatu masalah apakah masalah

2 tersebut tergolong MASALAH IJTIHADIYAH atau Bukan masalah IJTIHADIYAH.

Sehingga bisa terjadi kerancuan/Kesamaran dalam menghukumi hal tersebut

apakah TERMASUK BID‟AH ATAU BUKAN BID‟AH ?

Miya‟rul Bid‟ah Hal. 125 DR Muhammad Husen Al-Jizani


MASALAH YANG SIFATNYA IJTIHADIYAH 47

MASALAH-MASALAH SYARI‟AT yang terkait dengan Nash / Dalil


sesungguhnya terbagi Menjadi dua Yaitu :
1. Masalah-Masalah Yang sudah Ada Nash yang tegas dan jelas baik dari
Al-qur‟an maupun Sunnah serta IJMA (Kesepakatan Ulama) yang sudah
dijelaskan Hukumnya Oleh Allah & Rasul-Nya baik supaya dikerjakan atau
ditinggalkan. Maka jenis ini Bukan tempatnya IJTIHAD / Dilarang Berijtihad

2. MASALAH-MASALAH yang belum ada Nashnya tidak juga ada IJMA” Ulama yang
menjelaskan Hukumnya baik hukum mengerjakannya maupun Meninggalkannya, Maka
jenis ini para ULAMA MUJTAHID diperbolehkan berijtihad berdasarkan ILMU dan
MAQOSID (tujuan Syari‟at) secara UMUM

Qowaid wa Dhowabit Fiqhuddakwah Hal. 174


UKURAN MASALAH IJTIHADIYAH 48

Ada DUA UKURAN apakah masalah yang diperselisihkan itu termasuk


Masalah IJTIHADIYAH atau Bukan sehingga suatu pendapat tidak bisa
di Hukumi sebagai BID‟AH jika itu termasuk Masalah IJTIHADIYAH
yang bersumber dari Nash Agama. Yaitu :
1. Pendapat tersebut merupakan hasil IJTIHAD SALAH SEORANG
3
SAHABAT NABI
2. Jika Pendapat Tersebut masyhur dan menjadi pendapat Madzhab
FIKIH yang diakui oleh AHLU SUNNAH WAL JAMA‟AH ( Madzhab
yang 4 ) karena Madzhab adalah Sebuah Methodologi Berdalil
yang harus diakui

Mi’yarul Bid’ah Hal. 126, DR Muhammad Husen Al-Jizani


49
CATATAN

Saya Berkata : Jika Ulama Menyimpulkan Sebuah Hukum atas Suatu

Masalah berdasarkan Dalil Yang Dzonni ( Intrepretatif) atau Dalil yang

Umum atau Dalil-dalil yang lain baik yang disepkati (al-qur‟an, Sunnah,

Ijma‟ Kiyas) atau dalil-dalil yang diperselisihkan ( seperti: Maslahat

Mursalah, Perkataan Sahabat, Amal Penduduk Madinah, Saddu Dzaroi‟

dll ) Maka Pendapatnya yang berisi HUKUM tersebut tidak bisa dihukumi

sebagai BID‟AH ( PENULIS - Lihat Kitab Mi'yarul Bid'ah hal. 104-124 )


CONTOH KASUS KESAMARAN DALAM HAL MAULID 50

Dan Begitu juga apa yang diada-adakan Sebagian Manusia (BID‟AH) yang
menyerupai Kaum Nasrani pada moment kelahiran Nabi ISA Alaihissalam,
yang demikian mereka lakukan (Maulid NABI) karena didorong oleh rasa cinta
4 dan Mengagungkan Nabi. Bisa Jadi Allah memberikan Pahala kepada mereka
karena kecintaan mereka dan karena hasil IJTIHAD Mereka bukan karena
Bid‟ahnya yaitu menjadikan kelahiran Nabi sebagai IED (Hari Raya/Perayaan)
meskipun manusia berselisih pendapat kapan kelahirannya. (IBNU TAIMIYAH)

Syeikh Usaimin Rohimahullah Mengomentari (Menta‟liiq) Pendapat Imam IBNU


TAIMIYAH TERSEBUT PADA KATA IJTIHAD seraya berkata : “ Bagaimana bisa
mereka mendapatkan Pahala, sedangkan mereka menyelisihi Sunnah NABI
5
dan Sunnah Sahabatnya?, Jika dikatakan karena mereka berijtihad kemudian
salah ijtihadnya, Maka kita katakan “IJTIHAD YANG MANA” dalam hal ini
apakah Nash-Nash IBADAH adalah Tempatnya “BERIJTIHAD” ?

Kitab Iqtido Sirotol Mustaqiim Hal. 342. Ta’liq Syeikh USAIMIN


CONTOH KASUS KESAMARAN DALAM HAL MAULID 51

Syeikh Sayyid Muhammad Bin Alwi Berkata : “ Kita mengatakan dalam setiap
peringatan, berkumpulnya manusia pada Moment-moment keislaman yaitu
Bahwa Peringatan dan Perkumpulan ini dengan cara yang biasa dilakukan
6 adalah Hanya SEBUAH KEBIASAAN SAJA & BUKAN IBADAH”.apakah masih
bisa diingkari oleh orang yang mengingkarinya dan mengkritiknya? Yang
menjadi MUSIBAH BESAR adalah jika masalah ini tidak bisa difahami dengan
pemahaman yang benar” ( Al-Mafahim yajibu an-tusohhah hal. 308.)

Syeikh NABULISI Berkata “ Jika Masalah MAULID NABI diyakini sebagai


IBADAH maka tidak diragukan Lagi ia adalah BID‟AH jika ia hanya sebuah
7
SARANA DAKWAH SAJA maka yang demikian bukan Bid‟ah dan disyari‟atkan
(Ceramah You Tube dengan Judul Hukmul Ihtifal Bil Maulidinnabi)
52
CONTOH KASUS KESAMARAN DALAM HAL MAULID

Syeikh SAID RAMADHAN AL-BUTHI Berkata : “ Sesungguhnya mereka

yang berpendapat Bahwa Maulid Nabi itu tidak diperbolehkan adalah

Para Mujtahid dan Kami yang berpendapat Bahwa MAULID NABI

8 DIPERBOLEHKAN ADALAH MUJTAHID. Maka jika kita saling

menghormati hasil IJTIHAD MASING-MASING akan selesai masalahnya

“. (Ceramah You Tube dengan Judul Hukmul ihtifal bil maulidinnabi

Syeikh SAID RAMADHAN AL-BUTHI Rohimahullah)


KESIMPULAN 53

1. Imam Ibnu Taimiyah & Syeikh Said Ramadhan Al-Buthiy Mengatakan Bahwa

Masalah MAULID adalah Masalah IJTIHADIYAH

2. Syeikh Usaimin Mengatakan Bahwa Masalah Maulid adalah Masalah IBADAH

bukan Tempatnya IJTIHAD (Bukan Masalah IJTIHADIYAH)

3. Syeikh Sayyid Mengatakan bahwa MAULID adalah KEBIASAAN SAJA bukan

IBADAH

4. Syeikh NABULISI mengatakan bahwa Maulid adalah SARANA DAKWAH Bukan

IBADAH
CATATAN PENTING 54

1. Jika Masalah Maulid adalah Masalah IJTIHADIYAH maka berlaku Kaidah “la
Inkaro Fi masail Ijtihadiyah” Tidak boleh ada pengingkaran dalam Masalah-
masalah IJTIHADIYAH
2. Jika Masalah MAULID adalah Masalah IBADAH berlakulah Kaidah “ Al-Aslu Fil-
ibadah alhazor” Asal Ibadah itu hukumnya dilarang sampai ada dalil yang
memerintahkannya (Tauqifiyah)
3. Jika MAULID hanya merupakan kebiasaan saja maka berlakulah Kaidah Fikih “
Al‟aadah Muhakkamah” Adat dan kebiasaan bisa menjadi Hukum jika tidak
bertentangan dengan Syari‟at
4. Jika MAULID hanya sebagai Sarana Dakwah saja, Maka Berlaku pula Kaidah
“Al-Wasail tabi‟atun lihukmil Maqosid” Sarana itu mengikuti Tujuannya, Jika
Tujuannya Dakwah maka Sarana Dakwahnya Diperbolehkan (PENULIS)
CATATAN PENTING 55

Jika Para MUJTAHID & Para Ulama masih berpotensi memasuki


Wilayah yang samar sehingga terjadi perselisihan dalam menghukumi
sesuatu itu bid‟ah atau Bukan Bid‟ah serta Masalah IJTIHADIYAH atau
1
BUKAN IJTIHADIYAH maka bagi Orang-orang awam , Penuntut Ilmu,
Manusia setengah berilmu harus sangat berhati-hati dalam
menghukumi sesuatu itu bid‟ah atau Bukan

Jika Masalah Maulid itu tergolong Masalah IJTIHADIYAH maka berlaku


kaidah FIKIH yang mengatakan “ LA INKARO FI MASAIL IJTIHADIYAH”.
2 Tidak boleh ada pengingkaran dalam masalah-masalah IJTIHADIYAH,
dan tidak bisa orang yang menyelisihi pendapatnya dikatakan sebagai
Ahlul Bid‟ah (PENULIS- Lihat Kitab Mi‟yarul Bid‟ah Hal. 104-124)
56
KAIDAH USUL FIKIH 57

‫ أو ترك الشيء ال يقتضي حترميو‬-‫ليس كل ترك هنيا‬


1 Tidak Semua yang ditinggalkan (NABI) berarti Larangan
atau Meninggalkan Sesuatu Itu tidak lantas menunjukkan
KEHARAMAN

Yakni : Jika NABI meninggalkan sesuatu dan SALAFUSSOLIH juga


tidak melakukannya, tanpa ada HADIST atau Atsar / dalil yang
2 melarang sesuatu yang ditinggalkan tersebut maka tidak otomatis
sesuatu itu jadi berhukum HARAM atau MAKRUH ( Qowaid Usulul
Fiqh wa tatbiqotuha J.1/364 Syeikh DR Sofwan Ibnu Adnan Dawudi)
DALIL PERTAMA HADIST SOHIH BUKHORI 58

Dalilnya Hadist Sohih Bukhori No.4986. tentang awal


Pengumpulan dan penulisan Qur’an dimasa Abu Bakar Assidiq “
Dari Zaid Bin Tsabit ….Bahwa Umar Bin Khotob berkata kepada
Abu Bakar Bahwa Banyak para Ahlul Qur’an yang terbunuh dalam
perang yamamah, dan beliau khawatir al-qur’an akan lenyap jika
banyak para Huffaz yang terbunuh, maka Umar mengusulkan
3 kepada Abu Bakar agar segera mengumpulkan Al-quran, Maka
Abu bakar berkata : “ Bagaimana kita akan melakukan sesuatu
yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah? Maka Umar
Berkata “Yang demikian adalah demi kebaikan, Sehingga Umar
terus mendorong Abu Bakar , maka Abu Bakarpun melakukannya
dengan berlapang dada” ( Qowaid Usul Fikih Wa Tatbiqootuha
Hal. 364)
DALIL KEDUA MUTTAFAQUN ALAIH 59

Dari Kholid Bin Walid bahwa beliau masuk bersama Rasulullah kedalam
Rumah Maimunah, maka Rasul dibawakan daging biawak panggang, lalu
Rasul mengulurkan tangannya ingin mengambil, maka beberapa istrinya
mengabarkan bahwa daging tersebut “Daging biawak”, maka Rasul kembali
menarik tangannya tidak jadi memakannya. Maka Kholid Bertanya Apakah
yang demikian (daging Biawak itu) Haram wahai Rasulullah? Rasul Bersabda
“TIDAK”. Akan tetapi di kampung kaumku tidak ada, maka aku agak jijik
4
memakannya”.maka kholidpun memakannya yang mana Rasulullah
melihatnya”. (HR Bukhori 5537, Muslim 1945)
Hadist ini menunjukkan dua hal.
1. Jika Rasul mau melakukan sesuatu lalu meninggalkannya maka hal
tersebut tidak lantas menujukkan KEHARAMAN
2. Sesuatu yang dianggap kotor belum tentu DIHARAMKAN
( Qowaid Usul Fikih Wa Tatbiiqotuha hal. 366)
60
DALIL KETIGA HADIST SOHIH RIWAYAT ABU DAUD

HADIST SOHIH RIWAYAT ABU DAUD NO. 4698, dari Abu Dzar & Abu
Hurairoh keduanya berkata : “ adalah Rasulullah biasa duduk
dihadapan Para Sahabatnya dimasjid, ketika datang orang Asing ia
tidak tau mana Rasulullah diantara sahabatnya, sehingga bertanya-
tanya, maka Kami mengusulkan agar beliau dibuatkan dukan (Bangku
5 dari Tanah) agar orang asing yang datang bisa segera mengetahui
beliau (Karena duduk dibangku tersebut) , maka kami membuatkan
kursi tersebut, maka Rasulpun duduk disitu sedangkan kami duduk di
bawah di sisinya”. Hadist ini menunjukkan apa yang ditinggalkan
RASUL karena tidak terfikirkan sebelumnya (Qowaid Usulul Fiqh wa
tatbiqotuha hal. 367)
7 KANDUNGAN MAKNA JIKA NABI MENINGGALKAN SESUATU 61

1. Menunjukkan Keharaman seperti meninggalkan menampakkan Aurat


2. Meninggalkan sesuatu karena Kebiasaan (Seperti Meninggalkan daging Biawak)
3. Meninggalkan KARENA LUPA
4. Meninggalkan Karena Takut Suatu Amal diwajibkan kepada UMMATNYA ( Sholat Taraweh)
5. Meninggalkan Karena Tidak terfikirkan sebelumnya ( Seperti Membuat Bangku di Majlis )
6. Meninggalkan karena termasuk perintah yang Umum di dalam Al-qur’an
7. Meninggalkan karena Takut Berubahnya Hati sahabat ( Seperti tidak Merubah Bangunan
Ka’bah)
“Jika hanya meninggalkan sesuatu saja tanpa adanya NASH yang menjelaskan bahwa hal
yang ditinggalkan tersebut HARAM HUKUMNYA tidak cukup untuk menjadi DALIL
KEHARAMAN SESUATU akan tetapi bisa bermakna bahwa meninggalkan sesuatu tersebut
disyari’atkan, adapun sesuatu yang ditinggalkan NABI menunjukkan KEHARAMAN tidak bisa
disimpulkan hanya dari sikap Meninggalkannya saja, akan tetapi harus ada DALIL YANG
MENUNJUKKAN KEHARAMANNYA ( Qowaid Usul Fikih wa Tatbiqootuhu Hal. 365-367)
62
KAIDAH USUL FIKIH INI BISA DITERAPKAN DALAM KASUS MAULID

Syeikh Sofwan Bin Adnan Daudi Berkata : Memperingati MAULID NABI tidak
pernah dilakukan oleh SAHABAT & TABI’IN yang demikian tidak menunjukkan
KEHARAMAN bahkan BOLEH MELAKUKANNYA akan tetapi tanpa dibakukan
(Mengkhususkan) Harinya karena tidak adanya kepastian sejarah kapan NABI
dilahirkan secara pasti (12 Rabiul Awal masih Diperselisihkan Ulama) akan
tetapi harus terbebas dari hal-hal yang DIHARAMKAN dan kita tidak
menjadikannya HARI RAYA (IED) karena HARI RAYA KAUM MUSLIMIN
DITETAPKAN BERDASARKAN DALIL, tidak ditetapkan dengan Kiyas, yang mana
Acara peringatannya terbatas pada “ Membacakan SIROHNYA, Akhlak NABI,
dan Sifat-sifat NABI, yang tidak lebih dari itu dan tanpa Gulluw kepada NABI “ (
Qowaid Usul Fikih Wa Tatbiqootuha hal. 368-369)
63
KAIDAH FIKIH DALAM DAKWAH 64

‫مسائل االجتهاد ال يسوغ فيها اإلنكار إال ببيان احلجة و إيضاح احملجة‬
Masalah-Masalah I J T I H A D I Y A H tidak boleh
1
mengingkarinya, kecuali hanya sekedar menjelaskan Hujjah
dan menjelaskan jalan yang benar

Imam Ibnu Taimiyah Berkata: “ Masalah ini yaitu tidak mengingkari


masalah-masalah IJTIHADIYAH dan sebagainya, merupakan bagian
dalam ilmu fikih dan hakikatnya, tidak akan ada yang memahaminya
kecuali Hanya Orang yang mengetahui perkataan (Pendapat) Para
Ulama beserta Hujah-hujahnya, adapun orang yang tidak faham kecuali
2
hanya satu pendapat ULAMA saja dan hujjahnya, maka orang ini
adalah ORANG AWAM DAN TAKLID, tidak termasuk ULAMA yang bisa
mentarjih (Memilih pendapat yang lebih kuat) (Majmu‟ Fatawa j35/233
melalui kitab Qowaid wa Dhowabit fikih dakwah inda syeikhil Islam
Ibnu Taimiyah Hal. 185-186)
65

Imam Ibnu Taimiyah berkata : “ Tidak diperbolehkannya mengingkari masalah-


masalah IJTIHAD tanpa didasari Hujjah dan Dalil adalah SEBUAH KESEPAKATAN
ULAMA”. (Majmu Fatawa j3/240-Melalui qowaid wa dhowabith Hal. 188)
Yakni dalam Masalah-masalah IJTIHADIYAH lisan seseorang dalam membantah
orang-orang yang tidak sefaham dengannya tidak lebih dari sekedar
menjelaskan DALIL SEBUAH HUKUM dan pendapatnya saja tidak boleh ia
memaksakan orang lain untuk mengambil pendapatnya, tidak boleh juga ia
menumbuhkan dengan pengingkarannya itu rasa Permusuhan ataupun
persaudaraan (Jika menyetujui dicintai jika menyelisihi dimusuhi) akan tetapi
harus dalam BATAS SALING MENASEHATI , BERMUSYAWARAH dengan tetap
menjaga PERSATUAN DAN UKHUWAH ISLAMIYAH –PERSAUDARAAN ISLAM (
Qowaid wa Dowabit fiqhi dakwah inda syeikhil Islam Ibnu Taimiyah Hal. 188)
4 TINGKATAN MENGINGKARI KEMUNGKARAN 66

Imam IBNUL QOYYIM membagi 4 Tingkatan dalam mengingkari kemungkaran


yaitu
1. Mengingkari Kemungkaran, Yang mana kemungkarannya hilang dan
berganti kebaikan ( yang demikian disyariatkan)
2. Mengingkari Kemungkaran , yang mana Kemungkarannya menjadi
berkurang meskipun tidak hilang semuanya ( yang demikian disyari’atkan)
3. Mengingkari kemungkaran, menyebabkan munculnya kemungkaran yang
sama besarnya ( hal ini tempatnya Ijtihad/ boleh memilih)
4. Mengingkari Kemungkaran menyebabkan munculnya kemungkaran yang
lebih besar (Yang demikian diharamkan)
(Kitab Al-istihsan wa silatuhu bilijtihad almaqosidi Hal. 375)
MENGINGKARI BID’AH MENURUT SYEIKH FAUZAN 67

Syeikh Fauzan Hafizohullah ditanya : Jika memperingatkan MASALAH BID’AH yang telah
mengakar akan menimbulkan FITNAH apakah DIAM lebih utama, atau WAJIB
memperingatkan meskipun terjadi FITNAH ?
BELIAU MENJAWAB : “ Tergantung Situasi dan kondisinya, apabila bisa menyebabkan
munculnya Mudorot yang lebih besar daripada maslahatnya maka kita harus melakukan
yang mudorotnya lebih kecil, akan tetapi bukan diam tidak menjelaskan yakni
mendakwahkan dengan Nasehat yang baik (Mauizoh hasanah) dan mengajarkan
manusia sedikit-demi sedikit (Bertahap). apabila kita menunjukkan pengingkaran
melahirkan mafsadat /kerusakan yang lebih besar maka kita jangan menunjukkan
pengingkaran sedari awal, akan tetapi AJARKAN MANUSIA ILMU, KABARKAN DAN
MENJELASKAN ILMUNYA KEPADA MANUSIA sehingga mereka MENINGGALKAN
KEMUNGKARAN DENGAN SUKA RELA, jika para audiensnya orang bodoh maka mulailah
dengan Hikmah dan Kelembutan “. ( Al- muntaqo min fatawa syeikh Solih Al-Fauzan
J1/172-173-diringkas )
68
DEFINISI & HUJJIYAH MAQOSID SYARI’AH 69

MAQOSID SYARI’AH adalah Makna-makna dan Hikmah-


hikmah yang terkandung di dalam syari’at, yang
1 dikehendaki oleh ASYYARI’ (Allah & Rasul-Nya) di dalam
Hukum-hukumnya ( Kitab Al-Maqosid Assyar’iyyah ta’rifuha,
amsilatuha wa hujjiyatuha hal. 28 )
MAQOSID SYARI‟AH menjadi dalil (hujjah) Agama dan Kaidah
Syari‟at serta sebuah methodologi Berijtihad & Kaidah Usul Fikih
yang digunakan oleh MUJTAHID di dalam Ijtihadnya, Fatwanya, &
2
Takwilnya, yang digunakan juga oleh Ahli Fikih, Para Penuntut Ilmu
& Para pengkaji NASH-NASH, DALIL-DALIL & HUKUM-HUKUM
SYARI‟AT ( Kitab Al-Maqosid Assyar‟iyyah hal. 34)
HUBUNGAN MAULID NABI & MAQOSID SYARI’AH 70

Dalam Kaitannya antara MAULID NABI & MAQOSID


3
SYARI’AH setidaknya bisa ditinjau dari beberapa Hal

1. Syari‟at Islam saat kelahiran Bayi (Syari‟at Aqiqah)


2. Mengkhususkan Ibadah pada Hari Kelahiran NABI
4 (Puasa Pada Hari Senin )
3. Peringatan Ibadah Setiap Tahun (Puasa Asyuro)
4. Berkumpul untuk bersyukur kepada Allah
PERTAMA KAITAN MAQOSID AQIQAH & MAULID NABI 71

Saat Manusia dilahirkan maka disyari’atkan Melaksanakan


5 AQIQAH, yang mana di dalam syari’at AQIQAH terdapat
beberapa Maqosid Syari’ah yaitu diantaranya

1. AQIQAH adalah sebagai ungkapan Rasa Syukur kepada Allah atas


Nikmat-Nya atas kelahiran bayi, yang ditampakkan dengan
memberikan makan, pada moment kejadian-kejadian besar yang
membahagiakan (Tuhfatul Maudud bi ahkamil maulud Hal. 79. Ibnul
6
Qoyyim)
2. Menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan cara
melaksanakan Syariat Islam saat lahirnya MANUSIA MUKMIN (
Tarbiyatul aulad fil Islam j1/ 81 DR Abdullah Nasih Ulwan)
PERTAMA KAITAN MAQOSID AQIQAH & MAULID NABI 72

Imam Ibnu hajar berkata : “ Nikmat Mana lagi yang lebih


7 besar selain NIKMAT dengan lahirnya NABI PEMBAWA
RAHMAT ”. (hukmul Ihtifal hal 11)
1. Imam Suyuthi Berkata : “ Maulid adalah Manusia berkumpul,
membaca beberapa ayat al-qur‟an, membaca Siroh Nabi, membaca
tanda-tanda kenabiannya saat kelahirannya, kemudian memberikan
makan. Dan tidak lebih dari itu, Maka yang demikian dinamakan
8 BID‟AH HASANAH yang pelakunya diberikan pahala, karena di
dalamnya terkandung makna mengagungkan Derajat NABI, serta
MENAMPAKKAN KEGEMBIRAAN & KEBAHAGIAAN ATAS
KELAHIRANNYA ( Hukmul ihtifal bilmaulidinnabi bainal Mujizin wal
ma-ni‟in hal. 17)
KEDUA : MAQOSID PUASA HARI SENIN & MAULID NABI 73

…Dan Nabi ditanya tentang mengapa beliau berpuasa pada


hari Senin? Nabi Bersabda “ Karena Pada hari seninlah AKU
9
DILAHIRKAN, aku diutus menjadi RASUL, dan diturunkan
kepadaku AL-QUR’AN “ (HR MUSLIM NO.1162)

Hadist ini menunjukkan disunnahkannya puasa pada hari senin pada setiap
pekannya karena pada hari yang berkah ini Allah memberikan 3 NIKMAT kepada
kaum Muslimin yaitu : KELAHIRAN NABI, DIUTUSNYA NABI, & DITURUNKANNYA
AL-QUR‟AN tidak diragukan bahwa yang demikian adalah NIKMAT ALLAH YANG
10
BESAR yang telah dikhususkan pada hari senin. Maka hari ini menjadi HARI
KEBAHAGIAAN & KEGEMBIRAAN yang mana kita PATUT BERSYUKUR KEPADA
ALLAH dan syukur kepada Allah itu dengan melaksanakan Ibadah kepada-Nya (
Taudihul Ahkam Syarah Bulugul Marom J2/238 Syekh Abdurrahman Al-Bassam)
KEDUA : MAQOSID PUASA SENIN KAMIS & MAULID NABI 74

Imam Ibnu Hajar tidak membatasi bahwa mengungkapkan


rasa syukur tidak hanya denga SHOUM meskipun disebutkan
dalam hadist “ Puasa pada hari senin” . Kaitannya dengan
11
MAULID beliau mengatakan “ Adapaun yang dilakukan di
dalam MAULID adalah beberapa jenis ibadah sebagai
ungkapan rasa syukur seperti :

MEMBACA QUR‟AN, Memberi Makan, Bersedekah, Membacakan


sya‟ir berupa pujian-pujian kepada NABI dan juga yang berisi
12 Kezuhudan, adapun hal-hal yang diharamkan atau makruh maka
hendaklah dilarang “. (Al-bayan Annabawi „an fadli maulidinnabi
hal. 52-53 DR Muhammad Mahmud Azzayyin –diringkas)
KEDUA : MAQOSID PUASA HARI SENIN & MAULID NABI 75

Jika ditarik Kesimpulan tentang tujuan mengapa NABI


berpuasa pada hari Senin yaitu “ Karena Hari
13
Kelahirannya & Sebagai ungkapan Rasa Syukur kepada
Allah “ .

Sesungguhnya Ada kesamaan Tujuan (MAQOSID) antara


MAULID NABI & PUASA HARI SENIN SAAT MOMENT
14
KELAHIRAN NABI YAITU “ SEBAGAI UNGKAPAN RASA
SYUKUR KEPADA ALLAH “. ( P E N U L I S )
KETIGA : MAQOSID PUASA ASYURO & MAULID NABI 76

Ketika Nabi datang kemadinah, Nabi mendapati orang-orang


Yahudi Berpuasa pada HARI ASSYURO (10 Muharrom) Maka
Nabi bertanya kepada Mereka: “Mengapa kalian berpuasa ?,
15
mereka menjawab ini adalah HARI YANG AGUNG yang mana
Allah menyelamatkan NABI MUSA dan Kaumnya, serta
menenggelamkan Fir’aun maka Nabi Musa Berpuasa
Sebagai ungkapan Rasa Syukurnya Kepada Allah maka kamipun
berpuasa”. Maka Rasul Bersabda “ Kami lebih berhak dan lebih
16 utama untuk mengikuti Musa daripada Kalian “ maka Nabi
berpuasa dan memerintahkan Kaum muslimin untuk berpuasa”. (
Bukhori 3216, Muslim 1130)
77
KETIGA : MAQOSID PUASA ASYURO & MAULID NABI
Imam Ibnu Hajar Berkata : dari hadist ini bisa disimpulkan
mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas NIKMAT ALLAH
yang diberikan Pada HARI TERTENTU berupa ANUGERAH
17
NIKMAT ATAU KESELAMATAN DARI MUSIBAH, dan bisa diulang
dan diperingatkan setiap Tahunnya, dan Syukur itu bisa
diungkapkan dengan berbagai Ibadah….Dan NIKMAT apakah

Yang lebih besar SELAIN dengan Kelahiran NABI PEMBAWA


18 RAHMAT INI “. (Al-Bayan Annabawi „an fadlil ihtifal bil
mauliddinnabi hal. 40-41 DR Mahmud Ahmad Azzayyin )
KEEMPAT : BERKUMPUL UNTUK BERSYUKUR 78

Berkumpul untuk Bersyukur Kepada Allah atas Hidayah-Nya merupakan


SUNNAH RASUL yang diamalkan oleh Para Sahabatnya, dan Rasul
19
Memujinya dengan Pujian Yang Besar, sebagaimana termuat dalam
Hadist Sohih Muslim No.2701

Dari Mu‟awiyah bahwa Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam keluar menuju


Majlis Para sahabatnya yang sedang berkumpul maka nabipun bertanya
“Apakah yang mendorong kalian berkumpul ? Kami duduk mengingat Allah
kami memuji Allah atas Nikmat-Nya yang telah memberikan kami hidayah
20
kepada ISLAM , NABI bersabda sesungguhnya aku tidak ingin meminta
sumpah dari kalian bukan aku tidak percaya kepada kalian akan tetapi JIBRIL
telah mendatangiku lalu mengabarkan kepadaku Bahwa ALLAH membangga-
banggakan Kalian dihadapan para Malaikat-Nya”. (HR Muslim No. 2701)
79

KEEMPAT : BERKUMPUL UNTUK BERSYUKUR

Maka Berkumpul untuk memuji Allah atas Nikmat ISLAM

dan atas karunia Allah adalah SUNNAH dan berkumpul

dalam rangka bersyukur kepada Allah atas NIKMAT


21

diciptakannya (Dilahirkannya) NABI adalah termasuk hal

yang demikian itu. ( Al-bayan Annabawi ‘an fadli ihtifal

bil mauliddinnabi. Hal. 55-56)


80
KESIMPULAN

MAKA Dalam Kaitannya antara MAQOSID MAULID NABI &


22
MAQOSID SYARI’AH ada kesamaan yaitu

1. Tujuan Syari‟at Aqiqah & Maulid Nabi sesungguhnya memiliki


kesamaan yaitu mengungkapkan Rasa gembira & Syukur Kepada
Allah atas Kelahiran Seorang Muslim / Kelahiran NABI
2. Tujuan Puasa Hari Senin & MAULID NABI memiliki kesamaan
23 MAQOSID yaitu sebagai ungkapan Rasa Syukur
3. Maqosid Puasa Assyuro yang dilaksanakan setiap Tahun & Maulid
Nabi memiliki kesamaan Maqosid yaitu Ungkapan Rasa Syukur
4. MAULID NABI merupakan sarana & Majlis berkumpul untuk
bersyukur kepada ALLAH TA‟ALA ( P e n u l I s )
81

Allah Ta’ala Berfirman : “ Katakanlah Wahai

Muhammad atas Karunia dan Rahmat-Nya lah

hendaklah kalian Bergembira “ (Qs Yunus : 58)


82
PERTANYAAN 83

JIKA ADA PERTANYAAN :

MANAKAH YANG LEBIH KUAT DI ANTARA 2 STATUS HUKUM


MAULID? KARENA HUKUM MAULID KONTROVERSI ANTARA BOLEH
& DILARANG DAN ANTARA SUNNAH & BID’AH ?

UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN INI PERHATIKANLAH KAIDAH


FIKIH BERIKUT INI
KAIDAH TARJIH
84
‫ب ِج َهةُ البِ ْد َع ِة‬ ِ‫السن َِّة و الْبِ ْد َع ِة تَ ْغل‬ ‫ني‬ ‫ب‬ ‫َّد‬
‫د‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫ذ‬ ِ
‫إ‬ ‫ل‬ ِ
ُ َ ُّ َََ َ َ َ ُ ْ ‫اَل‬
‫ع‬‫ْف‬
SUATU AMAL YANG HUKUMNYA KONTROVERSI ANTARA
1
SUNNAH & BID’AH MAKA SISI BID’AHNYA LEBIH DOMINAN
DARI PADA SUNNAH-NYA

Yakni : Jika HUKUM suatu Amal kontroversi / Kontradiktif antara


disunnahkan (mandub) sehingga dianjurkan untuk melakukannya, dan
dalam waktu yang sama amal tersebut dianggap BID‟AH sehingga
diharamkan melakukannya. maka dalam kondisi demikian sebaiknya
2
ditinggalkan dan tidak dikerjakan karena SISI BID‟AHNYA lebih kuat
yang mana bid‟ah hukumnya wajib ditinggalkan sedangkan amalan
yang Sunnah tidak wajib dilaksanakan ( Al-Qowaid Al-fiqhiyyah Al-
Musytamilah „Alat-tarjiih J.1 / 299. DR. Abdurrahman Bin Azzaz )
85
KAIDAH TARJIH

Meninggalkan Bid‟ah Hukumnya WAJIB, sedangkan

melaksanakan amalan yang sunnah hukumnya TIDAK

WAJIB, maka tidak boleh mendahulukan amalan yang


3

hukumnya SUNNAH atas Amalan yang Hukumnya

WAJIB ( Al-Qowaid Al-fiqhiyyah Al-Musytamilah

„Alattarjiih J.1 / 302 DR. Abdurrahman Bin Azzaz )


KAIDAH TARJIH 86

Para Ulama yang membolehkan Pelaksanaan Maulid Biasanya


mengungkapkannya dengan dua ungkapan yaitu “ JAIZ” yang
artinya boleh atau “ ISTIHBAB” yang artinya dianjurkan /
disunnahkan maka Hukum Maulid sesungguhnya hanya
berputar pada dua saja yaitu minimal BOLEH/MUBAH &
4 Maksimal SUNNAH menurut versi ulama yang membolehkan.
Sementara Versi Ulama yang melarang MAULID, menghukumi
MAULID Sebagai BID‟AH yang mana BID‟AH hukumnya haram
dan wajib ditinggalkan sehingga Hukum MAULID menjadi
Kontroversi minimal Antara MUBAH & HARAM atau Maksimal
SUNNAH & BID‟AH.
87
KAIDAH TARJIH

Maka sesuai dengan Kaidah ini Meninggalkan Maulid lebih

Utama daripada mengerjakannya karena Sisi Bid‟ahnya

lebih dominan yang mana meninggalkan bid‟ah (Maulid)

5 hukumnya wajib sedangkan mengerjakan amalan yang

sunnah (Maulid) tidak wajib. Maka tidak boleh

mengutamakan yang Mubah/Sunnah atas yang WAJIB

berdasarkan KAIDAH INI ( P E N U L I S )


88
ALKHURUJ MINAL KHILAF 89

JIKA ADA PERTANYAAN :

BAGAIMANA SIKAP MUSLIM JIKA SUATU SAAT BERADA DALAM


SITUASI & KONDISI SULIT SEHINGGA HARUS MEMILIH APAKAH
MELAKSANAKAN ATAU MENINGGALKAN MAULID ?

UNTUK MENJAWAB PERTANYAAN INI PERHATIKANLAH KAIDAH


FIKIH BERIKUT INI
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 90

‫ب‬
ٌّ ‫ف ُم ْستَ َح‬ ْ ‫وج ِم َن‬
ِ َ‫اْلِال‬
ُ ‫اَ ْْلُُر‬
1 KELUAR ( MENGHINDARI ) DIRI DARI PERSELISIHAN
HUKUMNYA DISUNNAHKAN ( DIANJURKAN )

Imam IBNU TAIMIYAH Berkata : “ Suatu amal itu terkadang


pengamalannya DISUNNAHKAN, atau sebaliknya
meninggalkannya yang disunnahkan, tergantung efek maslahat
& mudorot yang muncul setelah mengerjakan atau
2
meninggalkan amalan tersebut. Seorang Muslim itu terkadang
Boleh meninggalkan yang SUNNAH apabila mengerjakannya
menyebabkan kerusakan yang lebih besar dari pada
Maslahatnya,
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 91

Sebagaimana NABI tidak merubah Bangunan Ka‟bah agar sesuai dengan


Pondasi Aslinya pada Zaman NABI IBRAHIM, Lalu berkata kepada AISYAH
: “Seandainya saja Kaummu tidak baru masuk islam (Masih ada sifat
Jahiliyahnya) maka aku akan menghancurkan Ka‟bah dan membangun
kembali serta akan aku buat dua pintu, yang satu pintu masuk, & yang
satu pintu keluar”. (Hadist Muttafaqun Alaihi) Maka NABI meninggalkan
3
hal tersebut karena yang demikian lebih baik akibatnya, karena ada alasan
yang lebih kuat yaitu kaumnya baru masuk islam sehingga ditakutkan
mereka berpaling lagi dari Islam maka jika Nabi melakukannya,
Keburukannya akan lebih besar dari pada Kemaslahatannya “ (Majmu
Fatawa Ibnu Taimiyah J24/193/195 melalui Kitab Mausu‟atul Fiqh „alal
madzahib al-arba‟ah J2/412 Ibnu Najjar Addimyathi)
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 92

IMAM IBNU HAJAR AL-ASQOLANI Berkata : “Dalam hadist ini ada


sebuah kaidah mendahulukan menghindari mudorot / kerusakan
dari pada mengusahakan maslahat / kebaikan karena
RASULULLAH khawatir orang-orang yang baru masuk islam akan
menyangka Bahwa NABI merubah bangunan ka‟bah untuk
4 berbangga diri atas mereka, maka dari sini lebih baik meninggalkan
maslahat agar terhindar dari mafsadat (Kerusakan) dan TIDAK
MENGINGKARI KEMUNGKARAN jika berakibat memunculkan
KEMUNGKARAN YANG LEBIH BESAR“. (Kitab Muro‟aat Jalbil
masolih wa daf‟ul mafasid fissunnah Hal. 33, Syeikh Muhammad
Ibnu Abdullah al-qonnash)
93
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF

“ Usaha Merubah sesuatu yang sudah mengakar di masyarakat itu


tidak mudah, dan berpotensi menimbulkan fitnah yang lebih besar
Daripada Maslahatnya, Maka Hal itu ditinggalkan oleh Nabi ,
Semoga tidak berlebihan Jika manusia sebaiknya mengurungkan
niatnya untuk merubah kebiasaan kaum muslimin melaksanakan
5
MAULID yang sudah membudaya dan mengakar sejak tahun 360 H
dibanyak negara di seluruh dunia. karena sangat berpotensi
menimbulkan fitnah yang lebih besar berupa perpecahan Ummat.
Apalagi Masalah Maulid adalah Masalah IJTIHADIYAH / khilafiyah
perselisihan yang diperbolehkan. ( P E N U L I S ).
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 94

Adalah SAHABAT ABDULLAH IBNU MAS‟UD mengingkari Usman


Bin Affan karena tidak mengqosor sholat di dalam perjalanan saat
berhaji, sedangkan Abdullah berpendapat harusnya di qosor, Maka
ketika Usman Bin Affan mengimami sholat, Abdullahpun
mengikutinya menjadi MAKMUM tidak mengqosor sholat, lalu
6 berkata “Berselisih itu BURUK “ (fathul Bari j2/729) Maksudnya
adalah menyelisihi IMAM itu buruk, Maka Abdullah Bin Mas‟ud
dalam hal ini menerapkan kaidah “Memilih maslahat yang lebih
kuat”. Karena menyelisihi pemimpin ( Penguasa / Tokoh ) akan
berdampak pada Manusia tidak akan menaati pemimpin”. (Kitab
Al-Asas fi fiqhil Khilaf hal. 116 Syeikh DR Abu Umamah Nawwar )
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 95

Bisa Jadi pendapat dan keyakinan kita tentang Maulid lebih


benar dan lebih kuat dari pada orang lain yang tidak sefaham
dengan kita akan tetapi jika pada situasi dan kondisi sulit,
sesekali kita meninggalkan pendapat dan keyakinan kita
7 tentang MAULID yang dengan itu bisa lebih mewujudkan
persatuan dan persaudaraan dengan Kaum Muslimin maka
itu lebih baik daripada kita bersikeras dengan keyakinan kita
akan tetapi berakibat munculnya perpecahan dan
permusuhan. Wallahu Alam Bissowab (Penulis)
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 96

Adalah Imam Syafi‟I Rohimahullah suatu ketika Sholat Subuh di


masjid dekat makam imam Abu Hanifah,di IRAK maka beliaupun
tidak melaksanakan do‟a qunut (Qunut menurut Imam Syafi‟I
sunnah muakkaddah) maka beliau ditanya mengapa tidak
8 melakukan qunut ? Beliau menjawab “Apakah aku akan menyelisihi
Imam Abu Hanifah sedangkan aku berada di hadapannya ? Dan
berkata juga “ Boleh saja sesekali kita cenderung kepada Madzhab
para penduduk Irak/ Madzhab Hanafi “. ( Kitab Al- Asas fi Fiqhil
Khilaf Hal. 116 )
KESIMPULAN 97

IMAM SYAFI'I Rohimahullah yang meninggalkan do‟a


Qunut di IRAK ini sesungguhnya demi menghindari
kegaduhan dan FITNAH di tengah-tengah masyarakat
Irak, inilah Ahli Fikih dan ulama yang sesungguhnya. jika
9 kita hubungkan dengan MAULID NABI adalah “
Terkadang Pilihan MAZHAB KITA dalam hal MAULID
boleh ditanggalkan sejenak demi persatuan dan demi
menghindari Kegaduhan dan fitnah di tengah-tengah
MASYARAKAT “. ( P e n u l i s )
MENGHINDARI PERSELISIHAN 98

Adalah Imam Ahmad bin hanbal Rohimahullah berpendapat bahwa


mimisan dan berbekam membatalkan wudhu, maka ada yang
bertanya kepadanya, Apabila ada Imam sholat mengeluarkan darah
(mimisan) dan ia tidak berwudhu (karena berpendapat tdk batal)
apakah anda akan sholat di belakang imam tersebut ? Maka Imam
10
Ahmad bin hanbal berkata: “ bagaimana mungkin aku tidak sholat
dibelakang imam malik & Said bin musayyib ? (Al-Asas fi fiqhil
khilaaf hal. 116) Maksudnya pendapat yang dipakai imam tersebut
adalah pendapatnya Imam Malik & Said bin Musayyib maka
bagaimana mungkin imam Ahmad tidak mengikutinya (Penulis)
MENGHINDARI PERSELISIHAN 99

Kita boleh punya Madzhab tentang Maulid, akan tetapi kita juga
harus menghargai Madzhab Para ulama. Bagaimana mungkin
manusia tidak menghargai Pendapatnya Imam Abu Syaamah
gurunya Imam Nawawi? Bagaimana mungkin manusia tidak
menghargai pendapatnya Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani yang telah
11 dijuluki sayyidul muhaddisin ? Bagaimana Mungkin Manusia tidak
menghargai pendapatnya imam Suyuthi ??? Bagaimana Mungkin
manusia tidak menghargai Pendapatnya Imam Ibnu Taimiyah yang
telah dijuluki syeikhul Islam ? Sesungguhnya yang pandai
menghargai pendapat para ulama hanyalah para ulama saja. (
PENULIS )
KAIDAH MENGHINDARI PERSELISIHAN / KHILAF 100

Suatu Ketika IMAM MALIK sedang berada di dalam majlis ilmu ditanya
tentang masalah hukum waris, lalu beliau berfatwa dengan pendapat
Sahabat ZAID BIN SABIT, lalu seseorang menyela “ Kalau Pendapatnya
ALI BIN ABI THOLIB & IBNU MAS‟UD Bagaimana? ..Maka imam malik
menunggu majlis sepi dan bertanya kepada Orang yang menyela tadi : “
Anda dari mana? Dari IRAK, IMAM MALIK BERKATA : “ Adab anda
12 dimana? Sesungguhnya Ali Bin Abi Tolib & Ibnu Mas‟ud sahabat yang
tidak diragukan lagi, dan penduduk kami (madinah) memegang
Pendapatnya ZAID BIN TSABIT. Jika anda berada di antara suatu KAUM
maka jangan sekali-sekali anda menyinggung hal yang mereka tdk ketahui
/ tidak biasa, karena akan berakibat mereka akan bersikap dgn sesuatu
yang anda tidak sukai “. (Kitab Min akhbarissalafissolih hal. 68 Syeikh
Abu Yahya Zakaria)
MENGHINDARI PERSELISIHAN 101

Kasus Imam malik yang menegur orang yang kurang beradab


karena kurang menghargai pendapat para ulama ini jika kita kaitkan
dengan Maulid Nabi adalah “ KITA bebas memilih dan meyakini
MADZHAB yang melarang ataupun membolehkan maulid, akan
tetapi belajarlah menghargai pendapat para ulama yang berbeda
13 dengan keyakinan kita. Jangan paksakan masyarakat di sekeliling
kita untuk mengikuti keyakinan kita karena mereka akan berpaling
dan anti-pati. Sesungguhnya jika pengingkaran MAULID secara
terbuka berujung sebuah masjid disegel mungkin belum seberapa
karena masjid yang disegel masih bisa dibuka kembali, Bagaimana
sekiranya NYAWA YANG DISEGEL ??? (PENULIS)
102
103

• Pada Hakikatnya Ulama yang membolehkan MAULID lebih

dominan sisi Berharapnya (ROJA) di dalam berijtihad, sehingga

Mereka lebih BERHARAP agar Ummat bisa mencintai NABInya.

sedangkan Para Ulama yang melarang MAULID lebih dominan

Rasa Takutnya (KHOUF) di dalam berijtihad sehingga mereka

TAKUT Ummatnya melakukan yang Tak sesuai Sunnah NABInya.

Maka Perpaduan antara sifat ROJA dan KHOUF sesungguhnya

adalah gambaran IMAN YANG SEMPURNA yang dimiliki oleh Para

Ulama Kita… ( P E N U L I S )
104

• Jika MAULID NABI hukumnya diperselisihkan oleh para


Ulama, antara “ Bid’ah & Sunnah “ Maka sesungguhnya
seorang muslim itu berada di antara dua kebaikan, Jika ia
meninggalkan maulid yang disinyalir “Bid’ah”
sesungguhnya ia berpotensi mendapatkan pahala wajib,
Sebaliknya jika ia melaksanakan maulid yang disinyalir
“Sunnah” sesungguhnya ia berpotensi mendapatkan
pahala Sunnah. Disinilah kebenaran ungkapan “
Perselisihan Ulama adalah Rahmat “ . Jika disertai
dengan Sikap TOLERAN ( P E N U L I S )
105

• Pembelajar Sunnah yang CERDAS akan FOKUS

bertanya pada diri sendiri Sunnah2 apa yang sudah

saya kerjakan dan sunnah2 apa yang masih saya

tinggalkan ini adalah jalan selamat mengamalkan

sunnah di zaman Fitnah……ini bid’ah itu bid’ah adalah

Jalan Fitnah dalam mengamalkan Sunnah.

(PENULIS)
106
NO JUDUL KITAB PENULIS
1 Hukmul Ihtifal Bil Maulid annabawi Abdul Fattah Bin Solih Quddais
2 Al-qoulul Jali fil ihtifal bil maulidinnabi Syeikh Muh.Anwar Mirsal
3 Iqtidho sirotol Mustaqiim Imam Ibnu Taimiyah
4 Tuhfatul Maudud bi ahkamil maulud Imam Ibnul Qoyyim
5 Al-Maqosid asyyar’iyyah ta’rifuha, amsilatuha DR Nuruddin Mukhtar Alkhodimi
6 Mafahim yajibu antusohah Assayyid Muhammad Bin Alwi
7 Al-Asas Fi Fiqhil Khilaf DR Abu Umamah Nawwar bin Syalli
8 Min Akhbarissalafissolih Abu Yahya zakaria bin gulam qodir
9 Mafhumul bid’ah wa atsaruhu fi tirobil fatawa DR Abdul ilah bin Husein Al-arfaj
10 Al-Qowaid Al-fiqhiyyah almusytamilah alattarjih DR Abdurrahman bin Azzaz
11 Al-Istihsan Wasilatuhu bil ijtihad al-maqosidi DR Ilyas dardur
12 Al-Bayan Annabawi ‘an fadli ihtifal bimauliddinabi DR Mahmud Ahmad Azzayin
13 Al-Inshoof fiima qiila fil maulid Syeikh Abu Bakar Al-Jazairiy
14 Mi’yarul Bid’ah DR Muh. Husein Al-jizani
15 Qowaid wa dhowabith fiqhiddakwah Syeikh Abid bin Abdullah
107

NO JUDUL KITAB PENULIS

16 Qowaid Usulul Fiqih wa tatbiqotuha DR Sofwan bin adnan dawudi

17 Taudihul ahkam syarah bulugul marom Syeikh Abdurrahman Al-Basam

18 Al-muntaqo min fatawa syeikh Fauzan Syeikh Adil Bin Ali Bin Ahmad

19 Muroat jalbil masolih wa daf’il mafasid Syeikh Muhammad Bin Abdullah

20 Mausuatul fiqh alal madzahib al-arba’ah Syeikh Ibnu Najjar addimyathi

21 Tarbiyatul awlad fil islam DR. Abdullah Nasih Ulwan

22 Ceramah-Ceramah You Tube Para Ulama & Tokoh Dakwah

Anda mungkin juga menyukai